Anda di halaman 1dari 32

KISTA HEPAR

I.

PENDAHULUAN
Dalam pengertian secara histopatologi, kista adalah rongga yang dilapisi sel
epitel. Pada kista terdapat duktus yang terdilatasi yang biasanya disebabkan oleh
obstruksi, hiperplasia epitel, sekresi berlebihan dan distorsi struktural. Sebagian kista
timbul dari sisa-sisa epitel ektopik atau sebagai hasil nekrosis di tengah-tengah
massa epitel.(1)
Kista dapat bersifat kongenital atau didapat. Cairan kista biasanya bening dan
tidak berwarna namun dapat juga viskous atau mengandung kristal kolesterol sebagai
hasil dari nekrosis jaringan. True cysts atau kista yang sesungguhnya harus dibedakan
dari false cysts atau pseudokista, dimana pseudokista ini merupakan timbunan cairan
yang terkandung dalam kavitas yang tidak mempunyai lapisan epithelium. Kista
seperti ini biasanya berasal dari suatu proses inflamasi atau degeneratif.(2)
Penyakit kistik hepar sering diidentifikasi saat laparotomi dan selama
pemeriksaan gejala abdominal yang tidak berhubungan dengan kista. Dalam banyak
kasus, penemuan kista hepar yang tidak terduga baik soliter maupun multipel, tidak
memiliki arti klinis bila tidak bergejala, walaupun kista hepar ini juga dapat
diasosiasikan sebagai proses patologis yang cukup serius.(3)

II.

ANATOMI HEPAR
Hepar terletak pada kuadran kanan atas abdomen, intraperitoneal tepat di
bawah sisi kanan diafragma yang dilindungi oleh costa. Berat hepar kurang lebih
1400 gram pada orang dewasa dan dibungkus oleh sebuah kapsul fibrous.(4)

Gambar 1. Posisi hepar dalam tubuh(5)


Hepar memiliki facies diaphragmatica dan facies visceralis (dorsokaudal)
yang dibatasi oleh tepi kaudal hepar. Facies diaphragmatica bersifat licin dan
berbentuk kubah, sesuai dengan cekungan permukaan kaudal diafragma, tetapi untuk
sebagian besar terpisah dari diafragma karena recessus subphrenicus cavitas
peritonealis. Hepar tertutup oleh peritoneum, kecuali di sebelah dorsal pada area
nuda, tempat hepar bersentuhan langsung pada diafragma. Area nuda hepar ini
dibatasi oleh melipatnya peritoneum dari diafragma ke hepar sebagai lembar ventral
(cranial) dan lembar dorsal (kaudal) ligamentum coronarium. Kedua lembar tersebut
bertemu di sebelah kanan untuk membentuk ligamentum triangulare. Ke arah kiri
lembar-lembar ligamentum coronarium tercerai dan membatasi area nuda hepar yang
berbentuk segitiga. Lembar ventral ligamentum di sebelah kiri bersinambungan
dengan lembar kanan ligamentum falciforme, dan lembar dorsal bersinambungan
dengan lembar kanan omentum minus. Lembar kiri ligamentum falciforme dan
omentum minus bertemu untuk membentuk ligamentum triangulare sinistrum.(6)

Hepar terbagi menjadi lobus hepatis dekstra dan lobus hepatis sinistra yang
masing-masing berfungsi secara mandiri. Masing-masing lobus memiliki pendarahan
sendiri dan arteria hepatica dan vena portae hepatis, dan juga penyaluran darah
venosa dan empedu bersifat serupa.(3,6,7)
Lobus hepatis dekstra dibatasi terhadap lobus hepatis sinistra oleh fossa
vesicae biliaris dan sulcus vena cava pada facies visceralis hepatis, dan oleh sebuah
garis khayal pada permukaan diaphragmatika yang melintas dari fundus vesicae
biliaris ke vena cava inferior.(6)

Gambar 2. Anatomi Hepar(5)

Lobus hepatis sinistra mencakup lobus caudatus dan hampir seluruh lobus
quadratus. Lobus hepatis sinistra terpisah dari lobus caudatus dan lobus quadratus
oleh fissure ligament teretis dan fissura ligamenti venosi pada facies visceralis, dan
oleh perlekatan ligamentum teres hepatis pada facies diaphragmatica.(6,7)
Hepar menerima darah dari dua sumber: arteri hepatica propria (30%) dan
vena porta hepatis (70%). Arteri hepatica propria membawa darah yang kaya akan
oksigen dari aorta, dan vena porta hepatis mengantar darah yang miskin akan oksigen
dari saluran cerna, kecuali dari bagian distal canalis analis. Di porta hepatis arteri
hepatica propria dan vena porta hepatis berakhir dengan membentuk ramus dekstra
dan ramus sinistra, masing-masing untuk lobus hepatis dekstra. Lobus-lobus ini
berfungsi secara terpisah, dalam masing-masing lobus cabang primer vena porta
hepatis dan arteri hepatica propria teratur secara konsisten untuk membatasi segmen
vascular. Bidang horizontal melalui masing-masing lobus membagi hepar menjadi
delapan segmen vascular. Antara segmen-segmen terdapat vena hepatica untuk
menyalurkan darah dari segmen-segmen yang bertetangga.(3,4,6,7)

Gambar 3. Distribusi vaskular dan duktus hepatikus(5)


Vena hepatica yang terbentuk melalui persatuan vena centralis hepatis,
bermuara dalam vena cava inferior, tepat kaudal dari diaphragm. Hubungan vena ini
dengan vena cava inferior membantu memantapkan kedudukan hepar.(6)

Gambar 4. Sistem duktuli dan vaskular intrahepatik(5)


Hepar memiliki vasa lymphaticum superficial dan vasa lymphaticum
profundum. Vasa lymphaticum superficial terbanyak bergabung dengan pembuluh
limfe di porta hepatis dan ditampung oleh nodi lymphoidei hepatici.(6)
Pembagian anatomi menurut nomenklatur Couinaud sangat penting dalam
mempertimbangkan reseksi segmen hepar. Hal ini memungkinkan kita melakukan
reseksi pada segmen tertentu atau kombinasi beberapa segmen dengan tetap
mempertahankan vaskularisasi dan kontinuitas aliran bilier pada segmen yang
tertinggal.(3)

Gambar 5. Segmen fungsional hepar Couinauds nomenclature(5)


