Anda di halaman 1dari 16

PERUBAHAN FOLIKEL OVARIUM SELAMA OOGENESIS

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Oogenesis adalah proses pembentukan, pertumbuhan, dan pematangan sel
kelamin betina (oosit). Secara umum, oogenesis dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
tahap

proliferasi

atau

pembentukan

oogonia,

tahap

pertumbuhan

atau

folikulogenesis, dan tahap pematangan atau maturasi (Guyton, 2012).


Oogenesis diregulasi oleh berbagai faktor di luar ovarium dan di dalam
ovarium. Setiap faktor regulator memegang peran pentingnya masing-masing
sesuai tahap perkembangan folikel. Perkembangan folikel preantral lebih dominan
diregulasi oleh faktor-faktor lokal ovarium dan folikel itu sendiri (Elvin et al,
2000). Sedangkan faktor di luar ovarium yang meregulasi oogenesis adalah
hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipothalamus dan hipofisis (Guyton, 2012).
Hormon gonadotropin diperlukan untuk perkembangan folikel normal.
Namun penelitian lebih lanjut menemukan bahwa sel granulosa tidak hanya
dipengaruhi oleh hormon-hormon tersebut, tetapi juga dipengaruhi oleh induksi
dari berbagai growth factor proliferasi. Growth factor ini secara fisiologis penting
dalam meregulasi proliferasi sel granulosa dan replikasi sel. Sumber dari growth
factor ini antara lain diperkirakan berasal dari sel-sel teka folikel sehingga dapat
dikatakan bahwa growth factor ini berasal dari faktor lokal ovarium (Mousa,
2002).
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses oogenesis?
2. Bagaimanakah perubahan yang terjadi pada folikel selama oogenesis?
1.3 Manfaat
1. Mengetahui proses oogenesis
2. Mengetahui perubahan yang terjadi pada folikel selama oogenesis

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Oogenesis
2.1.1 Definisi Oogenesis
Oogenesis adalah proses pembentukan, pertumbuhan, dan pematangan sel
kelamin betina (oosit). Secara umum, oogenesis dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
tahap

proliferasi

atau

pembentukan

oogonia,

tahap

pertumbuhan

atau

folikulogenesis, dan tahap pematangan atau maturasi (Guyton, 2012). Tahap


tumbuh dan tahap menjadi matang berjalan terus secara periodik pada hewan
betina dewasa yang tidak bunting (Soenardirahardjo dkk, 2011).
2.1.2 Tahap-Tahap Oogenesis
Oogenesis terbagi atas 3 tahap, yaitu: tahap proliferasi atau pembentukan
oogonia, tahap pertumbuhan atau folikulogenesis, dan tahap pematangan atau
maturasi oosit.
2.1.2.1 Tahap Proliferasi
Pada tahap proliferasi, sel germinal primordial membagi diri secara
mitosis. Hasil proliferasi berupa oogonium. Jumlah oogonium untuk setiap
ovarium dapat berkisar antara 40.000-300.000 bahkan lebih yang tergantung pada
jenis hewan. Pada sapi misalnya dihasilkan sekitar 50.000. Proses proliferasi ini
terjadi pada periode pre-natal (sebelum dilahirkan) sampai periode fetus bahkan
sampai neonatus (beberapa saat setelah dilahirkan) (Soenardirahardjo dkk, 2011).
Selanjutnya, oogonium yang telah dihasilkan seolah-olah beristirahat.
Proses istirahat ini dimulai sejak fetus dilahirkan sampai menginjak pubertas
(dewasa kelamin) (Soenardirahardjo dkk, 2011).
Secara histologis, oogonium terlihat sebagai sel yang berdiri sendiri, di
sebelah luarnya tidak diselimuti oleh sel-sel lain dan letaknya berkelompokkelompok atau tersebar. Oleh karena itu, mudah dibedakan dari bentuk-bentuk
yang lain (Soenardirahardjo dkk, 2011).

