Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
Sebanyak 10% pasien yang diantar ke unit gawat darurat merupakan pasien
dengan trauma pada traktus genitourinaria. Kebanyakan kasus tersebut sulit dan
memerlukan kemampuan diagnostic yang baik untuk menanganinya. Sekitar satu
hingga dua per tiga kasus tersebut memiliki hubungan dengan riwayat trauma
genitalia eksterna. Trauma paling banyak disebabkan oleh trauma tumpul
dibandingkan trauma tajam dengan perbandingan 4 banding 1.1
Trauma pada traktus genitourinaria dapat ditemukan pada semua kelompok
umur dan paling sering terjadi pada laki-laki berumur antara 15 sampai 40 tahun.
Terdapat beberapa olahraga populer yang meningkatkan resiko untuk terjadi trauma
tumpul dan/atau trauma tajam pada genitalia externa, seperti bersepeda off road,
berkuda, dan balap motor. Gigitan hewan atau manusia merupakan penyebab trauma
tajam genitalia yang jarang, dan berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya infeksi.
Keterlibatan Pasteurella multocida tercatat sebesar 50% dari seluruh infeksi karena
gigitan anjing, sedangkan Escherichia coli, Streptococcus viridan dan Staphilococcus
aureus memiliki angka yang lebih rendah. Untuk kelompok pediatri, anak-anak umur
4 sampai 7 tahun memiliki frekuensi trauma genitourinaria terbesar, diikuti anak-anak
umur 8 sampai 11 tahun.1,2
Organ yang paling sering terkena trauma genitourinaria adalah genitalia
eksterna perempuan sebesar 37,7%, penis sebesar 21,6% dan testis 12%. Selain
kelompok resiko tersebut, trauma pada genitalia eksterna yang parah dapat ditemukan
1

pada mutilasi terhadap diri sendiri pada pasien-pasien dengan psikotik dan
transeksual. 2,3,4
.Amputasi penis merupakan suatu kasus yang jarang ditemukan. Amputasi
penis dapat ditemukan pada pasien yang melakukan emaskulasi diri sendiri pada
pasien psikotik yang melakukannya sebagai respon terhadap halusinasi yang
dialaminya. Selain dapat terjadi pada pasien psikotik, amputasi penis juga merupakan
komplikasi dari tindakan sirkumsisi.5,6
Sirkumsisi merupakan salah satu prosedur pembedahan pada anak laki-laki
yang paling sering dilakukan di seluruh dunia. Di Australia, diperkirakan 70% anak
laki-laki dan pria dewasa telah menjalani sirkumsisi. Sedangkan di Turki yang
merupakan negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam seperti di Indonesia,
prevalensi sirkumsisi mencapai 99%. Sirkumsisi dilakukan dengan alasan medis dan
nonmedis.7
Sirkumsisi seringkali dilakukan oleh petugas medis yang tidak berpengalaman
di berbagai tempat dengan jumlah pasien yang banyak dan dilakukan dalam waktu
yang singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup besar. Pada amputasi penis
yang merupakan komplikasi tindakan sirkumsisi, bagian dari penis yang teramputasi
adalah kulit penis dan/atau bagian dari glans penis.8,9,10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2

