Anda di halaman 1dari 25

SEMINAR ARSITEKTUR

RANCANGAN SIRKULASI UDARA


DAN PENGARUHNYA TERHADAP
KENYAMANAN TERMAL RUANG BELAJAR
STUDI KASUS: RUANG STUDIO BARAT LANTAI 6 LABTEK IX B
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Ilman Basthian S.
15205025

AR 4195 – SEMINAR ARSITEKTUR


KELOMPOK KEAHLIAN TEKNOLOGI BANGUNAN

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR


SEKOLAH ARSITEKTUR, PERENCANAAN, DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2008
DAFTAR ISI

Halaman

IDENTITAS KARYA TULIS......................................................................................1


ABSTRAK..............................................................................................................2

BAB I P E N D A H U L U A N .....................................................................................3
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................3
1.2 Pernyataan Masalah...............................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................................5

BAB II P E M B A H A S A N ......................................................................................6
2.1 Tinjauan Pustaka...................................................................................6
2.1.1 Kenyamanan Termal ....................................................................6
2.1.2 Transfer Panas .................................................................. 7
2.1.3 Aliran Udara ..................................................................... 8
2.2 Tinjauan Faktual Objek Studi..................................................................8

BAB III P E N Y E L E S A I A N ................................................. ...............10


3.1 Kerangka Analisis ..................................................................... 10
3.2 Analisis Objek Studi..............................................................................10
3.2.1 Udara Panas ............................................................ 14
3.2.2 Aliran Udara Eksisting .................................................. 16
3.3 Rekomendasi .................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................22
IDENTITAS KARYA TULIS

1. Judul

RANCANGAN SIRKULASI UDARA DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENYAMANAN


TERMAL RUANG BELAJAR
Studi Kasus: Ruang Studio Barat Lantai 6 Labtek IX B Institut Teknologi Bandung

1. Penulis

Nama Lengkap : Ilman Basthian Sucipto


NIM : 152 05 025
Program Studi : Arsitektur
Fakultas/Sekolah : Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan
Kebijakan
Alamat Rumah/Telp/E-mail : Perumnas Sarijadi Blok II/15 Bandung 40151, Telp
(022) 2017876, E-mail: alohomora_boy@yahoo.com.

2. Mata Kuliah

Kode : AR 4195
Judul : Seminar Arsitektur
Kelompok Keahlian : Teknologi Bangunan
Dosen Pembimbing : Ir. Tri Yuwono
Semester : I (satu)
Tahun Akademik : 2008/2009

Mengetahui, Bandung, 17 Desember 2008


Dosen Pembimbing Mahasiswa

(Ir. Tri Yuwono) (Ilman Basthian S.)


NIP. NIM. 152 05 025

Ketua Program Studi

(Dr. Ing. Heru Wibowo Poerbo)


NIP.

1
ABSTRAK

Pendidikan adalah sebuah bagian penting dari kehidupan manusia, usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya. Proses yang menjadi inti dari pendidikan
adalah kegiatan belajar. Kegiatan belajar adalah proses interaksi peserta didik dengan
pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Di antara berbagai
pertimbangan desain arsitektural, yang perlu menjadi perhatian utama dalam menciptakan
ruang belajar yang kondusif dan berkualitas adalah kenyamanan termal.

Fenomena saat ini, kebanyakan pengguna bangunan dan beberapa perancang secara
praktis menggunakan instalasi pengkondisian udara mekanis ( Air Conditioner-AC) untuk
mencapai kenyamanan termal ruang. Padahal itu sama sekali bukan merupakan solusi yang
ilmiah. Untuk mencapai kenyamanan termal alami dibutuhkan pemahaman terhadap
karakter klimatik spesifik daerah setempat. Salah satu komponen karakter klimatik tersebut
adalah pergerakan udara (angin). Desain arsitektur ruang belajar yang mempertimbangkan
dan merespon aliran udara di dalam dan sekitar bangunan akan menciptakan kenyamanan
termal yang berwawasan lingkungan dan memenuhi aspek keberlanjutan.