Gambar 2.1.2.1.1 Oogonium pada Tepi Korteks Ovarium


(Kuehnel, 2003)
2.1.2.2 Tahap Pertumbuhan
Tahap pertumbuhan dimulai setelah hewan menginjak umur dewasa
kelamin. Tahap pertumbuhan ditandai oleh isi sitoplasma bertambah banyak oleh
kuning telur (deuteroplasma), membran sel berkembang membentuk zona
pellusida dan terjadi proliferasi sel-sel folikel. Oosit diselimuti oleh lapisan sel-sel
folikel. Oosit beserta sel-sel folikel yang mengitarinya disebut folikel. Sel-sel
folikel bertindak sebagai sel-sel pengasuh dan memberi nutrisi pada
deuteroplasma. Hasil akhir tahap pertumbuhan oosit berupa oosit primer (2n)
(Soenardirahardjo dkk, 2011).
Untuk mengetahui perkembangan oosit, dapat dilakukan dengan melihat
perkembangan folikel. Oosit matur terdapat pada folikel de Graaf yang siap
mengalami ovulasi. Untuk mengamati perkembangan folikel, dapat dilakukan
dengan melihat karakteristik histologis folikel, maupun dengan melihat ukuran
folikel. Secara histologis, dilakukan pewarnaan Hematoxillin Eosin pada sediaan
ovarium untuk melihat karakteristik folikel. Karakteristik tahapan perkembangan
folikel secara histologis didasarkan pada bentuk dan jumlah lapisan sel granulosa,
zona pelusida, dan ada tidaknya rongga (anthrum) folikuli (Hamny dkk, 2010).

Proses pertumbuhan oogonium menjadi oosit primer dapat dibagi menjadi


dua tahap:
1. Tahap pertama terjadi pertumbuhan ukuran oosit yang cepat disertai dengan
perkembangan folikel kira-kira sampai dimulai pembentukan anthrum
(cairan) folikel. Perkembangan folikel pada tahap ini dimulai dari folikel
primer hingga folikel tersier awal (Soenardirahardjo dkk, 2011). Pada folikel
primer dan sekunder, belum terbentuk anthrum sehingga kedua folikel ini
disebut juga sebagai folikel preantral. Sedangkan folikel tersier disebut juga
folikel anthral karena telah memiliki anthrum folikuli. Karakteristik folikel
secara histologis dapat dijelaskan sebagai berikut:
Folikel primer
Merupakan folikel dengan ciri oosit telah dikelilingi oleh 1-2 lapis
sel granulosa yang berbentuk kuboid. Sel granulosa merupakan
diferensiasi dari sel epitel yang meliputi oosit. Peningkatan diameter
folikel disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah sel-sel granulosa
melalui proses proliferasi dan diferensiasi yang mengelilingi oosit
sehingga membran basal semakin terdesak untuk meluas (Hamny dkk,
2010).

Gambar 2.1.2.2.1 Folikel Primer pada Ovarium Mencit


(Hamny dkk, 2010)

Folikel sekunder
Merupakan folikel yang terdiri dari 2-12 lapis sel granulosa. Pada
folikel ini terlihat bahwa jumlah sel granulosa yang semakin meningkat
mengakibatkan diameter folikel semakin membesar akibat desakan sel-sel
tersebut. Pada tahap ini, oosit telah dikelilingi oleh suatu lapisan yang
disebut zona pelusida. Zona pelusida merupakan suatu glikoprotein yang
disekresikan oleh oosit dan sel granulosa dan berperan penting dalam
proses fertilisasi terutama pada proses binding spermatozoa pada oosit.
Lapisan sel-sel teka yang mengelilingi folikel juga mulai terlihat jelas. Selsel teka ini bersal dari sel-sel jaringan ikat ovarium yang kemudian
berdiferensiasi dan melingkupi sebelah luar sel-sel granulosa mengelilingi
folikel (Hamny dkk, 2010).

