HT Kronis
HT Kronis
BAB I
PENDAHULUAN
Hipertensi dalam kehamilan merupakan 15 % dari penyulit kehamilan dan
salah satu dari tiga penyebab tertinggi mortalitas dan morbiditas ibu bersalin.
Hipertensi ini dapat berupa Hipertensi Kronis, Hipertensi Gestational maupun
berkembang lebih jauh menjadi Preeklampsia maupun Eklampsia. Di Indonesia
mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi.
Hal ini disebabkan selain oleh etiologi tidak jelas, juga oleh perawatan dalam
persalinan masih ditangani oleh petugas non medik dan sistem rujukan yang
belum sempurna.
Berdasarkan data dari WHO (World Health Organization) pada tahun 2005
terdapat
536.000
ibu
hamil
meninggal
akibat
hipertensi
dalam
kehamilan. Kejadian ini terjadi hampir di seluruh dunia. Angka Kematian Ibu
(AKI) di Asia Tenggara berjumlah 35 per 100.000 kelahiran hidup. Hasil laporan
WHO pada tahun 2005 juga menyatakan bahwa di Indonesia AKI tergolong
tinggi dengan 420 per 100.000 kelahiran hidup (WHO, 2005).
Hasil dari SDKI (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia) tahun 2012,
menyatakan bahwa sepanjang tahun 2007-2012 kasus kematian ibu melonjak
naik. Pada tahun 2012 AKI mencapai 359 per 100.000 penduduk atau
meningkat sekitar 57% bila dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2007,
yaitu sebesar 228 per 100.000 penduduk. Hal ini disebabkan karena terjadinya
bumil risti (ibu hamil dengan
risiko tinggi)
BAB II
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama
: Ny. K
Umur
: 46 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Kemantren
Pekerjaan
Pendidikan
: SD
Status Perkawinan
: Menikah
Agama
: Islam
Suami
: Tn. S
Umur
: 50 tahun
Pekerjaan
: Buruh
II. Anamnesis
Keluhan Utama : pusing, pegal-pegal
Riwayat Penyakit Sekarang
Ibu G3P2A0 merasa hamil 9 minggu datang ke puskesmas Sendang
dengan keluhan pusing dan pegal-pegal yang dirasakan sejak kurang lebih
3 hari yang lalu. Keluhan disertai kedua kaki bengkak. Keluhan tidak
disertai mual, muntah, keputihan, gangguan BAK dan BAB tidak
dirasakan pasien. Riwayat trauma disangkal. Riwayat alergi obat dan
makanan disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat penyakit hipertensi (+) sejak 1 tahun yang lalu.
- Riwayat diabetes melitus, asma, penyakit jantung dan paru disangkal
Riwayat keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, asma, penyakit jantung dan
paru pada keluarga disangkal
Riwayat Obstetri
Riwayat kehamilan : hamil anak ketiga, belum pernah keguguran
III.
Riwayat Kontrasepsi
menggunakan KB pil
Riwayat Haid
HPHT : 06-12-2015
TP : 13-09-2016
Menarce : 11 tahun
Siklus haid teratur 28 hari selama 5-6 hari.
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum
: tampak sakit sedang
Kesadaran
: Composmentis
Tanda Vital
: TD : 150/100 mmHg
Nadi : 80 x/ menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 C
Status gizi
: BB= 74 kg, TB= 159 cm, LILA= 31,4 cm
Kepala
: normosephal, conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/Leher
: tidak ada pembesaran KGB
Thoraks
: normothoraks
Cor
: BJ I II reguler, murmur (-), gallop (-)
Pulmo : VBS kanan = kiri, rhonki -/-, wheezing -/Abdomen
: cembung, lembut
Bising usus (+), 12 x/menit
Nyeri tekan (-)
Ekstermitas
oedem +/+
Status Obstetri
Inspeksi
Wajah : chloasma gravidarum (+)
Abdomen : cembung, lembut, nyeri tekan (-), defance muskular (-),
PS/PP (-)
Palpasi
Ballotement (+) 3 jari di atas simpisis pubis
VI.
Terapi
Dopamed tab 500 mg no. X
3 dd tab 1. pc
Fe tab no. XXX
0-0-1
VII.
