FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
LAPORAN KASUS
JUNI 2015
DISUSUN OLEH:
PEMBIMBING:
dr. SATRIAWAN ABADI, SP.PD, KIC
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini menyatakan bahwa:
Nama
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.
Makassar, Juni 2015
Mengetahui,
Pembimbing
: Ny H
: Perempuan
: 31/12/1968
: Jl.Faisal 17 Lr II/32
: 11-35-11
: 31/05/2015
: Shinta Dwi Septiani Putri Wibowo
I. SUBJEKTIF
a. Anamnesis
: Autoanamnesis
b. Keluhan Utama
: Demam
c. Anamnesis Terpimpin :
Demam dialami sejak 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun. Demam dirasakan
turun dengan obat penurun demam, menggigil tiada, berkeringat tiada. Selama demam
pasien juga mengeluhkan mual tapi tidak muntah, nyeri kepala ada, kejang tiada, pusing
tiada, batuk tiada, sesak dan nyeri dada tiada. Nyeri ulu hati ada. Nyeri tenggorokan ada.
Nafsu makan menurun. Nyeri pada otot dan sendi ada.
BAB
BAK
II. OBJEKTIF
- Status Pasien
BB
TB
IMT
: 50 kg
: 157 cm
: 50 = 20,28 kg/m2
1,572
- Tanda vital
Tekanan Darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
- Pemeriksaan Fisik
: 100/60 mmHg
: 74x/menit
: 23x/menit
: 38.2C
Kepala
Ekspresi
Simetris muka
Deformitas
Rambut
Mata
Eksoptalmus/Enoptalmus
Gerakan
Tekanan bola mata
Kelopak mata
Konjungtiva
Sklera
Kornea
Pupil
: Biasa
: Simetris kiri dan kanan
: Tidak ada
: Hitam, tidak rontok
: (-)
: dalam batas normal
: tidak diperiksa
: edema palpebral (-)
: anemis (-/-)
: ikterus (-/-)
: jernih
:bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
Tophi
Pendengaran
Nyeri tekan di prosesus mastoideus
Hidung
: (-)
: dalam batas normal
: (-)
Mulut
Leher
Perdarahan
Sekret
: (-)
: (-)
Bibir
Gigi geligi
Gusi
Tonsil
Faring
Lidah
Thoraks
-Inspeksi
Paru
Bentuk
Pembuluh darah
Buah dada
Sela iga
Lain-lain
Palpasi
Perkusi
: Fremitus raba
Nyeri tekan
: Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
Auskultasi :
Bunyi pernapasan
Bunyi tambahan
:Vesikuler
: Rh :
Wh :
-|-
Jantung
Palpasi
Perkusi
Abdomen
Palpasi
Perkusi
: Timpani
Auskultasi
Alat Kelamin
Tidak dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rektum
Tidak dilakukan pemeriksaan
Punggung
Palpasi
: NT (-), MT (-)
Nyeri ketok
: (-)
Auskultasi
Gerakan
Ekstremitas
Superior
Edema
III.Laboratorium
Jenis Pemerikaan
Hasil (31/05/2015)
Nilai Rujukan
HB
13,2
Lk
14-16/Pr
12-
14gr/dl
DARAH
RUTIN
N.SEGMEN
75 %
51-67 %
LIMFOSIT
22 %
20 30 %
MONOSIT
3%
6 92 %
LEKOSIT
1.400/uL
4000-10.000/uL
ERITROSIT
4.480.000/uL
LK;4,5-5,5 juta/uL
TROMBOSIT
38.000/uL
150.000-450.000/uL
HEMATOKRIT
38,4 %
L;40-54% P;37-47%
Jenis Pemerikaan
HB
Hasil (01/06/2015)
12,5 gr/dl
Nilai Rujukan
Lk
14-16/Pr
12-
14gr/dl
DARAH
RUTIN
N.SEGMEN
27 %
51-67 %
LIMFOSIT
46 %
20 30 %
MONOSIT
25 %
6 92 %
LEKOSIT
1.900/uL
4000-10.000/uL
ERITROSIT
4.250.000/uL
LK;4,5-5,5 juta/uL
TROMBOSIT
19.000/uL
150.000-450.000/uL
HEMATOKRIT
38,9 %
L;40-54% P;37-47%
DHF grade I
V. PLANNING
Pengobatan :
-
Banyak minum
Rencana pemeriksaan :
-
VI. PROGNOSIS
Ad Functionam
Ad Sanationam
Ad Vitam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
: Dubia ad bonam
Tanggal
Perjalanan penyakit
Instruksi dokter
31/0/2015
S:
P:
(+).