Anatomi hepar dapat dideskripsikan menggunakan dua aspek yang berbeda :
anatomi morfologis dan anatomi fungsional. Anatomi morfologis tradisional
berdasarkan pada penampakan eksternal hepar, dan tidak mempertimbangkan
vaskularisasi dan percabangan duktus biliaris, yang sebenarnya penting dalam reseksi
hepar.(8)
Klasifikasi Couinaud
C. Couinaud (1957) membagi hepar menjadi delapan segmen fungsional yang
independen. Setiap segmen memiliki aliran vaskular masuk dan keluar masingmasing, demikian pula dengan duktus biliaris. Di tengah tiap segmen terdapat cabang
dari vena porta, arteri hepatis, dan duktus biliaris. Di daerah perifer tiap segmen
terdapat aliran darah keluar melalui vena hepatica.(8)

Gambar 6. Segmen fungsional hepar Couinauds nomenclature(8)


Vena hepatica dekstra membagi lobus kanan menjadi segmen anterior dan
posterior. Vena hepatica media membagi hepar menjadi lobus kiri dan kanan (atau
hemilever kiri dan kanan). Aliran ini berasal dari vena cava inferior hingga fossa bulibuli. Vena hepatica sinistra membagi lobus kiri menjadi segmen medial dan lateral.(8)
Vena porta membagi hepar menjadi segmen atas dan bawah. Vena porta kiri
dan kanan bercabang di superior dan inferior dan kemudian terbagi ke pusat tiap
segmen.(8)
Karena pembagian menjadi unit yang berdiri sendiri seperti ini, tiap segmen
dapat direseksi tanpa mengganggu segmen yang ditinggalkan. Agar hepar dapat tetap
berfungsi, reseksi harus dilakukan sepanjang pembuluh darah yang memperdarahi
perifer dari segmen, yang berarti garis reseksi berjalan paralel dengan vena hepatica.
Vena porta di sentral segmen, duktus biliaris, dan arteri hepatica tetap dipertahankan.
(8)

Segmentasi Hepar

Gambar
7. Segmentasi hepar secara clockwise(8)
Terdapat delapan segmen dari hepar. Segmen 4 biasanya dibagi lagi menjadi
segmen 4a dan 4b (menurut klasifikasi Bismuth). Penomoran segmen hepar ini diatur
searah jarum jam (clockwise). Segmen 1 (lobus caudatus) terletak posterior, yang
tidak tampak dalam proyeksi frontal.(8)
Couinaud membagi hepar menjadi lobus fungsional kiri dan kanan (gauche et
droite foie) oleh vena hepatica media, yang dikenal sebagai Cantlies line. Cantlies
line berawal dari pertengahan buli-buli fossa anterior hingga postero-inferior dari
vena cava.(8)
Pada gambar di atas, tampak seolah bagian medial dari lobus kiri dipisahkan
dari bagian lateral oleh ligamentum falciforme. Sebenarnya bagian medial (segmen 4)
dan lateral (segmen 2 dan 3) ini dipisahkan oleh vena hepatica sinistra yang terletak
di sebelah kiri, sangat dekat dengan ligamentum falciforme.(8)

Anatomi Transversal

Gambar 8. Potongan transversal segmen superior hepar(8)


Gambar di atas menunjukkan potongan transversal segmen superior hepar,
yang dipisahkan oleh vena hepatica. Gambar di sebelah kanan menunjukkan
potongan transversal setinggi vena porta sinistra. Pada tingkat ini vena porta
membagi lobus kiri hepar menjadi segmen superior (2 dan 4a) dan segmen inferior (3
dan 4b). Vena porta sinistra terletak sedikit lebih tinggi daripada vena porta dekstra.(8)

Gambar 9. Potongan transversal segmen inferior hepar(8)


Pada gambar di atas, gambar di sebelah kiri adalah potongan setinggi vena
porta dekstra. Pada tingkat ini vena porta dekstra membagi lobus kanan hepar

menjadi segmen superior (7 dan 8) dan segmen inferior (5 dan 6). Pada potongan
setinggi vena lienalis di gambar sebelah kanan, hanya segmen inferior hepar yang
terlihat.(8)

Klasifikasi Bismuth

Gambar 10. Segmentasi hepar menurut Klasifikasi Bismuth(9)


Klasifikasi ini sebenarnya mirip dengan klasifikasi Couinaud, dengan sedikit
perbedaan. Klasifikasi Bismuth sering digunakan di Amerika, sedangkan klasifikasi
Couinaud lebih populer di Asia dan Eropa.(8)
Menurut Bismuth, tiga cabang vena hepatica membagi hepar menjadi empat
bagian, yang lalu dibagi lagi menjadi segmen yang lebih kecil. Segmen ini dinamakan
portal sectors, sebab masing-masing disuplai oleh pedikel vena porta di bagian
tengahnya. Garis pemisah antarsektor mengandung sebuah vena hepatica. Oleh

10

karena itu klasifikasi ini dapat digambarkan sebagai vena hepatica dan pedikel vena
porta yang saling mengisi, seperti halnya jari-jari tangan yang saling ditautkan.(8)
Vena porta sinistra membagi lobus kiri hepar menjadi dua sektor : anterior dan
posterior. Sektor anterior kiri terbagi atas dua segmen : segmen IV yaitu lobus
quadratus, dan segmen III, yang merupakan bagian anterior dari lobus hepar kiri.
Kedua segmen ini dipisahkan oleh fissura hepatica sinistra (fissura umbilicalis).
Sektor posterior kiri hanya terdiri atas segmen II, yang berada di bagian posterior dari
lobus kiri hepar.(8)
III.

FISIOLOGI HEPAR
Hepar memiliki banyak fungsi, termasuk fungsi pengambilan, penyimpanan,
dan distribusi nutrisi dari darah atau traktus gastrointestinal, sintesis, metabolism, dan
eliminasi berbagai substrat endogen, eksogen, dan berbagai macam toksin. Hepar
menerima suplai darah ganda dengan 75% dari vena porta, dan 25% dari arteri
hepatica. Terdapat autoregulasi dari aliran arteri hepatica, namun tidak dari sistem
vena porta. Aliran vena porta meningkat seiring dengan asupan makanan, garam
empedu, sekretin, pentagastrin, polipeptida intestinal vasoaktif (VIP), glucagon,
isoproterenol, prostaglandin E1 dan E2, dan papaverin. Aliran porta diperlambat oleh
serotonin, angiotensin, vasopressin, nitrat, dan somatostatin.(3)
Secara umum, hepar memiliki empat unit anatomic-fisiologik yang saling
berhubungan dalam membentuk fungsi hepar, yaitu(7) :
1. Sistem sirkulasi
Suplai darah ganda berfungsi membawa nutrisi bagi hepar dan berguna sebagai
pembawa material yang diabsorbsi dari traktus intestinalis untuk digunakan dalam
proses metabolisme. Pembuluh darah yang diikuti dengan sistem limfatik dan serat
saraf berkontribusi untuk mengatur aliran darah dan tekanan intrasinusoidal.
2. Saluran empedu
11