Prognosis
Quo ad Vitam
: Ad Bonam
Quo ad Functionam : Ad Bonam
Quo ad Sanationam : Ad Bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
setiap
bentuk
hipertensi
yang
berhubungan
dengan
kehamilan. Istilah ini telah dipilih untuk menekankan hubungan sebab dan
akibat antara kehamilan dan hipertensi preeklamsi dan eklamsi.5
Wanita hamil dengan hipertensi secara luas dapat dibagi menjadi 3
kategori yaitu hipertensi kronis, hipertensi non-proteinuri (kadang dikenal
sebagai pregnancy-induced hypertension), dan pre-eklamsi. Menurut The
International Society for the Study of Hypertension in Pregnancy (ISSHP)
klasifikasi hipertensi pada wanita hamil dibagi menjadi :
1. Hipertensi gestasional dan/atau proteinuria selama kehamilan,
persalinan, atau pada wanita hamil yang sebelumnya normotensi dan
non-proteinuri.
-
Pre-eklamsi (proteinuria)
3.
4.
Eklampsia.18
Klasifikasi hipertensi pada kehamilan oleh Working Group of the
1. Hipertensi gestasional
2. Preeklamsi
3. Eklamsi
4. Preeklamsi superimposed pada hipertensi kronis
5. Hipertensi kronis.2,4,5,7,10
3.3
didiagnosa
apabila
tekanan
darah
pada
waktu
tangan, muka, dan tungkai. Sebagai catatan, oedem tidak selalu terdapat
pada pasien preeklamsi maupun eklamsi.5,7
3.3.1
Hipertensi Gestasional
Hipertensi gestasional didiagnosis pada wanita dengan tekanan
darah mencapai 140/90 mmHg atau lebih besar, untuk pertama kalinya
selama kehamilan tetapi tidak terdapat proteinuria. Hipertensi gestasional
disebut juga transient hypertension jika preeklampsia tidak berkembang
dan tekanan darah telah kembali normal pada 12 minggu postpartum.
Apabila tekanan darah naik cukup tinggi selama setengah kehamilan
terakhir, hal ini berbahaya terutama untuk janin, walaupun proteinuria
tidak pernah ditemukan. Seperti yang ditegaskan oleh Chesley (1985),
10% eklamsi berkembang sebelum proteinuria yang nyata diidentifikasi.
Dengan demikian, jelas bahwa apabila tekanan darah mulai naik, ibu dan
janin menghadapi risiko yang meningkat. Proteinuria adalah suatu tanda
dari penyakit hipertensi yang memburuk, terutama preeklampsia.
Proteinuria yang nyata dan terus-menerus meningkatkan risiko ibu dan
janin.2,5
Kriteria Diagnosis pada hipertensi gestasional yaitu :
-
3.3.2
Preeklamsia
Proteinuria adalah tanda penting dari preeklampsia, dan Chesley
(1985) menyimpulkan secara tepat bahwa diagnosis diragukan dengan
tidak adanya proteinuria. Proteinuria yaitu protein dalam urin 24 jam
melebihi 300mg per 24 jam, atau pada sampel urin secara acak
menunjukkan 30 mg/dL (1 + dipstick) secara persisten. Tingkat proteinuria
dapat berubah-ubah secara luas selama setiap periode 24 jam, bahkan pada
kasus yang berat. Oleh karena itu, satu sampel acak bisa saja tidak
membuktikan adanya proteinuria yang berarti.2,5
Dengan demikian, kriteria minimum untuk diagnosis preeklamsi
adalah hipertensi dengan proteinuria yang minimal. Temuan laboratorium
yang abnormal dalam pemeriksaan ginjal, hepar, dan fungsi hematologi
meningkatkan kepastian diagnosis preeklamsi. Selain itu, pemantauan
secara terus-menerus gejala eklampsia, seperti sakit kepala dan nyeri
epigastrium, juga meningkatkan kepastian tersebut.5
Nyeri epigastrium atau nyeri pada kuadran kanan atas merupakan
akibat nekrosis hepatocellular, iskemia, dan oedem yang merentangkan
kapsul Glissoni. Nyeri ini sering disertai dengan peningkatan serum
hepatik transaminase yang tinggi dan biasanya merupakan tanda untuk
mengakhiri kehamilan.5
Trombositopeni
adalah
karakteristik
dari
preeklamsi
yang
TD 160/110 mmHg.
