Anda di halaman 1dari 10

EXPERTISE ORIENTED MODEL

(COUNTENANCE EVALUATION MODEL)

A. Pendahuluan
Perkembangan model evaluasi termasuk suatu fenomena yang menarik. Dahulu,
orang banyak mempelajari evaluasi dengan kajian utamanya adalah tes dan pengukuran.
Evaluasi lebih banyak diarahkan kepada dimensi hasil saja, belum masuk ke dimensidimensi yang lainnya. Studi tentang evaluasi belum begitu menarik perhatian orang
banyak, karena dinilai kurang memiliki nilai praktis. Baru sekitar tahun 1960-an, studi
tentang evaluasi mulai berdiri sendiri dan menjadi salah satu program studi di perguruan
tinggi.
Selanjutnya, sekitar tahun 1972, model evaluasi mulai berkembang. Diawali
dengan adanya pandangan alternatif dari para ahli (expert). Pandangan alternatif yang
dilandasi dengan sebuah paradigma fenomenologi, banyak menampilkan model-model
evaluasi.
Dari sekian banyak model-model evaluasi yang dikemukakan, tes dan
pengukuran tidak lagi menempati posisi yang menentukan. Penggunaannya hanya untuk
tujuan tertentu saja, bukan lagi menjadi suatu keharusan. Tes dan pengukuran tidak lagi
menjadi parameter kualitas suatu studi evaluasi yang dilakukan.
Dalam studi tentang evaluasi, banyak sekali dijumpai model-model evaluasi
dengan format atau sistematika yang berbeda, diantaranya:
1. Objective Oriented Model (Goal Oriented Model), yang dikembangkan oleh Tyler.
2. Management Oriented Model (CIPP Evaluation Model), yang dikembangkan oleh
Stufflubem dkk.
3. Consumer Oriented Model (CSE-UCLA Evaluation Model), yang dikembangkan
Center for the Study of Evaluation-University of California in Los Angeles.

4. Expertise Oriented Model (Countenance Evaluation Model), yang dikembangkan


oleh Stake.
5. Adversary

Oriented

Model

(Formatif-Summatif

Evaluation

Model),

yang

dikembangkan oleh Michael Scriven.


6. Naturalistic and Participant Oriented Model (Goal Free Evaluation Model), yang
dikembangkan oleh Michael Scriven.
Dalam makalah ini, akan dikemukakan salah satu dari model-model evaluasi di
atas, yaitu Expertise Oriented Model (Countenance Evaluation Model).

B. Konsep Model Evaluasi


Model ini dikembangkan oleh Stake. Menurut ulasan tambahan yang diberikan
oleh Fernandes (1984), model Stake ini menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal
pokok, yaitu: (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgments); serta
membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu: (1) anteseden
(antecedents/context), (2) transaksi (transaction/process), dan (3) keluaran (output
outcomes). Oleh Stake, model evaluasi yang diajukan dalam bentuk diagram (matriks),
yang menggambarkan deskripsi dan tahapan dalam evaluasi program sebagai berikut:
Rational

Intens

Observatio

Standard

Judgemen
t

Antecedents
Transaction
Outcomes
Description Matrix

Gambar 1: Evaluasi Model Stake

Judgement Matrix

Tiga hal yang dituliskan di antara dua matriks, menunjukkan objek atau sasaran
dari evaluasi. Dalam setiap program yang dievaluasi, evaluator harus mampu
mengidentifikasikan tiga hal, yaitu:
1. Antecedents, yang diartikan sebagai input/masukan. Contohnya: latar belakang guru
dan peserta didik, ketersediaan sumber daya.
2. Transaction, yang diartikan sebagai proses. Contohnya: interaksi antara guru dengan
peserta didik.
3. Outcomes, yang diartikan sebagai hasil. Contohnya: hasil belajar peserta didik.
Selanjutnya, kedua matriks yang digambarkan sebagai deskripsi (description) dan
pertimbangan (judgement), yang menunjukkan langkah-langkah yang terjadi selama
proses evaluasi.
Matriks pertama, yaitu matriks deskripsi, berkaitan atau menyangkut dua hal
yang menunjukkan posisi sesuatu (yang menjadi sasaran evaluasi), yaitu:
1. apa maksud/tujuan yang diharapkan oleh program (intens) dan
2. apa yang sesungguhnya terjadi atau apa yang benar-benar terjadi (observation).
Selanjutnya, evaluator mengikuti matriks yang ke dua, yaitu matriks pertimbangan,
yang menunjukkan langkah pertimbangan (judgement), yang dalam langkah tersebut
mengacu pada standar acuan (standard).
Menurut Stake, ketika evaluator sedang mempertimbangkan program, mereka
harus melakukan dua perbandingan, yaitu:
1. membandingkan kondisi hasil evaluasi program tertentu dengan yang terjadi pada
program yang lain, dengan objek sasaran yang sama;
2. membandingkan kondisi hasil pelaksanaan program dengan standar yang
diperuntukkan bagi program yang bersangkutan, didasarkan pada tujuan yang akan
dicapai.