Gambar 2.1.2.2.2 Folikel Sekunder pada Ovarium Kancil. Tampak


Zona Pelusida (tanda panah) dan Sel Teka di Lapisan Luar Sel Granulosa
(Hamny dkk, 2010)

Folikel tersier
Pada tahap ini, telah terbentuk anthrum folikuli. Anthrum ini berisi
cairan yang mengandung hormon estrogen yang dihasilkan oleh sel-sel
granulosa atas rangsangan FSH dan LH kelenjar hipofisis. Dengan
semakin banyaknya cairan anthrum, oosit mulai bergerak di bagian tepi
folikel. Diameter folikel semakin membesar akibat pembentukan anthrum.
Folikel tersier yang oositnya sudah matur dan siap untuk diovulasikan
disebut folikel de Graaf (Hamny dkk, 2010).

Gambar 2.1.2.2.3 Folikel Tersier pada Ovarium Kancil. Tampak telah


Terbentuk Anthrum Folikel
(Hamny dkk, 2010)
2. Tahap berikutnya, oosit tidak bertambah besar, tetapi folikel secara cepat
bertambah besar disebabkan oleh hormon yang dihasilkan oleh kelenjar
hipofisis. Pada tahap ini, terjadi perkembangan folikel tersier hingga menjadi
folikel de Graaf dan siap untuk mengalami ovulasi (Soenardirahardjo dkk,
2011).
Tidak semua folikel akan berkembang hingga menjadi folikel de
Graaf. Pada manusia, hanya satu folikel dominan yang akan terpilih untuk
berovulasi setiap siklusnya (Guyton, 2012). Pada hewan, jumlah sel telur
yang diovulasikan setiap siklus pada periode estrus bergantung pada spesies
hewannya (Soenardirahardjo dkk, 2011). Seleksi folikel dominan ini
merupakan mekanisme yang kompleks yang melibatkan tidak hanya faktor
endokrin, tetapi juga faktor lokal ovarium sendiri. Folikel lain yang tidak
berkembang menjadi folikel dominan akan mengalami atresia (Evans, 2003).

Folikel de Graaf
Di dalam folikel de Graaf, oosit seperti terletak di suatu bukit yang
dibentuk oleh sel-sel folikel. Bukit tersebut disebut kumulus oophorus.
Adakalanya, beberapa penjuluran sel-sel folikel menunjang sebuah sel

telur, misal folikel de Graaf kelinci. Penjuluran-penjuluran folikel


demikian disebut retinakulum (Soenardirahardjo dkk, 2011).
Jika perkembangan folikel telah mencapai folikel de Graaf, hal ini
menunjukkan bahwa oosit yang ada di dalamnya telah siap untuk
diovulasikan. Dinding luar folikel de Graaf (stratum granulosum) terdiri
atas beberapa lapis sel folikel. Lapisan ini bersandar pada membran basalis
(teka). Lapisan sel-sel teka terdiri atas dua lapis, yaitu teka interna dan
teka eksterna. Jika sel telur berhasil diovulasikan, maka sisa folikel de
Graaf akan berkembang menjadi korpus luteum. Proses perubahan ini
berlangsung secara bertahap dan perkembangannya bergantung pada nasib
sel telur yang diovulasikan. Korpus luteum akan mensekresi hormon
estrogen, progesteron, dan inhibin (Soenardirahardjo dkk, 2011).

Gambar 2.1.2.2.4 Folikel de Graaf. Tampak telah Terbentuk Kumulus


Oophorus di Sekitar Oosit yang Telah Berada di Tepi Folikel
(Hamny dkk, 2010)
2.1.2.3 Tahap Pematangan
Maturasi

oosit

terjadi

bersamaan

dengan

pertumbuhan

folikel.

Perkembangan folikel berhubungan dengan perkembangan dan maturasi oosit


(Evans, 2003). Oosit akan mengalami maturasi hingga siap untuk diovulasikan
dan dibuahi. Oosit matur terdapat pada folikel de Graaf.

