TUTOR PEMBIMBING
dr. Pitut Aprilia Savitri, MKK
1.Annisa Tri Handayani
2011730010
2011730018
3. Deni Kurniawan
2011730032
4.Dewi Imaniar
2011730021
5. Hilmy Syarifah
2011730037
2011730047
7.M.Gassan Saman
2007730083
2011730083
9. Sarah Amani
2011730096
2011730110
11.Wahyu Setywati
2011730113
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang Mahakuasa yang telah membantu kelompok kami
dalam menyelesaikan tugas PBL Modul 1 Kedokteran Keluarga .
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas PBL Modul 1, dengan makalah ini
diharapkan para pembaca dan khususnya kami sekelompok dapat mengetahui mengenai
penatalaksaan terhadap penderita penyakit dengan pendekatan dokter keluarga.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan masih terdapat
kekurangan, baik dari segi penulisan maupun dari segi pembahasan. Karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan makalah ini.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Penulis juga berterima kasih kepada Tutor kelompok 1, yaitu dr.
Pitut Aprilia Savitri, MKK yang telah membantu terselesaikannya makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca khususnya bagi kami selaku
penulis.
Penulis
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejak 1978 ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memulai programnya Health
for All in 2000, pelayanan kesehatan primer menjadi salah satu hal yang utama dalam
pengembangan perencanaan pemerintah. Program tersebut menitikberatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.
Pada Januari 1995 Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan Organisasi Dokter
Keluarga Dunia yaitu World Organization of National Colleges, Academies and
Academic Associatons of General Practitioner or Family Physician (WONCA) telah
merumuskan sebuah visi global dan rencana tindakan (action plan) untuk meningkatkan
kesehatan individu dan masyarakat yang tertuang dalam tulisan Making Medical
Practice and Education More Relevant to Peoples Needs: The Role of Family Doctor.
Dalam acara pembukaan Temu Ilmiah Akbar Kursus Penyegar dan Penambah Ilmu
Kedokteran (TIA-KPPIK) 2002 di Jakarta, Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi,
menyatakan bahwa visi dan misi kurikulum pendidikan dokter di Indonesia sepatutnya
diarahkan untuk menghasilkan dokter keluarga, tidak lagi dokter komunitas atau dokter
Puskesmas seperti sekarang. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
916/Menkes/Per/VIII/1997 tentang Pelayanan Dokter Umum yang diarahkan menjadi
pelayanan dokter keluarga.
Ilmu Kedokteran Keluarga kemudian masuk dalam Kurikulum Inti Pendidikan Dokter
di Indonesia (KIPDI II) pada tahun 1993, yang merupakan bagian dari Ilmu Kedokteran
Komunitas/Ilmu Kesehatan Masyarakat.
Definisi dokter keluarga (DK) atau dokter praktek umum (DPU) yang dicanangkan oleh
WONCA pada tahun 1991 adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan. Dokter ini adalah seorang generalis yang
menerima semua orang yang membutuhkan pelayanan kedokteran tanpa adanya
pembatasan usia, jenis kelamin ataupun jenis penyakit. Dokter yang mengasuh individu
sebagai bagian dari keluarga dan dalam lingkup komunitas dari individu tersebut tanpa
membedakan ras, budaya dan tingkatan sosial. Secara klinis dokter ini berkompeten untuk
menyediakan pelayanan dengan sangat mempertimbangkan dan memperhatikan latar
budaya, sosial ekonomi dan psikologis pasien. Sebagai tambahan, dokter ini bertanggung
SKENARIO 1
Seorang laki-laki 53 th di diagnosis menderita TB Paru oleh dokter puskesmas dari hasil
pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemeriksaan sputum yang menunjukkan BTA yang positif.
Saat ini ia menjalani pengobatan TBC gratis di puskesmas yang merupakan program
pemerintah. Petugas puskesmas memberikan obat sekali dalam seminggu, namun ia selalu
terlambat mengambil obat dengan alasan rumah yang jauh dari puskesmas (jarak rumah ke
puskesmas kira-kira 5 km dg jalan kerikil dan transportasi umum hanya 2 kali dalam
seminggu pada hari pasar).