2.1

Anatomi dan Fisiologi Penis


Penis terdiri dari 3 korpora erektil: dua korpora kavernosa dan satu korpora

spongiosum. Korpora cavernosa yang terletak di bagian distal mengandung jaringan


erektil yang dibungkus oleh tunika albugiea. Pada batang penis, terdapat hubungan
yang bebas diantara keduakorpora kavernosa melalui septum midline yang inkomplit.
Septum ini menjadi komplit pada ujung penis dan hilum penis, dimana korpora
kavernosa menjadi mandiri dan membentuk krura yang terpisah.11
Badan erektil penis diselubungi oleh deep penile fascia (fasia Bucks),
superficial penile fascia (fasia Dartos), dan kulit. Fasia Bucks adalah lapisan tebal
yang langsung menyelubungi dan menempel secara longgar terhadap ketiga korpora.
Di sebelah superior dari corpora kavernosa terdapat vena dorsalis profundus, arteri
dorsalis, nervus dorsalis yang berada pada fasia Bucks diatas tunika albuginea. Di
sebelah ventral, fasia Bucks terbagi untuk menyelubungi korpus spongiosum.
Konsolidasi dari fasia ini di sebelah lateral korpus spongiosum memfiksasi truktur ini
pada tunica albuginea. Di sebelah distal, fasia Bucks menempel pada permukaan
bawah dari glans penis pada korona glandis. Setelah melewati basis dari glans penis,
fasia ini meluas sampai perineum. 11
Fasia Dartos penis terdiri dari jaringan areolar yang memisahkan dua lapisan
preputial fold dan berlanjut ke sebeah proksimal di bawah kulit penis, melekat secara
longgar pada kulit dan fasia Bucks. Fasia Dartos mengandung arteri-arteri, venavena, dan nervus superfisial penis. Pada basis penis, fasia ini menyatu dengan tunika
Dartos dari skrotum dan meluas sampai ke perineum, dimana fasia ini akan berlanjut
menjadi fasia perineum superfisialis. Kulit penis di sebelah distal melekat pada glans
3

penis pada korona glandis dan melipat untuk membentuk prepusium yang menutupi
glans. Sisi dalam dari prepusium adalah konfluen dengan kulit yang menyelubungi
glans penis yang berlanjut menjadi membrana mukosa dari uretra di meatus eksterna.
Kulit yang menyelubungi penis sangat tipis dan mobile karena berada di atas fasia
Dartos.11

Gambar 2.1 Anatomi Sistem Reproduksi Laki-Laki

Suplai darah superfisial untuk kulit penis dan dartos berasal dari bagian
inferior kanan dan kiri arteri pudenda ekterna. Pembuluh darah ini berasal dari cabang
pertama arteri femoralis dan menyilang sisi medial atas dari femoral triangle yang
akan bercabang menjadi dua. Cabang-cabang ini berjalan ke arah dorsolateral dan
ventrolateral didalam fasia dartos pada shaft penis dengan kolateralisasi ke arah
midline. Drainase vena superfisial penis disediakan oleh sejumlah vena yang berjalan
di dalam fasia dartos pada sisi dorso lateral penis. Vena-vena ini bersatu pada basis
4

penis yang membentuk vena dorsalis superfisialis, yang akan bermuara pada vena
saphena kiri.11
Vena yang berasal dari glans penis membentuk pleksus retrocoronal yang
bermuara pada tiga sampai lima vena besar yang menuju vena dorsalis profunda,
yang berada di dalam fasia Bucks disebelah superior tengah dari korpus penis. Vena
dorsalis profunda di sebelah proksimal melewati ligamentum suspensarium dan
kemudian dibalik symphisis pubis untuk bergabung dengan pleksus prostatika
(pleksus Santorini). Sepanjang shaft penis, vena dorsalis menerima drainase darah
dari jaringan erektil. Vena emisaria muncul dari jaringan vena subtunika mengikuti
arah perpendikular atau oblik menuju tunika albuginea. Vena-vena ini muncul dari
permukaan lateral atau dorsal dari korpora kavernosa dan menuju vena sirkumfleksa
atau langsung menuju vena dorsalis profunda. Vena sircumfleksa berada pada duapertiga sebelah distal dari penis. Vena-vena ini berasal dari korpus spongiosum dan
berjalan transversal pada sisi lateral dari korpora, melewati dibawah arteri dorsalis
dan nervus dorsalis menuju vena dorsalis profunda. 11
Vena-vena emisaria pada sepertiga proksimal dari korpora bergabung untuk
membentuk beberapa trunkus vena pada permukaan dorsomedial dari masing-masing
krus penis. Vena-vena ini berkonsolidasi menjadi satu atau lebih vena cavernosa pada
masing-masing sisi, membentuk arteri cavernosa profunda dan medial dan nervus
pada hilum penis. Vena-vena ini menuju pleksus prostatikus atau berjalan ke lateral
diantara bulbus penis dan krus penis sekitar 2-3 cm sebelum bergabung dengan vena
pudenda interna. Tiga atau empat vena-vena crural kecil muncul dari permukaan
dorsolateral dari masing-masing krus dan menuju ke vena pudenda interna ipsilateral.
5

