Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Etil Asetat
Etil

asetat adalah senyawa

organik dengan

rumus

CH3COOC2H5.Senyawa ini merupakan ester dari etanol dan asam


asetat yang berwujud cairan tak berwarna dan memiliki aroma
khas.

Etil

asetat

sering

disingkat

EtOAc,

dengan

Et

mewakili gugus etil dan OAc mewakili asetat. Dalam skala besar,
etil asetat digunakan sebagai pelarut. Etil asetat disintesis melalui
reaksi esterifikasi

dari asam

asetat dan etanol dan

hasilnya

beraroma jeruk (perisa sintesis), biasanya dalam sintesis disertai


katalis asam seperti asam sulfat.
H2SO4

CH3COOH + CH3CH2OH

CH3COOC2H5 + H2O

Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel dan menghasilkan


suatu kesetimbangan kimia. (Anonim, 2014)
Etil asetat dapat dihidrolisis pada keadaan asam atau basa
yang menghasilkan asam asetat dan etanol kembali. Katalis yang
digunakan adalah asam sulfat (H2SO4).
Tabel II.1. Sifat Fisika dan Kimia Etil Asetat

Sifat Fisika

Sifat Kimia
3

Titik didih : 77,1C

Tidak Beracun

Densitas : 0,89 gr/cm3

Tidak Higroskopis

Berat Molekul : 88,12 gr/mol


Rumus kimia C4H8O2
Formulasi kimia CH3COOC2H5
Bahaya :
1. Cairan dan uap yang sangat mudah terbakar
2. Menyebabkan gangguan mata berat.
3. Dapat menyebabkan rasa mengantuk dan pusing.
4. Pendedahan berulang-kali dapat menyebabkan kulit
kering atau pecah-pecah.
(MSDS Etil Asetat, 2012)

II.2. Bahan Baku


II.2.1. Etanol
Etanol (C2H5OH) disebut juga Etil alkohol adalah sejenis
cairan dengan sifat kimia yaitu mudah menguap, mudah terbakar,
tidak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering
digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal. Etanol
banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia
yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia.
Contohnya adalah pada parfum, perasa, pewarna makanan, dan

5
obat-obatan. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat
ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern.
Dalam kimia, etanol adalah pelarut yang penting. (Nunuk, 2012)
Tabel II.2. Sifat Fisika Etanol

Karakteristik

Satuan

Nilai

Densitas

gr/cm3

0.790

Massa molar

gr/mol

46.07

Titik didih

78.4

(MSDS Etanol, 2012)

II.2.2. Asam Asetat


Asam asetat atau asam cuka dengan rumus molekul
CH3COOH adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal
sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam
cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Asam asetat merupakan
salah satu asam karboksilat paling sederhana dan merupakan

6
asam lemah. Asam asetat murni disebut asam asetat glasial.
(Nunuk, 2012)
Larutan asam asetat dalam air merupakan sebuah asam
lemah, artinya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan
CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan
baku

industri

dalam produksi
asetat,

yang

penting.

Asam

polimer seperti polietilena

dan polivinil

asetat,

asetat

digunakan

tereftalat, selulosa

maupun

berbagai

macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat


digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam
asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak air. (Anonim,
2014)
Sifat kimia Asam asetat yaitu cairan higroskopis dan
bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium,
dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat
(disebut logam asetat), Hampir semua garam asetat larut dengan
baik dalam air, oleh karena itu harus digunakan dengan penuh
hati-hati. Asam asetat dapat menyebabkan luka bakar, kerusakan
mata permanen, serta iritasi. Asam asetat merupakan pereaksi
kimia dan bahan baku industri yang penting. (Nunuk, 2012)
Tabel II.3 Sifat Fisika Asam asetat

Karakteristik

Satuan

Nilai

Densitas

gr/cm3

1.05

Massa molar

gr/mol

60.05

Titik didih

117,9

(MSDS Asam Asetat, 2012)

II.3. Katalis
Katalis umumnya diartikan sebagai bahan yang dapat
mempercepat proses reaksi kimia dan banyak digunakan dalam
industri. Katalis adalah suatu zat yang mempercepat laju reaksi
kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau
terpakai oleh reaksi itu sendiri. Suatu katalis berperan dalam
reaksi tapi bukan sebagai pereaksi ataupun produk. Katalis
memungkinkan reaksi berlangsung lebih cepat atau
memungkinkan reaksi pada suhu lebih rendah akibat perubahan
yang dipicunya terhadap pereaksi. Katalis menyediakan suatu
jalur pilihan dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Katalis
mengurangi energi yang dibutuhkan untuk berlangsungnya reaksi.
Katalis dapat dibedakan ke dalam dua golongan utama:
katalis homogen dan katalis heterogen.