Saluran ini berfungsi untuk mengalirkan material yang disekresikan oleh sel-sel
hepar, termasuk bilirubin, kolesterol, dan obat-obat yang telah terdetoksifikasi.
Sistem ini berasal dari apparatus Golgi, yang melewati mikrovili dari kanalis
biliaris dan berakhir pada common bile duct.
3. Sistem retikouloendotelial
Sistem ini memiliki 60% elemen pada hepar, termasuk pula sel Kupffer dan sel-sel
endothelial.
4. Sel fungsional hepar (hepatosit)
Sel ini memiliki aktifitas yang sangat bervariasi. Fungsi metabolik dari hepar
membantu menyediakan kebutuhan tubuh. Sel-sel ini membantu proses anabolik
maupun katabolik, fungsi sekresi dan penyimpanan.
Empedu dibentuk pada membrana kanalikuli hepatosit dan duktuli empedu,
dan disekresikan melalui sebuah proses aktif yang relative tidak tergantung pada
aliran darah. Komponen organik utama dari empedu adalah asam empedu
terkonjugasi, kolesterol, fosfolipid, pigmen empedu, dan protein. Dalam kondisi
normal, 600 hingga 1000 mL empedu diproduksi setiap harinya.(3)
Bilirubin, sebuah produk degradasi dari heme, dieliminasi hampir seluruhnya
pada empedu. Bilirubin bersikulasi terikat pada albumin dan dikeluarkan dari plasma
oleh hepar melalui sistem transpor termediasi. Di dalam hepatosit, bilirubin terikat
pada asam glukuronat sebelum disekresikan pada empedu.(3)
Hepar mensintesis protein plasma utama, termasuk albumin, gamma-globulin,
dan beberapa protein koagulasi. Disfungsi hepar akan memberikan efek koagulasi
dengan menurunnya produksi protein koagulasi, atau dalam kasus ikterus obstruktif,
terdapat penurunan aktifitas dari faktor II, V, VII, IX dan X, sebagai akibat dari
kurangnya modifikasi post-translasi yang bergantung pada vitamin K.(3)

Tes Fungsi Hepar


12

Beberapa tes biasanya sering dilakukan untuk menganalisa kondisi hepar,


disebut sebagai tes fungsi hepar. Serum aspartate aminotransferase (AST) dan
alanine aminotransferase (ALT) adalah pengukuran level enzim yang normal
terdapat di dalam hepatosit. Selain itu dapat pula dilakukan pengukuran kadar
albumin, faktor pembekuan, dan bilirubin dari sampel darah.(4,7)

Jenis tes

Nilai normal

Serum albumin
Total protein
Kolesterol
Alkali fosfatase
AST
ALT
GGT

3,5 4,6 g/dL


6,0 7,4 g/dL
135 300 mg/dL
24 100 IU/dL
10 36 unit/dL
10 48 unit/dL
0 48 unit/dL (pria)
4 26 unit/dL (wanita)
180- 225 unit/dL
90 100% control Lab
< 1,4 mg/dL
< 0,3 mg/dL
< 1,1 mg/dL

LDH
PT
Total bilirubin
Bilirubin direk
Bilirubin indirek

Tabel 1. Nilai normal tes fungsi hepar(7)

13

Fungsi Normal Hepar


Metabolisme energi dan interkonversi substrat
Produksi glukosa melalui glukoneogenesis dan glikogenolisis
Konsumsi glukosa melalui jalur sintesis glikogen, sintesis asam
lemak, glikolisis, dan siklus asam trikarboksilat
Sintesis kolesterol dari asetat, sintesis trigiliserida dari asam
lemak, dan sekresi keduanya pada partikel VLDL
Pengambilan kolesterol dan trigliserida melalui endositosis
partikel HDL dan LDL dengan ekskresi kolesterol pada
empedu, beta-oksidasi asam lemak, dan konversi dari
asetil-KoA berlebih menjadi keton
Deaminasi asam amino dan konversi ammonia menjadi urea
melalui siklus urea
Transaminasi dan sintesis de novo asam amino non esensial
Fungsi sintesis protein
Sintesis berbagai macam protein plasma, termasuk albumin,
faktor pembekuan, protein pengikat, apolipoprotein,
angiotensinogen, dan insulin-like growth factor I
Fungsi solubilisasi, transport, dan penyimpanan
Detoksifikasi obat dan racun melalui reaksi biotransformasi fase I
dan fase II dan ekskresi melalui empedu
Solubilisasi lemak dan vitamin larut lemak pada empedu untuk
diambil oleh enterosit
Sintesis dan sekresi dari partikel VLDL dan lipoprotein pre-HDL,
dan pembersihan sisa HDL, LDL, dan kilomikron
Sintesis dan sekresi berbagai macam protein pengikat, termasuk
transferin, globulin pengikat hormone steroid, globulin
pengikat hormone tiroid, seruloplasmin, dan metalotionein
Pengambilan dan penyimpanan vitamin A, D, B12, dan folat
Fungsi proteksi dan pembersihan
Detoksifikasi ammonia melalui siklus urea
Detoksifikasi obat melalui oksidasi mikrosomal dan sistem
konjugasi
Sintesis dan pengantaran glutathione
Pembersihan sel-sel yang rusak dan protein, hormone, obatobatan, dan faktor pembekuan teraktivasi dari sirkulasi
portal
Pembersihan bakteri dan antigen dari sirkulasi portal

Tabel 2. Fungsi normal hepar(4)


14

IV.

