Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Uji kehamilan yang paling sering ditemui adalah dengan pemeriksaan urin.
Kadar minimal beta-hCG dalam urin untuk menghasilkan hasil yang positif,
berkisar antara 20-100 mIU/mL (meskipun tespek tersebut mengatakan
mempunyai batas deteksi minimal 5 mIU/mL). Padahal, sampai 5 minggu
dari hari pertama menstruasi terakhir, kadar beta-hCG dalam urin kadang
masih dibawah 20 mIU/mL (meskipun pada beberapa wanita 4 minggu
setelah hari pertama menstruasi terakhir sudah lebih dari ratusan mIU/mL).
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon yang ada dalam
darah dan dikeluarkan oleh sel plasenta/embrio/bakal janin, sebagai hasil
pembuahan sel telur oleh sperma. Karena kehadirannya yang spesifik sebagai
hasil pembuahan itulah, maka HCG dapat dijadikan penanda kehamilan.
Namun biasanya dibutuhkan 3-4 minggu sejak hari pertama menstruasi
terakhir (biasanya dokter menyebutnya HPHT : Hari Pertama Haid Terakhir)
agar jumlah HCG dapat dideteksi oleh uji kehamilan. Sebelum immunoassay
tersedia pada tahun 1960-an ujiuji kehamilan menggunakan bioassay yang
memerlukan hewan (kelinci, tikus, dan katak) untuk membuktkan adanya
HCG dalam serum atau urine. Tes yang menggunakan kelinci, tikus, dan
katak pada waktu ini telah diganti oleh tes imunologik yang menggunakan
antibody terhadap HCG (Sacher, 2004).

B. Tujuan
Untuk memeriksa ada tidaknya HCG dan kadar HCG dalam urine untuk
membantu menegakkan diagnosa kehamilan dini.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Dasar Teori
Human Chorionic Gonadotropin (HCG) adalah hormon yang disekresi
oleh sel-sel trofoblas ke dalam cairan ibu segera setelah nidasi terjadi. Hormon ini
hadir dalam darah dan dikeluarkan oleh sel plasenta/embrio/bakal janin, sebagai
hasil pembuahan sel telur oleh sperma. Kira-kira sepuluh hari setelah sel telur
dibuahi sel sperma di saluran Tuba fallopii, telur yang telah dibuahi itu bergerak
menuju rahim dan melekat pada dindingnya. Sejak saat itulah plasenta mulai
berkembang dan memproduksi HCG yang dapat ditemukan dalam darah serta air
seni. Keberadaan hormon protein ini sudah dapat dideteksi dalam darah sejak hari
pertama keterlambatan haid, yang kira-kira merupakan hari keenam sejak
pelekatan janin pada dinding rahim. Salah satu fungsi hormon ini adalah
membantu menjaga keadaan rahim agar sesuai untuk kehamilan, dengan antara
lain merangsang pengeluaran hormon progesteron (Itulah kenapa, jika terjadi
kehamilan, hormon progesteron akan meningkat sesuai dengan umur kehamilan).
Kadar hormon ini terus bertambah hingga minggu ke 14-16 kehamilan,
terhitung sejak hari terakhir menstruasi. Sebagian besar ibu hamil mengalami
penambahan kadar hormon HCG sebanyak dua kali lipat setiap 3 hari.
Peningkatan kadar hormon ini biasanya ditandai dengan mual dan pusing yang
sering dirasakan para ibu hamil. Setelah itu kadarnya menurun terus secara
perlahan, dan hampir mencapai kadar normal beberapa saat setelah persalinan.
Tetapi adakalanya kadar hormon ini masih di atas normal sampai 4 minggu
setelah persalinan atau keguguran. Kadar HCG yang lebih tinggi pada ibu hamil
biasa ditemui pada kehamilan kembar dan kasus hamil anggur (mola). Sementara
pada perempuan yang tidak hamil dan juga laki-laki, kadar HCG di atas normal
bisa mengindikasikan adanya tumor pada alat reproduksi. Tak hanya itu, kadar
HCG yang terlalu rendah pada ibu hamil pun patut diwaspadai, karena dapat
berarti kehamilan terjadi di luar rahim (ektopik) atau kematian janin yang biasa
disebut aborsi spontan.
Penentuan kehamilan dengan menggunakan urine dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu cara biologik dan cara imunologik. Percobaan biologik dengan tiga
cara yaitu cara Ascheim Zondek, cara Friedman dan cara Galli Mainini; masing-