8
1. Katalis Homogen
Katalis homogen berada dalam fase yang sama dengan
pereaksi dalam reaksi yang dikatalisinya. Umumnya bereaksi
dengan satu atau lebih pereaksi untuk membentuk suatu
perantara kimia yang selanjutnya bereaksi membentuk produk
akhir reaksi, dalam suatu proses yang memulihkan katalisnya.
2. Katalis Heterogen
Katalis yang ada dalam fase berbeda dengan pereaksi
dalam reaksi yang dikatalisinya. Satu contoh sederhana untuk
katalisis heterogen yaitu bahwa katalis menyediakan suatu
permukaan di mana pereaksi-pereaksi (atau substrat) untuk
sementara terjerap. Ikatan dalam substrat-substrat menjadi
lemah sedemikian sehingga memadai terbentuknya produk
baru. Ikatan antara produk dan katalis lebih lemah, sehingga
akhirnya terlepas. Keuntungan menggunakan katalis ini adalah
: mempunyai aktivitas yang tinggi, kondisi reaksi yang ringan,
masa hidup katalis yang panjang, biaya katalis yang rendah,
tidak korosif, ramah lingkungan dan menghasilkan sedikit
masalah pembuangan dapat dipisahkan dari larutan produksi
sehingga dapat digunakan kembali.
Viswanathan dalam papernya berjudul Selection Of
Solid Heterogeneous Catalysts For Transesterification
Reaction menyebutkan beberapa perbandingan katalis
homogen dan katalis heterogen dalam produksi biodiesel
sebagai berikut:
Tabel II.4 Perbandingan penggunaan katalis heterogen dan
homogen
Faktor
Katalis Homogen
Katalis Heterogen
Laju reaksi Cepat dengan konversi Konversi moderat
Treatment

yang tinggi
Katalis tidak dapat di

setelah

recovery, dan harus

reaksi

dinetralisasi sehingga

Dapat di-recovery

9
menimbulkan limbah
cair dalam jumlah
Metodologi

besar
Terbatas untuk

Dimungkinkan

proses

pengoperasian secara

pengoperasian

kontinyu

menggunakan

Sensitif

proses kontinyu
Tidak sensitif

Bebas
Re-use

Tidak mungkin

Mungkin

katalis
Biaya

Bersaing

Potensial untuk

Keberadaa
n air/Asam
Lemak

menjadi lebih
murah
Untuk mendapatkan suatu katalis yang baik maka harus
diperhatikan beberapa faktor, diantaranya:
1. Aktivitas, yaitu kemampuan katalis untuk
mengonversikan reaktan menjadi produk yang
diinginkan.
2. Selektivitas, yaitu kemampuan mempercepat suatu reaksi
diantara beberapa reaksi yang berlangsung dengan
demikian yang akan diperoleh adalah produk yan
diinginkan dan produk samping yang dihasilkan dapat
ditekan seminimal mungkin.
3. Kestabilan, yaitu lamanya katalis memiliki aktivitas dan
selektivitas pada keadaan seperti semula. Untuk
memperoleh katalis yang memiliki kestabilan yang tinggi,

10
diantaranya katalis harus bersifat tahan terhadap racun,
perlakuan panas, dan erosi.
4. Yield, yaitu massa produk dibanding dengan massa bahan
baku yang digunakan.
5. Kemudahan regenerasi, suatu katalis akan menurun baik
aktivitas maupun selektivitasnya setelah digunakan pada
beberapa reaksi. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya
racun katalis yang menutupi sebagian sisi aktif katalis,
seperti misalnya dengan adanya kokas atau arang.
Pada pembuatan Etil asetat ini katalis yang digunakan
adalah Asam sulfat. Asam sulfat (H2SO4) merupakan asam
mineral (anorganik) yang kuat. Senyawa ini larut dalam air pada
semua perbandingan. Asam sulfat murni yang tidak diencerkan
tidak dapat ditemukan secara alami di bumi oleh karena sifatnya
yang higroskopis. Walaupun demikian, asam sulfat merupakan
komponen utama hujan asam, yang terjadi karena oksidasi sulfur
dioksida di atmosfer dengan keberadaan air (oksidasi asam sulfit).
Sulfur dioksida adalah produk sampingan utama dari pembakaran
bahan bakar seperti batu bara dan minyak yang mengandung
sulfur (belerang). (Adistyaiu, 2011)
Asam sulfat digunakan sebagai katalis dalam esterifikasi
etil asetat karena merupakan agen pengoksidasi yang kuat, larut
dalam air pada semua kepekatan, reaksi antara asam sulfat dan air
adalah reaksi eksoterm yang kuat, konsentrasi ion H+ nya
berpengaruh terhadap kecepatan reaksi, dan korosivitasnya
rendah terhadap logam.
Tabel II.5 Sifat Fisika H2SO4
Karakteristik

Satuan

Nilai

Densitas

gr/cm3

1.84

Massa molar

gr/mol

98.08

11

Titik didih

335
(MSDS Asam Sulfat, 2012)