EPIDEMIOLOGI
Kista hidatid bersifat endemik di negara-negara berkembang maupun negara
maju seperti negara Mediterania, Amerika Selatan, Australia dan New Zealand.
Insidens penyakit kista hidatid di kawasan endemik berkisar dari 1-220 kasus per 100.
000 orang penduduk. Tidak terdapat predileksi dari jenis kelamin namun biasanya
kista hidatid terjadi pada umur antara 30-40 tahun.(3,7)
Insidens kista hepar non-parasitik yang pasti tidak diketahui karena biasanya
penderita asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala hingga terjadi komplikasi.
Namun diperkirakan kista hepar diderita oleh 5% dari populasi umum. Tidak lebih
dari 10-15% dari jumlah penderita ini mengalami simptom secara klinis. Kista hepar
biasanya dijumpai secara tidak sengaja pada pemeriksaan radiologik abdominal atau
pada prosedur laporotomi untuk kelainan lain yang dialami penderita, yang tidak
berkaitan dengan gangguan fungsi hepar.(3,10)
Kista hepar lebih banyak dijumpai pada kaum wanita dibanding laki-laki,
dengan perbandingan 4-10:1, pada rentang usia 50-60 tahun. Gejala klinis terjadi
akibat pembesaran secara progresif kista, atau karena komplikasi yang timbul akibat
kista tersebut. Komplikasi yang bisa terjadi di antaranya perdarahan intrakistik, torsi,
infeksi pada kista, transformasi kista ke arah proses malignansi, kompresi pada organorgan sekitar yang juga dapat menyebabkan ikterus obstruktif, kista ruptur spontan
serta reaksi alergi akibat kebocoran cairan kista.(3,7,11)

15

V.

KLASIFIKASI KISTA HEPAR


Kista intrahepatik kongenital
Parenkimal
Soliter
Penyakit polikistik hepar
Anak
Dewasa
Fibrosis hepatis kongenital
Dilatasi fokal duktus biliaris intrahepatik (Carolis disease)
Kista intrahepatik didapat (acquired)
Inflamatorik
Piogenik
Amebik
Echinococcal (hydatid)
Neoplastik
Benigna
Maligna
Traumatik

Tabel 3. Klasifikasi Kista pada Hepar(12)


Kista Intrahepatik Kongenital
Kista ini dapat tunggal, multipel, difus, terlokalisasi, unilokular, atau
multilokular. Kejadian ditemukan kista pada autopsi dilaporkan dalam 0,15% kasus, 1
% pada pemeriksaan CT-scan. Kista soliter maupun penyakit polikistik hepar lebih
banyak ditemukan pada wanita usia 40 hingga 60 tahun.(7)
Kista non-parasitik soliter biasanya terletak pada lobus kanan hepar. Isi kista
berupa material yang bening, dan memiliki karakteristik tekanan internal yang rendah
tidak seperti kista parasitik yang memiliki tekanan tinggi. Biasanya cairan kista ini
berwarna kuning kecokelatan, yang diduga berasal dari parenkim yang nekrosis.
Penyakit polikistik hepar menunjukkan gambaran honeycomb appearance dengan
kavitas yang multipel, dengan lesi yang tersebar merata di seluruh hepar.(7)
Baik lesi soliter maupun polikistik tumbuh secara perlahan dan relatif tidak
bergejala. Sebuah massa di kuadran kanan atas yang tidak nyeri adalah keluhan yang

16

paling sering, dan ketika gejala muncul, biasanya dihubungkan dengan penekanan
pada organ yang berdekatan. Nyeri abdominal yang akut dapat mengikuti komplikasi
torsi, hemoragik intrakistik, atau rupturintraperitoneal. Pemeriksaan klinis dapat
mengidentifikasi massa, dan ginjal juga dapat teraba. Ikterus jarang ditemukan.
Fungsi hepar biasanya tidak menunjukkan abnormalitas. CT scan, USG, dan
arteriografi dapat digunakan untuk menentukan posisi intrahepatik dari massa, dan
peritoneoskopi dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis.(12)
Kista soliter yang asimtomatik dan penyakit polikistik hepar biasanya tidak
membutuhkan penanganan khusus. Kista yang besar, soliter, dan simtomatik dapat
ditangani secara elektif kecuali bila terjadi ruptur, hemoragik intrakistik, atau torsi.
Pasien dengan kista hepar telah dapat ditangani dengan baik melalui percutaneus
cathether drainage yang dikontrol secara radiologik, pada waktu yang bersamaan
dengan injeksi cairan yang menyebabkan sklerosis seperti alkohol. Prosedur ini sering
dikaitkan dengan kasus rekurensi. Resolusi permanen diperoleh melalui operasi yang
sederhana dengan pembukaan atap kista secara luas dan dihubungkan kembali seperti
halnya parenkim hepar yang normal. Prosedur ini dapat dilakukan secara
laparoskopik. Pada kasus hemoragik intrakistik yang signifikan, cystectomy mungkin
dibutuhkan. Drainase internal ke intestinum mungkin dibutuhkan hanya bila terdapat
erosi di dalam duktus hepatikus major yang tidak dapat diperbaiki kembali.(7)
Simple Liver Cyst
Simple hepatic cyst muncul dalam jumlah besar dengan ukuran yang
bervariasi, permukaan rata, mengkilat, berwarna biru-keabuan dan sering ditemukan
pada lobus kanan. Dindingnya terdiri atas 3 lapisan : lapisan terdalam menyerupai
epitel duktus biliaris, lapisan tengah yang berupa jaringan ikat padat, dan lapisan luar
yang mengandung jaringan ikat longgar dan duktus biliaris serta pembuluh darah
yang terkompresi.(3)
Kista soliter dapat berasal dari duktus yang tumbuh abnormal sebagai akibat
dari hiperplasia inflamatorik atau obstruksi kongenital. Kista ini dapat mengenai
17

semua usia. 90% dari kista jenis ini unilokular, dan memiliki ukuran yang bervariasi.
Sebuah kista yang mengandung 2,5 liter cairan telah dilaporkan pada pasien berusia 2
tahun.(1)
Penyebab dari kista jenis ini tidak diketahui, namun diduga muncul secara
congenital. Kista ini memiliki epitel tipe bilier, dan mungkin berasal dari dilatasi
progresif mikrohemartroma bilier. Kista ini jarang mengandung empedu, hipotesis
yang paling diterima adalah kegagalan mikrohemartroma untuk membentuk
hubungan normal dengan saluran empedu. Secara khas, cairan yang terkandung di
dalam kista ini memiliki komposisi elektrolit yang menyerupai plasma. Empedu,
amylase, dan sel darah putih tidak ditemukan. Cairan kista ini disekresikan secara
terus-menerus oleh sel-sel epitel di tepi kista. Karena alasan inilah, aspirasi cairan
dari simple cyst tidak bersifat kuratif.(10)
Apabila ukuran kista besar, mungkin terdapat keluhan yang berhubungan
dengan penekanan organ akibat massa yang besar di kuadran kanan atas. Sebagian
besar kista soliter tidak membutuhkan penanganan, namun bila diindikasikan,
ekstirpasi seluruh kista dipertimbangkan. Bila ukuran kista besar, reseksi dari bagian
dindingnya saja yang dilakukan. Lobektomi hepatik jarang dilakukan.(1,2)
Policystic Liver Disease
Insidens kista hepar congenital sulit ditentukan oleh karena sebagian besar
individu dengan lesi ini tidak mengeluhkan gejala. Penyakit polikistik ini biasanya
disubklasifikasikan sebagai varian pada anak dan dewasa, karena memiliki perbedaan
pada pola pewarisan, status penampilan dan konsekuensi klinis. Penyakit polikistik
pada anak diwariskan secara resesif autosomal dengan 4 subtipe secara umum :
perinatal, neonatal, infantile, dan juvenile. Semua varian dari polikistik pada anak ini
mengenai hepar dan ginjal dengan peningkatan absolut dari duktus biliaris
intrahepatik.(12)
Sebuah kelainan genetik yang jarang pada anak, infantile polycystic disease of
the kidneys and liver, biasanya fatal pada anak-anak. Kista hepatik yang berukuran
18