Vena pudenda interna berjalan bersama dengan arteri pudenda interna dan nervus
pudendus didalam kanal Alcocks dan menuju vena iliaka interna. 11
Nervus pudendus menyediakan persyarafan somatik motorik dan sensorik
untuk penis. Nervus ini memasuki perineum bersama arteri dan vena pudenda interna
melalui foramen sciatica minor pada sisi posterior dari fossa ischiorectal. Bersamasama berjalan melalui kanalis Alcocks ke batas posterior dari membran perineum.
Pada tiap sisi nervus dorsalis muncul sebagai cabang pertama dari nervus pudendus di
dalam kanalis Alcocks. Di sebelah distal nervus-nervus ini berlanjut menuju bagian
dorsal dari korpora. Fascicles multipel menyebar keluar dari nervus dorsalis
sepanjang shaft peni, memberikan suplai persyarafan untuk permukaan tunika
albuginea, kulit dan glans penis.11

2.2

Patofisiologi Trauma Penis


Trauma tajam genitalia externa sering berhubungan dengan cedera yang

kompleks pada organ lain. Pada anak-anak, trauma tajam pada genitalia externa
sering terlihat pada kasus laserasi kulit genitalia setelah terjatuh ke atas benda tajam.
Pada semua kasus trauma tajam, status imunisasi tetanus pasien harus jelas. Booster
imunisasi tetanus direkomendasikan pada pasien dengan riwayat imunisasi tetanus
terakhir lebih dari 10 tahun sebelum kejadian. Karena booster tetanus tidak
memproteksi pada saat trauma, tidak diperlukan pemberian tetanus toxoid pada kasus
trauma akut. Hal ini berlawanan dengan rekomendasi World Health Organization
yang menyatakan bahwa booster tetanus toxoid sebaiknya diberikan pada pasien luka
terbuka bila imunisasi tetanus trakhir pasien lebih dari 5 tahun sebelum kejadian.
6

Tetanus imunoglobulin hanya diberikan pada pasien trauma tang sebelumnya belum
menerima imunisasi tetanus.2
Amputasi penis juga merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada
tindakan sirkumsisi. Angka kejadian komplikasi pada tindakan sirkumsisi pada bayi
baru lahir sebesar 0,2% sampai 3%. Perdarahan dan infeksi adalah komplikasi ringan
yang paling sering dilaporkan. Komplikasi sirkumsisi yang paling serius adalah
cedera pada urethra atau teramputasinya glans penis atau sebagian atau seluruh
bagian dari shaft penis. Amputasi parsial glans penis dilaporkan pada teknik
sirkumsisi menggunakan teknik guilotine dimana kulit preputium ditarik dan di klem
disebelah distal dari ujung glans dan dieksisi diantara glans dan klem tersebut.
Dengan teknik ini, amputasi penis dapat terjadi jika operator secara tidak sengaja
menempatkan klem di glans penis.9
Walaupun kasus gigitan hewan adalah kasus yang umum, gigitan hewan atau
manusia adalah penyebab trauma tajam genitalia yang sangat jarang, dan
berhubungan dengan resiko tinggi terjadinya infeksi. Gigitan hewan terutama pada
kelamin laki-laki adalah jarang dengan 60%-70% adalah anak laki-laki berumur
dibawah 15 tahun. Kurang lebih 30% luka gigitan hewan sudah menunjukkan tandatanda infeksi pada 48 jam pertama setelah gigitan.2
2.3

Diagnosis
Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari

pemeriksaan fisik. Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama
trauma tersebut telah berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Adanya
darah pada meatus urethra mengindikasikan bahwa ada trauma pada uretra. Tetapi,
7

ketiadaan darah pada meatus tidak serta-merta menghilangkan kemungkinan terjadi


trauma pada uretra. Pada trauma tembus yang disebabkan oleh tembakan, kaliber
peluru dan dapat membantu menentukan luas dan jalur kerusakan. Retrograde
urethrography, dan sistoskopi, mungkin dapat berguna, tetapi ahli urologi harus
waspada untuk kemungkinan urethrogram yang negatif palsu karena adanya bekuan
darah yang mencegah adanya ekstravasasi. Skala trauma tajam penis menurut
American Association for the Surgery of Trauma dapat dilihat pada Tabel 2.1:12
SKALA
I
II
III