II.4. Pembuatan Etil Asetat di Industri


1. Proses Tishchenco
Pada proses Tishchenco bahan baku yang digunakan
adalah asetaldehid dengan menggunakan katalis alumunium
etoksida pada temperatur reaksi 20oC. Reaksi yang terjadi :
2 CH3CHO CH3COOCH2CH3
Proses ini pertama kali dikembangkan oleh Tishchenco,
dimana yield yang didapat adalah 61 %. Penggunaan asetaldehid
dalam pembuatan etil asetat kurang menguntungkan karena selain
harga yang mahal, yield reaksi yang dihasilkan juga rendah.
Pemakaian katalis aluminium etoksida yang merupakan larutan
aluminium dalam campuran etanol-asam asetat akan memberikan
limbah yang berupa lumpur. Limbah ini membutuhkan
pengolahan lebih khusus sehingga akan menambah biaya operasi.
2. Proses Esterifikasi dengan Katalis Asam Sulfat
Pada proses esterifikasi, ester diperoleh dengan jalan
mereaksikan asam karboksilat (umumnya asam asetat) dan
alkohol (umumnya etanol). Proses berlangsung pada suhu 70-155
pada tekanan 1-3 atm dengan menggunakan katalis
bersifat asam. Dalam industri, katalis yang umum digunakan
adalah asam sulfat. Reaksi yang terjadi :
CH3COOH + CH3CH2OH CH3COOCH2CH3 + H2O
3. Teknologi BPs New Avada
Pada teknologi ini etil asetat dibuat dengan bahan baku
ethylene dan asam asetat. Pada proses ini katalis yang digunakan

12
adalah katalis penukar ion fluoropolimer dengan gugus sulfonic.
Reaksi ini berlangsung pada fase gas pada suhu 100 oC . Konversi
yang didapat sekitar 60%. Reaksi yang terjadi :
CH3COOH + C2H4 CH3COOCH2CH3
Proses ini diklaim menghasilkan limbah yang lebih
sedikit daripada proses yang menggunakan alumunium klorida
sebagai katalis sehingga lebih ramah terhadap lingkungan. Karena
reaksi ini berlangsung lambat maka dibutuhkan reaktor yang
berukuran besar.
4. Proses Krupp
Proses Krupp merupakan esterfikasi dengan
menggunakan katalis resin asam. Proses ini pada dasarnya sama
dengan proses esterifikasi dengan katalis asam sulfat, namun pada
proses Krupp memakai katalis resin asam berupa solid. Reaksi
pada proses ini berlangsung pada tekanan atmosferis dan suhu 99100oC dengan kemurnian yang dapat dihasilkan sebesar 99,8%.
CH3 COOH + C2H5OH CH3COOC2H5 + H2O
(Pongkydjaya, 2014)

II.5. Proses Terpilih


II.5.1. Reaksi Esterifikasi
Esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester dengan cara
merefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah alkohol
dengan katalis Asam sulfat. Esterifikasi juga merupakan salah
satu jenis reaksi dimana reaksi tersebut untuk menghasilkan ester.
Ester merupakan sebuah hidrokarbon yang diturunkan dari asam
karboksilat. Sebuah asam karboksilat mengandung gugus
COOH, dan pada sebuah ester hydrogen digugus ini digantikan
oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis.
Reaksi esterifikasi adalah reaksi pembentukan ester
dengan cara merefluks sebuah asam karboksilat bersama sebuah
alkohol dengan katalis asam. Asam yang digunakan sebagai
katalis biasanya adalah asam sulfat. Refluks merupakan salah satu
metode dalam ilmu kimia untuk mensintesis suatu senyawa, baik
organik maupun anorganik. Umumnya digunakan untuk

13
mensistesis senyawa-senyawa yang muda menguap atau volatile.
Pada kondisi ini jika dilakukan pemanasan biasa maka pelarut
akan menguap sebelum reaksi berjalan sampai selesai. Prinsip
dari metode refluks adalah pelarut volatil yang digunakan akan
menguap pada suhu tinggi, namun akan didinginkan dengan
kondensor sehingga pelarut yang tadinya dalam bentuk uap akan
mengembun pada kondensor dan turun lagi ke dalam wadah
reaksi sehingga pelarut akan tetap ada selama reaksi berlangsung.
Kondensor yang digunakan adalah pendingin bola, bukan
pendingin Liebig, tujuannya untuk menghalangi uap pelarut tetap
ada. Apabila menggunakan Liebig, kemungkinan senyawa yang
akan disintesis tidak ada hasilnya, karena kesemuanya sudah
menguap. (Styaningrum, 2013)
Reaksinya pembentukan etil asetat sebagai berikut:

Reaksi ini merupakan reaksi kesetimbangan, sehingga


tidak mungkin mendapatkan ester secara kuantitatif dalam setiap
mol reaktannya. Kesetimbangan dapat diarahkan ke produk
dengan mengambil produk airnya, atau dengan membuat lebih
kuantitas salah satu reaktan, biasanya reaktan yang harganya
relatif murah. (Nunuk, 2012)
Mekasnisme reaksi esterifikasi terdiri dari beberapa
langkah seperti yang terlihat pada gambar berikut.
1. Transfer proton dari katalis asam ke atom oksigen karbonil,
sehingga meningkatkan elektrofilisitas dari atom karbon
karbonil.