mikroskopik dapat terlihat, anak-anak ini dapat mengalami hipertensi portal, atau
hipertensi arteri renalis dan gangguan renal yang progresif.(1)
Penyakit polikistik hepar pada orang dewasa diwariskan secara dominan
autosomal. Hepar tampak kistik difus secara makroskopik, walaupun dapat tampak
pola yang berbeda dari penyakit ini, seperti kista yang unilobar dan ukuran kista yang
bervariasi. Kista dapat ditemukan pada lien, pancreas, ovarium, paru-paru, dan ginjal.
Insidens meningkat seiring usia dan lebih sering pada wanita dibandingkan pria.(1)
PCLD pada dewasa bersifat kongenital dan biasanya berhubungan dengan
autosomal dominant polycystic kidney disease (AD-PKD). Pada pasien ditemukan
mutasi dari gen PKD1 dan PKD2. Namun dalam beberapa kasus, PCLD ditemukan
tanpa adanya PKD. Pada dengan PKD, kista ginjal biasanya lebih dominan
dibandingkan kista pada hepar. PKD sering menyebabkan gagal ginjal, sedangkan
kista hepar sangat jarang menyebabkan fibrosis hepar dan kegagalan fungsi hati.(10)
Tidak seperti kista non-parasitik soliter, penyakit polikistik hepar sering
diasosiasikan dengan kista pada organ lain; 51,6% polikistik hepar diasosiasikan
dengan polikistik ginjal. Polikistik hepar juga diimplikasikan sebagai penyebab yang
jarang dari hipertensi portal, dan juga diasosiasikan dengan atresia duktus biliaris,
kolangitis, dan hemangioma. Pada pasien dengan gejala yang signifikan terkait efek
massa dari polikistik hepar, terapi paliatif dapat dicapai dengan reseksi non-anatomik
dan fenestrasi yang lebar pada kista yang lebih besar.(7)
Prognosis dari penyakit polikistik hepar biasanya bergantung pada penyakit
ginjal yang menyertainya. Kegagalan fungsi hati, ikterus, dan manifestasi hipertensi
portal jarang ditemukan. Tingkat mortalitas dari kista non-parasitik yang ditangani
secara operatif mendekati angka nol.(7)
Kista Intrahepatik Acquired (didapat)
Echinococcal/Kista Hydatid

19

Kista jenis ini dapat ditemukan di seluruh dunia, terutama di daerah


peternakan biri-biri. Daerah ini termasuk Mediterania (terutama Yunani), Australia,
dan New Zealand, serta negara di Timur Tengah seperti Iran. Infeksi Echinococcal
disebabkan oleh Echinococcus granulosa, yang dapat asimptomatis selama bertahuntahun dan menunjukkan hasil yang efektif dengan pembedahan, atau E.
multilocularis, yang lebih virulen dan menyebabkan kista invasif yang multipel dan
lebih sulit ditangani secara operatif. Dua pertiga dari kasus kista echinococcal
ditemukan pada hepar, dan 75% di antaranya berlokasi pada lobus kanan.(7)
Pada hepar host intermediate, terbentuk hydatid unilocular yang tumbuh
perlahan dan tidak bergejala selama bertahun-tahun. Dinding hydatid ini memiliki
dua lapisan yang terdiri atas ektokista, yang berupa cangkang fibrous non-selular
yang berfungsi proteksi, dan sebuah endokista, yang merupakan bagian yang aktif
dari kista tersebut. Endokista mensekresi cairan bening yang mengisi kista dan
memproduksi kapsul-kapsul (yang dikenal dengan hydatid sand) dan kista anakan.
Selama bertahun-tahun kemudian, hydatid ini membesar dengan beberapa liter cairan
dan kista anakan yang tak terhitung jumlahnya.(12)
Pasien dengan kista multivesikular yang simpel atau belum berkompliasi
biasanya tidak bergejala. Gejala hanya timbul bila terjadi tekanan pada organ di
sekitarnya. Nyeri tumpul abdomen adalah keluhan yang paling sering ditemukan
(80%). Ikterus, demam, pruritus, nausea, dan vomitus ditemukan pada kurang dari
sepertiga pasien. Fungsi hepar ditemukan abnormal dan pembesaran hepar yang dapat
dipalpasi pada pemeriksaan fisis ditemukan pada 50% pasien, dan eosinofilia hanya
ditemukan pada 5-15% individu yang terinfeksi.(12)

Komplikasi dari kista hidatid di antaranya(7,12) :

Ruptur intrabilier, yang mengenai 5% hingga 10% kasus.

20

Ruptur intraperitoneal, yang sangat jarang namun dapat menyebabkan


pembentukan kista baru pada rongga peritoneal.

Infeksi bakteri sekunde, yang menyebabkan pembentukan abses.

Ekstensi transdiafragmatika ke rongga pleura.


Kista hidatid berukuran besar yang menimbulkan gejala dapat ditangani

secara laparoskopik maupun dengan open surgery. Langkah-langkah manajemen


kista ini meliputi(12) :

Isolasi kista dari rongga peritoneal untuk meminimalisasi tumpahan cairan kista.

Aspirasi isi kista sedapat mungkin, dibutuhkan pengalaman yang memadai sebab
cairan dalam kista biasanya bertekanan rendah.

Instilasi agen skolekoidal ke dalam rongga kista seperti cairan saline hipertonik
maupun alkohol.

Eksisi kista hidatid dengan memisahkan kista dari hepar melalui pemisahan di
antara lapisan germinal dan adventitia.

Sebagai alternatif, kista dapat dikeluarkan melalui reseksi hepar, atau bila cukup
ekstensif, dapat dilakukan marsupialisasi dan pengisian dengan omentum.