10
Trombosit <100.000/mm3.
preeklamsi
dinilai
dari
frekuensi
dan
intensitas
Eklamsia
Serangan konvulsi pada wanita dengan preeklampsia yang tidak
dapat dihubungkan dengan sebab lainnya disebut eklamsi. Konvulsi terjadi
secara general dan dapat terlihat sebelum, selama, atau setelah melahirkan.
Pada studi terdahulu, sekitar 10% wanita eklamsi, terutama nulipara,
serangan tidak muncul hingga 48 jam setelah postpartum. Setelah
perawatan prenatal bertambah baik, banyak kasus antepartum dan
intrapartum sekarang dapat dicegah, dan studi yang lebih baru melaporkan
bahwa seperempat serangan eklampsia terjadi di luar 48 jam postpartum
(Chames dan kawan-kawan, 2002).5
3.3.4
Superimposed Preeclampsia
Kriteria diagnosis Superimposed Preeclampsia adalah :
11
Proteinuria 300 mg/24 jam pada wanita dengan hipertensi yang belum
ada sebelum kehamilan 20 minggu.
<100.000/mm3
pada
wanita
dengan
hipertensi
atau
Hipertensi Kronis
Diagnosis hipertensi kronis yang mendasari dilakukan apabila :
- Hipertensi ( 140/90 mmHg) terbukti mendahului kehamilan.
- Hipertensi ( 140/90 mmHg) diketahui sebelum 20 minggu, kecuali bila
ada penyakit trofoblastik.
- Hipertensi berlangsung lama setelah kelahiran.5
Hipertensi kronis dalam kehamilan sulit didiagnosis apalagi wanita
hamil tidak mengetahui tekanan darahnya sebelum kehamilan. Pada
beberapa kasus, hipertensi kronis didiagnosis sebelum kehamilan usia 20
minggu, tetapi pada beberapa wanita hamil, tekanan darah yang meningkat
sebelum usia kehamilan 20 minggu mungkin merupakan tanda awal
terjadinya preeklamsi. 1,10
Hipertensi esensial
Obesitas
Kelainan arterial :
Hipertensi renovaskular
Koartasi aorta
Gangguan-gangguan endokrin :
Diabetes mellitus
Sindrom cushing
Aldosteronism primer
Pheochromocytoma
Thyrotoxicosis
Glomerulonephritis (akut dan kronis)
Hipertensi renoprival :
Glomerulonephritis kronis
Ketidakcukupan ginjal kronis
12
Diabetic nephropathy
Penyakit jaringan konektif :
Lupus erythematosus
Systemic sclerosis
Periarteritis nodosa
Penyakit ginjal polikistik
Gagal ginjal akut
Tabel 2.1 Penyebab yang mendasari hipertensi kronis 5
Sedangkan klasifikasi hipertensi kronis berdasarkan JNC VII dapat
dilihat pada tabel 2.3.9
Klasifikasi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Normal
< 120
< 80
Pre hipertensi
120 139
80 89
Hipertensi stadium I
140 159
90 99
Hipertensi stadium II
160
100
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Kronis 12
Pada beberapa wanita dengan hipertensi kronis, tekanan darah
dapat meningkat sampai tingkat abnormal, khususnya setelah 24 minggu.
Jika disertai oleh proteinuria, maka preeklamsi yang mendasarinya dapat
didiagnosis. Preeklamsi yang mendasari hipertensi kronis ini sering
berkembang lebih awal pada kehamilan daripada preeklamsi murni, dan
hal ini cenderung akan menjadi lebih berat dan sering menyebabkan
hambatan dalam pertumbuhan janin. Indikator tentang beratnya hipertensi
sudah diperlihatkan pada Tabel 2.1 dan digunakan juga untuk
menggolongkan preeklamsi yang mendasari hipertensi kronis tersebut.5
3.4
Insidensi
Wanita kulit hitam memiliki kecenderungan mengalami preeklamsi
dibandingkan kelompok rasial lainnya, hal ini dikarenakan wanita kulit
hitam memiliki prevalensi yang lebih besar terhadap hipertensi kronis.