14

2. Atom karbon karbonil kemudian diserang oleh atom oksigen


dari alkohol yang bersifat nukleofilik.

3. Terjadi transfer proton dari gugus hidroksil milik alkohol,


menghasilkan kompleks teraktivasi.

4. Protonasi terhadap salah satu gugus hidroksil, yang diikuti


oleh pelepasan molekul air menghasilkan ester.

5. Hidrogen dihapus dari oksigen melalui reaksi dengan ion


hidrogensulfat yang dibentuk kembali pada langkah pertama

15

Pada tahap pertama, gugus karbonil pada asam


diprotonasi. Sebagaimana halnya dengan aldehida dan keton,
protonasi memberikan muatan positif pada atom karbonil dan
menjadikannya sasaran baik bagi serangan nukleofil. Tahap kedua
sangat menentukan karena tahap ini melibatkan adisi nukleofil
yaitu alkohol pada asam yang telah diprotonasi. Pada tahap ini
ikatan C-O yang baru (ikatan ester) terbentuk. Tahap 3 dan 4
adalah tahap kesetimbangan dimana oksigen-oksigen melepaskan
atau mendapatkan proton. Kesetimbangan ini sifatnya bolakbalik, sangat cepat, dan terus berlangsung dalam suasana asam.
Pada tahap 4 salah satu gugus hidroksil harus diprotonasi, karena
kedua gugus hidroksilnya identik. Setelah itu terjadi pemutusan
ikatan C-O dan lepasnya air. Ester yang berproton melepaskan
protonnya. (Anonim, 2014)

II.5.2 Ester
Ester diturunkan dari asam karboksilat dengan mengganti
gugus OH dengan gugus OR (R adalah gugus alkil atau
aril). Ester merupakan senyawa organik yang bersifat netral, tidak
bereaksi dengan logam Na dan PCl3. Ester termasuk salah satu
turunan asam karboksilat yang diperoleh dengan mereaksikan
suatu asam (karboksilat) dengan alkohol atau phenol. Rumusnya:
RCOOR dimana R dan R adalah gugus organik.
Ester yang terrdiri dari asam-asam yang berat
molekul rendah dan alkohol merupakan senyawa-senyawa cair
yang tidak berwarna, sedikit larut dalam air dengan bau
semerbak, dan mudah menguap. Ester dari beberapa asam
karboksilat dengan rantai panjang terdapat secara alamiah di
dalam lemak,lilin, dan minyak.

16
Tabel II.6 Rumus Umum dan Struktur As.Karboksilat dan Ester
Kelompok Senyawa
Gugus Fungsi
Rumus Umum
Asam Karboksilat
-COOH
R-COOH
Ester
-COOR-COOR
(Jhon dkk, 2013)
Sifat-sifat Fisika Ester
1. Senyawa cair yang tidak berwarna
2. Sedikit larut dalam air
3. Bau semerbak
4. Mudah menguap
Sifat Kimia Ester
1. Pada umumnya mempunyai bau yang harum, menyerupai
bau buah-buahan
2. Senyawa ester pada umumnya sedikit larut dalam air
3. Ester lebih mudah menguap dibandingkan dengan asam atau
alkohol pembentuknya
4. Ester merupakan senyawa karbon yang netral
5. Ester dapat mengalami reaksi hidrolisis
Contoh :
RCOOR + H2O R COOH + ROH
6. Ester dapat direduksi dengan H2 menggunakan katalisator Ni
dan dihasilkan dua buah senyawa alkohol
Contoh :
RCOOR + 2H2 R CH2 OH + R OH
7. Ester khususnya minyak atau lemak bereaksi dengan basa
membentuk garam sabun) dan gliserol. Reaksi ini dikenal
dengan reaksi safonifikasi/penyabunan.
8. Hidrolisis Ester dapat terhidolisis dengan pengaruh asam
membentuk alkohol dan asam karboksilat. Reaksi hidrolisis
merupakan kebalikan dan pengesteran. Hidrolisis lemak atau
minyak menghasilkan gliserol dan asam-asam lemak.
Contoh hidrolisis gliseril tristearat menghasilkan gliserol dan
asam stearat.