Kista Neoplastik
Lesi kistik neoplastik hepar, jarang merupakan kistadenoma bilier primer atau
kistadenokarsinoma. Lesi ini lebih sering merupakan metastasis dari tumor kistik dari
organ lain, seperti pancreas atau ovarium, atau sekunder dari degenerasi kistik tumor
hepar solid primer atau metastatik.(11)
Kistadenoma (benigna) atau kistadenokarsinoma (maligna) hepar lebih sering
terjadi pada wanita (lebih dari 75%) dan biasanya muncul sebagai nyeri tumpul dan
rasa penuh di perut bagian atas. Lesi ini biasanya dapat didiagnosis dengan USG dan
CT scan, yang menunjukkan sebuah massa kistik dengan dinding yang tebal bertepi
rata dan septa internal. Sebuah massa solid yang berhubungan dengan dinding kista
21

biasanya dideskripsikan sebagai komponen maligna yang membutuhkan reseksi yang


lebih radikal. Angiografi akan menunjukkan SOL yang avaskular dan bayangan
tumor pada perifer yang disebabkan oleh proyeksi dinding tumor. Tumor ini tidak
berhubungan dengan duktus biliaris, sehingga cholangiografi preoperatif tidak
memiliki nilai diagnostik.(11)
Setelah didiagnosis, sebuah lesi kistik primer hepar dengan gambaran
radiografi berupa kistadenoma harus dieksisi secara utuh walaupun tidak bergejala.
Operasi yang kurang defenitif akan menyebabkan rekurensi tumor, pembesaran, atau
infeksi, hingga dapat bertransformasi menjadi malignansi. Apabila gambaran kista
tampak benigna, kadang dapat dibuang seluruhnya dan memisahkannya dari
parenkim hepar. Dinding kista yang menebal di sekitarnya atau penyebaran pada
parenkim hepar di sekitarnya menunjukkan malignansi, dan eksisi yang lebih lebar
dengan evaluasi histologik melalui frozen section harus dipertimbangkan. Tumor ini,
seperti neoplasma kistik di tempat lain, memiliki potensi malignansi yang cukup
rendah dan jarang rekuren bila dieksisi secara adekuat.(11)
Kista Traumatik
Tipe kista hepatis ini dibentuk dari resolusi hematoma subscapular atau
intraparenkimal yang berasal dari trauma abdominal, di mana peristiwa trauma itu
sendiri dapat diingat maupun tidak diingat oleh pasien. Perdarahan di dalam parenkim
hepar dapat timbul pada trauma tumpul maupun tajam. Kista traumatic mengandung
darah, empedu, dan jaringan hepar yang nekrotik. Lapisan epithelial yang sedikit
menggambarkan bahwa sebenarnya kista traumatik adalah pseudokista. Bila riwayat
trauma tidak jelas, kista ini biasanya tidak dapat dibedakan dari kista kongenital
soliter, dan memiliki penanganan yang sama. Pembedahan dianjurkan bagi pasien
yang mengeluhkan gejala. Pada saat laparotomi, kista traumatik biasanya dapat
dibedakan dari kista congenital dengan adanya dinding yang sangat fibrotik dan
mengandung hemosiderin. Kista yang simptomatik harus dieksisi secara utuh apabila
dimungkinkan. Apabila sebagian dinding kista tidak dapat direseksi dengan mudah,
22

evaluasi frozen section harus dilakukan untuk meyakinkan bahwa tidak akan terjadi
proses neoplastik setelahnya. Walaupun kista traumatic dapat terinfeksi sekunder,
kista ini dapat diharapkan memiliki hasil penanganan yang baik. (3,11)

VI.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Pasien

dengan

kista

hepar

tidak

banyak

memerlukan

pemeriksaan

laboratorium. Hasil pemeriksaan faal hati seperti transaminase atau alkali fosfatase
mungkin sedikit abnormal, namun kadar bilirubin, prothrombin time (PT) dan
activated prothrombin times (APTT) biasanya berada dalam batas normal.(4,10)
Pada Polycystic Liver Disease (PCLD), dapat dijumpai abnormalitas yang
lebih banyak pada pemeriksaan fungsi faal hati, namun gagal fungsi hati jarang
dijumpai. Tes fungsi ginjal termasuk kadar urea dan kreatinin darah biasanya
abnormal. Pada tumor kistik hepar, tes fungsi hati juga dapat normal seperti pada
simple cyst namun bisa terdapat abnormalitas pada sebagian pasien.(4)
Terdapat peningkatan kadar Carbohydrate antigen (CA) 19-9 pada sebagian
pasien. Cairan kista dapat diambil untuk pemeriksaan CA 19-9 pada saat pembedahan
sebagai pemeriksaan marker untuk kistadenoma dan kistadenokarsinoma. Pasien
dengan abses hepar dapat dikenal pasti dari gejala klinis. Pada pemeriksaan darah
sering ditemukan leukositosis.(4)
Jika terdapat kista hidatid, dijumpai eosinophilia pada sekitar 40% pasien, dan
titer antibody echinococcal positif pada hampir 80% dari pasien. Pemeriksaan
immunoassay enzim (enzyme immunoassay, EIA) dapat digunakan untuk mendeteksi
antibodi spesifik untuk E. histolytica.(4)
Pemeriksaan

histologik

dari

kista

dilakukan

dengan

tujuan

untuk

menyingkirkan kemungkinan suatu keganasan, seperti kistadenokarsinoma. Secara

23

histopatologik kista hepar yang benigna mengandung cairan yang bersifat serosa dan
dindingnya terdiri dari selapis sel epitel kuboidal dan stroma fibrosa yang tipis.(4)
Pemeriksaan Radiologik
Sebelum tersedia modalitas pencitraan abdominal secara luas termasuk
ultrasonografi (USG) dan CT scan, kista hepar didiagnosa hanya apabila ia sudah
sangat membesar dan bisa dilihat sebagai massa di abdomen atau sebagai penemuan
tidak sengaja saat melakukan laparotomy. Saat ini, pemeriksaan radiologik sering
menemukan lesi yang asimptomatik secara tidak sengaja. Terdapat beberapa pilihan
pemeriksaan radiologik pada pasien dengan kista hepar, seperti USG yang bersifat
non-invasif namun cukup sensitif untuk mendeteksi kista hepar. CT scan juga sensitif
dalam mendeteksi kista hepar, dan hasilnya lebih mudah untuk diinterpretasikan
dibanding USG. MRI, nuclear medicine. scanning dan angiografi hepatik mempunyai
penggunaan yang terbatas dalam mengevaluasi kista hepar.(4,10)
Secara umum simple cysts mempunyai gambaran radiologik yang tipikal yaitu
mempunyai dinding yang tipis dengan cairan yang berdensitas rendah dan
homogenous. PCLD harus dikonfirmasi dengan USG atau CT scan dengan
menemukan kista-kista multiple pada saat evaluasi.(4,10)
Kista hidatid bisa diidentifikasi dengan ditemukannya daughter cyst yang
terkandung dalam rongga utama yang berdinding tebal. Kistadenoma dan
kistadenokarsinoma umumnya terlihat multilokuler dan mempunyai septa internal,
densitas yang heterogeneus dan dinding kista yang irregular. Tidak seperti tumor lain
pada