Bak : lancar, kuning
Bab : Tidak lancar, terutama sejak 4 hr yll belum bab
O : SS/GB/CM
TD : 100/60 mmhg
N : 174x/menit
P : 23x/menit
S : 38.20C
Hasil Lab:
Hb
: 13,2 gr/dl
Lekosit : 1.400/uL
Monitoring :
S:
P:
Monitoring :
TD : 120/70 mmhg
N : 64x/menit
P : 24x/menit
perdarahan
S : 36.5 0C
Hasil lab
WBC : 1,9 x 103/uL
Darah rutin/hari
Awasi tanda-tanda vital
Awasi manifestasi
P:
jam/ IV
S:
Demam (-), Sakit kepala (-), pusing (-), batuk (-),
sesak (-), nyeri dada (-), mual (-),muntah (-), nyeri ulu
hati (+)
31/03/2015
Monitoring :
perdarahan
Banyak minum
A: DHF grade II
1/04/2015
S:
P:
jam/ IV
Banyak minum
Monitoring: -
Hasil lab
WBC : 2.3 x 103/uL
RBC : 4,27 x 106/uL
HCT : 38 %
HGB : 12,3 g/dL
A: DHF grade II
02/04/2015
S:
P:
Rencana pulang
VII.
BP : vesikuler
BT : I/II murni regular
Peristaltik (+) kesan Normal
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
Ext : peteki (-)
RESUME
Seorang perempuan 27 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan demam, dialami sejak
5 hari sebelum masuk rumah sakit, demam terus-menerus. Demam dirasakan turun setelah pasien
diberi obat penurun demam (paracetamol), namun setelah itu pasien merasa demam kembali.
Nyeri kepala ada , dirasakan tidak terus menerus, mual ada. Pasien juga mengeluh nyeri
menelan, ada perdarahan gusi.
BAB: biasa, kuning, tidak ada riwayat BAB hitam, BAK: lancar, warna kuning, kesan cukup.
Riwayat menderita malaria 7 tahun yang lalu. Riwayat penderita dengan penyakit yang sama
sekitar lingkungan tidak ada.
Dari hasil pemeriksaan fisis pasien sakit sedang, gizi baik, composmentis. Tekanan darah
90/60 mmHg, nadi 100 x/menit, pernapasan 20 x/mnt, suhu 38,9oC (axilla). Tes Rumple-leede
positif. Peteki ada pada eks. Superior sinistra dan inferior dextra.
Pada pemeriksaan penunjang diperoleh hasil Laboratotium WBC : 3,71x103/uL, RBC: 5,70
x106/uL HGB : 17,2 g/dL, HCT 50,6%, PLT : 25x103/uL
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan, maka pasien didiagnosis DHF Grade II.
VIII. DISKUSI
Dari anamnesis didapatkan keluhan utama pasien adalah demam yang dialami sejak 5
hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, demam terus-menerus. Dari pemeriksaan fisis
didapatkan tes Rumple Leede positif, dan ditemukan peteki pada eks. superior sinistra dan
inferior dextra. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan PLT menjadi 25 x103/uL
dan penurunan WBC menjadi 3,71 x103/uL.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pasien didiagnosa
DHF grade II .
Terdapat 4 tahapan derajat keparahan DBD, yaitu derajat I dengan tanda terdapat demam
disertai gejala tidak khas dan uji torniket + (positif); derajat II yaitu derajat I ditambah ada
perdarahan spontan di kulit atau perdarahan lain, derajat III yang ditandai adanya kegagalan
sirkulasi yaitu nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi (<20 mmHg), hipotensi
(sistolik menurun sampai <80 mmHg), sianosis di sekitar mulut, akral dingin, kulit lembab dan
pasien tampak gelisah; serta derajat IV yang ditandai dengan syok berat (profound shock) yaitu
nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Pasien ini memenuhi 4 kriteria diagnosis DBD yang ditetapkan oleh WHO 1997,
antara lain :
1. Demam yang berlangsung 2-7 hari dan sifatnya bifasik (tinggi pada hari pertama dan
membaik pada hari-hari selanjutnya). Pasien ini mengalami demam selama 5 hari.
Selanjutnya pasien tidak demam lagi (demam bersifat bifasik).