17

Pembentukan ester melalui asilasi langsung asam


karboksilat terhadap alkohol, seperti pada esterifikasi lebih
disukai ketimbang asilasi dengan anhidrarida asam atau asil
klorida. Kelemahan utama asilasi langsung adalah konstanta
kesetimbangan kimia yang rendah. Hal ini harus diatasi dengan
menambahkan banyak asam karboksilat, dan pemisahan air yang
menjadi hasil reaksi. Untuk mendapatkan ester yang tinggi dari
reaksi kesetimbangan tersebut, reaksi harus diusahakan bergeser
ke kanan dengan cara memberikan asam karboksilat atau alkohol
berlebih, atau memisahkan antara ester yang terjadi dari hasil
sampan reaksi. Penambahan dan pengurangan volume atau
jumlah dan konsentrasi dapat mempengaruhi reaksi :
a. Jika konsentrasinya dikurangi maka reaksi akan bergeser ke
arah zat tersebut. Berarti jika konsentrasi etanol dikurangi
maka produknya akan berkurang dan kestimbangan bergeser
ke kiri.
b. Jika konsentrasinya ditambah maka reaksi bergeser dari arah
zat tersebut. Berarti jika konsentrasi asam asetat ditambah,
maka produk akan bertambah karna bergeser ke kanan.
c. Jika suhu dinaikkan maka reaksi akan bergeser ke arah kiri
yaitu arah reaksi yang endoterm (+) dan produk akan
berkurang. Jika suhu diturunkan (kalor dikurangi), maka
reaksi akan bergeser ke arah kanan yaitu arah reaksi yang
eksoterm (-).
(Jhon dkk, 2013)

II.5.3 Metode Titrasi


Asidi-alkalimetri adalah teknik analisis kimia berupa
titrasi yang menyangkut asam dan basa atau sering disebut titrasi
asam-basa. Reaksi dijalankan dengan titrasi, yaitu suatu larutan
ditambahkan dari buret sedikit demi sedikit sampai jumlah zat-zat
yang direksikan tepat menjadi ekivalen (telah tepat banyaknya
untuk menghabiskan zat yang direaksikan) satu sama lain. Titrasi
asam-basa sering disebut asidimetri-alkalimetri (Harjadi, 1986).

18
Larutan yang ditambahkan dari buret disebut titran,
sedangkan larutan yang ditambah titran disebut titrat. Pada saat
ekivalen, penambahan titran harus dihentikan, saat ini dinamakan
titik akhir titrasi. Untuk mengetahui keadaan ekivalen dalam
proses asidi-alkalimetri ini, diperlukan suatu zat yang dinamakan
indikator asam-basa. Indikator asam-basa adalah zat yang dapat
berubah warna apabila pH lingkungannya berubah. Asidialkalimetri menyangkut reaksi antara asam kuat-basa kuat, asam
kuat-basa lemah, asam lemah-basa kuat, asam kuat-garam dari
asam lemah, dan basa kuat-garam dari basa lemah. (Anonim,
2010)
Larutan standar adalah larutan yang diketahui
konsentrasinya, yang akan digunakan pada analisis titrimetri.
Titran pada umumnya adalah larutan standar dari elektrolit kuat
seperti natrium hidroksida dan asam klorida. Sejauh ini, relatif
sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk
titrasi. Sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan
sebelum reaksi tersebut dapat dipergunakan :
1. Reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiawi
tertentu. Seharusnya tidak ada reaksi sampingan.
2. Reaksi tersebut harus diproses sampai benar benar
selesai pada titik ekivalensi. Konstanta kesetimbangan
dari reaksi tersebut besar sehingga terjadi perubahan yang
besar dalam konsentrasi analit (atau titran) pada titik
ekvalensi.
3. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan
titik ekivalen tercapai. Harus tersedia beberapa indikator
atau metode istrumental agar analis dapat menghentikan
penambahan dari titran.
4. Diharapkan reaksi tersebut berjalan cepat, sehingga titrasi
dapat diselesaikan dalam beberapa menit.
(Dedi, 2009)

19
Larutan standart yang digunakan sebagai titran dalam
percobaan ini adalah larutan asam HCl. Sifat Fisika dan kimia
HCl adalah sebagai berikut.
Tabel II.7 Sifat Fisika dan Kimia HCl

Sifat Fisika

Sifat Kimia

Berbau Asam dan tidak berwarna

Korosif

Titik didih : 51C

Beracun

Densitas : 1.18 gr/cm3

Berat Molekul : 36.46 gr/mol


(MSDS Asam Klorida, 2012)
Sementara itu, dalam percobaan ini larutan titrat bersifat
basa karena adanya penambahan NaOH yang bertujuan untuk
menghilangkan asam yang masih terkandung dalam titrat. Sifat
fisika dan kimia NaOH adalah sebagai berikut.
Tabel II.8 Sifat Fisika dan Kimia NaOH

