Anda di halaman 1dari 11

Meratus Jaya Iron and Steel

Dalam Simposium Nasional Pengembangan Industri Baja: Masa Mendatang dan Tantangannya yang
dilaksanakan pada tanggal 23 Maret 2006 di Jakarta, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla memberikan
sambutan sebagai Keynote Speaker dan menugaskan kepada Departemen Perindustrian untuk
mengkoordinasikan berbagai potensi nasional dalam rangka pengembangan industri besi baja berbasis
sumber daya lokal di Kalimantan Selkatan. PT Krakatau Steel (Persero) atau KS, sebuah BUMN dan
merupakan perusahaan baja terbesar di Indonesia, kemudian melaksanakan penelitian dan kajian untuk
pengembangan industri besi baja di Kalimantan Selatan. Kajian meliputi aspek teknologi, ketersediaan
dan pasokan bahan baku, ketersediaan infastruktur dan utilitas, aspek kelayakan ekonomis, serta aspek
dampak sosial ekonomis masyarakat lokal. Kajian menyimpulkan hal-hal sebagai berikut:

Sebagian besar bijih besi yang terdapat di Kalimantan Selatan termasuk dalam jenis laterit.

Teknologi yang sesuai untuk mengolah bijih besi tersebut adalah teknologi rotary kiln.

Lokasi yang paling sesuai untuk mendirikan pabrik adalah di KAPET Batulicin.

Infrastruktur dan utilitas pendukung industri besi baja belum tersedia.

Masyarakat lokal sangat mendukung kehadiran industri besi baja di daerahnya.

KS menyadari bahwa kompetensinya adalah dalam industri manufaktur besi dan baja, namun dalam
pengembangan industri besi baja di Kalimantan Selatan ini

diperlukan kompetensi lain yaitu

pertambangan. Akhirnya KS bermitra dengan PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM), BUMN yang
kompetensi utamanya dalam bidang industri pertambangan. Kedua perusahaan besar ini kemudian
membentuk perusahaan patungan yang diberi nama PT Meratus Jaya Iron & Steel (MJIS) untuk
mewujudkan rencana pengembangan industri besi baja di Kalimantan Selatan.
Proyek industri besi dan baja, Kalimantan Ironmaking Project, dibangun oleh MJIS di Batulicin,
Kabupaten Tanah Bumbu, Provinsi Kalimantan Selatan. Pabrik yang dibangun dalam proyek ini adalah
merupakan pabrik besi baja yang pertama kali menggunakan bijih besi jenis laterit yang banyak dijumpai
di Kalimantan. Pabrik dibangun di KAPET (Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu) di atas lahan
seluas lebih kurang 117 Ha yang awalnya merupakan aset Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan
kemudian dijadikan modal penyertaan ke dalam ekuitas perseroan MJIS.
Pembangunan Proyek Kalimantan dilaksanakan bertahap diimulai dengan pembangunan pabrik
ironmaking (pengolahan bijih besi) yang menggunakan teknologi reduksi langsung (Direct Reduced Iron)
Rotary Kiln berkapasitas terpasang 315.000 ton per tahun.
Pengembangan lebih jauh ke hulu akan diarahkan untuk memiliki dan mengoperasikan tambang bijih
besi dan batubara agar kelangsungan pasokan bahan baku terjamin, sedangkan pengembangan ke hilir
difokuskan untuk peningkatan kapasitas produksi ke arah produksi dengan pembangunan pabrik
pengolahan baja (steelmaking). Gambar di bawah ini menunjukkan skema pengembangan tersebut:

Pabrik pengolahan bijih besi saat ini mempunyai fasilitas antara lain:
2 (dua) Unit Rotary Kiln dengan kapasitas 315.000 ton per tahun

Pembangkit lsitrik kapasitas 2 x 14 MW

Preparasi bahan baku

Pengolahan Boiler feed water

Material Handling.

Maket di bawah ini menunjukkan rancang bangun pabrik DRI Rotary Kiln yang dibangun oleh PT Meratus
Jaya Iron & Steel.

Produk utama pabrik adalah Direct Reduced Iron atau dikenal sebagai besi spons dikarenakan nbentuk
visualnya. Saat ini KS merupakan product offtaker, sehingga sebagian besar produk dibeli oleh KS
untuk digunakan sebagai bahan baku pengumpan pada fasilitas pengolahan bajanya.

Bagan alur proses produksi DRI (besi spons) sebagaimana gambar di bawah ini;

Selama proses kimia di dalam kiln gas buang yang panas dimanfaatkan untuk membangkitkan tenaga
listrik melalui fasilitas pembangkit tenaga listrik. Penggunaan tenaga listrik untuk pabrik dan domestik di
MJIS lebih kurang berjumlah 8 MW sehingga terdapat excess power yang kemudian dijual kepada PT
PLN (Persero) sehingga MJIS memperoleh tambahan penghasilan.