Misalkan ingin dilakukan evaluasi terhadap Kurikulum Tingkat Satuan


Pendidikan (KTSP) dengan menggunakan model Stake ini, maka tahapan dalam
evaluasinya sebagai berikut:
1. Matriks Deskripsi
a. Kategori pertama dari matriks deskripsi adalah intens.
Intens diartikan sebagai sesuatu yang direncanakan pengembang kurikulum atau
program. Dalam konteks KTSP, kurikulum tersebut adalah kurikulum yang
dikembangkan atau digunakan oleh satu satuan pendidikan. Sedangkan program
adalah silabus dan Rencana Program Pengajaran (RPP) yang dikembangkan
guru. Guru sebagai pengembang program merencanakan keadaan/persyaratan
yang diinginkannya untuk suatu kegiatan kelas tertentu. Misalnya yang
berhubungan dengan minat, kemampuan, pengalaman, dan lain sebagainya dari
peserta didik. Kategori ini terdiri atas antecedents (input/masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil).
b. Kategori ke dua dari matriks deskripsi adalah observation.
Observation berhubungan dengan apa yang sesungguhnya terjadi sebagai
implementasi yang diinginkan pada kategori yang pertama. Kategori ini juga
sebagaimana yang pertama terdiri atas antecedents (input/masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil). Evaluator harus melakukan observasi
(pengumpulan data) mengenai antecedents (input/masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil) yang ada di suatu satuan pendidikan.
2. Matriks Pertimbangan
a. Kategori pertama dari matriks pertimbangan adalah standard.
Standard adalah kriteria mengenai antecedents (input/masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil) yang harus dipenuhi oleh suatu kurikulum atau
program yang dijadikan evaluan. Standar dapat dikembangkan dari karakteristik
yang dimiliki kurikulum, tetapi dapat juga dari yang lain (mutually adaptive).

b. Kategori ke dua dari matriks pertimbangan adalah judgement.


Judgement adalah kategori pertimbangan. Kategori ini menghendaki evaluator
melakukan pertimbangan dari apa yang telah dilakukan dari kategori yang
pertama dan ke dua pada Matriks Deskripsi sampai kategori pertama pada
Matriks Pertimbangan. Suatu evaluasi harus sampai kepada pemberian
pertimbangan terhadap antecedents (input/masukan), transaction (proses), dan
outcomes (hasil).

C. Prosedur Pelaksanaan Evaluasi


Menurut Woods (1988), dalam melakukan evaluasi sebelum melakukan
pengumpulan data, maka para evaluator harus bertemu terlebih dahulu untuk membuat
kerangka acuan yang berhubungan dengan antecedents (input/masukan), transaction
(proses), dan outcomes (hasil). Hal tersebut dilakukan tidak hanya untuk memperjelas
tujuan evaluasi, tetapi juga untuk melihat apakah model evaluasi Countenance Stakes
konsisten

terhadap

transaction

(proses)

yang

berkaitan

dengan

antecedents

(input/masukan) dan outcomes (hasil).


Kemudian, evaluator mengumpulkan data mengenai apa yang diinginkan
pengembang program, baik yang berhubungan dengan kondisi awal, proses, dan hasil.
Data dapat dikumpulkan melalui studi dokumen atau dapat pula melalui wawancara.
Setelah itu, evaluator mengadakan analisis congruence (kesesuaian) antara apa
yang dikemukakan dalam tujuan (intens) dengan apa yang sesungguhnya terjadi dalam
pelaksanaannya (observation). Perlu diperhatikan apakah yang telah direncanakan
dalam tujuan sesuai dengan pelaksanaanya di lapangan atau terjadi penyimpanganpenyimpangan.
Tugas evaluator berikutnya adalah memberikan pertimbangan (judgement)
mengenai program yang sedang dikaji, yang berhubungan dengan kondisi awal, proses,
dan hasil, dengan mengacu pada suatu standar (standard).