Sifat Fisika

Sifat Kimia

20

Berbentuk solid

Korosif

Titik didih : 1390C

Beracun

Densitas : 2.13 gr/cm3

Berat Molekul : 40 gr/mol


(MSDS NaOH, 2012)
Indikator Asam Basa
Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam
bentuk asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam
keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling
berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada
konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. Jalannya proses
titrasi netralisasi dapat diikuti dengan melihat perubahan pH
larutan selama titrasi, yang terpenting adalah perubahan pH pada
saat dan di sekitar titik ekuivalen karena hal ini berhubungan erat
dengan pemilihan indikator agar kesalahan titrasi sekecilkecilnya. Satu hal yang perlu diperhatikan pada titrasi asidialkalimetri adalah perubahan pH. Titrasi asam basa dapat terjadi
antara asam kuat dengan basa kuat, asam kuat dengan basa lemah,
asam lemah dengan basa kuat, asam kuat dengan garam dari asam
lemah, dan basa kuat dengan garam dari basa lemah. Titik akhir
titrasi dapat ditentukan dengan indikator asam basa yang akan

21
berubah warna apabila pH larutan berubah. Indikator yang
digunakan harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
1. Berubah warna tepat pada saat titran menjadi ekivalen dengan
titrat.
2.
Perubahan warna telah terjadi mendadak
3.
Titik akhir tegas dan tajam.
Indikator yang akan digunakan untuk menunjukkan titik akhir
titrasi harus memiliki trayek pH yang mencakup pH pada saat
titik ekivalen dan trayek indikator tersebut harus memotong
bagian yang sangat curam dari kurva titrasi. (Panji, 2010)

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Tabel II.9 Indikator Asam Basa yang Penting


Warna
Nama
Trayek pH
A B
Asam Pikrat
0,1 0,8
TB Kn
1,2 2,8
Mr Kn
Biru timol
8,0 9,6
Kn Br
2,6 Dinitrofenol
2,0 4,0
TB Kn
Kuning metil
2,9 4,0
Mr Kn
Jingga metil
3,1 4,4
Mr Ji
Hijau broomkresol
3,8 5,4
Kn Br
Merah metil
4,2 6,3
Mr Kn
Lakmus
4,5 8,3
Mr Br
Purpur bromkresol
5,2 6,8
Kn Pr
Biru bromtimol
6,0 7,6
Kn Br
Merah fenol
6,4 8,0
Kn Mr
7,0 9,0
Kn Br
p - - Naftolfatlein
Purpur kresol
7,4 9,6
Kn Br
Fenolftalein
8,2 10,0
TB Mr
Timolftalein
9,3 10,5
TB Br

22
16. Kuning alizarin R
10,1 12,0
Kn Vi
17. 1,3,5 Trinitrobenzen
12,0 14,0
TB Ji
Keterangan :
pKi =- log konstan pengionan
Kn = kuning
A = warna asam
Mr = merah
B = warna basa
Pr = purpur
TB = tidak berwarna
Br = biru
Vi = violet
Ji = jingga
Jadi, di luar trayek pH, indikator hanya menampakkan
warna asam atau warna basa tanpa tergantung dari pH
sesungguhnya, sedang di dalam trayek terlihat warna yang
berbeda-beda sesuai dengan pH sebenarnya. Dengan perkataan
lain kita dapat menentukan pH suatu bahan berdasar warna
indikator asal nilainya terletak dalam trayek pH indikator yang
dipakai. Untuk fenolftalein, warnanya tampak semakin tua bila
pH semakin tinggi (mendekati 9,6) dan makin muda bila semakin
kecil (mendekati 8,0). Letak trayek ff diantaranya 8,0 dan 9,6;
sehingga pada pH di bawah 8,0 larutan tak berwarna dan di atas
9,6 warna merahnya tidak berubah intensitasnya. (Panji, 2010)

II.6 Kinetika Reaksi


II.6.1 Metode Analisis Reaksi
1. Metode Analisis Integral
Metode analisis integral merupakan suatu cara untuk
memperkirakan persamaan reaksi dengan menggunakan integral
dan membandingkan perkiraan grafik dengan data yang diperoleh
dari percobaan. Dengan menganggap reaksi dengan jumlah air
yang berlebihan, maka bisa dianggap konsentrasi air tetap selama
reaksi, maka persamaan menjadi :
rA =

d C A
= k.CAm
dt

dengan k = k.CBn , apabila m=1 maka,

23

r=

d C A
=k C A
dt

Hasil integrasi dari waktu t=0 hingga t=t dengan CA=CA 0 hingga
CA=CA adalah sbb.:
-ln

CA
=kt
C A0

Apabila perbandingan A yang bereaksi dengan A mula mula


dinyatakan sebagai konversi (x) maka dapat dinyatakan :