Objek studi yang diambil untuk pembahasan ini adalah Ruang Studio Barat Lantai 6
Labtek IX B Institut Teknologi Bandung. Ruang tersebut digunakan sebagai tempat
melangsungkan kegiatan perkuliahan Studio Perancangan Arsitektur. Kondisi yang terjadi
saat ini, kebutuhan pengguna akan kenyamanan termal lingkungan ruang tidak terpenuhi,
terutama pada waktu-waktu puncak kegiatan. Hal ini menimbulkan berbagai dampak, salah
satunya terhadap pengguna langsung menambah beban psikologis.

Pembahasan seminar ini memiliki tujuan pokok merekomendasikan preskripsi desain


untuk perbaikan sirkulasi (pergerakan) udara yang dapat membantu menciptakan
kenyamanan termal ruang belajar secara umum, pada Ruang Studio Barat Lantai 6 Labtek
IX B Institut Teknologi Bandung khususnya.

Metode yang dilakukan adalah dengan pengolahan data primer dan sekunder.
Pengolahan data primer yaitu studi faktual objek melalui pengamatan langsung dan
wawancara tidak terstruktur. Pengolahan data sekunder yaitu studi literatur pada buku teori,
jurnal, dan hasil penelitian terkait, yang kemudian digunakan untuk menunjang pengolahan
data primer.

Hasil yang diharapkan dari pembahasan ini adalah berupa preskripsi desain yang
secara umum dapat diterapkan guna memperbaiki rancangan pergerakan udara pada ruang
yang mewadahi kegiatan belajar, tujuannya tidak lain adalah mencapai kenyamanan termal.

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah sebuah bagian penting dari kehidupan manusia, sebuah


usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual kegamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya. Manusia menempuh
pendidikan sebagai upayanya mencapai nilai yang lebih baik dalam kehidupan, baik itu
secara intelektual, sosial, agama, ekoomi, dsb.

Proses yang menjadi inti dari pendidikan adalah kegiatan belajar. Kegiatan
belajar adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar. Dari definisi tersebut dapat diambil empat komponen dalam
kegiatan belajar: peserta didik, pendidik, sumber belajar, dan lingkungan belajar. Di
antara keempatnya yang berada dalam domain perencanaan dan perancangan
arsitektur adalah komponen terakhir yaitu lingkungan belajar. Permasalahan dasar
secara arsitekturalnya adalah bagaimana menyediakan sebuah ruang sebagai wahana
belajar yang kondusif dan berkualitas.

Hal-hal yang menjadi pertimbangan desain untuk sebuah ruang belajar secara
fungsional diantaranya adalah aspek standar, kejelasan sirkulasi, keamanan,
kenyamanan visual, dan termal, selain secara operasional-maintenance terdapat
pertimbangan usia bangunan, standar pengelolaan, dan perawatan.

Di antara berbagai pertimbangan desain tersebut yang perlu menjadi perhatian


utama dalam menciptakan ruang belajar yang kondusif dan berkualitas adalah
kenyamanan termal. Bagaimana ruang belajar bisa menjadi tempat yang mendukung,
sesuai dan nyaman secara termal untuk berlangsungnya kegiatan belajar. Sebab
termal merupakan faktor yang dominan dalam membentuk persepsi fisiologis dan
psikologis tentang kenyamanan. Pertukaran panas antara tubuh manusia dan
lingkungan pada tingkatan yang sesuai akan menciptakan sebuah keseimbangan
dalam sistem fisiologis tubuh manusia, dan dengan segera secara psikologis akan
dicerap pula sebagai perasaan puas/nyaman terhadap lingkungan.

Kegiatan belajar sangat menuntut pikiran pelakunya untuk bekerja keras, butuh
fokus dan konsentrasi tinggi. Selain itu beberapa kegiatan belajar juga menuntut
banyak gerak motorik yang menghasilkan buangan panas dan keringat. Dibutuhkan
penyelesaian desain yang khusus untuk menjaga kenyamanan termal ruang, juga agar
tidak menambah beban bagi pelakunya sehingga kegiatan belajar dapat berlangsung
dengan baik.