2.1.3 Regulasi Oogenesis dan Maturasi Oosit


Maturasi oosit in vivo berjalan bersamaan dengan perkembangan folikel.
Berbagai faktor yang meregulasi oogenesis juga dianggap mempengaruhi
maturasi oosit. Oogenesis diregulasi oleh berbagai faktor di luar ovarium dan di
dalam ovarium itu sendiri. Setiap faktor regulator memegang peran pentingnnya
masing-masing sesuai tahap perkembangan folikel. Perkembangan folikel
preantral lebih dominan diregulasi oleh faktor-faktor lokal ovarium dan folikel itu
sendiri. Oosit diketahui mampu memproduksi faktor larut air yang meregulasi
beberapa proses pada perkembangan folikel, termasuk ekspansi kumulus pada
periode preovulasi (Elvin et al, 2000). Faktor di luar ovarium yang meregulasi
oogenesis adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar hipothalamus dan
hipofisis. Mekanisme kontrol regulasi oogenesis terdiri dari tiga hierarki hormon
sebagai berikut:
1. Hormon yang dikeluarkan hipothalamus, yaitu Gonadotropin Releasing
Hormone (GnRH)
2. Hormon yang dihasilkan hipofisis anterior, yaitu Follicle Stimulating
Hormone (FSH) dan Luteneizing Hormone (LH). Keduanya disekresi sebagai
respon terhadap pelepasan GnRH dari hipothalamus
3. Hormon-hormon yang dihasilkan ovarium, yaitu estrogen dan progesteron
yang disekresi ovarium sebagai respon terhadap kedua hormon seks dari
kelenjar hipofisis anterior
Berbagai macam hormon ini disekresi dengan kecepatan yang sangat
berbeda pada berbagai bagian yang berbeda dari siklus menstruasi.
Mekanisme sistem umpan balik hormonal yang meregulasi oogenesis pada
wanita dapat dijelaskan sebagai berikut (Guyton,2012):

Hipothalamus mulai mensekresi GnRH untuk merangsang hipofisis


anterior mengeluarkan FSH dan LH. Pada awalnya, sekresi FSH
meningkat lebih banyak daripada LH dan menyebabkan perkembangan
folikel primordial hingga menjadi folikel preantral. Beberapa hari
kemudian, kadar LH meningkat. FSH dan LH menstimulasi target selnya
dengan terlebih dahulu berikatan pada reseptornya yang sangat spesifik
di membran sel targetnya. Hormon-hormon ini merangsang pertumbuhan
folikel ovarium. Fase ini disebut sebagai fase folikuler ovarium. Dengan

adanya LH, folikel ovarium mulai terstimulasi memproduksi estrogen


kira-kira pada hari ke-12,5-13 dari siklus menstruasi. Selama 11-12 hari
pertama pertumuhan folikel, kecepatan sekresi FSH dan LH akan sedikit
berkurang akibat efek umpan balik negatif dari estrogen. Kemudian,
ketika akan terjadi ovulasi, kadar LH akan meningkat secara bermakna
disertai sedikit peningkatan FSH. Peristiwa ini dikenal dengan LH-surge
atau lonjakan LH dan FSH preovulasi yang akan diikuti dengan

terjadinya ovulasi.
Setelah ovulasi, korpus luteum tetap mensekresi sejumlah besar
progesteron dan sedikit estrogen serta inhibin. Semua hormon ini
mempunyai efek umpan balik negatif terhadap kelenjar hipofisis anterior
dan hipothalamus sehingga menyebabkan penekanan sekresi FSH, LH,
dan GnRH hingga mencapai kadar terendahnya kira-kira 3-4 hari

sebelum dimulainya siklus menstruasi yang baru.


Usia korpus luteum pada manusia adalah 12 hari. Dua sampai tiga hari
sebelum menstruasi,korpus luteum mengalami regresi dan berinvolusi
total sehingga sekresi progesteron, estrogen, dan inhibin menjadi sangat
rendah. Hal ini menyebabkan hipothalamus menanggapi umpan balik
negatif

dari

rendahnya

kadar

hormon-hormon

tersebut

dengan

mensekresi GnRH sekitar 1 hari sebelum menstruasi dan memulai siklus


menstruasi yang baru.