C A =C AoC Ao X =C Ao (1x)
C
ln A =1x
C Ao
Maka persamaan dapat dapat dinyatakan:
ln(1 x) = kt
Apabila dibuat grafik hubungan

ln

CA
C Ao

versus t

atau ln(1 x) versus t akan mendekati garis lurus dan konstanta


kecepatan reaksinya adalah gradien dari garis tersebut. Tetapi,
apabila bukan garis lurus maka dicoba orde reaksi yang lain
misalnya reaksi orde 2. Apabila m=2 maka

dC A
=k C 2A
dt
C A 0 d (1x )
=k { C AO (1X ) }
dt
d (1x)
=k C A 0 dt
(1x)2
r A=

Hasil integrasi dari waktu t=0 hingga t=t dengan x=0 hingga x=x
adalah sbb.:

24

x
=k C A 0 t
(1x )
Apabila dibuat grafik hubungan

x
versus CA0 t maka
(1x )

akan mendekati garis lurus dan konstanta kecepatan reaksinya


adalah gradien dari garis tersebut. Apabila tidak merupakan garis
lurus dicoba orde lain. (Levenspiel, 1972)
2. Metode Analisis Differensial
Metode diferensial dilakukan dengan mengevaluasi
seluruh term dalam persamaan kecepatan reaksi yang berbentuk
diferensial dan menguji kesesuaian bentuk persamaan kecepatan
reaksi yang ditinjau dengan data-data yang diperoleh berdasarkan
percobaan. Harga-harga parameter kinetikanya dapat ditentukan
melalui prosedur atau teknik linierisasi terhadap model persamaan
kinetika yang ditinjau. Jika ada 2 model persamaan kinetika yang
ditinjau:
1. Bentuk : - rA =

d C A
= k.CAn
dt

Bentuk ini dapat dilinierisasi menjadi :

log

( dCdt )=log k +n . log C


A

log (r A ) =log k +n . log C A


d C A
k C
= 1 A
2. Bentuk : - rA =
dt
1+ k 2 C A
Atau :

Bentuk ini dapat dilinierisasi menjadi :

(a)

k 1 1
1
= 2+
dC A k 1 k 1 C A
dt

atau :

k 1 1
1
= 2+
r A k 1 k 1 C A

25

(b)

dC A
dC A k 1 1 dt
= +
dt
k2 k2 C A
k 1 1 (r A )
r A= +
k2 k2 C A
Harga

dC A
dt

atau :

evaluasi menggunakan metode menarik

garis garis singgung pada grafik CA vs t pada beberapa harga CA


yang dipilih. Garis garis singung dibuat pada titik - titik data
yang bersesuaian. Kemudian membuat plot grafik antara

log

( dCdt ) vs logC
A

sehingga berdasarkan regresi linier

yang sesuai didapatkan slope berupa orde reaksi dan intercept


berupa log k. Logaritma bilangan dasar 10 (log) dapat saling
digantikan dengan logaritma bilangan dasar natural (ln).

II.6.2 Penentuan Orde Reaksi


Salah satu faktor yang dapat mempercepat laju reaksi
adalah konsentrasi. Menemukan orde reaksi merupakan salah satu
cara memperkirakan sejauh mana konsentrasi zat pereaksi
mempengaruhi laju reaksi tertentu. Secara kuantitatif, kecepatan
reaksi kimia ditentukan oleh orde reaksi, yaitu jumlah dari
eksponen konsentrasi pada persamaan kecepatan reaksi.
1. Reaksi Orde Nol
Pada reaksi orde nol, kecepatan reaksi tidak tergantung
pada konsentrasi reaktan. Dimana tidak terjadi perubahan laju
reaksi berapapun perubahan konsentrasi pereaksi.

dC
dt

= k0
CA = konsentrasi zat pada waktu t
CA0 = konsentrasi zat mula mula pada waktu 0 detik

26
Contoh reaksi orde nol ini adalah reaksi heterogen pada
permukaan katalis.
2. Reaksi Orde Satu
Pada reaksi orde satu, kecepatan reaksi berbanding lurus
dengan konsentrasi reaktan, dimana perubahan konsentrasi
pereaksi 2 kali menyebabkan laju reaksi lebih cepat 2 kali.
Persamaan laju reaksi orde satu dinyatakan sebagai :

dC

- dt

= k1 [CA]

dC
- C
C
- ln C

= k1 dt

A 0 = k (t t )
1
0
Bila t = 0 CA = CA0
ln [CA] = ln [CA0] - k1 t
[CA] = [CA0] e-k1t

Waktu paruh (t1/2) adalah waktu yang dibutuhkan agar konsentrasi


reaktan hanya tinggal setengahnya. Pada reaksi orde satu, waktu
paruh dinyatakan sebagai :

1
1
k1 = t1/2 ln 1 / 2
0,693
k1 = t1 / 2
3. Reaksi Orde Dua
Persamaan laju reaksi untuk orde dua dinyatakan sebagai :

dC
-

dt

= k2 [CA]2

27

dC
C

= k2 t

C A - C A0 = k2 (t t0)
Waktu paruh untuk reaksi orde dua dinyatakan sebagai :
1
= k 2 [C A0 ]

t1/2
Dimana laju perubahan konsentrasi pereaksi 2 kali menyebabkan
laju reaksi lebih cepat 4 kali.