Trauma penis
Laserasi kutaneus atau kontusio
Laserasi sedalam fasia Bucks (cavernosum) tanpa hilangnya jaringan
Avulsi kutaneus, laserasi sampai glans atau meatus, atau defek uretra atau

IV
V

cavernosa <2cm
Penektomi parsial; atau defek uretra atau cavernosa >2cm
Penektomi total

Tabel 2.1 Skala trauma organ untuk trauma penis menurut American Association for the
Surgery of Trauma (AAST)

2.4

Manajemen Amputasi Penis


Pasien amputasi penis yang datang harus dilakukan stabilisasi keadaan umum

dengan resusitasi cairan yang agresif, dilakukan pemeriksaan darah lengkap, dan
tranfusi darah jika terjadi kehilangan darah yang ekstensif. Pasien sebisa mungkin
dibawa ke pusat medis yang dapat melakukan pembedahan mikrovaskuler, karena
pembedahan mikrovaskular memiliki hasil yang lebih baik. Manajemen akut dari
amputasi penis melibatkan resusitasi pasien dimana keadaan umum pasien mungkin
menurun dikarenakan kehilangan darah dan persiapan untuk reimplantasi penis jika
bagian penis yang teramputasi didapatkan dan tidak mengalami kerusakan parah.

Tindakan reimplantasi harus dipertimbangkan pada semua pasien dan harus dilakukan
dalam 24 jam pertama setelah kejadian amputasi penis. 12,14,15,16
Berdasarkan guideline European Association of Urology tahun 2013
mengenai trauma tajam penis, direkomendasikan dilakukan eksplorasi secara
pembedahan dan debridemen jaringan nekrotik. Bahkan pada trauma tajam penis
yang terbatas, penjahitan primer dari jaringan yang rusak dapat menghasilkan
penyembuhan yang baik karena banyaknya suplai darah penis. Karena elastisitas dari
kulit penis cukup baik, hilangnya kulit dalam jumlah sedang biasanya dapat teratasi
dengan baik, walaupun pada trauma yang luas dan kehilangan jaringan kulit yang luas
memerlukan manajemen yang lebih sulit. Jaringan yang digunakan untuk
rekonstruksi pasca trauma harus memiliki kemampuan menutup yang baik dan cocok
digunakan untuk rekonstruksi. Teknik split thickness skin grafting memberikan
kemampuan menutup yang baik dan durabilitasnya baik tetapi teknik ini lebih mudah
terjadi kontraksi, sehingga penggunaannya pada batang penis harus seminimal
mungkin. Direkomendasikan penggunaan ketebalan skin graft setidaknya 0,015 inchi
(0,4 mm) dengan tujuan untuk mengurangi resiko kontraksi. Full thickness skin
graftyang digunakan pada batang penis memberikan kemungkinan kontraksi yang
lebih kecil, kosmetik yang lebih baik, dan lebih resisten pada trauma hubungan
seksual. Donor dapat diambil dari perut, pantat, paha maupun axilla, dengan dipilih
berdasarkan pilhan ahli urologi dan tipe trauma. 13
Bagian penis yang teramputasi harus dicuci dengan cairan saline steril,
dibungkus dengan kasa yang dibasahi cairan salin, diletakkan pada kantong steril dan
kantong tersebut direndam dalam air es. Penis tidak boleh bersentuhan langsung
9