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan. Pada pasien ini dilakukan tes Rumple leede
positif dan ada riwayat perdarahan gusi. Peteki ada pada eks. Superior sinistra dan inferior
dextra.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000). Pada pasien ini memiliki trombosit yang
menurun dengan riwayat opname di Maros dengan trombosit 33000. Ketika pasien dirujuk
ke RSWS, trombosit menurun menjadi 25000. Keadaan trombositopenia pada pasien ini
disebabkan oleh penghancuran trombosit oleh sistem retikuloendotelial karena terjadi
agregasi trombosit.
4. Terdapat tanda-tanda kebocoran plasma. Pada pasien ini tidak terdapat tanda klinis
kebocoran plasma seperti asites dan efusi pleura. Namun, tanda kebocoran plasma dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Penilaian kebocoran plasma juga dapat ditandai
dengan adanya leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat.
DISKUSI KASUS
DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
BAB I
PENDAHULUAN
Demam berdarah dengue/ dengue hemorrhagic fever merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.1 Beberapa dekade terakhir ini,
insiden demam dengue menunjukkan peningkatan yang sangat pesat diseluruh penjuru dunia.
Sebanyak dua setengah milyar atau dua perlima penduduk dunia beresiko terserang demam
dengue dan sebanyak 1,6 milyar (52%) dari penduduk yang beresiko tersebut hidup di wilayah
Asia Tenggara. WHO memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.2
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air.Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DBD tahun 2010 di Asean, dengan jumlah kasus
156.086 dan kematian 1.358 orang. Di Rektorat Jenderal Pemberantasan Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan PL kemkes RI), melaporkan kasus DBD tahun 2011 di
Indonesia menurun dengan jumlah kasus 49.486 dan jumlah kematian 403 orang.3
Data kasus dan angka kematian DBD di Dinas Kesehatan Propinsi Riau tahun
2011menunjukkan sebanyak 2.948 kasus dengan 57 orang meninggal dunia yang menyebar di 12
Kabupaten/kota. Pada tahun 2012 menunjukkan DBD di Propinsi Riau sebanyak 973 kasus, dan
menempati urutan ke-6 dari 10 besar penyakit yang dirawat di RSUD Arifin Achmad Provinsi
Riau.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Demam dengue/ dan demam berdarah dengue (Dengue Hemorrhagic Fever/ DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/ atau nyeri sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik.5
2. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter
30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4
serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4 yang semua nya dapat menyebabkan
demam dengue atau demam berdarah dengue. Keempat serotipe ini ditemukan di Indonesia
dengan DEN-3 merupakan serotipe terbanyak.5
3. Patofisiologi
Fenomena patofisiologi utama menentukan berat penyakit dan membedakan demam
berdarah dengue dengan dengue klasik ialah tingginya permeabilitas dinding pembuluh darah,
menurunnya volume plasma, terjadinya hipotensi, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Meningginya nilai hematokrit pada penderita dengan renjatan menimbulkan dugaan bahwa
renjatan terjadi sebagai akibat kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler melalui kapiler yang
rusak dengan mengakibatkan menurunnya volume plasma dan meningginya nilai hematokrit.6
Jika seseorang digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue masuk bersama darah
yang dihisapnya. Dalam tubuh nyamuk, virus dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar virus tersebut
berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu, jumlahnya dapat mencapai ratusan
ribu sehingga siap dipindahkan ke orang lain.7 Virus merupakan mikrooganisme yang hanya
dapat hidup di dalam sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing dengan
sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan protein.
Persaingan tersebut sangat tergantung pada daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan
terjadi penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka perjalanan
penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.5,8
Dua teori yang banyak dianut dalam menjelaskan patogenesis infeksi dengue adalah
hipotesis infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune
enhancement.9 Menurut hipotesis infeksi sekunder yang diajukan oleh Suvatte, sebagai akibat
infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda, respon antibodi anamnestik pasien akan
terpicu, menyebabkan proliferasi dan transformasi limfosit dan menghasilkan titer tinggi IgG
antidengue. Karena bertempat di limfosit, proliferasi limfosit juga menyebabkan tingginya angka
replikasi virus dengue. Hal ini mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit, penurunan natrium dan terdapatnya cairan dalam
rongga serosa. Pada penderita renjatan berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih
dari pada 30% dan berlangsung selama 24-48 jam. Renjatan yang tidak ditanggulangi secara
adekuat akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan kematian.9
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa
mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan reseptor dari membran
leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi mediator
vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.9
Trombositopenia pada infeksi dengue terjadi melalui mekanisme: 3
1.
2.