Gambar 2.1.3.1 Mekanisme Umpan Balik Negatif HipothalamusHipofisis Anterior-Ovarium


(Guyton, 2012)
Menurut Hafez, kontrol perkembangan dan seleksi folikel ovarium,
tampaknya dilakukan melalui 3 level (Hafez and Hafez, 2000):
1. Hormon gonadotropin menginisiasi perkembangan folikel dan pembentukan
hormon intrafolikuler
Selama beberapa hari pertama siklus menstruasi, konsentrasi FSH
maupun LH yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat sedikit
menjadi sedang, dengan peningkatan FSH yang sedikit lebih besar daripada
LH dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon ini, khususnya

10

FSH, mempercepat pertumbuhan 6-12 folikel primer setiap bulan. Efek


awalnya adalah proliferasi sel-sel granulosa yang berlangsung cepat, sehingga
meningkatkan lebih banyak lagi lapisan sel-sel tersebut. Selain itu, sel-sel
berbentuk kumparan yang berasal dari interstitial ovarium berkumpul menjadi
beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk massa sel kedua yang
disebut sel teka. Teka terbagi menjadi dua lapisan, yaitu teka interna dan teka
eksterna. Di dalam teka interna, sel-selnya mempunyai karakteristik epitelium
yang mirip dengan sel-sel granulosa dan mampu untuk mensekresi hormon
steroid intrafolikel (estrogen dan progesteron) (Guyton, 2012).
Hormon estrogen dan progesteron adalah steroid yang disintesis di
ovarium dari kolesterol yang berasal dari darah, dan sebagian kecil dari asetil
CoA yang molekul multipelnya dapat berkombinasi membentuk inti steroid
yang cocok. Selama sintesis, progesteron dan hormon-hormon androgen
(testosterone dan androstenedione) akan disintesis terlebih dahulu. Kemudian,
ketika fase folikuler ovarium, hampir semua androgen dan sebagian besar
progesteron dirubah menjadi hormon-hormon estrogen oleh enzim aromatase
yang berada pada sel granulosa folikel. Proses ini disebut proses aromatisasi
yang dirangsang oleh FSH. Oleh karena sel teka tidak memiliki enzim
aromatase, sel-sel tersebut tidak dapat merubah androgen menjadi estrogen.
Namun, hormon androgen yang dihasilkan sel teka mampu berdifusi ke luar
sel teka dan masuk ke dalam sel granulosa untuk mengalami aromatisasi
menjadi estrogen (Guyton, 2012).

11

Gambar 2.1.3.2 Sintesis Estrogen, Progesteron, dan Androgen oleh Folikel


(Guyton, 2012)
Pertumbuhan awal folikel primer sampai tahap antral folikel
dirangsang oleh FSH saja. Kemudian terjadi pertumbuhan folikel yang sangat
cepat. Percepatan pertumbuhan ini terjadi oleh karena mekanisme sebagai
berikut: a). Estrogen disekresi ke dalam folikel dan menyebabkan sel
granulosa membentuk sejumlah reseptor FSH yang semakin banyak; keadaan
ini menyebabkan efek umpan balik positif karena estrogen membuat sel-sel
granulosa semakin sensitif terhadap FSH. b). FSH dari hipofisis dan estrogen
bersama-sama memacu terbentuknya reseptor LH pada sel granulosa
sehingga folikel nantinya tidak hanya terstimulasi oleh FSH saja, tetapi juga
oleh LH. LH akan memicu peningkatan sekresi folikuler yang lebih cepat
lagi. c). Estrogen folikel yang meningkat ditambah dengan LH yang
meningkat menyebabkan terjadinya peningkatan proliferasi dan sekresi dari
sel-sel teka (Guyton, 2012).
Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih, sebelum
terjadinya ovulasi, salah satu folikel tumbuh melebihi yang lain menjadi
folikel dominan. Sedangkan, folikel yang lain mengalami involusi menjadi
folikel atresia (Hafizuddin dan Akmal, 2012).

12

2. Folikel dominan memproduksi growth factor yang mensupresi perkembangan


folikel yang lain melalui mekanisme negative feedback gonadotropin.
Growth factor ini secara fisiologis penting dalam meregulasi
proliferasi sel granulosa dan replikasi sel. Sumber dari growth factor ini
antara lain diperkirakan berasal dari sel-sel teka folikel sehingga dapat
dikatakan bahwa growth factor ini berasal dari faktor lokal ovarium (Mousa,
2002).
3. Faktor lokal folikel ovarium, yang meningkatkan stimulasi gonadotropin pada
folikel
2.2
2.2.1

Maturasi Oosit
Gambaran Oosit Matur
Oosit matur akan diovulasikan setiap siklus menstruasi atau siklus estrus.