Laki-laki ini bekerja sebagai petani penggarap, tinggal disebuah gubuk kecil berlantai
tanah berukuran 5x7 m2 dg 3 ruangan didalamnya yaitu ruang tamu, ruang tidur dan dapur
yang disekat oleh tripleks dan kain. Ia tinggal bersama 1 orang istri (49 th), 2 org anak
perempuan masing-masing 25 th & 13 th, 1 orang menantu laki-laki umur 27 tahun, dan 1 org
cucu perempuan berumur 4 th. Istri, anak dan menantunya juga bekerja sebagai petani
penggarap.
Cucu dari laki-laki tersebut sudah 2 bln tidak mengalami kenaikan BB saat ditimbang di
posyandu dan berada di bawah garis merah (BGM) pada KMSnya.
.
KATA/ KALIMAT SULIT
KATA/ KALIMAT KUNCI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
LANGKAH 4 ( Hypothesis)
LANGKAH 7 ( Pembahasan )
Kelompok kami telah melakukan diskusi kembali pada hari Senin, 28 April 2014 dan
kami telah menyelesaikan langkah yang belum tercapai pada pertemuan sebelumnya.
Semua anggota kelompok kami memaparkan semua hasil yang telah didapatkan pada saat
belajar mandiri. Pemaparan dari langkah teakhir ini akan kami bahas pada bab II.
BAB II
PEMBAHASAN
A.SKENARIO 2
Seorang laki-laki 53 th di diagnosis menderita TB Paru oleh dokter puskesmas dari
hasil pemeriksaan fisik, dan dari hasil pemeriksaan sputum yang menunjukkan BTA yang
positif. Saat ini ia menjalani pengobatan TBC gratis di puskesmas yang merupakan
program pemerintah. Petugas puskesmas memberikan obat sekali dalam seminggu,
namun ia selalu terlambat mengambil obat dengan alasan rumah yang jauh dari
puskesmas (jarak rumah ke puskesmas kira-kira 5 km dg jalan kerikil dan transportasi
umum hanya 2 kali dalam seminggu pada hari pasar).
Laki-laki ini bekerja sebagai petani penggarap, tinggal disebuah gubuk kecil berlantai
tanah berukuran 5x7 m2 dg 3 ruangan didalamnya yaitu ruang tamu, ruang tidur dan
dapur yang disekat oleh tripleks dan kain. Ia tinggal bersama 1 orang istri (49 th), 2 org
anak perempuan masing-masing 25 th & 13 th, 1 orang menantu laki-laki umur 27 tahun,
dan 1 org cucu perempuan berumur 4 th. Istri, anak dan menantunya juga bekerja sebagai
petani penggarap.
Cucu dari laki-laki tersebut sudah 2 bln tidak mengalami kenaikan BB saat ditimbang
di posyandu dan berada di bawah garis merah (BGM) pada KMSnya.
D. PERTANYAAN
1. Bagaimana genogram pada kasus diatas dan edukasi ?
2. Jelaskan syarat PMO, Siapa saja, tugas?
3. Bagaimana mengatasi ketidakteraturan minum obat?
4. Jelaskan dasar diagnostik dan terapi pada TB ?
5. Bagaimana pencegahan pada TB ?
6. Jelaskan sistem rujukan pada TB paru?
7. Bagaimana pencatatan dan pelaporan TB paru?
8. Bagaimana pengaruh gizi pada skenario dan perbaikan gizi ?
9. Apakah yang dimaksud dengan rumah sehat, dan syarat rumah sehat?
10. Jelaskan perilaku sehat dengan penularan dan penjalaran TB?
11. Jelaskan aspek hubungan klinis, psikososial, status gizi dengan penularan penyakit
antar keluarga ?
E. JAWABAN PERTANYAAN
1) Genogram pada skenario
KETERANGAN :
POSITIF TBC
PMO sebaiknya sudah ditetapkan sebelum pengobatan TB dimulai. Bila pasien mampu
datang berobat teratur maka paramedic atau petugas sosial dapat berfungsi sebagai PMO,
namun bila sulit datang berobat rutin maka PMO sebaiknya seseorang yang tinggal serumah
atau dekat rumah pasien. Beberapa pilihan yang dapat menjadi PMO adalah
Petugas kesehatan
Orang lain (kader, tokoh masyarakat, dll)
Suami, istri, keluarga, orang serumah
Selama di rumah sakit rawat yang bertindak sebagai PMO adalh petugas rumah sakit
Syarat PMO
dengan obat anti TB (OAT) dan menjaga kerahasiaan bila penderita juga HIV/AIDS
Diutamakan petugas kesehatan, pilihan lain adalah kader kesehatan, kader dasawisma,
kader PPTI , kader PKK atau anggota keluarga yang disegani pasien
Tugas PMO
Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah
ditentukan
Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratus sampai selesai
Mengenali efek samping ringan obat dan menasehati pasien agar tetap mau menelan
obat
Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB.
Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turun tanpa sebab yang jelas
Nafsu makan tdk ada dengan gagal tumbuh dan berat
Demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas
Pembesaran kelenjar limfe di bawah kulit yang tidak sakit
Gejala-gejala dari saluran nafas
Gejala-gejala saluran cerna
5) PENCEGAHAN PRIMER
PROMOSI KESEHATAN
SPESIFIC PROTECTION
Imunisasi aktif
Chemoprophylaxis
PENCEGAHAN SEKUNDER
EARLY DIAGNOSIS & PROMPT TREATMENT
Penemuan kasus
Intervensi dini
Perubahan perilaku
DISABILITY LIMITATION
Penanganan komplikasi
swasta
8) Salah satu factor yang mempengaruhi terjadinya penyakit TB adalah status gizi.
Status gizi yang buruk akan meningkatkan resiko terhdap penyakit TB paru,
sebalikan penyakit TB paru dapat mempengaruhi status gizi penderita karena proses
perjalanan penyakit yang mempengaruhi daya tahan tubuh. Masalah gizi penting
karena perbaikan gizi merupaka salah satu upaya untuk memutuskan lingkaran setan
penularan dan pemberatasan TB di Indonesia.
Perbaikan gizi
o
o
o
o
baik pada balita, anak-anak, dewasa maupun wanita hamil dan menyusui
o Manajemen pada penderita TB aktif dengan malnutrisi sedang, baik pada
balita
o Pemberian suplemantasi zat gizi mikro terutama pada ibu hamil dan menyusui
Makanan yang boleh diberikan
4. lemak : mentega
5. sayuran : sayuran rendah serat dan sedang seperti kacang panjang, buncis muda,
bayam, labu siam, tomat, wortel
6. buah-buahan
Menurut WHO
Rumah sehat dapat diartikan sebagai tempat berlindung / bernaung dan tempat untuk
beristirahat, sehingga menumbuhkan kehidupan yang sempurna baik fisik, rohani
maupun sosial
Persyaratan nya
Secara umum persyaratan rumah sehat sebagai berikut (Candra, 2005, Depkes RI,
2005):
Memenuhi kebutuhan psikologis, antara lain privacy yang cukup, komunikasi yang
sehat antara anggota keluarga dalam rumah.
Pengeluaran biaya rumah tangga dapat ditujukan untuk memenuhi gizi keluarga,
pendidikan dan modal usaha untuk menambah pendapatan keluarga.
11) Tiga aspek penting dalam penyebaran penyakit TB pada keluarga di kasus yaitu
Psikososial, status gizi, dan aspek klinis.
Aspek klinis dalam kasus ini yang memungkinkan terjadinya penularan bisa disebabkan oleh
droplet yg tersebar di lingkungan rumah dan OAT yang tidak teratur bisa jadi pemicu
timbulnya MDR pada kasus. Aspek psikososial yg menjadi masalah utama yaitu akses ke
fasilitas kesehatan dari rumah sangat sulit dijangkau karena jarak dan transportasi yg tersedia
di daerah tersebut lalu kondisi lingkungan sekitar rumah dan rumah itu sendiri tidak layak
dikatakan rumah sehat. Status gizi menjadi faktor pendukung karena gizi yg diperoleh dari
masing-masing anggota keluarga tidak seimbang dan yg sangat menjadi perhatian adalah
cucu yg berumur 4 tahun pada KMS berada di bawah garis merah, ini menunjukkan bahwa
anak tersebut mengalami malnutrisi.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Diagnosis holistic pada skenario adalah :
Aspek personal : Pasien khawatir penyakitnya tidak sembuh karena selalu terlambat
mengambil obat kepuskesmas
Aspek Psikososial : Rumah pasien tidak sesuai dengan criteria rumah sehat, cucu
pasien mengalami gangguan tumbuh kembang
DAFTAR PUSTAKA
DPU RI Ditjen Cipta Karya, 1997, Rumah dan Lingkungan Pemukiman Sehat