Kadar trombopoeitin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia justru menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan terjadinya stimulasi trombopoiesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia. Destruksi trombosit terjadi melalui pengikatan
fragmen C3g, terdapatnya antibodi VD, konsumsi trombosit selama proses koagulopatidan
sekuestrasi di perifer. Gangguan fungsi trombosit terjadi melalui mekanisme gangguan pelepasan
ADP, peningkatan kadar b-hemoglobin dan PF4 yang merupakan degranulasi trombosit.2
Koagulopati terjadi sebagai akibat interaksi virus dengan endotel yang menyebabkan
disfungsi endotel. Berbagai penelitian menunjukkan terjadinya koagulopati konsumtif pada
demam berdarah dengue stadium III dan IV. Aktivasi koagulasi pada demam berdarah dengue
terjadi melalui aktivasi jalur ekstrinsik (tissue factor pathway). Jalur intrinsik juga kberperan
melalui aktivasi faktor XIa namun tidak melalui aktivasi kontak (kalikrein C1-inhibitor
complex).3
4. Manifestasi klinik
Manifestasi klinik infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue.
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis
selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai resiko
untuk terjadi renjatan jika tidak mendapat pengobatan yang adekuat.10
Gambaran klinis penderita dengue terdiri atas 3 fase yaitu fase febris, fase kritis dan fase
pemulihan. Pada fase febris, Biasanya demam mendadak tinggi 2 7 hari, disertai muka
kemerahan, eritema kulit, nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala. Pada beberapa
kasus ditemukan nyeri tenggorok, injeksi farings dan konjungtiva, anoreksia, mual dan muntah.
Pada fase ini dapat pula ditemukan tanda perdarahan seperti ptekie, perdarahan mukosa,
walaupun jarang dapat pula terjadi perdarahan pervaginam dan perdarahan gastrointestinal.
Fase kritis, terjadi pada hari 3 7 sakit dan ditandai dengan penurunan suhu tubuh
disertai kenaikan permeabilitas kapiler dan timbulnya kebocoran plasma yang biasanya
berlangsung selama 24 48 jam. Kebocoran plasma sering didahului oleh lekopeni progresif
disertai penurunan hitung trombosit. Pada fase ini dapat terjadi syok.
Fase pemulihan, bila fase kritis terlewati maka terjadi pengembalian cairan dari
ekstravaskuler ke intravaskuler secara perlahan pada 48 72 jam setelahnya. Keadaan umum
penderita membaik, nafsu makan pulih kembali, hemodinamik stabil dan diuresis membaik.
5. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium meliputi kadar hemoglobin, kadar hematokrit, jumlah
trombosit, dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relatif disertai gambaran
limfosit plasma biru (sejak hari ke-3). Trombositopenia umumnya dijumpai pada hari ke 3-8
sejak timbulnya demam. Hemokonsentrasi dapat mulai dijumpai mulai hari ke 3 demam. Pada
DBD yang disertai manifestasi perdarahan atau kecurigaan terjadinya gangguan koagulasi dapat
dilakukan pemeriksaan hemostasis (PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP). Pemeriksaan
lain yang dapat dikerjakan adalah albumin, SGOT/SGPT, ureum/ kreatinin. 3
Untuk membuktikan etiologi DBD, dapat dilakukan uji diagnostik melalui pemeriksaan
isolasi virus, pemeriksaan serologi atau biologi molekular. Di antara tiga jenis uji etiologi, yang
dianggap sebagai baku emas adalah metode isolasi virus. Namun, metode ini membutuhkan
tenaga laboratorium yang ahli, waktu yang lama (lebih dari 12 minggu), serta biaya yang relatif
mahal. Oleh karena keterbatasan ini, seringkali yang dipilih adalah metode diagnosis molekuler
dengan deteksi materi genetik virus melalui pemeriksaan reverse transcriptionpolymerase chain
reaction (RT-PCR). Pemeriksaan RT-PCR memberikan hasil yang lebih sensitif dan lebih cepat
bila dibandingkan dengan isolasi virus, tapi pemeriksaan ini juga relatif mahal serta mudah
mengalami kontaminasi yang dapat menyebabkan timbulnya hasil positif semu.5
Pemeriksaan yang saat ini banyak digunakan adalah pemeriksaan serologi, yaitu dengan
mendeteksi IgM dan IgG-anti dengue. Imunoserologi berupa IgM terdeteksi mulai hari ke 3-5,
meningkat sampai minggu ke-3 dan menghilang setelah 60-90 hari. Pada infeksi primer, IgG
mulai terdeteksi pada hari ke-14, sedangkan pada infeksi sekunder dapat terdeteksi mulai hari ke
2.5
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dapat
dilakukan untuk melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan USG.5
6. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis). Kriteria klinis demam dengue adalah
demam akut selama 2-7 hari ditandai dengan dua atau lebih manifestasi klinis seperti nyeri
kepala, nyeri retro-orbital, mialgia/artralgia, ruam kulit, manifestasi perdarahan (petekie atau uji
bendung positif), leukopenia dan pemeriksaan serologi dengue positif atau ditemukan pasien
demam dengue atau demam berdarah dengue yang sudah dikonfirmasi pada lokasi dan waktu
yang sama.