II.6.3. Energi Aktivasi


Energi aktivasi adalah suatu energi minimum yang
dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi. Energi
aktivasi berpengaruh terhadap rate reaksi yang menunjukkan
cepat atau lambat berlangsungnya suatu reaksi. Pada banyak
reaksi khususnya reaksi elementer, laju reaksi bergantung pada
temperatur dan energi aktivasi yang ditunjukkan dengan
persamaan hukum Arrhenius :

k =k 0 eE / R T
Dimana k adalah konstanta laju reaksi, k0 adalah faktor
eksponensial, dan E adalah energi aktivasi reaksi. Pada
konsentrasi yang sama tetapi dengan dua temperatur yang
berbeda, Arrhenius menyatakan :

ln

r2
k E 1
1
=ln 2 = ( )
r1
k1 R T 1 T 2

Dengan syarat bahwa E diasumsi kontan.


Pengaruh temperatur terhadap laju reaksi dapat diketahui dengan
dengan mengeplot ln k dengan 1/T. Dimana k adalah konstanta
laju reaksi dan T adalah temperatur.

28

Gambar II.1 Hubungan Temperatur dengan Laju Reaksi


Dari grafik ln k vs 1/T tersebut akan diperoleh harga E.
Hubungan energi aktivasi dengan laju reaksi adalah berbanding
terbalik. Semakin besar energi aktivasi maka laju reaksinya
semakin lambat karena energi minimum untuk terjadi reaksi
semakin besar. Faktor yang mempengaruhi energi aktivasi (E)
yaitu suhu (T), faktor eksponensial (k0). Semakin kecil harga ln
kmaka harga 1/T rata-rata semakin besar. Ini membuktikan bahwa
semakin tinggi temperatur maka energi aktivasinya akan semakin
kecil dan semakin sedikit waktu yang diperlukan sehingga akan
memperbesar harga laju reaksi.

II.7 Penelitian Terdahulu


Tabel II.10 Hasil Penelitian Etil Asetat Terdahulu
Peneliti
Judul Jurnal
Hasil
S. Ismail
Esterification of
Penelitian ini menunjukkan
bahwa kombinasi dari kation
Kirbaslar,
Acetic Acid with
reaksi
Esterifikasi
dengan
dkk
Ethanol Catalysed distilasi kolom distilasi reaktif
(2001)
baik dalam batch atau kontinyu.
by an Acidic IonSebuah kolom distilasi kontinyu
Exchange Resin
reaktif memberikan etil tertinggi
konsentrasi asetat dicapai, yang
jauh lebih baik

29
Gelis Tarihi
(2001)

Kinetic of
Esterification of
Ethyl Alcohol
by Acetic Acid on
A Catalytic Resin

Nuryoto
(2008)

Studi Kinerja
Katalisator Lewatit
Monoplus s-100

Nada S
Ahmed
Zeki, Maha
H. AlHassani,
Haider A.
Al-Jendeel.
(2010)

pada Reaksi
Esterifikasi antara
Etanol dan Asam
Asetat
Kinetic Study of
Esterification
Reaction

Esterifikasi etil asetat dilakukan


dalam reaktor batch dalam fase
cair dengan katalis polimer asam
(Lewatit
seri).
Percobaan
dilakukan di berbagai rasio
molar dan konsentrasi katalis 1,
10, 20%. Energi aktivasi pada M
1/1 dan suhu 353.15 K sebesar
84878 J/mol
Kondisi terbaik diperoleh pada
temperatur esterifikasi 358 K,
konsentrasi katalisator 0.8 massa
resin/massa
etanol
dan
menghasilkan konversi sebesar
87.3%

Penggunaan kelebihan EtOH


menurunkan konversi karena
reaksi dikatalisis oleh asam.
Konversi
akhir
maksimum
diperoleh 10 EtOH/Ac rasio
molar. Energi aktivasi terendah
16.988 J.mol-1 di molar rasio 10
EtOH / Ac untuk sistem nonideal.

30
Ayca
Hasanoglu,
Yavuz Salt,
Sevinc
Keleser,
Salih
Dincer.
(2009)

The Esterification
of Acetic Acid with
Ethanol in a
Pervaporation
Membrane Reactor

Esterifikasi asam asetat dan


etanol ini menggunakan batch
pervaporasi reaktor membran.
Percobaan
dilakukan
pada
temperatur
50-70C.
Rasio
molar etanol:asam asetat dipilih
1 dan 1,5. Amberlyst 15 dan
asam sulfat digunakan sebagai
katalis. Hasil diperoleh bahwa
katalis asam sulfat lebih efisien
daripada Amberlyst 15 dan PMR
dapat digunakan menghapus
selektif etil asetat terbentuk agar
konversi lebih tinggi

31

Halaman ini sengaja dikosongkan

Anda mungkin juga menyukai