D. Studi Kasus: Evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Mata


Pelajaran Matematika Kelas 8 di SMP 171 Jakarta
Untuk melakukan evaluasi terhadap Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) mata pelajaran matematika kelas 8 di SMP 171 Jakarta dengan menggunakan
model Expertise Oriented (Countenance Evaluation), maka tahapan dalam evaluasinya
sebagai berikut:
1. Matriks deskripsi kategori intens (maksud/tujuan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
1) Mengevaluasi hasil belajar matematika dari peserta didik di kelas 7.
2) Mengevaluasi kompetensi guru matematika, dimana guru yang akan
mengajar harus memenuhi persyaratan sebagai tenaga pengajar dan
pendidik, khususnya dalam mata pelajaran matematika.
3) Mengevaluasi sarana dan prasarana yang ada, dimana pelaksanaan kegiatan
belajar-mengajar harus didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai.
b. Komponen transaction (proses)
1) Mengevaluasi penguasaan guru matematika terhadap bahan pembelajaran
matematika untuk kelas 8.
2) Mengevaluasi interaksi guru matematika dengan peserta didik dalam
kegiatan belajar-mengajar di kelas.
3) Mengevaluasi proses belajar matematika dari peserta didik di kelas 8.
c. Komponen outcomes (hasil)
Mengevaluasi hasil belajar matematika dari peserta didik di kelas 8.

2. Matriks deskripsi kategori observation (hasil pengamatan)


a. Komponen antecedents (masukkan)
1) Melihat hasil evaluasi summatif matematika dari peserta didik di kelas 7.
2) Melakukan pengamatan terhadap kompetensi guru matematikanya.
3) Melakukan pengamatan terhadap keadaan sarana dan prasarananya.
b. Komponen transaction (proses)
1) Melakukan pengamatan terhadap pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar
mata pelajaran matematika di kelas 8.
2) Melihat hasil evaluasi formatif matematika dari peserta didik di kelas 8.
c. Komponen outcomes (hasil)
Melihat hasil evaluasi summatif matematika dari peserta didik di kelas 8.
3. Matriks pertimbangan kategori standard (acuan)
a. Komponen antecedents (masukkan)
1) Standar acuan untuk hasil belajar matematika (dilihat dari hasil evaluasi
summatif matematika) dari peserta didik di kelas 7 adalah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di SMP 171 Jakarta.
2) Standar acuan untuk kompetensi guru matematika adalah 4 kompetensi guru,
meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan kompetensi professional.
3) Prasarana: ruang belajar, ruang praktik, perpustakaan, toilet, kantin.
Sarana pendukung: sumber belajar (buku dan modul), media belajar (OHP,
LCD, komputer), dan teknologi informasi.

b. Komponen transaction (proses)


1) Standar acuan untuk penguasaan guru matematika terhadap bahan
pembelajaran dan interaksi dengan peserta didik adalah kompetensi
professional dan kompetensi pedagogik guru.
2) Standar acuan untuk proses belajar matematika (dilihat dari hasil evaluasi
formatif matematika) dari peserta didik di kelas 8 adalah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di SMP 171 Jakarta.
c. Komponen outcomes (hasil)
Standar acuan untuk hasil belajar matematika (dilihat dari hasil evaluasi
summatif matematika) dari peserta didik di kelas 8 adalah Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di SMP 171 Jakarta.
4. Matriks pertimbangan kategori judgement
a. Komponen antecedents (masukkan)
1) Pertimbangan terhadap hasil belajar matematika (dilihat dari hasil evaluasi
summatif matematika) dari peserta didik di kelas 7 dengan mengacu pada
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di SMP 171
Jakarta.
2) Pertimbangan terhadap kompetensi guru matematika dengan mengacu pada
4 kompetensi guru.
3) Pertimbangan

terhadap

sarana

dan

prasarana

yang

ada,

apakah

memadai/tidak memadai untuk mendukung pelaksanaan kegiatan belajarmengajar.


b. Komponen transaction (proses)
1) Pertimbangan terhadap penguasaan guru matematika terhadap bahan
pembelajaran matematika untuk kelas 8 dengan mengacu pada kompetensi
professional guru.

2) Pertimbangan terhadap interaksi guru matematika dengan peserta didik


dengan mengacu pada kompetensi pedagogik guru.
3) Pertimbangan terhadap proses belajar matematika (dilihat dari hasil evaluasi
formatif matematika) dari peserta didik di kelas 8 dengan mengacu pada
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di SMP 171
Jakarta.
c. Komponen outcomes (hasil)
Pertimbangan terhadap hasil belajar matematika (dilihat dari hasil evaluasi
summatif matematika) dari peserta didik di kelas 8 dengan mengacu pada
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mata pelajaran matematika di SMP 171
Jakarta.

10

Gambar 2: Matriks Evaluasi KTSP Mata Pelajaran Matematika Kelas 8 di SMP 171 Jakarta

Anda mungkin juga menyukai