Kriteria Klinis:9,10
1.
2.
Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin.
Penurunan hemtokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan, dibandingkan dengan nilai
hematokrit sebelumnya.
Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin
dan lembab, tampak gelisah.
Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Derajat
Gejala
Laboratorium
Demam disertai 2 atauLeukopenia, serologi
lebih
tanda:
kepala,
nyeri
orbital,
DBD
sakitdengue positif
retro
mialgia,
artralgia
Gejala di atas ditambahTrombositopenia
uji bendung positif
DBD
II
III
(kulit
IV
(<100.000/ul),
bukti
DBD
bukti
DBD
(<100.000/ul),
sirkulasi(<100.000/ul),
dingin
bukti
bukti
2. Malaria
3. Demam Chikungunya
4. Leptospirosis
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilamana terdapat kesesuaian klinis dengan demam
tifoid, malaria, chikungunya dan leptospirosis. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosis banding
mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit seperti demam tifoid, campak, influenza,
demam chikungunya, leptospirosis. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lain.
Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada demam
chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, injeksi
konjungtiva dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan
epistaksis hampir sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan
syok.
8. Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma
sebagai peningkatan permeabilitas kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat
berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD
dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif. Untuk dapat merawat pasien DBD dengan
baik, diperlukan dokter dan perawat yang terampil, sarana laboratorium yang memadai, cairan
kristaloid dan koloid serta bank darah yang senantiasa siap bila diperlukan. Diagnosis dini dan
memberikan nasehat untuk segera dirawat bila terdapat tanda syok merupakan hal yang penting
untuk mengurangi angka kematian. Di pihak lain perjalanan penyakit DBD sulit diramalkan.
Pasien yang waktu masuk keadaan umumnya tampak baik dalam waktu singkat dapat memburuk
dan tidak tertolong. Kunci keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para
dokter untuk mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase penurunan suhu (fase kritis, fase
syok) dengan baik. 4
Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat diturunkan hingga kurang dari
1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan tindakan yang paling penting dalam
penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika
asupan cairan oral pasien tidak mampu dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui
intravena untuk mencegah dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna. Volume cairan
kristaloid per hari yang diperlukan sesuai rumus berikut 1500 + {20x(BB dalam kg 20)},
transfusi trombosit hanya diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif
dengan jumlah trombosit <100.000/mm3 disertai atau tanpa KID. 4
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, telah menyusun lima protokol penatalaksanaan demam berdarah dengue
pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :5
1. Tatalaksana dengan rencanan tindakan sesuai indikasi
2. Praktis dalam penatalaksanaan
3. Mempertimbangkan cost efectiveness
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa mengikuti 5
protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori, sebagai berikut:5
1. Penanganan tersangka DBD dewasa tanpa syok
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa
DAFTAR PUSTAKA
1. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM UI. 2009.
2. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004.
3. Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang dirawat di
Bagian Ilmu penyakit Dalam Periode 1 Januari- 31 Desember 2005. Pekanbaru, 2006 :
27-37.
4. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam Buku
ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
5. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di Indonesia.
Farmaka. 2007; 5:12-29.
6. Sanford JP. Infeksi Arbovirus dalam Harrison prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Edisi
13. Volume 2. Jakarta : EGC, 1999 : 955-6.
7. Departemen kesehatan RI. Demam Berdarah Dengue. 2009. [diakses 7 April 2013]
http://www.depkes.go.id
8. Chen K, Herdiman T. Pohan, Sinto R. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah
dengue. Medicinus: Scientic Journal of Pharmaceutical Development and Medical
Application. 2009; 22: 3-7.
9. World Health Organization. Dengue Guidelines for Diagnosis, Treatment, Prevention and
Control. New edition. Geneva. 2009.