dengan es. Bebat tekan atau torniquet harus diletakkan pada penis yang teramputasi
untuk mencegah kehilangan darah masif. Reimplantasi dapat dicapai dengan cara
non-pembedahan mikro, tetapi teknik ini memberikan rate striktur uretra yang lebih
tinggi dan kehilangan sensasi. Hasil yang terbaik dihasilkan dengan teknik
reimplantasi dengan pembedahan mikro. Pertama korpora cavernosa dan urethra di
sejajarjan dan diperbaiki, kemudian arteri dorsalis penis, vena dorsalis penis dan
nervus dorsalis dengan menggunakan mikroskop. Arteri cavernosa umumnya terlalu
kecil untuk dilakukan anastomose. Fasia dan kulit ditutup lapis demi lapis, dan
dipasang kateter uretra dan kateter suprapubis. Jika bagian penis yang teramputasi
tidak dapat ditemukan, atau tidak dapat dilakukan reimplantasi, maka ujung penis
yang teramputasi ditutup seperti tindakan penektomi parsial. Rekonstruksi lebih
lanjut dapat dilakukan untuk memperpanjang penis dengan teknik pembagian
ligamentum suspensarium dan v-y plasty, pembentukan pseudo-glans dengan split
thickness skin grafting. 13
Prosedur pebedahan rekonstruksi besar yaitu phaloplasty (baik dengan arteri
radialis atau arteri pubis) terkadang dibutuhkan pada trauma yang menyisakan sedikit
jaringan penis atau stump penis yang tidak berfungsi. Untuk melakukan tindakan
replantasi, pertama dilakukan kontrol vaskular pada basis dari tepi potongan sebelah
proksimal dari corpora. Tergantung dari hebat perdarahan, kompresi lokal secara
manual dengan kasa atau torniquet dengan penrose drain mungkin dibutuhkan.
Setelah perdarahan terkontrol, tunika albuginea dari korpora kavernosa kemudian di
reaproksimasi dengan jahitan terputus menggunakan polyglactin (vicryl) 3-0 dengan
10

tiga atau empat jahitan melewati septum mediana untuk stabilisasi. Arteri-arteri
cavernosa tidak perlu dilakukan reanastomosis karena sulit dan tidak meningkatkan
outcome. Tepi proksimal dan distal urethra kemudian di mobilisasi menjauhi korpora
dan kemudian dispatulasi. Kemudian urethra direanastomose diatas kateter foley
terbuat dari silikon dengan ukuran 16Fr dengan jahitan terputus menggunakan
polydioxanone (maxon atau PDS) berukuran 5-0 satu lapis. Kemudian dilakukan
diversi urin melalui suprapubik untuk penyembuhan urethra.14

Gambar 2.2. Kontrol vaskular pada basis dari tepi potongan sebelah proksimal dari corpora
dan spatulasi dari urethra

Gambar 2.3. Reanastomosis korpora, septum mediana, dan urethra


11

Jika penis telah dilakukan stabilisasi, reanastomosis secara mikrovaskular


dapat dilakukan. Pertama, vena dorsalis profunda direanastomosis dengan
menggunakan nylon atau polypropylene (prolene) berukuran 11-0. Anastomosis ini
harus paten untuk mencegah edema korporeal, pembengkakan dan edema lanjutan.
Kedua, paling tidak satu, lebih baik keduanya, arteri dorsalis penis dilakukan
reaproksimasi secara end-to-end dengan cara yang sama seperti pada vena, yang akan
dengan segera mengembalikan aliran darah ke jaringan subkutaneus dan mencegah
nekrosis kulit postoperatif. Aliran darah pada arteri dorsalis diperiksa dengan Doppler
sebelum pasien meninggalkan ruang operasi. Terakhir, sebanyak mungkin serat syaraf
diidentifikasi kemudian dilakukan reaproksimasi dengan nylon atau polypropylene
pada epineurum, sehingga memudahkan fasikulus serabut syaraf terjadi penyembuhan
sekunder. 14

Gambar 2.4. Penyambungan mikrovaskular dari pembuluh dara dorsal penis


Berdasarkan dari tingkatan kulit penis yang teramputasi, tepi kulit
direaproksimasi dengan jahitan terputus menggunakan benang chromik 4-0 atau split
thickness skin graft diletakkan diatas kulit yang hilang. Jika kedua cara tersebut tidak
12

dapat dilakukan, tindakan terakhir adalah dengan menanam penis pada terowongan
subcutaneus di skrotum (modified Cecil technique), yang membutuhkan pembedahan
rekonstruksi kedua. Sangat penting bahwa anastomose vaskular harus ditutup untuk
mencegah thrombosis pembuluh darah yang mengakibatkan kegagalan replantasi.
Yang terakhir, penis dibungkus dengan pembungkus yang longgar dan diberi splint
eksternal yang memudahkan drainase vena dan limfatik.14