Dalam rangka pendanaan proyek MJIS telah melakukan perjanjian pinjaman dengan PT Bank BRI
(Persero) Tbk. Skema bisnis menyangkut proyek sebagaimana tergambar dalam gambar berikut:

Sejak dimulainya tahap konstruksi MJIS bersama-saama dengan kontraktor EPC dan para
subkontraktornya telah memberikan perhatian terhadap penciptaan nilai tambah bagi masyarakat sekitar.
Hampir semua pekerja konstruksi adalah penduduk lokal, sementara para pedagang lokal berpartisipasi
dalam penyediaan keperluan sehari-hari para pekerja. MJIS juga mengundang para pemilik tambang
lokal untuk ikut dalam pemasokan bahan baku pabrik. Perusahaan juga memerlukan dukungan lokal
khusunya dalam aktivitas-aktivitas berikut:

Pasokan air bersihClean water supply

Pasokan batu kapur

Pasokan tenaga kerja operasional, baik yang skilled maupun unskilled

Jasa kepelabuhan dan bongkar muat

Penyediaan akses jalan ( antara pabrik dan pelabuhan)

Transportasi darat untuk bahan baku dan produk

Jasa alihdaya yang terkait.

Untuk menjaga keberlangsungan pasokan para pemasok lokal didorong untuk memasuki ikatan kontrak
pasokan jangka panjang. Sementara itu infrastruktur dan utilitas dibangun melalui kerjasama saling
menguntungkan dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Tanah Bumbu dan para pengusaha lokal.

Pada saat MJIS memasuki masa operasi dan komersial diperlukan karyawan lebih kurang 200 orang,
sebagian besar adalah staf operasional yang direkrut dari Kabupaten Tanah Bumbu dan kabupaten lain
di Kalimantan Selatan. Penduduk lokal yang direkrut mencapai lebih kurang 55%.
Apabila semuanya terkelola dengan baik kehadiran MJIS pasti akan memberikan efek multiplier
ekonomis, dan dengan demikian Perusahaan telah memberikan kontribusi dalam pengembangan
kesejahteraan masyarakat yang merupakan tugas yang paling penting namun sulit dalam dimensi
tanggung jawab sosial perusahaan.

Produk IRK 1

Produk IRK 2

Return Char

Fly Ash

RI Masih Sering Impor Baja Dari 3 Negara Ini


Jakarta -Ketergantungan Indonesia untuk mengimpor produk baja setiap tahunnya terbilang masih tinggi.
Umumnya baja yang diimpor tidak diproduksi di dalam negeri atau produksi yang masih minim.
Misalnya untuk baja kasar saja atau crude steel ini kebutuhan kita di tahun 2013 diprediksi mencapai 12
juta ton, produksi di dalam negeri baru 6 juta ton belum lagi yang diekspor. Impornya kurang lebih 6
sampai 7 juta ton/tahun, ungkap Direktur Jenderal Basis Industri Manufaktur Kementerian Perindustrian,
Benny Wahyudi saat ditemui di Hotel Grand Melia Jakarta, Kamis (12/12/2013).
Sedangkan menurut Benny, di tahun 2012 saja produksi sponge iron sebesar 1,2 juta ton dan baja kasar
yang terdiri dari slab baja sebesar 1,2 juta ton, billet baja 4,2 juta ton.
Total produksi baja kasar (slab dan billet) mencapai 5,4 juta ton pada tahun 2012. Total konsumsi baja
kasar nasional pada tahun 2012 sebanyak 9,2 juta ton dimana kekurangan dipenuhi dari impor sebesar
3,8 juta ton.
Tiga negara utama pemasok baja impor ke Indonesia adalah China, Singapura dan Jepang. Sementara
nilai impor produk baja tahun ini secara keseluruhan mulai dari hulu, intermediete dan hilir mencapai US$
13,44 miliar meningkat dari tahun sebelumnya sebesar US$ 10,7 miliar.
Dengan besarnya permintaan pasar dalam negeri, pemerintah akhirnya membuka keran investasi dan
hasilnya ada 7 investasi baru di sektor baja seperti PT Krakatau Posco, PT Batulicin Steel, PT Jogja
Magasa Iron, PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), PT Indoferro, PT Meratus Jaya Iron and Steel, dan PT
Delta Prima Steel.
Diharapkan dengan adanya industri baja baru ini, tidak terjadi bottle neck permintaan baja. Peningkatan
produksi bisa sampai tahun 2025 besarannya 10-15 juta ton, cetusnya.

Anda mungkin juga menyukai