umumnya,

jarang

dijumpai

kalsifikasi

pada

kistadenoma

dan

kistadenokarsinoma.(4,10)
Satu masalah yang sering ditemui dalam mengevaluasi pasien dengan lesi
kistik pada hepar adalah untuk membedakan kista neoplasma dan simple cyst. Namun
secara umum, neoplasma kistik mempunyai dinding yang tebal, irregular dan
hipervaskular, sedangkan dinding kista pada simple cyst tipis dan uniform. Simple
cyst memiliki tendensi memiliki bagian interior yang homogenous dan berdensitas
24

rendah, sedangkan neoplasma kistik biasanya mempunyai bagian interior yang


heterogenous dengan septasi-septasi.(4)

VII.

PENATALAKSANAAN
Penanganan Medikamentosa
Pengobatan secara medikamentosa untuk penanganan kista hepar nonparasitik maupun kista parasitik mempunyai manfaat yang terbatas. Tidak ada terapi
konservatif yang ditemui berhasil untuk menangani kista hepar secara tuntas.(4)
Aspirasi perkutaneous dengan dibantu oleh USG atau CT scan secara teknis
mudah untuk dilaksanakan namun sudah ditinggalkan karena mempunyai kadar
rekurensi hampir 100%. Tindakan aspirasi yang dikombinasikan dengan sklerosan
dengan menggunakan alkohol atau bahan lain berhasil pada sebagian pasien namun
mempunyai tingkat kegagalan dan kadar rekurensi yang tinggi. Sklerosis akan
berhasil hanya terjadi dekompresi sempurna dari dinding kista. Hal ini tidak mungkin
terjadi jika dinding kista menebal atau pada kista yang sangat besar. Tidak terdapat
pengobatan medikamentosa untuk PCLD dan kistadenokarsinoma.(4)
Kista hidatid dapat diobati dengan agen antihidatid yaitu albendazole dan
mebendazole, namun biasanya tidak efektif. Obat-obatan ini digunakan sebagai terapi
adjuvan dan tidak dapat menggantikan peran penanganan bedah atau pengobatan
perkutaneus dengan teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration).
Pengobatan medikamentosa dimulai 4 hari sebelum pembedahan dan dilanjutkan 1
hingga 3 bulan setelah operasi sesuai panduan dari Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organisation, WHO).(4)

Penanganan Operatif

25

Secara umum tujuan terapi operatif adalah untuk mengeluarkan seluruh


lapisan epithelial kista karena dengan adanya sisa epitel akan menyebabkan
terjadinya rekurensi. Secara ideal, kista direseksi keluar secara utuh tanpa melubangi
kavitas kista tersebut. Jika ini terjadi, kista akan kolaps dan ditemukan kesukaran
untuk mengenal secara pasti dan mengeluarkan lapisan epitel.(4)
1. Teknik PAIR (Puncture, Aspiration, Injection, Reaspiration)
Teknik PAIR untuk penanganan kista hepar dilakukan dengan dibantu oleh
USG atau CT scan yang melibatkan aspirasi isi kista melalui sebuah kanula
khusus, diikuti dengan injeksi agen yang bersifat skolisidal selama 15 menit,
kemudian isi kista direaspirasi lagi. Proses ini diulang hingga hasil aspirasi jernih.
Kista kemudian diisi dengan solusi natrium klorida yang isotonik. Tindakan ini
harus diikuti dengan pengobatan perioperatif dengan obat benzimodazole 4 hari
sebelum tindakan hingga 1-3 bulan setelah tindakan.
2. Marsupialisasi (dekapitasi)
Dekapitasi atau unroofing kista dilakukan dengan cara mengeksisi bagian
dari dinding kista yang melewati permukaan hepar. Eksisi seperti ini menghasilkan
permukaan kista yang lebih dangkal pada bagian kista yang tertinggal hingga
cairan yang disekresi oleh epitel yang masih tertinggal merembes kedalam rongga
peritoneal dimana ia diabsorbsi. Sisa epitel dapat juga diablasi dengan
menggunakan sinar koagulator argon atau elektrokauter. Sebelumnya penanganan
kista seperti ini memerlukan tindakan laparotomi (open unroofing) namun seiring
dengan perkembangan alat dan teknik, ia bisa dilakukan secara laparoskopik.(13)

26

Gambar 11. Liver Fenestration(13)


Dari hasil penelitian yang dijalankan, didapatkan bahwa unroofing kista
secara laparoskopik mempunyai tingkat morbiditas yang rendah, waktu reokupasi
yang lebih singkat dan bisa kembali ke aktivitas normal lebih cepat dibandingkan
open unroofing secara laparotomi. Faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi
terjadi rekurensi dengan teknik ini adalah deroofing yang adekuat, kista yang
terletak dalam atau berada di segmen posterior dari hepar, penggunaan sinar argon
untuk sisa epitel dinding kista, tindakan omentoplasty untuk cavitas residual, dan
tindakan laparoskopi atau laparotomi yang pernah dilakukan sebelumnya yang
menyebabkan timbulnya jaringan fibrosis di hepar.(13)
3. Reseksi Hepar dan Tranplantasi Hati
Prosedur yang lebih radikal seperti reseksi hepar dan transplantasi hati telah
digunakan dalam penanganan kista hepar non-parasitik. Walaupun prosedur ini
bisa mendapatkan hasil terbaik dari segi kadar rekurensi yang sangat rendah,
namun ia mempunyai kadar morbiditas yang tinggi, yang mungkin tidak dapat
diterima untuk suatu penyakit yang benigna. Penelitian Martin dkk. menemukan
kadar morbiditas 50% pada 16 pasien yang menjalani prosedur reseksi hepar untuk
penanganan kista hepar non-parasitik. Di antara komplikasi yang terjadi pada
tindakan reseksi hepar, termasuk infeksi paru-paru, efusi pleura, infeksi pada luka
operasi, drainase cairan peritoneal dan empedu yang lama dan hematoma
subphrenikus.(4)