Gambar 2.5. Penyambungan kembali penis yang komplit


Jika pasien tidak memiliki akses menuju pusat kesehatan dengan kemampuan
pembedahan

mirovaskular,

dapat

dilakukan

pembedahan

dengan

teknik

makrovaskular. Teknik ini sub obtimal, tetapi ini merupakan pilihan yang lebih baik
dari pada tidak melakukan tindakan penyambungan kembali dan hanya melakukan
penile stump. Seringkali vena dorsalis dapat dilakukan reanastomosis, beserta kulit
penis dan glans penis. Jika replantasi penis tidak dapat dilakukan, maka penile stump
dapat ditutup seperti pada tindakan penektomi parsial elektif. Tindakan free forearm
phalloplasty dapat dilakukan kemudian menurut permintaan pasien. Telah disepakati
bahwa teknik pembedahan mikro memiliki hasil yang lebih baik jika dibandingkan
13

dengan teknik nonmikro dalam kasus amputasi penis. Metode mikroskopis


menyedakan sirkulasi yang lebih baik untuk penyembuhan luka dan menurunkan
resiko komplikasi. Tetapi, teknik mikro membutuhkan alat, instrumen dan pelatihan
yang yang tidak banyak tersedia. Telah dilaporkan bahwa teknik pembedahan
makrovaskular juga memiliki hasil kosmetik dan fungsi yang cukup baik.14
Pada amputasi penis yang terjadi karena komplikasi tindakan sirkumsisi
dengan teknik guilotine, level amputasi sangat penting dalam manajemen terapi. Jika
amputasi penis berada pada shaft penis, direkomendasikan dilakukan replantasi
dengan teknik mikrovaskular; walaupun terdapat beberapa laporan kasus yang sukses
melakukan tindakan replantasi dengan menggunakan teknik makrosurgical. .jika
terjadi amputasi glans penis parsial, jaringan yang tereksisi harus dipreservasi dan
segera dilakukan penjahitan dan tindakan memperbaiki dengan teknik mikroskopis
tidak dibutuhkan. Jika tindakan pembedahan dilakukan dalam 8 jam setelah kejadian,
penis sembuh dengan baik pada sebagian besar kasus. Tindakan anastomotic
urethroplasty umumnya tidak tepat jika dilakukan di glans penis karena eksisi dan
reanastomosis pada uretra di bagian glans penis akan mengakibatkan pemendekan
uretra setidaknya 1 cm, yang mana cukup dapat mengakibatkan terjadinya chordee.9
Manajemen postoperatif harus meliputi setidaknya 2 hari bedrest dan
antibiotik spektrum luas selama 2 hari postoperatif. Setelah 2 minggu stent urethral,
catheter foley dapat dilepas setelah dilakukan retrograde urethrogram pericateter
atau voiding cystourethrogram memastikan telah terjadi anastomosis, kemudian
kateter suprapubis dapar dilepas setelah beberapa hari berkemih secara normal. Selain
manajemen pembedahan, Departemen Psikiatri harus terlibat dalam perawatan pasien
14

postoperatif. Pada kasus mutilasi genital oleh pasien sendiri, pasien biasanya bersikap
irasional sehingga status mental pasien harus dikendalikan. Juga terdapat rate bunuh
diri yang lebih tinggi pada pasien mutilasi genital dan pasien seperti ini harus
dimonitor secara ketat oleh Departemen Psikiatri.14
Oksigen memerankan peran yang penting

dalam

proses

fisiologis

penyembuhan luka. Terapi oksigen hiperbarik dapat meningkatkan tekanan oksigen di


jaringan yang dapat membantu dalam proses penyembuhan. Terapi oksigen hiperbarik
adalah terapi dimana pasien bernapas dengan udara yang mengandung oksigen 100%
pada lingkungan yang bertekanan paling tidak 1,4 atmosfer. Tindakan skin graft dan
flaps yang terganggu proses penyembuhannya dapat diterapi dengan terapi oksigen
hiperbarik. Terapi oksigen hiperbarik juga meningkatkan angiogenesis dan
menstimulasi proses proliferasi dari fibroblast, meningkatkan sirkulasi dan tingkat
oksigen di jaringan untuk mendapatkan penyembuhan luka yang lebih baik.9

BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas
Nama penderita

: An. MLP

15

Jenis kelamin

: Laki - laki

Umur

: 5 tahun 3 bulan

Pekerjaan

:-

Alamat

:-

MRS

: 12 Februari 2016

No. RMK

: 1-20-02-41

3.2 Anamnesis
Anamnesa tanggal 12 Februari 2016 pk.10.15 Wita
Keluhan utama : Penis terpotong pasca sunat
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan penis terpotong sejak 1,5 jam SMRS, pasien
melawan saat disunat oleh perawat di daerah Sungai Andai. Saat menyunat dengan
tehnik Guilotine, gland penis terpotong. Perdarahan (+). Penurunan kesadaran (-).
Pasien lalu dibawa ke RSUD Ulin
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Penyakit Keluarga
16

3.3 Pemeriksaan Fisik


a.

Status Generalis
Keadaan umum

: tampak sakit sedang

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: Tekanan darah

: 90/60 mmHg

Nadi

: 110 x/menit kuat angkat

RR

: 28 x/menit

Suhu aksiler

:-

Kepala dan Leher


Kepala

: Konjuntiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-)

Leher

: Pembesaran KGB (-/-), Peningkatan JVP (-/-)

Thorax

: Ronki (-/-), Wheezing (-/-)

Abdomen

Ekstremitas

: Akral hangat, paralisis (-), edema (-)

3.4 Pemeriksaan Penunjang


Hasil Laboratorium

17

12/2/16

12/2/16

13/2/16

Nilai

11,7

7,3

10,9

11,0-16,0
g/dl

Leukosit

6,2

11,4

9,6

4,65-10,3
ribu/ul

Eritrosit

4,18

2,70

3,89

4-5,50 jt/ul

Hematokrit

35,2

22,3

33,4

Trombosit

258

165

234

32,0-44,0 Vol
%
150-356
ribu/ul

RDW-CV

14,1

13,4

13,4

12,1-14,0 %

MCV

84,3

82,8

86,0

75,0-96,0 f

MCH

27,9

27,0

28,0

28,0-32,0 pg

MCHC

33,2

32,7

32,6

33,0-37,0 %

42

81,0

66,5

50,0-70,0 %

Limfosit %

46,8

12,5

26,5

25,0-40,0 %

MID%

11,2

6,5

7,0

4,0-11,0 %

Gran#

2.6

9,30

6,40

Limfosit#

2,9

1,4

2,5

MID#

0,7

0,7

0,7

2,5-7,0
ribu/ul
1,25-4,0
ribu/ul
ribu/ul

Hasil PT

10

10:26

Hemoglobin

Gran %

INR

17:56

08:39

9,9-13,5
detik
-

0,89

18

Kontrol
Normal PT
APTT

11,4

24,4

Kontrol
Normal
APTT
GDS

26,1

22,2-37,0
detik
-

120

<200 mg/dl

Ureum

17

10-50 mg/dL

Kreatinin

0,5

0,7-1,4 mg/dL

Natrium

138

Kalium

3,4

Chlorida

111

135-146
mmol/l
3,4-5,4
mmol/l
95-100
mmol/l

3.5 Resume
Dilaporkan kasus, seorang pasien An. MLP dengan keluhan utama penis
terpotong pasca sunat 1,5 jam SMRS, pasien melawan saat disunat oleh perawat di
daerah Sungai Andai. Saat menyunat dengan tehnik Guilotine, gland penis terpotong.
Perdarahan (+). Penurunan kesadaran (-). Pada pemeriksaan fisik tidak didapatkan
kelainan.
3.6 Diagnosis Kerja
Amputasi Penis
3.7 Penatalaksanaan Awal
Obs-TMRS
19

DC
IFUD D5 NS
Inj. ceftriaxone 2x500 mg
Inj. Antrain 3x200 mg
3.8 Laporan Operasi Rekonstruksi Penis (CITO)
Tanggal Operasi : 12-2-2016
Waktu Operasi : 15.00-16.30
Laporan Operasi :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8. Operasi selesai
3.9 Follow Up
Tanggal
Follow up
12/2/2016

13/2/2016

14/2/2016

15/2/2016

TD:
N:
T:
R:
TD:
N:
T:
R:
TD:
N:
T:
R:
TD:
N:
T:
R:

20

BAB IV
PEMBAHASAN

Anamnesis yang dilakukan pada pasien An. MLP mengungkapkan bahwa


keluhan utama yang dialami An. MLP adalah penis terpotong pasca sunat 1,5 jam
SMRS. Keluhan ini disebabkan oleh karena pasien mengamuk ketika disunat dengan
tehnik sunat menggunakan tehnik Guilotine. Didapatkan perdarahan positif, dan tidak
didapatkan penurunan kesadaran.
Amputasi penis adalah salah satu komplikasi yang dapat terjadi pada tindakan
sirkumsisi. sirkumsisi adalah suatu prosedur pembedahan yang umum dilakukan.Oleh
karena sirkumsisi banyak dilakukan oleh petugas medis yang tidak berpengalaman di
rumah, rumah sakit maupun sirkumsisi massal dengan jumlah pasien yang banyak
yang dilakukan dalam waktu yang singkat maka angka komplikasi sirkumsisi cukup
besar. Komplikasi sirkumsisi yang paling serius adalah cedera pada urethra atau
teramputasinya glans penis atau sebagian atau seluruh bagian dari shaft penis.
Amputasi parsial glans penis dilaporkan pada teknik sirkumsisi menggunakan
teknik Guilotin dimana kulit preputium ditarik dan di klem disebelah distal dari ujung
glans dan dieksisi diantara glans dan klem tersebut. Dengan teknik ini, amputasi penis
dapat terjadi jika operator secara tidak sengaja menempatkan klem di glans penis.
Sama seperti pada pasien ini yang telah disunat dengan tehnik Guilotin.8,9,10
Diagnosis trauma tajam khususnya amputasi penis dapat terlihat jelas dari
pemeriksaan fisik. Dari anamnesa harus diketahui tentang tipe trauma, berapa lama
21

trauma tersebut telah berlangsung dan alat penyebab amputasi penis tersebut. Pada
pasien ini, terjadi trauma tajam dan waktu kejadian adala 1,5 jam sebelum masuk RS.
Manajemen akut dari amputasi penis melibatkan resusitasi pasien dimana keadaan
umum pasien mungkin menurun dikarenakan kehilangan darah.9

BAB V
22

PENUTUP
Telah dilaporkan sebuah kasus amputasi penis seorang anak laki-laki berusia 5
tahun yang masuk Rumah Sakit pada tanggal 12 Februari 2016. Dari anamnesa
diketahui pasien disunat 1,5 jam yang lalu sebelum masuk RS dan penis terpotong
ketika disunat.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital berupa tekanan darah 90/60
mmHg, nadi 110 kali/menit, frekuensi nafas 28 kali/menit.
Pada pemeriksaan laboratorium awal didapatkan hemoglobin 11,7 g/dl,
leukosit 6.2 ribu/ul, eritrosit 4.18 juta/ul, hematokrit 35,2 vol%, trombosit 258 ribu/ul,
RDW-CV 14,1%, MCV 84,3 fl, MCH 27,9 pg, MCHC 33,2 %, gran% 42%, limfosit
% 46,8%, MID% 11,2%, gran# 2,6 ribu/ul, limfosit# 2,9 ribu/ul, MID# 0,7 ribu/ul,
PT 10 detik, APTT 24,4 detik, GDS 120 mg/dl, ureum 17 mg/dl, kreatinin 0,5mg/dl,
Na 138 mmol/l, K 3,4 mmol/l, Cl 111 mmol/l/
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang
dilakukan, maka dilakukan operasi rekonstruksi penis cito terhadap pasien tersebut.

23

Anda mungkin juga menyukai