Diantara wanita yang berusia 30-39 tahun, hipertensi kronis terdapat pada
13
22,3% wanita kulit hitam, 4,6% kulit putih, dan 6,2% pada wanita
Amerika Meksiko.4,5,7
Preeklamsi umumnya terjadi pada usia maternal ekstrim (< 18
tahun atau > 35 tahun). Peningkatan prevalensi hipertensi kronis pada
wanita > 35 tahun dapat menjelaskan mengapa terjadi peningkatan
frekuensi preeklamsi diantara gravida tua.4,5,7,10
Di Amerika Serikat angka terjadinya eklamsi telah menurun karena
sebagian besar wanita sekarang ini menerima perawatan prenatal yang
cukup. Misalnya, pada edisi 13 Williams Obstetrics (1976) selama periode
25 tahun sebelumnya luas pengaruh dari eklamsi di Parkland Hospital
adalah 7 dalam 799 kelahiran. Selama periode 4 tahun dari tahun 1983
sampai 1986, telah menurun menjadi 1 dalam 1150 kelahiran, dan selama
periode 3 tahun yang berakhir pada tahun 1999, luasnya pengaruh eklamsi
menurun kira-kira menjadi 1 dalam 1750 kelahiran (Alexander dan kawankawan, 2004). Dalam National Vital Statistics Report, Ventura dan kawankawan (2000) memperkirakan bahwa terjadinya eklamsi di Amerika
Serikat pada tahun 1998 adalah sekitar 1 dalam 3250 kelahiran. Di Inggris
pada tahun 1992, Douglas dan Redman (1994) melaporkan bahwa
terjadinya eklamsi adalah 1 dalam 2000 kelahiran.5
3.5
Faktor Risiko
Faktor risiko pada preeklamsi dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
1.
2.
Kehamilan pertama
Primipaternity
Riwayat preeklamsi
14
Penyakit ginjal
Obesitas
Trombofilia
Riwayat migraine
3.
Kehamilan multipel
Hidrops fetalis
Triploidi.3,4,5,7
3.6
Etiologi
Setiap teori yang memuaskan tentang etiologi dan patofisiologi
preeklamsi harus menerangkan pengamatan bahwa hipertensi yang
disebabkan oleh kehamilan jauh lebih memungkinkan terjadi pada wanita
yang :
1.
2.
3.
4.
15
2.
3.
4.
Faktor nutrisi.
5.
Pengaruh genetik.5
Patofisiologi
16
pada
endometrium.
Hal-hal
ini
menjelaskan
bahwa
17
18
kehamilan antara 8-18 minggu. Tes yang ideal untuk prediksi harus
sederhana, mudah dikerjakan, tidak memakan waktu lama, sensitivitasnya
tinggi, non invasif dan mempunyai nilai prediksi positif yang tinggi.9
3.9
Pencegahan
Beragam strategi telah digunakan dalam melakukan pencegahan
terhadap terjadinya preeklamsia dan eklamsi. Setelah dilakukan evaluasi
terhadap strategi-strategi ini, tidak ada satupun yang terbukti efektif secara
klinis.5
3.9.1
Pencegahan preeklamsia
1. Manipulasi diet
Salah satu cara yang paling awal dalam mencegah preeklamsia
adalah pembatasan garam. Setelah beberapa tahun diselidiki,
pembatasan garam tidaklah penting. Pada penelitian yang dilakukan
Knuist dan kawan-kawan, pembatasan garam terbukti tidak efektif
dalam mencegah preeklamsia pada 361 wanita.5
Sekitar 14 penelitian secara acak dan sebuah meta-analisis
menunjukkan bahwa suplementasi kalsium pada waktu antenatal
menghasilkan penurunan yang signifikan dari tekanan darah dan
insidensi preeklamsia.5,8
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Olsen dan kawan-kawan
menunjukkan bahwa pemberian kapsul minyak ikan dalam rangka
memperbaiki gangguan keseimbangan prostaglandin pada patofisiologi
eklamsia tidaklah efektif.5
Herrera dan kawan-kawan melakukan sebuah penelitian dengan
tujuan untuk menemukan efek suplementasi kalsium plus asam linoleat
(Calcium-CLA) dalam menurunkan insidensi disfungsi endotel
vaskular pada wanita hamil berisiko tinggi. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian suplemen kalsium-CLA menurunkan
19
20
pada
nulipara.
Walaupun
demikian,
mungkin
mencegah
terjadinya
peningkatan
tekanan
darah
yang
21
wanita dengan variasi faktor risiko untuk menurunkan angka kejadian atau
beratnya preeklamsi. Secara umum, hasil-hasil dari penelitian ini memiliki
keuntungan minimal atau malah tidak ada terhadap penurunan preeklamsi.
Bahkan pada penelitian yang melaporkan penurunan angka kejadian
preeklamsi, tidak memiliki keuntungan dalam outcome perinatal.7
Penanganan yang sekarang dilakukan untuk mencegah eklamsi
adalah deteksi dini serta terapi preventif hipertensi gestasional atau
preeklamsi. Beberapa rekomendasi terapi pencegahan meliputi observasi
ketat, penggunaan obat anti hipertensi untuk menjaga tekanan darah
maternal melebihi nilai normal, waktu persalinan, dan profilaksis
magnesium sulfat selama persalinan dan segera postpartum pada pasien
yang dicurigai mengalami preeklamsi.11
Semua wanita dengan hipertensi gestasional ringan dapat ditangani
secara aman dengan rawat jalan. Hal yang sama juga menunjukkan bahwa
tidak direkomendasikan penggunaan anti hipertensi pada wanita dengan
hipertensi gestasional ringan atau preeklamsi. Profilaksis magnesium
sulfat hanya direkomendasikan pada wanita yang dirawat dengan
diagnosis preeklamsi. Magnesium sulfat diberikan selama persalinan dan
12-24 jam postpartum. Namun tidak ada data yang mendukung pemberian
profilaksis magnesium sulfat pada wanita dengan hipertensi ringan.9
3.10
22
2.
tekanan
darah
dapat
menimbulkan
perubahan
patofisiologis.
3.
23
24
ibu lebih dari 40 tahun, hipertensi lebih dari 15 tahun, tekanan darah >
160/110 mmHg pada awal kehamilan, diabetes klas B-F, kardiomiopati,
dan penyakit ginjal atau autoimun.4,7
Evaluasi yang tepat memerlukan pemeriksaan fisik yang lengkap,
termasuk funduskopi. Pemeriksaan laboratorium yang direkomendasikan
meliputi urinalisis dan kultur urin, penampungan urin 24 jam untuk
mengetahui total ekskresi protein dan klirens kreatinin, dan pemeriksaan
elektrolit. Beberapa pasien mungkin memerlukan pemeriksaan EKG,
rontgen thorax, tes antibodi antifosfolipid, antibodi antinuklear, dan
katekolamin urine.3,11
Wanita dengan hipertensi tingkat I memiliki risiko rendah untuk
komplikasi kardiovaskular selama kehamilan dan hanya menjalani terapi
perubahan gaya hidup karena tidak ada bukti bahwa terapi farmakologis
meningkatkan prognosis neonatal. Lebih lanjut lagi, tekanan darah
biasanya menurun pada awal kehamilan, disamping itu hipertensi mudah
di kontrol dengan atau tanpa medikasi. Modifikasi gaya hidup, latihan
aerobik ringan harus dibatasi berdasarkan teori yang menyatakan bahwa
aliran darah plasenta yang inadekuat dapat meningkatkan risiko
preeklampsia dan penurunan berat badan seharusnya tidak dicoba bahkan
pada wanita hamil yang obese. Walaupun data pada wanita hamil
bervariasi, banyak ahli yang merekomendasikan restriksi intake garam
sebesar 2,4 gram. Penggunaan alkohol dan rokok harus dihentikan.5,7
Pasien dikontrol tiap 2 minggu sampai mencapai usia kehamilan 28
minggu dan kemudian setiap minggu sampai persalinan. Dalam setiap
kunjungan, tekanan darah sitolik dan diastolik harus dicatat dan dilakukan
tes urin untuk mengetahui adanya glukosa atau protein. Evalusai tambahan
dilakukan tergantung dari beratnya penyakit, seperti pengukuran
hematokrit, serum kreatinin, asam urat, klirens kreatinin, dan ekskresi
protein 24 jam. Hospitalisasi diindikasikan apabila hipertensi memburuk,
terjadi proteinuria yang signifikan, dan peningkatan asam urat.
25
26
Preeklamsi ringan
27
28
janin.
Pemberian
kortikosteroid
dilakukan
untuk
Preeklamsi berat
Tujuan penatalaksanaan pada preeklamsi berat adalah mencegah
konvulsi, mengontrol tekanan darah maternal, dan menentukan
persalinan. Persalinan merupakan terapi definitif jika preeklamsi berat
29
terjadi di atas 36 minggu atau terdapat tanda paru janin sudah matang
atau terjadi bahaya terhadap janin. Jika terjadi persalinan sebelum usia
kehamilan 36 minggu, ibu dikirim ke rumah sakit besar untuk
mendapatkan NICU yang baik.1
Pada preeklamsi berat, perjalanan penyakit dapat memburuk
dengan progresif sehingga menyebabkan pemburukan pada ibu dan
janin. Oleh karena itu persalinan segera direkomendasikan tanpa
memperhatikan usia kehamilan. Persalinan segera diindikasikan bila
terdapat gejala impending eklamsi, disfungsi multiorgan, atau gawat
janin atau ketika preeklamsi terjadi sesudah usia kehamilan 34 minggu.
Pada kehamilan muda, bagaimana pun juga, penundaan terminasi
kehamilan dengan pengawasan ketat dilakukan untuk meningkatkan
keselamatan neonatal dan menurunkan morbiditas neonatal jangka
pendek dan jangka panjang.5,1,10
Pada 3 penelitian klinis baru-baru ini, penatalaksanaan secara
konservatif pada wanita dengan preeklamsi berat yang belum aterm
dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas neonatal. Namun, karena
hanya 116 wanita yang menjalani terapi konservatif pada penelitian ini
dan karena terapi seperti itu mengundang risiko bagi ibu dan janin,
penatalaksanaan konservatif hanya dikerjakan pada pusat neonatal kelas
3 dan melaksanakan observasi bagi ibu dan janin. Semua wanita dengan
usia kehamilan 40 minggu yang menderita preeklamsi ringan harus
memulai persalinan. Pada usia kehamilan 38 minggu, wanita dengan
preeklamsi ringan dan keadaan serviks yang sesuai harus diinduksi.
Setiap wanita dengan usia kehamilan 32-34 minggu dengan preeklamsi
berat harus dipertimbangkan persalinan dan janin sebaiknya diberi
kortikosteroid. Pada pasien dengan usia kehamilan 23-32 minggu yang
menderita preeklamsi berat, persalinan dapat ditunda dalam usaha untuk
menurunkan morbiditas dan mortalitas perinatal. Jika usia kehamilan <
23 minggu, pasien harus diinduksi persalinan untuk terminasi
kehamilan.11
30
adalah
mencegah terjadinya
komplikasi serebral
seperti
31
32
rumah
sakit
merekomendasikan
pemberian
33
Jadwal
dosis
pemberian
seperti
ini
diharapkan
dapat
34
Beberapa
sulfat
tidak
magnesium
penelitian
juga
mengganggu
dalam
menunjukkan
induksi
menginhibisi
oleh
bahwa
oksitosin.
kontraktibilitas
35
2.
3.
Ukur serum magnesium setiap 4-6 jam dan sesuaikan infus untuk
menjaga level plasma 4-7 mEq/L.
36
37
38
maternal
dan
hiperkarbia
dapat
menyebabkan
perubahan denyut jantung janin dan aktivitas rahim selama dan segara
setelah konvulsi. Perubahan denyut jantung janin meliputi bradikardi,
deselerasi lambat transien, penurunan beat-to-beat variabilitas, dan
takikardi kompensasi. Perubahan aktivitas uterus meliputi peningkatan
frekuensi dan tonus. Hal ini biasanya membaik secara spontan dalam 310 menit setelah terminasi konvulsi dan koreksi hipoksemia maternal.
Bagaimanapun juga, penting untuk tidak melakukan persalinan pada
keadaan ibu yang tidak stabila, bahkan bila terjadi fetal distres. Setelah
konvulsi dapat diatasi, tekanan darah sudah dikoreksi, dan hipoksia
sudah diatasi, persalinan dapat dimulai. Pasien ini tidak perlu buru-buru
dilakukan seksio, terutama bila kondisi maternal tidak stabil. Lebih baik
bagi janin untuk bertahan dalam uterus untuk perbaikan hipoksia dan
hiperkarbia akibat konvulsi maternal. Namun, bila bradikardi dan/atau
deselerasi lambat berulang menetap lebih dari 10-15 menit setelah
segala usaha resusitasi, diagnosis solusio plasenta harus ditegakkan.
Adanya eklamsi bukan indikasi untuk dilakukan seksio. Keputusan
untuk mengadakan seksio harus berdasarkan usia janin, kondisi janin,
dan skor bishop. Direkomendasikan untuk mengadakan seksio pada
wanita yang mengalami eklamsi sebelum usia kehamilan 30 minggu
yang tidak dalam fase pembukaan dan skor bishop kurang dari 5. Pasien
yang mengalami ruptur membran atau pembukaan diperbolehkan untuk
menjalani persalinan per vaginam bila tidak terdapat komplikasi
obstetrik. Anestesi rasa nyeri maternal selama pembukaan dan
persalinan
dapat
dilakukan
dengan
anestesi
epidural
yang
39
teknik
kombinasi
dapat
dipergunakan.
Anestesi
regional
40
41
42
perfusi plasenta. Efek puncak tercapai dalam 30-60 menit dan lama
kerja 4-6 jam. Efek samping seperti flushing, dizziness, palpitasi, dan
angina. Hidralazine telah terbukti dapat menurunkan angka kejadian
perdarahan serebral dan efektif dalam menurunkan tekanan darah
dalam 95% kasus preeklamsi.6
2. Labetalol
Labetalol
merupakan
penghambat
beta
non
selektif
dan
dengan
hidralazine
menunjukkan
bahwa
labetalol
vena
tidak
mempengaruhi
aliran
darah
uteroplasenter.
43
penelitian
lebih
lanjut
untuk
digunakan
dalam
kehamilan.5
Pemakaian obat anti hipertensi lain seperti verapamil lewat infus 510 mg per jam dapat menurunkan tekanan darah arteri rata-rata
sebesar 20%. Obat lain seperti nimodipin dapat digunakan baik secara
oral maupun infus dan terbukti dapat menurunkan tekanan darah pada
wanita penderita preeklamsi berat. Hal ini dinyatakan pada penelitian
yang dilakukan oleh Belforts dan kawan-kawan. Pemakaian ketanserin
secara intra vena juga memberikan hasil yang baik menurut penelitian
Bolte dan kawan-kawan. Nitroprusid tidak direkomendasikan lagi oleh
NHBPEP kecuali tidak ada respon terhadap pemberian hidralazin,
labetalol atau nifedipin. Sodium nitroprussid dapat menyebabkan
vasodilatasi arteri dan vena tanpa efek terhadap susunan saraf otonom
atau pusat. Onset kerja 1-2 menit, puncak kerja terjadi setelah 1-2
menit, dan lama kerja 3-5 menit. Obat ini sangat efektif dalam
mengontrol
tekanan
darah
dalam
hitungan
menit
di
ICU.
44
xerostomia
dan
sedasi.
Penghentian
klonidin
dapat
45
karena
efek
segera
meliputi
pengurangan
volume
46
meningkatkan
sintesis
prostaglandin
vasodilatasi
dan
OBAT
Hydralazin
REKOMENDASI
Dimulai dengan dosis 5 mg IV atau 10 mg IM. Jika tekanan darah
tidak terkontrol, diulangi setiap interval 20 menit. Jika tekanan
darah sudah terkontrol, ulangi bila perlu (biasanya tiap 3 jam).
Labetalol
Nifedipine
Sodium
terapi hipertensi
Hanya digunakan pada kasus hipertensi yang tidak berespon
nitroprussid
47
obat
telah
digunakan
bersama-sama
atau
karena
hipokalemia,
hiponatremia,
hiperglikemi,
hiperurikemi,
48
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonymous, Hypertension, dalam Merck Manual of Diagnosis&Therapy, 25
Januari 2004, diakses tanggal 24 Oktober 2009, dari http : //www.merck.com
2. August P, Management of Hypertension in Pregnancy, 2009, diakses tanggal
24 Oktober 2009, dari http : //www.uptodate.com/patients/content/topic
3. Branch D, Porter T, Hypertensive Disorders of Pregnancy, dalam Danforths
Obstetrics&Gynecologiy, edisi ke-8, Scott J, Saia P, Hammond C, Spellacy W,
penyunting, Philadelphia: Lippincott Williams&Wilkins, 1999: 309-326
4. Brooks M, Pregnancy&Preeclampsia, 5 Januari 2005, diakses tanggal 24
Oktober 2009, dari http : //www.emedicine.com
5. Cunningham F, Leveno K, Bloom S, Hauth J, Gilstrap L, Wenstrom K,
Hypertensive Disorders in Pregnancy, dalam William Obstetrics, edisi ke-22,
New York: McGraw-Hill, 2005 : 761-808
6. Eger
R,
Hypertensive
Disorders
during
Pregnancy,
dalam
49