27

Tranplantasi hepar diindikasikan untuk penyakit polikistik dengan simptom


yang menetap setelah pendekatan terapeutik medikamentosa dan operatif yang lain
gagal, atau pada keadaan gagal ginjal.(4,11)
Reseksi hepar layak untuk diaplikasikan pada pasien dengan kista multipel
yang rekuren atau terdapat kemungkinan suatu tumor kistik hepar. Anatomi
segmental hepar yang pertama dijelaskan oleh Couinaud pada tahun 1957
membagi hepar menjadi delapan segmen dimana setiap segmen mempunyai
cabang arteri hepatikum, vena porta dan traktus biliaris yang tersendiri. Hal ini
memungkinkan untuk mereseksi setiap segmen ini secara individual apabila
diperlukan, dan mengurangi pemotongan tidak perlu dari jaringan hepar yang
normal. Kehilangan darah bisa dikurangi dengan menggunakan teknik oklusi
vaskular (manoeuvre Pringle).(4,11)
Tujuan dari teknik oklusi vaskular adalah untuk mereseksi hepar dengan
perdarahan seminimal mungkin. Penting untuk diperhatikan bahwa dibutuhkan
fungsi hepar residual yang cukup setelah dilakukan reseksi, untuk mencegah
insufisiensi hepatik post-operatif. Kehilangan darah yang banyak diasosiasikan
dengan peningkatan morbiditas peri-operatif.(9)
Dalam prakteknya, lebih mudah untuk mereseksi segmen hepar secara
keseluruhan. Walaupun pemisah antarsegmen tidak dapat terlihat melalui
permukaan hepar, segmen dapat diidentifikasi dengan melakukan oklusi terhadap
aliran inflow terhadap segmen yang dituju, maka akan terjadi iskemik dan akan
terlihat pembagian fungsional hepar dari permukaan.(9)

28

Gambar 12. Segmentasi hepar menurut Couinaud(9)


Glissons capsule diketahui merupakan kondensasi dari fascia yang
mengelilingi cabang biliovaskular hepar. Couinaud menerangkan bahwa fascia ini
berlanjut dari parenkim hepar hingga segmentasi hepar. Implikasi operatifnya
adalah, apabila suplai dari segmen individual dilakukan dari dalam hepar, ligasi
dari fascia ini akan menyebabkan devaskularisasi segmen. Teknik ini kemudian
dipermudah dengan penggunaan stapler.(9)
Beberapa insisi abdominal dapat digunakan untuk reseksi hepar. Insisi
subkostal bilateral memberikan akses yang baik dan biasanya dilakukan dengan
memperluas insisi eksploratif subkostal kanan untuk menjamin tidak terdapat
penyakit peritoneal yang tidak diharapkan. Ekstensi ke arah atas hingga tepi bawah
sternum (insisi Mercedes-Benz) juga dapat dilakukan untuk mendapatkan akses
yang lebih lebar.(9)
Setelah dilakukan laparotomi eksplorasi, hepar dimobilisasi dari peritoneal.
Ligamentum falciforme dipisahkan dengan perhatian khusus pada identifikasi

29

lokasi dimana vena hepatika memasuki vena cava inferior. Ligamentum koronaria
dekstra, dipisahkan untuk mobilisasis lobus kanan hepar. Ligamentum triangulare
sinistra dipisahkan untuk mobilisasi lobus kiri hepar.(9)

VIII.

PROGNOSIS
Pasien dengan kista non-parasitik yang menjalani teknik dekapitasi kista
secara laparoskopik untuk kista hepar benigna mengalami kadar penyembuhan lebih
dari 90%, sedangkan pada pasien dengan PCLD (Policystic Liver Disease)
mempunyai presentase kesembuhan yang lebih rendah dengan teknik yang sama.
Penanganan yang paling efisien untuk PCLD dan kista neoplastik adalah dengan
reseksi hepar, sedangkan efisiensi penanganan kista hidatid dengan teknik PAIR
berbanding penganan operatif lain masih kontroversial.(10,11,12)

30

DAFTAR PUSTAKA
1. Vaughan, VC., McKay RJ., Behrman RE. Nelson textbook of pediatrics. Liver and
bile ducts. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 2007. h.1131-2.
2. Doherty, GM., Way, LW. Current surgical diagnosis & treatment 11 th ed. Benign
tumor & cysts of the liver. India : McGraw-Hill. 1994. h.576-7.
3. Norton, JA., et al. Essential practice ofsurgery : basic science and clinical evidence.
Liver. New York : Springer-Verlag. 2003. h.235-41.
4. McPhee, SJ., Lingappa, VR., Ganong, WF. Pathophysiology of disease : an
introduction to clinical medicine 4th ed. New York : Lange Medical Books/McGrawHill. 2003. h. 380-92.
5. Netter. The Human Body Atlas of Netter [e-book]
6. Moore, KL., Agur, AM. Anatomi klinis dasar. Abdomen. Editors : Vivi S. & Virgi S.
Jakarta : Hipokrates. 2002. h. 117-25.
7. Schwartz, SI., et al. Principles of surgery 7th ed. Liver. New York : McGraw-Hill.
1999. h. 1395-405.
8. Smithuis, R. Liver : segmental anatomy [online]. 2006 [dikutip April 2010]. Tersedia
pada URL http://www.radiologyassistant.nl/en/4375bb8dc241d
9. Heriot AG., Karanjia ND. A review of techniques for liver resection [online]. 2002
[dikutip April 2010]. Tersedia pada URL http://www.rsmpress.co.uk/arcsam.pdf
10. Jackson, HH., Mulvihill, SJ. Hepatic cyst [online]. September 2009 [dikutip April
2010]. Tersedia pada URL http://emedicine.medscape.com/article/190818-overview
11. Cady, B. The surgical clinics of north America vol. 69 : Liver surgery. Management
of cystic disease of the liver. Philadelphia : W.B. Saunders Company. 1989. h. 285-95.
12. Debas, HT. Gastrointestinal surgery : pathophysiology and management. Liver cyst.
San Fransisco : Springer-Verlag. 2004. h.180-1.

31

13. Chan. CY., Tan CHJ., Chew, SP, Teh CH. Laparoscopic fenestration of a simple
hepatic

cyst

[online].

2001

[dikutip

April

2010].

Tersedia

pada

URL

http://www.pkdiet.com/pdf/liver%20lapRx.pdf

32

Anda mungkin juga menyukai