Jumlah oosit yang diovulasikan bergantung pada jenis spesies. Oosit pre ovulasi
di dalam folikel de Graaf akan bergerak ke arah tepi dan siap untuk keluar dari
folikel pada saat ovulasi (Hafizuddin dan Akmal, 2012). Pada saat ini, cairan
folikel yang mengisi anthrum mencapai jumlah maksimal dan kumulus oophorus
mulai berdesintegrasi sehingga oosit berikut selaputnya bebas bergerak dalam
folikel. Pada waktu itu, pada mammalia terjadi pelepasan badan kutub (polar
body) pertama (Soenardirahardjo dkk, 2011). Oosit melepaskan polar body I, yang
mengandung kromosom pelengkap haploid. Setelah pembelahan meiosis pertama
sempurna, pembelahan meiosis kedua dimulai hingga tahap metafase II. Setelah
tahap ini, oosit akan beristirahat sampai terjadi kontak dengan sel spermatozoa
(Mousa, 2002).
Maturasi oosit meliputi maturasi nukleus dan maturasi sitoplasma oosit.
Untuk melihat pematangan sitoplasma oosit in vitro dapat diamati melalui
diferensiasi sel-sel granulosa. Oosit yang sudah mengalami pematangan
sitoplasma, sel-sel granulosanya akan tampak longgar. Sedangkan oosit yang
belum matang, sel-sel granulosa akan tampak rapat dan berwarna hitam
(Widayanti, 1999).
Maturasi oosit merupakan peristiwa yang berhubungan dengan inisiasi
perusakan vesikel germinal (germinal vesicle break down) dan selesainya
pembelahan meiosis yang pertama. Ada beberapa komponen yang esensial untuk
indikasi maturasi, yaitu antara lain: terputusnya membran nukleus yang disebut

13

germinal vesicle breakdown (GVBD), ekstrusi polar body pertama, dan ekspansi
sel-sel kumulus. Ekspansi sel-sel kumulus bertepatan dengan terjadinya
pembelahan meiosis (Widayanti, 1999). Tahap-tahap maturasi oosit secara in
vitro, dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 2.2.1.1 dan 2.2.1.2 Oosit Dengan Pewarnaan Orcein 1% dan


Pembesaran Mikroskop 400x (A) Nukleolus Oosit dalam Vesikel Germinal
(B) Fase Germinal Vesicle Breakdown
(Schatten and Sun, 2011)
Secara skematik, tahap maturasi oosit dijelaskan lebih rinci melalui
gambar berikut. Maturasi oosit dimulai dengan inisiasi perusakan vesikel
germinal. Kemudian terjadilah germinal vesicle breakdown sebagai awal
terjadinya meiosis I (Schatten and Sun, 2011).

14

Gambar 2.2.1.3 Diagram Skematik Tahap Maturasi Oosit


a. Nukleolus Oosit dalam Vesikel Germinal; b. Germinal Vesicle Breakdown
(GVBD); c. Oosit pada Fase Metafase Meiosis I; d. Oosit pada Fase Anafase
Meiosis I dan Pembentukan Polar Body I (PBI); e. Fase Metafase Meiosis II;
f. Fase Anafase Meiosis II dan Pengeluaran Polar Body II (fase f terjadi
setelah fertilisasi)
(Schatten and Sun, 2011)

15

BAB 3
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam makalah ini, kesimpulan
yang dapat diambil adalah:
TGF- merupakan salah satu faktor lokal ovarium yang mempengaruhi
maturasi oosit dengan menginisiasi sel granulosa folikel ovarium untuk
meningkatkan sensitifitasnya terhadap rangsangan FSH dalam memproduksi
hormon 17-estradiol. Hormon 17-estradiol dan FSH akan meningkatkan
jumlah reseptor LH pada sel teka dimana LH menginduksi maturasi oosit.

16

Anda mungkin juga menyukai