masing cara biologik ini menggunakan binatang percobaan yaitu tikus putih,
kelinci dan katak jantan. Sedangkan pemeriksaan secara imunologi dapat
dilakukan secara langsung dengan cara Direct Latex Agglutination (DLA) atau
secara tidak langsung dengan cara Latex Agglutination Inhibition (LAI) serta cara
Hemaglutination Inhibition (HAI).
Sejak tahuri 1960 cara imunologi telah mendapat tempat yang luas. Hal ini
disebabkan karena cara ini lebih mudah, cepat dan lebih sensitif dari cara
biologik; walaupun demikian cara Galli Mainini masih tetap digunakan sampai
sekarang. Namun untuk pemeriksaan kehamilan di laboratorium-laboratorium
yang paling banyak digunakan adalah cara imunologi dengan cara Latex
Agglutination Inhibition. Prinsip tes imunologi ini adalah berdasarkan terjadinya
reaksi imunologis kimiawi antara HCG dalam urine dengan antibodi HCG (anti
HCG).

BAB III
METODOLOGI
A. Pra Analitik
1. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam pemeriksaan ASO adalah glass
slide ASO berwarna hitam, pipet ukur 0,1 ml, pushball, pengaduk
disposible, timer dan tabung serologi.
2. Bahan dan Reagen
Bahan dan reagen yang digunakan dalam pemeriksaan ASO adalah
reagen latex, Glycin dan serum.
3. Probandus
Nama
:Mr/Mrs X
Umur
:X
Jenis kelamin
:X
B. Analitik
1. Prinsip
Reaksi aglutinasi antara antibodi streptolisin O yang terdapat dalam
serum dengan streptolisin O yang diletakkan pada latex.
2. Prosedur Kerja
Prosedur Kerja
1. Kualitatif
- 0,05 ml serum dipipet, ditambah 1
-

tetes reagen latex ASO,


Diaduk dan dibaca adanya aglutinasi
tepat setelah 1-2 menit.

2. Semi Kuantitatif
Pengenceran

1/8

Glycin (ml)

0,05

0,05

0,05

Serum (ml)

0,05

0,05

0,05

Vol.Sampel (ml)

0,05

0,05

0,05

400 IU/ml

800 IU/ml

1.600

Hg/N/ml

IU/ml
-

0,5 dibuang

BAB IV
HASIL
A.
1.

Pasca Analitik
Interpretasi Hasil
Kualitatif
1. Positif (+) adanya aglutinasi
2. Negatif (-) tidak terjadi aglutinasi.
Semikuantitatif
1. Positif (+) kadar ASO dalam sampel >200 IU/ml.
2. Negatif (-) kadar ASO dalam sampel <200 IU/ml

2.

Hasil
Dari pemeriksaan RF yang telah dilakukan didapatkan hasil
negatif sehingga tidak perlu diakukan tes semikuantitatif.

3.

Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan pemeriksaan ASO,
pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui adanya antibodi terhadap
streptococcus beta hemolisa group A dalam serum penderita. Cara
kerja metode ini adalah jika ada ASO dalam serum maka penambahan
reagen latex yang mengandung streptolisin O akan terjadi aglutinasi.
Pada pemeriksaan kali ini diperoleh hasil negatif (-) dengan ditandai
dengan tidak adanya aglutinasi. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak
terdapat antibodi streptolisin O pada sampel serum. Sehingga dapat
diketahui bahwa penderita tidak mengalami penyakit demam
rheumatik atau penyakit infeksi yang disebabkan oleh streptococcus.
Hasil negatif bisa juga dikarenakan infeksi telah mereda, karena titer
ASO akan meningkat 1-4 minggu stelah infeksi dan kembali normal
jika infeksi telah mereda kira kira 6 bulan.

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jadi , dari pemeriksaan ASO yang telah dilakukan didapatkan hasil
negatif (-) yang berarti tidak ditemukan antibodi streptolisin O pada serum
penderita.
B. Saran
1. Para praktikan disarankan menggunkan APD yang lengkap dan sesuai.
2. Diharuskan melakukan praktikum sesuai prosdur.

DAFTAR PUSTAKA
Sacher, Ronald A. Richard, A.Mc Pherson.2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium Edisi 2. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai