Anda di halaman 1dari 32

KEPANITERAAN KLINIK

STATUS ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RS FAMILY MEDICAL CENTER

Nama

: Nadia Liem

NIM

: 11-2015-169

Dokter penguji

: dr. Edward Sp.S

I. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. I

Umur

: 80 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Status perkawinan

: Menikah

Pendidikan

: SMA

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Alamat

PASIEN DATANG KE RS
Sendiri / bisa jalan / tak bisa jalan, dituntun oleh keluarga / dengan alat bantu
Diantar oleh keluarga : ya / tidak
Daftar Masalah
No. Masalah aktif

tanggal

1. Pasien merasa pusing berputar

No. Masalah tifak aktif


6-4-16

Kurang lebih 2-3 detik sejak 1


minggu lalu
2. Hipertensi terkontrol Grade 1

6-4-16

tanggal

II. SUBJEKTIF
Auto / allo anamnesis, tanggal : 6 April 2016

pukul : 11.00 WIB

1. Keluhan utama :
Pusing seolah-olah badan bergoyang kedepan seperti terdorong setiap kepala menengok
keatas, kebawah, dan kesamping kanan kiri kurang lebih 2-3 detik sejak 1 minggu SMRS
2. Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 minggu yang lalu pasien mulai merasakan pusing pada kepalanya seolaholah badan pasien bergoyang seperti terdorong kedepan setiap kepala menengok keatas,
kebawah, dan kesamping kanan kiri kurang lebih 2-3 detik sejak 1 minggu SMRS.
Pasien mengatakan tidak ada keluhan nyeri pada kedua telinganya, dan kuping tidak
berdengung, tidak ada keluhan kuping terasa penuh serta tidak mengalami penurunan
pendengaran akhir-akhir ini. Pasien mengatakan ada mual namun tidak sampai muntah,
tidak adanya nyeri kepala, penglihatan ganda (-), tidak ada demam dan tidak ada
penurunan kesadaran. Pasien tidak merasakan kelemahan pada kedua tangan dan kaki
Riwayat trauma kepala sebelumnya tidak ada. 1 hari SMRS pasien merasakan keluhan
pusing makin sering saat perubahan posisi kepala, sehingga membuat pasien untuk
datang kedokter.
3. Riwayat penyakit keluarga
Ayah pasien menderita darah tinggi
4. Riwayat penyakit dahulu
Hipertensi (+) sejak 30 Tahun ini dan masih terkontrol dengan mengkonsumsi Amlodipin
Diabetes Melitus (-)
Sakit jantung (-)
Stroke (-)
5. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi
Pasien tidak merokok dan tidak meminum minuman beralkohol
III.OBJEKTIF
1. Status presens

Kesadaran

: Compos Mentis

GCS

: E4 M6 V5

TD

: 120/90 mmHg

Nadi

: 80 x/menit

Pernafasan : 18 x/menit

Suhu

: 36,50C

Kepala

: Normocephali, distribusi rambut merata, konjungtiva anemis (+/


+), sklera ikterik (-/-)

Leher

: Tidak terdapat pembesaran KGB dan tiroid.

Paru

: Suara nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung

: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)

Perut

: Supel, BU (+) normal, nyeri tekan (-)

Ekstremitas : Edema (-), akral hangat (+)

Alat kelamin: Tidak dinilai

CRT

: < 2 detik

2. Status psikikus

Cara berpikir

: wajar

Perasaan hati

: wajar

Tingkah laku

: baik

Ingatan

: baik

Kecerdasan

: baik

3. Status neurologis

Kepala
Bentuk

: normocephali

Nyeri tekan

: (-)

Simetris

: (+)

Pulsasi

: (-)

Leher
Sikap

: kifosis

Pergerakan

: Tidak terbatas

Kaku kuduk

: (-)

Valsava

: (-)

Lermit

: (-)

Spurling

: (-)

Naffsiger

: (-)

Nervus kranialis
i. N. Olfaktorius (N.I)

Kanan

Kiri

Subjektif

Tidak dilakukan

Dengan bahan

Tidak dilakukan

ii. N. Optikus (N.II)

Kanan

Kiri

Tajam penglihatan

1/60

1/60

Lapangan penglihatan

Normal

Normal

Melihat warna

Normal

Normal

Fundus okuli

Tidak dilakukan

iii. N. Okulomotorius (NIII)

Tidak dilakukan

Kanan

Kiri

Sela mata

Normal

Normal

Pergerakan bulbus

Baik

Baik

Strabismus

tidak ada

tidak ada

Nistagmus

tidak ada

tidak ada

Exophtalmus

tidak ada

tidak ada

Pupil Besar

2 mm

2 mm

Bentuk

Bulat

Bulat

Refleks terhadap sinar

(+)

(+)

iv. N.Trokhlearis (N.IV)Kanan

Kiri

Pergerakan mata

Normal

Normal

Sikap bulbus

Normal

Normal

Melihat kembar

tidak ada

tidak ada

v. N.Trigeminus (N.V)

Kanan

Kiri

Membuka mulut

Normal

Mengunyah

Normal

Menggigit

Normal

Refleks kornea

(+)

(+)

Sensibilitas

(+)

(+)

Kanan

Kiri

Pergerakan mata ke lateral

Normal

Normal

Sikap bulbus

Baik

Baik

Melihat kembar

(-)

(-)

Kanan

Kiri

Mengerutkan dahi

Normal

Normal

Mengangkat alis

Normal

Normal

Menutup mata

Normal

Normal

vi. N. Abdusen (N.VI)

vii. N.Facialis (N.VII)

Memperlihatkan gigi

Normal

Bersiul

viii. N.Vestibulo-Kokhlearis

Bisa

Kanan

Detik arloji
Suara berisik

Kiri
tidak dilakukan

(+)

(+)

Weber

tidak dilakukan

Rinne

tidak dilakukan

ix. N. Glosofaringeus (N.IX)

Kanan

Kiri

Perasaan lidah belakang

Normal

Sensibilitas

Normal

Pharynx

Normal

x. N. Vagus (N.X)
Arcus pharynx

Kanan

Kiri

sulit dinilai

sulit dinilai

Bicara

(+)

Menelan

Normal

Nadi

Normal

xi. N. Aksesorius (N.XI)

Kanan

Kiri

Mengangkat bahu

Normal

Normal

Memalingkan kepala

Normal

Normal

Kanan

Kiri

Pergerakan lidah

Normal

Normal

Tremor lidah

(-)

(-)

Artikulasi

Normal

Normal

xii. N. Hipoglossus (N.XII)

d.

Badan dan anggota gerak

1. Badan
Motorik
i.

Respirasi : simetris dalam keadaan statis dan dinamis

ii.

Duduk

iii.

Bentuk columna vertebralis: lurus, normal. Tidak ada kelainan tulang

: Baik

belakang
iv.

Pergerakan columna vertebralis: baik

Sensibilitas

kanan

kiri

Taktil

baik

baik

Nyeri

(+)

(+)

Thermi

(+)

(+)

Diskriminasi

(+)

(+)

Lokalisasi

(+)

(+)

Refleks

Refleks kulit perut atas

: tidak dilakukan

Refleks kulit perut bawah

: tidak dilakukan

Refleks kulit perut tengah

: tidak dilakukan

Refleks Kremaster

: tidak dilakukan

2. Anggota gerak atas


a. Motorik

kanan

kiri

Pergerakan

Bebas

bebas

Kekuatan

+5 +5 +5

+5 +5 +5

Tonus

normotonus

normotonus

Atrofi

eutrofi

eutrofi

kanan

kiri

Taktil

Baik

Baik

Nyeri

(+)

(+)

Thermi

(+)

(+)

Diskriminasi

(+)

(+)

Lokalis

(+)

(+)

kanan

kiri

Biceps

Triceps

Radius

Ulna

Tromner-Hoffman

(-)

(-)

kanan

kiri

Pergerakan

Bebas

Bebas

Kekuatan

+5 +5 +5

+5 +5 +5

Tonus

Normal

Normal

Klonus

(-)

b. Sensibilitas

c. Refleks

3. Anggota gerak bawah


a. Motorik

(-)

Atrofi

Eutrofi

Eutrofi

kanan

kiri

Taktil

Baik

Baik

Nyeri

(+)

(+)

Thermi

(+)

(+)

Diskriminasi

(+)

(+)

Lokalis

(+)

(+)

Refleks

kanan

kiri

Patella

Achilles

Babinski

Chaddock

Schaefer

Oppenheim

Tes lasegue

Tes kernig

Tes Brudzinki

b. Sensibilitas

Koordinasi, gait, dan keseimbangan

Cara berjalan

: Normal

Tes Romberg

: (+)

Tendem gait

: (-)

Dix helpex manuver

: (-)

Fukuda test

: (-)

Disdiadokokinesia

: (-)

Dismetri

: (-)

Ataksia

: tidak dinilai

Rebound Phenomenon: tidak dinilai

Dismetria

: Normal

d.

Gerakan-gerakan abnormal

Tremor

: tidak ada

Miokloni

: tidak ada

Khorea

: tidak ada

e.

IV.

Alat vegetatif

Miksi

: (-)

Defekasi

: Normal

RINGKASAN

Subjektif :
Pasien merasakan pusing pada kepalanya seolah-olah badan pasien bergoyang kedepan
seperti terdorong kedepan setiap kepala menengok keatas, kebawah, dan kesamping kanan kiri
kurang lebih 2-3 detik sejak 1 minggu SMRS. Pasien mengatakan tidak ada keluhan nyeri pada
kedua telinganya, tidak ada kuping terasa berdengung, Pasien mengatakan ada mual, tidak ada
demam dan tidak ada penurunan kesadaran.
Objektif :
o Kesadaran

: Compos Mentis

o GCS

: E4 M6 V5

o TD

: 120/80 mmHg

o Nadi

: 80x/menit

o Pernafasan

: 18 x/menit

o Suhu

: 36,50C

PF Neurologis :

Tes Romberg

: (+)

Tendem gak

: (-)

Dix helpex manuver

: (-)

Fukuda test

: (-)

Disdiadokokinesia

: (-)

Refleks fisiologis : (+)

V.

DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis

: Pusing berputar (Vertigo)

Diagnosis Topis

: Sistem keseimbangan Perifer

Diagnosis Etilogik

: BPPV

DD

: Menire disease

VI. PENATALAKSANAAN

Masalah

1. Pusing seperti badan terdorong kedepan sejam 1 minggu SMRS saat posisi kepala berubah

Assesment

Vertigo vestibular tipe perifer

Planing

1. LAB :-Darah rutin untuk mennyingkirkan penyebab anemia dan infeksi


-Gula darah dan profil lipid untuk cari faktor resiko
- Tes kalori
2. Terapi: Betahistin 6 mg 3x1, brand daroft manuver

Edukasi

Minum obat secara teratur dan banyak istirahat


VII. PROGNOSIS:
Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

Ad sanationam

: dubia ad bonam

Tinjauan Pustaka
Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)
Pendahuluan
Latar Belakang
Vertigo merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan adanya sensasi gerakan atau
berputar, yang sering dijelaskan sebagai perasaan kehilangan keseimbangan. Berdasarkan
penyebabnya, vertigo diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu vertigo sentral yang
diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau cerebellum, dan vertigo perifer yang disebabkan
karena adanya kelainan pada telinga dalam atau nervus cranialis vestiulocochlearis (N.VIII).
Inflamasi telinga dalam, terutama saluran semisirkular dalah penyebab tersering dari vertigo.
Selain itu, gangguan saraf kranial dan obat-obatan tertentu juga dapat menyebabkan terjadinya
pusing dan ketidakseimbangan tubuh.1 Prevalansi angka kejadian vertigo, terutama pada vertigo
perifer Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) di Amerika Serikat adalah 64 dari 100.000
orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%).
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa rasa berputar atau obyek sekitarnya
bergerak/berputar saat kepala bergerak atau saat terjadi perubahan posisi, terdapat nistagmus,
gangguan pendengaran dan penglihatan, serta keluhan penyerta lain seperti mual-muntah dan
ketidakseimbangan tubuh. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan neurologis seperti tes Romberg, past pointing test, Dix-Hallpike manoeuvre, tes
kalori, dan pemeriksaan pendengaran. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan neurofisiologi seperti elektronistagmografi
(ENG), audiometri, dan lain-lain. Tatalaksana untuk vertigo dapat dilakukan secara simptomatik
dengan obat-obatan tertentu sesuai keluhan pasien dan dapat juga dilakukan terapi fisik untuk
membantu mengurangi keluhan.2

Pembahasan
Anamnesis3

Deskripsikan secara jelas keluhan pasien. Kadangkala pasien mengeluh pusing. Pusing
yang dikeluhkan ini dapat berupa sakit kepala, rasa goyang, pusing berputar, rasa tidak

stabil atau melayang.


Bentuk serangan vertigo dapat berupa : pusing berputar, rasa goyang/melayang.
Sifat serangan vertigo: periodik, kontinyu, ringan atau berat.
Faktor pencetus atau situasi pencetus dapat berupa: perubahan gerakan kepala atau posisi,

siatuasi; keramaian atau emosional, suara.


Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: mual, muntah, keringat dingin, gejala

otonom berat atau ringan.


Ada atau tidaknya gangguan pendengaran seperti tinitus atau tuli.
Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisin, gentamisin,

kemoterapi.
Tindakan tertentu: temporal bone surgery, trans-tympanol treatment.
Penyakit yang diderita pasien; DM , hipertensi, kelainan jantung.
Defisit neurologik: hemihipestesia, baal wajah satu sisi, perioral numbness, disfagia,
hemiparesis, penglihatan ganda, ataksia sereberalis

Pemeriksaan Fisik
Selain anamnesis, pemeriksaan fisik juga penting untuk mengarahkan evaluasi
selanjutnya. Sebelumnya, kita juga harus melihat keadaan umum pasien, kesadarannya, serta
melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV). Setelah itu dapat dilanjutkan dengan
pemeriksaan neurologis, dan saraf kranialis, seperti:2
Pemeriksaan Neurologis
Test Romberg

Pemeriksa berada dibelakang pasien


Pasien berdiri tegak dengan kedua tangan didada, kedua mata terbuka
Diamati selama 30 detik
Setelah itu pasien diminta menutup mata dan diamati selama 30 detik
Jika pada keadaan mata terbuka pasien sudah jatuh kelainan serebelum
Jika pada mata tertutup pasien cenderung jatuh ke satu sisi vestibular / propioseptif.

Tes Romberg Dipertajam

Pemeriksa berdiri dibelakang pasien


Tumit pasien berada didepan ibu jari kaki yang lainnya
Pasien diamati dalam keadaan mata terbuka selama 30 detik
Kemudian pasien menutup mata dan diamati selama 30 detik
Interpretasi= tes romberg.

Gambar 1. Romberg Test.3


Past-Pointing Test
Past-pointing test dilakukan dengan cara meminta pasien untuk mengekstensikan kedua
jari telunjuk dan meluruskan kedua lengannya kedepan, kemudian mengangkat lengannya keatas.
Setelah itu pasien diminta untuk menurunkan kedua tangannya sampai menyentuh telunjuk
tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang-ulang dengan mata tertutup dan terbuka. Pada
kelainan vestibuler akan terlihat adanya penyimpangan lengan penderita. Pada kelaianan
vestibular : ketika mata tertutup maka jari pasien akan deviasi ke arah lesi. Pada kelainan
serebelar: akan terjadi hipermetri atau hipometri.

Gambar 2. Past-Pointing Test.4


Unterberger's Stepping Test (tes fukuda)
Pada pemeriksaan ini, pasien diminta untuk berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal
ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada
kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan
seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak
ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai

nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi. Tes fukuda dianggap abnormal jika deviasi ke satu
sisi >300 atau maju/mundur >1 meter. Tes fukuda ini menunjukkan lokasi kelainan disisi kanan
atau kiri.

Gambar 3. Unterberger's Stepping Test.5


Tendem Gait Test (tes jalan tandem)
Pada pemeriksaan ini, salah satu kaki pasien diletakkan didepan dan tangan menyilang di
dada. Selanjutnya pasien di minta untuk berjalan lurus kedepan, pada saat melangkah tumit kaki
kiri djiletakkan pada ujung jari kaki kanan dan seterusnya. Pada kelainan serebelar: pasien
tidak dapat melakukan jalan tandem dan jatuh ke sastu sisi. Pada kelainan vestibular:
pasien akan mengalami deviasi ke sisi lesi.

Gambar 4. Tendem Gait Test.6


Pemeriksaan Mata
Nistagmus Spontan
Nistagmus menunjukkan gangguan telinga bagian dalam, otak, dan otot okuler. Evaluasi
nistagmus yang optimal memerlukan kacamata Frenzel, dimana kacamata ini dipakai oleh pasien
dan mngaburkan penglihatan pasien, namun memeperjelas munculan nistagmus. Dengan
kacamata frenzel mata diamati untuk nistagmus spontan selama 10 detik. Nistagmus tipikal yang
dihasilkan oleh disfungsi telinga dalam adalah nistagmus posisi primer, mata secara perlahan
deviasi dari tengah dengan kemudian terdapat sentakan cepat yang membawa bola mata kembali
ke posisi tengah. Banyak nistagmus dengan polapola lain (seperti sinusoidal, gaze evoked dan

saccadic) bersumber dari sentral. Bila kacamata frenzel tidak tersedia, tanda- tanda serupa
tentang nistagmus spontan biasanya didapat dari pemeriksaan optalmoskop yaitu dengan
memonitor gerakan balik bola mata seperti bola mata belakang bergerak ke depan, untuk gerakan
horizontal dan vertikal.
Dix-Hallpike Manoeuvre
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat,
sehingga kepalanya meng-gantung 45 di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45 ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan
nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Pada vertigo
perifer (benign positional vertigo), vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik,
hilang dalam waktu kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang
beberapa kali (fatigue). Sedangkan pada vertigo sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan
vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (nonfatigue).

Gambar 4. Dix-Hallpike Manoeuvre.7


Pemeriksaan Pendengaran
tes ini, dilakukan pemeriksaan pada nervus ke-VIII, yaitu nervus vestibulocochlearis.
Pemeriksaan tersebut dilakukan untuk melihat ada tidaknya masalah pada fungsi pendengaran
dan keseimbangan. Gangguan pendengaran biasanya dibagi menjadi dua jenis yang mempunyai
etiologi dan terapi berbeda. Tuli konduktif disebabkan oleh gangguan hantaran getaran udara ke
telinga dalam. Tuli sensorineural disebabkan oleh penyakit yang timbul dimana saja antara organ
corti dengan otak. Pada Tes yang dilakukan diantaranya:8
Tes Rinne
Tes ini biasanya digunakan untuk mendeteksi tuli konduktif. Dalam keadaan normal,
hantaran suara melalui udara lebih baik daripada hantaran suara melalui tulang. Jika penyakit

menghalangi hantaran gelombang suara yang normal, maka hantaran melalui tulang akan
mengatasi kesulitan ini. Untuk melakukan tes ini, getarkan garpu tala dan pasanglah tangkainya
pada prosesus mastoideus. Garpu tala dengan 512hz adalah yang paling tepat. Jika ia
menunjukkan bahwa ia tidak lagi mendengar suara itu lagi, segera letakkanlah kepala arpu tala
yang sedang bergetar tersebut didekat kanalis eksternus. Biasanya bunyi itu terdengar lagi dan
hasil tes ini postitif. Hasil tes negatif berarti pasien menderita tuli konduktif pada telinga yang
diperiksa.
Tes Weber
Tes ini digunakan untuk menentukan adanya tuli konduktif atau tuli sensorineural.
Getarkan garpu tala dan pasanglah pad puncak kepala. Tanyakan kepada pasien apakah ia
mendengar lebih jelas pada satu telinga daripada telinga lainnya. Biasanya bunyi tersebut yang
terdengar berasal dari garis tengah. Jika tuli konduktif pada satu telinga, suara akan terdengar
lebih keras pada telinga itu. Alasannya adalah bahwa efek peredam yang berasal dari suara gaduh
normal dilatar belakang menjadi berkurang pada telinga tersebut karena adanya gangguan
hantaran. Jika ada tuli saraf pada satu telinga, bunyi tersebut akan lebih terdengar jelas pada
telinga normal. Pada tuli saraf, hantaran bunyi melalui udara dan tulang tidak diteruskan ke
susunan saraf pusat.

Gambar 5. Tes Rinne dan Tes Weber.9


Tes Schwabach
Tes ini memastikan danya tuli sensorineural dengan membandingkan pendengaran pasien
dan dengan pemeriksa yang normal. Getarkanlah garpu tala dan pasanglah pada mastoid pasien.
Jika pasien merasa suara sudah tidak terdengar lagi, pindahkan garpu kemastoid pemeriksa. Jika
pemeriksa masih dapat mendengar getaran tersebut, ini berarti bahwa pasien menderita gangguan
sensorineural.

Tabel 1. Perbedaan Pemeriksaan Pendengaran.10

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu:
Tes Audiologik
Audiogram, digunakan untuk menilai pendengaran. Abnormalitas memberikan kesan
vertigo otologik. Biasanya cukup untuk penegakkan diagnosis. Pemeriksaan dengan audiogram
digunakan sebagai upaya untuk memisahkan vertigo otologik dari sumber vertigo lainnya
Brainstem Auditory Evoked Potensial (BAEP). Test nurofisiologi ini dipergunakan bila
diduga adanya carebello pontine tumor, terutama neuroma akustikus atau multiple sklerosis.
Electrocochleografi (ECOG) adalah sebuah potensi bangkitan yang menggunakan
electrode perekam yang diposisikan dalam gendang telinga. ECOG membutuhkan frekuensi
pendengaran yang tinggi. ECOG yang abnormal memberi kesan penyakit Meniere. Pemeriksaan
ECOG cenderung sulit dan interpretasi dari hasil harus memnuhi penilaian bentuk gelombang.
Tes Vestibular
Elektronistagmografi (ENG) merupakan prosedur beruntun yang dapat mengidentifikasi
vestibular asimetris (seperti yang disebabkan oleh neuritis vestibular) dan membuktikan
nistagmus spontan dan posisi (seperti yang disebabkan oleh BPPV). ENG adalah tes yang
panjang dan sulit. Jika ada hasil yang abnormal dan tidak sesuai dengan gejala klinis sebaiknya
dikonfirmasi denga tes kursi putar dan dikombinasi dengan tes VEMP.
Vestibular evoked myogenic potentials (VEMP) merupakan tes vestibular dasar karena
ini memberikan keseimbangan yang baik untuk keperluan diagnostik dan toleransi pasien. Tes ini
sensitif terhadap sindrom dehiscence kanal superior. Kehilangan vestibular bilateral dan neuroma
kaustik. VEMP secara umum normal pada neuritis dan penyakit Menier.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium biasanya dilakukan bila ada gejala spesifik kompleks dan
digunakan untuk menentukan etiologi vertigo pada kurang dari 1% pasien. Pemeriksaan yang
dilakukan meliputi pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, profil lipid, dan hemostasis.
Pemeriksaan Radiologi
MRI kepala digunakan untuk mengevaluasi kesatuan struktural batang otak, serebelum,
periventrikuler substansia putih, dan kompleks nervus VIII. MRI tidak secara rutin dibutuhkan
untuk evaluasi vertigo tanpa penemuan neurologis lain yang berkaitan.
CT Scan tulang temporal memberikan resolusi tinggi dari struktur telinga dari pada MRI
dan juga lebih baik untuk evaluasi lesi yang melibatkan tulang. CT scan tulang temporal mutlak
dibutuhkan untuk diagnosis dehiscence canal superior. Jenis koronal langsung resolusi tinggi
adalah yang terbaik untuk diagnosis ini. CT Scan tulang temporal banyak memancarkan radiasi
dan untuk alasan ini, tes VEMP direkomendasikan sebagai tes awal untuk dehiscence canal
superior.
Anatomi dan Fisiologi Alat Keseimbangan Tubuh
Alat vestibuler (alat keseimbangan) terletak di telinga dalam (labirin), terlindung oleh
tulang yang paling keras yang dimiliki oleh tubuh. Labirin secara umum adalah telinga dalam,
tetapi secara khusus dapat diartikan sebagai alat keseimbangan. Labirin terdiri atas labirin tulang
dan labirin membran. Labirin membran terletak dalam labirin tulang dan bentuknya hampir
menurut bentuk labirin tulang. Antara labirin membran dan labirin tulang terdapat perilimfa,
sedang endolimfa terdapat di dalam labirin membran. Berat jenis cairan endolimfa lebih tinggi
daripada cairan perilimfa. Ujung saraf vestibuler berada dalam labirin membran yang terapung
dalam perilimfa, yang berada dalam labirin tulang. Setiap labirin terdiri dari 3 kanalis semisirkularis (kss), yaitu kss horizontal (lateral), kss anterior (superior) dan kss posterior
(inferior). Selain 3 kanalis ini terdapat pula utrikulus dan sakulus. Keseimbangan dan orientasi
tubuh seseorang terhadap lingkungan di sekitarnya tergantung pada input sensorik dari
reseptor vestibxuler di labirin, organ visual dan proprioseptif. Gabungan informasi ketiga
reseptor sensorik tersebut akan diolah di SSP, sehingga menggambarkan keadaan posisi tubuh
pada saat itu. Labirin terdiri dari labirin statis yaitu utrikulus dan sakulus yang merupakan
pelebaran labirin membran yang terdapat dalam vestibulum labirin tulang. Pada tiap

pelebarannya terdapat makula utrikulus yang di dalamnya terdapat sel-sel reseptor


keseimbangan. Labirin kinetik terdiri dari tiga kanalis semisirkularis dimana pada tiap kanalis
terdapat pelebaran yang berhubungan dengan utrikulus, disebut ampula. Di dalamnya terdapat
krista ampularis yang terdiri dari sel-sel reseptor keseimbangan dan seluruhnya tertutup oleh
suatu substansi gelatin yang disebut kupula.11
Gerakan atau perubahan kepala dan tubuh akan menimbulkan perpindahan cairan
endolimfa di labirin dan selanjutnya silia sel rambut akan menekuk. Tekukan silia menyebabkan
permeabilitas membran sel berubah, sehingga ion kalsium akan masuk ke dalam sel yang
menyebabkan terjadinya proses depolarisasi dan akan merangsang pelepasan neurotransmiter
eksitator yang selanjutnya akan meneruskan impuls sensoris melalui saraf aferen ke pusat
keseimbangan di otak. Sewaktu berkas silia terdorong ke arah berlawanan, maka terjadi
hiperpolarisasi. Organ vestibuler berfungsi sebagai transduser yang mengubah energi mekanik
akibat rangsangan otolit dan gerakan endolimfa di dalam kanalis semisirkularis menjadi energi
biolistrik, sehingga dapat memberi informasi mengenai perubahan posisi tubuh akibat percepatan linier atau percepatan sudut. Dengan demikian dapat memberi informasi mengenai
semua gerak tubuh yang sedang berlangsung. Sistem vestibuler berhubungan dengan sistem
tubuh yang lain, sehingga kelainannya dapat menimbulkan gejala pada sistem tubuh
bersangkutan. Gejala yang timbul dapat berupa vertigo, rasa mual dan muntah. Pada jantung
berupa bradikardi atau takikardi dan pada kulit reaksinya berkeringat dingin.11

Gambar 6. Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh.12

Working Diagnosis
Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu vertigo perifer dan vertigo
sentral. Vertigo sentral adalah vertigo yang diakibatkan oleh kelainan pada batang otak atau
cerebellum, dan vertigo perifer yang disebabkan karena adanya kelainan pada telinga dalam atau
nervus cranialis vestiulocochlearis (N.VIII).
Vertigo adalah persepsi yang salah dari gerakan seseorang atau lingkungan sekitarnya 3
Persepsi gerakan bisa berupa :
1. Rasa berputar, disebut vertigo vestibular : timbul pada gangguan sistem vestibular
2. Rasa goyang, melayang, mengambang, disebut vertigo nonvestibular: timbul pada
gangguan sistem proprioseptif atau sistem visual.
Tabel 1. Perbedaan vertigo vestibular dengan vertigo non-vestibular3
Gejala
Sensasi
Tempo serangan
Mual/muntah
Gangguan pendengaran
Gerakan pencetus

Vertigo Vestibular
Rasa berputar
Episodik
+
+/Gerakan kepala

Vertigo Non-vestibular
Melayang, goyang
Kontinyu/konstan
Gerakan objek visual

Vertigo vestibular
Sistem vestibular ; labirin vestibular terdiri dari kanalis semisirkularis dan organ otolitik.
Kanalis semisirkularis: lateral, superior, dan posterior, berfungsi mendeteksi gerakan rotasional
Organ otolitik : utrikulus dan sakulus, berfungsi mendeteksi aselerasi linear.
Jenis vertigo vestibular
Berdasarkan letak lesinya dikenal 2 jenis vertigo vestibular, yaitu:
1. Vertigo vestibular perifer; terjadi pada lesi dilabirin dan nervus vestibularis
2. Vertigo vestibular sentral ; timbul pada lesi di nukleus vestibularis di batang otak, atau
talamus sampai ke korteks serebri.
Tabel 2. Perbedaan vertigo vestibular perifer dengan sentral 3

Gejala
Bangkitan
Beratnya vertigo
Pengaruh gerakan kepala
Mual/muntah/keringatan
Gangguan pendengaran
Tanda fokal otak

Perifer
Lebih mendadak
Berat
++
++
+/-

Sentral
Lebih lambat
Ringan
+/+
+/-

Vertigo vestibular perifer, timbulnya lebih mendadak setelah perubahan posisi kepala,
dengan rasa berputar yang berat, disertai mual/muntah dan keringatan. Bisa disertai gangguang
pendengaran berupa tinitus atau ketulian, dan tidak disertai gejala neurologik fokal seperti
hemiparesis, diplopia, perioral parestesia, paresis fasialis.
Vertigo vestibular sentral timbulnya lebih lambat, tidak terpengaruh oleh gerakan kepala.
Rasa berputarnya ringan, jarang disertai rasa mual/muntah, kalau ada ringan saja. Tidak disertai
gangguan pendengaran. Bisa disertai gejala neurologik fokal seperti disebutkan diatas.
Penyebab Vertigo
1. Vertigo vestibular perifer: benign paroxysmal positional vertigo (BBPV), menieres
disease, neuritis vestibularis, oklusi arteri labirin, labirinitis, obat ototoksi, autoimun,
tumor N.VIII, microvascular compression.
2. Vertigo vestibular sentral : migrain, CVD, tumor, epilepsi, dimielinisasi, degenerasi

Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV)


Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo.
Onsetnya lebih seriang terjadi pada lansia dan disebabkan oleh pergerakan otolith dalan kanalis
semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis semisirkularis
posterior, namun dapat juga mengenai kanalis semisirkularis anterior dan horizontal. Otolith
mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat dan protein yang berasal dari utrikulus telinga
dalam. Pergerakan dari otolit distimulasi olehadanya perubahan posisi dan menimbulkan
manifestasi klinik vertigo dan nistagmus. Selain pada lansia dan sering bersifat idiopatik, BPPV
dapat juga terjadi pada trauma kepala, infeksi kronik telinga bagian dalam seperti otitis media

dan labrinitis, serta pada operasi dan neuritis vestibular sebelumnya, meskipun gejala tidak
terjadi bertahun-tahun setelah episode. 13
Differential Diagnosis
Neuroma Akustikus
Neuroma akustik merupakan Schwannoma jinak yang berasal dari sel-sel Schwann
bagian vestibularis saraf kranialis VIII (akustikus). Walaupun jinak, ukuran tumor ini dapat
menimbulkan gejala-gejala gangguan serebelum atau batang otak. Gejala mungkin berupa
penurunan pendengaran unilateral, tinitus, vertigo, diplopia, dan penurunan lakrimasi. Tumor
dapat didiagnosis dengan uji evoked-response auditorius batang otak. Konfirmasi diagnosis
dibuat dengan pencitraan resonans magnetik otak dan kanalis auditorius internus. Apabila tumor
meluas ke dalam kranium, maka pengangkatannya menjadi prosedur pembedahan saraf.14
Menieres Disease
Menieres disease adalah suatu kelainan yang mempunyai trias gejala yang khas, yaitu
gangguan pendengaran, tinitus, dan serangan vertigo. Terutama terjadi pada wanita dewasa.
Menieres disease disebabkan karena adanya fluktuasi tekanan pada cairan telinga tengah
(endolymph). Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi dari virus atau bakteri
pada telinga. Manifestasi klinisnya berupa vertigo disertai muntah yang berlangsung antara 15
menit sampai beberapa jam dan berangsur membaik. Disertai penguranngan pendengaran, tinitus
yang kadang menetap, dan rasa penuh di dalam telinga. Serangan pertama biasanya terjadi hebat
sekali, dan dapat disertai dengan gejala vegetatif. Serangan lanjutan biasanya lebih ringan
meskipun frekuansinya bertambah.13,14
Akut Vestibular Neuritis
Akut vestibular neuritis merupakan suatu kelainan klinis di mana pasien mengeluhkan
pusing berat dengan mual, muntah yang hebat, nistagmus, serta tidak mampu berdiri atau
berjalan. Hal ini biasanya berhubungan dengan adanya inflamasi sel saraf vestibular akibat
adanya infeksi virus. Gejala-gejala ini menghilang dalam tiga hingga empat hari. Sebagian
pasien perlu dirawat di Rumah Sakit untuk mengatasi gejala dan dehidrasi. Serangan
menyebabkan pasien mengalami ketidakstabilan dan ketidakseimbangan selama beberapa bulan,
serangan episodik dapat berulang. Pada fenomena ini biasanya tidak ada perubahan
pendengaran.13
Tabel 2. Perbedaan BPPV.13

Gejala

BPPV

Akut Vestibular Menieres

Episode

Beberapa detik

Neuritis
Beberapa

serangan
Etiologi

sampai minggu
Endapan kalsium Infeksi virus

atau jam
Fluktuasi

pada

tekanan

Fungsi

Disease
hari Beberapa menit Bertahap dan lambat

kanalis

semisirkularis
Dapat terganggu

Neuroma Akustikus

Tidak terganggu

pendengaran

Schwannoma jinak
cairan

dalam telinga
Ketajaman

Penurunan

pendengaran

pendengaran,

menurun, tuli

biasnya unilateral

Gejala Klinis
Gejala klinis pada pasien dengan vertigo perifer (BPPV) terdiri dari dua gejala utama
yaitu, gejala primer yang merupakan akibat utama dari gangguan sensorik dan gejala sekunder
yang merupakan gejala penyertanya, yaitu:15
Gejala Primer
f. Sensasi berputar baik dirinya sendiri maupun lingkungannya. Vertigo
dapat horizontal, vertikal atau melingkar.
g. Sensasi pergerakan, biasanya digambarkan sebagai perasaan didorong atau
miring yang singkat. Perasaan ini menunjukkan adanya disfungsi dari
apparatus otolith di telinga dalam atau proses sentral yang merangsang
otolith.
h. Osilopsia adalah ilusi pergerakan lingkungan sekitar yang dipicu oleh
pergerakan kepala. Pasien dengan gangguan vestibuler bilateral tidak
dapat melihat apabila kepalanya sedang bergerak karena osilopsia. Pasien
dengan gangguan vestibuler unilateral selalu mengeluhkan lingkungan
sekitar berputar apabila mereka memutar kepalanya berlawanan dengan
telinga yang sakit.
i. Ataksia, cara berjalan yang tidak stabil, hampir secara universal terdapat
pada pasien dengan vertigo sentral atau perifer.
j. Gangguan pendengaran. Vertigo sering diikuti oleh tinnitus, reduksi atau
distorsi pendengaran, dan aura.

Gejala sekunder
c. Mual dan muntah
d. Mudah lelah
e. Pusing dan Sakit kepala
f. Penglihatan yang sensitif
Etiologi
Vertigo merupakan suatu gejala yang penyebabnya beragam, antara lain akibat
kecelakaan, stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak
aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan
melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf
yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam
telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan didalam otaknya sendiri.
Keseimbangan tubuh dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang
posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum vertigo:16
VI. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut.
VII.

Obat-obatan : alkohol, gentamisin.

VIII.

Kelainan telinga : endapan kalsium karbonat pada salah satu kanalis

semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign


paroxysmal positiona.
IX. Adanya infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere,
peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.
X. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis,
sklerosismultipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin,
persyarafannya atau keduanya.
XI. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya
alirandarah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri
vertebral dan arteri basiler.
Epidemiologi
Prevalensi angka kejadian vertigo periver (BPPV) di Amerika Serikat adalah 64 dari
100.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%). BPPV diperkirakan sering

terjadi pada usia rata-rata 51-57 tahun dan jarang pada usia di bawah 35 tahun tanpa adanya
riwayat trauma kepala.2
Patofisiologi
Vertigo dapat timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi aferen yang disampaikan ke
pusat kesadaran. Susunan aferen yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler atau
keseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikan impulsnya ke pusat keseimbangan.
Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-prioseptik, jaras-jaras yang
menghubungkan

nuklei

vestibularis

dengan

nuklei

N.

III,

IV

dan

VI,

susunan

vestibuloretikularis, dan vestibulospinalis. Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh


akan ditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik; reseptor vestibuler
memberikan kontribusi paling besar, yaitu lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan
yang paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik. Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi
yang tiba di pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptor vestibuler, visual dan
proprioseptik kanan dan kiri akan diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan
penggerak tubuh dalam keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi kepala dan
tubuhnya terhadap lingkungan sekitar. Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang gerakan yang aneh atau
berlebihan, maka proses pengolahan informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo
dan gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian otot menjadi tidak adekuat sehingga
muncul gerakan abnormal yang dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/
berjalan dan gejala lainnya. Mekanisme BPPV dapat dibagi menjadi dua, antara lain:13
Teori Cupulolithiasis
Adanya debris yang berisi kalsium karbonat berasal dari fragmen otokonia yang terlepas
dari macula utrikulus yang berdegenerasi menempel pada permukaan kupula kanalis
semisirkularis posterior yang letaknya paling bawah. Penyebab terlepasnya debris dari macula
belum diketahui secara pasti diduga terjadi karena pasca trauma atau infeksi. Penderita BPPV
usia tua diduga berkaitan dengan timbulnya osteopenia dan osteoporosis sehingga debris mudah
terlepas sehingga menimbulkan serangan BPPV yang berulang. Bilamana pasien berubah posisi
dari duduk ke berbaring dengan kepala tergantung, seperti dix hallpike, kanalis posterior berubah
posisi dari inferior ke superior, kupula bergerak secara sentrifugal dan menimbulkan nistagmus

dan keluhan vertigo. Pergeseran masa otokonia tersebut membutuhkan waktu, hal ini yang
menyebabkan adanya masa laten sebelum timbulnya nistagmus dan keluhan vertigo. Gerakan
posisi kepala yang berulang akan menyebabkan otokonia terlepas dan masuk ke dalam endolimf
hal ini yang menyebabkan timbulnya fatique, yaitu kekurangan atau menghilangnya
nistagmus/vertigo, disamping adanya mekanisme kompensasi sentral.3
Teori Canalithiasis
Tahun1980 Epley mengemukakan teori canalithiasis, partikel otolith bergerak bebas di
dalam kanalis semisirkularis. Ketika kepala dalam posisi tegak, endapan partikel ini berada pada
posisi yang sesuai dengan gaya gravitasi yang paling bawah. Ketika kepala direbahkan ke
belakang partikel ini berotasi ke atas sarnpai 900 di sepanjang lengkung kanalis semisirkularis.
Hal ini menyebabkan cairan endolimfe mengalir menjauhi ampula dan menyebabkan kupula
membelok (deflected), hal ini menimbulkan nistagmus dan pusing. Pembalikan rotasi waktu
kepala ditegakkan kernbali, terjadi pembalikan pembelokan kupula, muncul pusing dan
nistagmus yang bergerak ke arah berlawanan. Model gerakan partikel begini seolah-olah seperti
kerikil yang berada dalam ban, ketika ban bergulir, kerikil terangkat sebentar lalu jatuh kembali
karena gaya gravitasi. Jatuhnya kerikil tersebut memicu organ saraf dan menimbulkan pusing.
Dibanding dengan teori cupulolithiasis teori ini lebih dapat menerangkan keterlambatan "delay"
(latency) nistagmus transient, karena partikel butuh waktu untuk mulai bergerak. Ketika
mengulangi manuver kepala, otolith menjadi tersebar dan semakin kurang efektif dalam
menimbulkan vertigo serta nistagmus. Hal inilah yag dapat menerangkan konsep kelelahan
"fatigability" dari gejala pusing.
Tabel 3. Kriteria Diagnosis Untuk Vertigo Vestibular dan BPPV3
Vertigo vestibular ( salah satu kriteria ini harus ada)
1. Vertigo rotasional spontan
2. Vertigo posisional
3. Recurrent dizziness dengan mual, dan osilopsia atau imbalans.
BPPV ( A-D harus ada)
A. Vertigo vestibular rekuren
B. Durasi serangan selalu kurang dari 1 menit
C. Gejala bisa diprovokasi oleh perubahan posisi kepala :
Dari duduk ke telentang

Miring ke kanan atau ke kiri saat telentang


Atau minimal 2 manuver dibawah ini:
I.
Merebahkan kepala
II.
Dari telentang lalu duduk
III.
Membungkuk kedepan
D. Tidak disebabkan oleh penyakit lain.

Komplikasi
Komplikasi yang mungkin dapat muncul pada pasien vertigo berupa adanya peningkatan
resiko terjadinya cedera fisik. Hal tersebut diakibatkan karena pada pasien dengan vertigo
ditandai dengan kehilangan keseimbangan akibat terganggunya saraf VIII (Vestibularis),
sehingga pasien tidak mampu mempertahankan diri untuk tetap berdiri ataupun berjalan dan
meningkatkan resiko terhadap cedera oleh karena terjatuh.
Tatalaksana
Non-Medikamentosa
Terapi nonmedikamentosa yang dapat diberikan pada pasien vertigo biasanya berupa
terapi rehabilitasi vestibular (vestibular rehabilitation therapy/VRT. VRT merupakan terapi fisik
untuk menyebuhkan vertigo. Tujuan terapi ini adalah untuk mengurangi pusing, meningkatkan
keseimbangan, dan mencegah seseorang jatuh dengan mengembalikan fungsi sistem vestibular.
Pada VRT, pasien melakukan latihan agar otak dapat menyesuaikan dan menggantikan penyebab
vertigo. Keberhasilan terapi ini bergantung pada beberapa faktor pasien yang meliputi usia,
fungsi kognitif (memori, kemampuan mengikuti pentunjuk), kemampuan kordinasi dan gerak,
dan kesehatan pasien secara keseluruhan (termasuk sistem saraf pusat), serta kekuatan fisik.
Dalam VRT, pasien yang datang ke dokter, akan menjalani beberapa latihan yang akan melatih
keseimbangan dalam tingkat yang lebih tinggi, meliputi gerakan kepala, gerakan mata, dan
berjalan.
Menurut Akademi Neurologi Amerika (American Academy of neurology) metode yang
paling efektif untuk BPPV yang disebabkan oleh kristal kalsium di telinga bagian kanal posterior
adalah menggunakan teknik reposisi kanalit (canalith repotitioning) atau Epley Manuever. Pada
prosedur ini, dokter akan meminta pasien untuk menggerakkan kepala dan tubuh. Kemudian
kristal kalsium akan keluar dari kanal posterior, dan masuk ke dalam kanal telinga bagian dalam
yang selanjutnya akan diabsorbsi oleh tubuh. Pada terapi ini, pasien digerakkan dalam 4 langkah,

dimulai dengan posisi duduk dengan kepala dimiringkan 45o pada sisi yang memicu, kemudian
dilakukan beberapa langkah dibawah ini:
Pasien diposisikan sama dengan posisi Hall-pike sampai vertigo dan nistagmus mereda.
Kepala pasien kemudian diposisikan sebaliknya, hingga telinga yang terkena berada di
atas dan telinga yang tidak terkena berada di bawah.
Seluruh badan dan kepala kemudian dibalikkan menjauhi sisi telinga yang terkena pada
posisi lateral dekubitus, dengan posisi wajah menghadap ke bawah.
Langkah terakhir adalah mendudukkan kembali pasien dengan kepala ke arah yang
berlawanan pada langkah

Gambar 7. Epley Maneuver.17


Metode Brandt Daroff
Pasien duduk tegak ditepi tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan kedua
mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik,
setelah itu duduk kembali . setelah 30 detik baringkan dengan cepat kesisi lain, pertahankan
selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan 5 kali, serta dilakukan selama 2 minggu
atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore.3
Mencegah faktor pencetus dan lifestyle:
-

Makanan dan diet adekuat


Mencegah minum alkohol dan rokok berlebihan
Mengurangi obat sedatif, ototoksik dan opioid
Memperbaiki posisi tidur dan saat bekerja.

Medikamentosa
Terapi medikamentosa yang dapat diberikan pada pasien vertigo perifer (BPPV) pada
umumnya bersifat simptomatik untuk mengurangi keluhan pasien, yaitu:18
Antihistamin
Ada beberapa obat antihistamin yang mempunyai sifat anti vertigo. Antihistamin yang
dapat meredakan vertigo seperti obat dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin.
Antihistamin yang mempunyai anti vertigo juga memiliki aktivitas anti-kolinergik di susunan
saraf pusat. Mungkin sifat anti-kolinergik ini ada kaitannya dengan kemampuannya sebagai obat
antivertigo. Efek samping yang umum dijumpai ialah sedasi (mengantuk). Pada penderita vertigo
yang berat efek samping ini memberikan dampak yang positif.
Dimenhidrinat (Dramamine) memiliki lama kerja sekitar 4-6 jam dan dapat diberi per
oral atau parenteral melalui suntikan intramuscular dan intravena. Obat ini diberikan dengan
dosis 25 mg 50mg (1 tablet), 4 kali sehari, dan dapat menyebabkan efek samping berupa
mengantuk.
Difhenhidramin Hcl (Benadryl) memiliki lama kerja yang sama dengan dimenhidrinat,
diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) 50 mg, 4 kali sehari per oral. Obat ini dapat juga
diberikan parenteral. Efek samping yang ditimbulkan berupa rasa kantu.
Betahistin merupakan suatu analog histamin dapat digunakan untuk meningkatkan
sirkulasi ditelinga dalam, dapat diberikan untuk mengatasi gejala vertigo. Efek samping
betahistin ialah gangguan di lambung, rasa enek, dan sesekali rash di kulit.

Betahistin Mesylate (Merislon)


Diberikan dengan dosis 6 mg (1 tablet) 12 mg, 3 kali sehari per oral.

Betahistin di Hcl (Betaserc)


Diberikan dengan dosis 8 mg (1 tablet), 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagidalam
beberapa dosis.

Antagonis Kalsium
Obat golongan antagonis kalsium dapat juga berkhasiat dalam mengobati vertigo. Obat
antagonis kalsium, seperti cinnarizine (stugeron) dan flunarizine (sibelium) sering digunakan.
Obat ini merupakan obat supresan vestibular karena sel rambut vestibular mengandung
banyak terowongan kalsium. Namun, antagonis kalsium sering mempunyai khasiat lain seperti

anti kolinergik dan antihistamin. Sampai dimana sifat yang lain ini berperan dalam mengatasi
vertigo belum diketahui.
Cinnarizine (Stugerone). Obat ini mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular serta
dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis yang diberikan biasanya
15 30 mg, 3 kali sehari atau 1 x 75 mg sehari. Efek samping yang ditimbulkan berupa rasa
mengantuk (sedasi), rasa lelah, diare atau konstipasi, mulut rasa kering dan rash pada kulit.
Fenotiazin
Kelompok obat ini mempunyai sifat anti emetik yang efektif untuk nausea yang
diakibatkan oleh bahan kimiawi namun kurang berkhasiat terhadap vertigo.
Promethazine (Phenergan) merupakan golongan Fenotiazine yang paling efektif
mengobati vertigo. Lama kerja obat ini ialah 4 6 jam, diberikan dengan dosis 12,5 mg
25 mg (1draze), 4 kali sehari per oral atau parenteral (suntikan intramuscular atauintravena).
Efek samping yang sering dijumpai ialah sedasi, sedangkan efek samping ekstrapiramidal lebih
sedikit dibanding obat fenotiazin lain.
Klorpromazin (Largactil) memiliki lama kerja sekitar 20-30jam, biasanya pada penderita
dengan serangan vertigo yang berat dan akut. Obat ini dapat diberikan per oral atau parenteral.
Dosis yang lazim ialah 25 mg (1 tablet) - 50 mg, 3 4 kali sehari.Efek samping ialah sedasi dan
efek ekstrapiramidal.
Simpatomimetik
Obat ini dapat digunakan untuk menekan gejala vertigo. Obat simpatomimetik yang biasa
digunakan untuk menekan vertigo ialah efedrin.
Efedrin memiliki lama kerja sekitar 4 6 jam, dengan dosis 10 -25 mg, 4 kali sehari.
Khasiat obat ini dapat sinergistik bila dikombinasi dengan obat anti vertigo lainnya. Efek
samping yang biasa timbul ialah insomnia, jantung berdebar (palpitasi) dan menjadi
gelisah/gugup.
Antikolinergik
Obat antikolinergik yang aktif di sentral dapat menekan aktivitas sistem vestibular dan
dapat mengurangi gejala vertigo.
Skopolamin mempunyai khasiat sinergistik dan dapat dikombinasi dengan efedrin. Dosis
skopolamin yang biasa digunakan yaitu 0,3 mg 0,6 mg, 3 4kali sehari.
Prognosis

Prognosis dari vertigo umumnya baik, tergantung pada penyebab dan bagaimana respon
tubuh terhadap terapi yang diberikan. Pada serangan vertigo berat dan tidak responsif terhadap
pengobatan, prognosisnya cenderung lebih buruk, terutama pada pasien lansia. Selain itu, adanya
gangguan pada vestibuler perifer dapat menyebabkan hilangnya pendengaran secara progresif.
Kesimpulan
Vertigo merupakan sekumpulan gejala yang ditandai dengan adanya sensasi gerakan atau
berputar, yang sering dijelaskan sebagai perasaan kehilangan keseimbangan. Berdasarkan
penyebabnya, vertigo diklasifikasikan menjadi dua katagori yaitu vertigo sentral dan vertigo
perifer. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) merupakan penyebab utama vertigo
perifer. Onsetnya lebih seriang terjadi pada lansia dan disebabkan oleh pergerakan otolith dalan
kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Prevalansi angka kejadian vertigo, terutama BPPV di
Amerika Serikat adalah 64 dari 100.000 orang dengan kecenderungan terjadi pada wanita (64%).
Gejala klinis yang ditimbulkan dapat berupa rasa berputar atau obyek sekitarnya
bergerak/berputar saat kepala bergerak atau saat terjadi perubahan posisi, terdapat nistagmus,
gangguan pendengaran dan penglihatan, serta keluhan penyerta lain seperti mual-muntah dan
ketidakseimbangan tubuh. Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan
neurologis seperti tes Romberg, past pointing test, Dix-Hallpike manoeuvre, tes kalori, dan
pemeriksaan pendengaran. Selain itu dapat juga dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan neurofisiologi seperti elektronistagmografi (ENG),
audiometri, dan lain-lain. Tatalaksana untuk vertigo dapat dilakukan secara simptomatik dengan
obat-obatan tertentu sesuai keluhan pasien dan dapat juga dilakukan terapi fisik, yaitu Epley
Maneuver untuk membantu mengurangi keluhan.

Daftar Pustaka
1. Corwin EJ. Buku saku patofisiologi. Ed 3. Jakarta: EGC; 2009. h.378.
2. Dewanto G, Suwono WJ, Riyanto B, Turana Y. Diagnosis dan tatalaksana penyakit saraf.
Jakarta: EGC; 2009. h.111-4.

3. Pedoman Tatalaksana Vertigo. PERDOSSI ( Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf


Indonesia); 2012.
4. Past-Pointing Test. Diunduh tanggal 14 April 2016 dari http://youtube.com.
5. Unterberger's

Stepping

Test.

Diunduh

tanggal

14

April

2016

dari

http://neurologicaltx.medicalph.com.
6. Tendem

Gait

Test.

Diunduh

tanggal

14

April

2016

dari

http://sportsconcussionaustalasia.com.
7. Dix-Hallpike Manoeuvre. Diunduh tanggal 14 April 2016 dari http://medscape.com.
8. Rubenstein D, Wayne D, Bradley J. Kedokteran klinis. Ed 6. Jakarta: Erlangga; 2005.
h.10-2.
9. Tes Rinne dan Tes Weber. Diunduh tanggal 14 April 2016 dari http://user.medunigraz.at.
10. Perbedaan pemeriksaan pendengaran. Diunduh tanggal 13 Januari 2015 dari
http://clinicaljunior.com.
11. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Buku ajar telinga, hidung, tenggorok. Ed 6. Jakarta:
Balai Penerbit FKUI; 2008. h. 94-101.
12. Anatomi Alat Keseimbangan Tubuh. Diunduh tanggal 14 April

2016 dari

http://biologisel.com.
13. Ginsberg L. Neurologi. Ed 8. Jakarta: Erlangga; 2007. h.36-8.
14. Gruendemann BJ, Fernsebner B. Buku ajar perioperatif. Jakarta: EGC; 2006. h.69.
15. Antunes MB. CNS Causes of Vertigo. WebMD LLC. 10 September 2009. Diunduh
tanggal 14 April 2016 dari http://emedicine.medscape.com.
16. Turner B, Lewis NE. Symposium neurology: Systemic approach that needed of estabilish
of vertigo. The Practitioner September 2010 254 (1732): 19-23.
17. Epley Maneuver. Diunduh tanggal14 April 2016 dari http://medicastore.com.
18. Kee JL, Hayes ER. Farmakologi. Jakarta: EGC; 2005. h.515-9.

Anda mungkin juga menyukai