3
Saat ini, kebanyakan pengguna bangunan juga beberapa perancang secara
praktis beranggapan bahwa mencapai kenyamanan termal ruang adalah dengan
menggunakan instalasi pengkondisian udara mekanis ( Air Conditioner-AC). Padahal itu
sama sekali bukan merupakan solusi yang ilmiah. Secara logis, jika tubuh kita
kepanasan maka yang perlu didinginkan adalah tubuh kita, bukan seluruh udara dalam
ruangan. Karena kemudian dengan kita kepanasan seorang diri di sana, akan
dibutuhkan ribuan watt energi listrik untuk mendinginkannya, ini sangatlah tidak
efektif. Terlebih lagi dalam menanggapi isu degradasi lingkungan di era global
warming ini, kenyamanan termal perlu diupayakan untuk dicapai secara alami,
sehingga desain menjadi lebih berwawasan lingkungan dan memenuhi aspek
keberlanjutan.

Untuk mencapai kenyamanan termal alami dibutuhkan pemahaman terhadap


karakter klimatik spesifik daerah setempat. Salah satu komponen karakter klimatik
tersebut adalah pergerakan udara (angin). Pergerakan udara memegang perananan
penting dalam distribusi termal di seluruh permukaan bumi. Membawa udara panas
dan menggantinya dengan udara yang lebih dingin, sehingga terjadi pemerataan
termal. Proses ini berlangsung sebagai sebuah keseimbangan siklus yang menyangga
keberlanjutan kehidupan di bumi. Begitu pula untuk lingkungan ruang dalam
bangunan, mekanisme pergerakan udara yang serupa mampu memberikan efek
pendinginan pada tubuh manusia. Pergerakan udara yang cukup dapat menyebabkan
penurunan suhu udara dan kelembaban relatif dalam ruang.

Pertimbangan itulah yang mendasari mengapa desain arsitektur ruang belajar


perlu mempertimbangkan dan merespon aliran udara di dalam dan sekitar bangunan
dengan baik. Tidak lain dalam rangka mengupayakan kenyamanan termal alami untuk
mendukung kegiatan belajar.

1.2 Pernyataan Masalah

Tinjauan lebih spesifik mengenai kegiatan belajar di sini adalah yang dilakukan
pada jalur pendidikan formal, jenjang pendidikan tinggi, dalam satuan pendidikan
perguruan tinggi untuk program studi Arsitektur. Objek studi yang diambil adalah
Ruang Studio Barat Lantai 6 Labtek IX B Institut Teknologi Bandung.

Ruang tersebut digunakan sebagai tempat melangsungkan kegiatan perkuliahan


Studio Perancangan Arsitektur V, dengan pesertanya adalah 80 orang mahasiswa dan
8 orang dosen, sehingga total penggunanya 88 orang. Sebagian besarnya secara aktif
berkegiatan dalam ruang ini secara terus menerus tanpa henti sesuai jadwal yaitu
empat hari dalam seminggu, selama delapan jam dari pukul 09.00 hingga 17.00.
Irama kegiatan yang padat tersebut sangat membutuhkan adanya kenyamanan termal
dari lingkungan ruang agar tidak lebih menambah beban bagi penggunanya.

4
Namun pada kenyataannya, terutama saat jam-jam puncak kesibukan studio
terjadi beberapa permasalahan lingkungan termal ruang yang secara relatif
merupakan indikator belum tercapainya kenyamanan:

1. Tingginya suhu udara sekitar

2. Tingginya kelembaban udara relatif

3. Sedikitnya aliran udara, bahkan hampir tidak ada.

Ketidaknyamanan termal tersebut menyebabkan kegiatan perkuliahan di ruang


studio semakin terasa tidak nyaman. Padahal, secara fisik terdapat bukaan jendela
dalam jumlah yang cukup dan jarak lantai ke langit-langit yang cukup tinggi (± 5 m),
kesemua seharusnya bisa memberikan cukup penghawaan.

Terutama mahasiswa, dalam kondisi ruang yang tidak nyaman secara termal
sering merasa sulit mendapatkan konsentrasi, dan kegiatan perkuliahan seperti
mendesain, presentasi, serta diskusi semakin tidak berjalan dengan fokus. Akibatnya
target perkuliahan yang telah ditentukan kerap kali tidak tercapai.

1.3 Tujuan Penulisan

Penulisan karya tulis untuk pembahasan seminar ini bertujuan untuk:

1. Menilai kinerja Ruang Studio Barat Lantai 6 Labtek IX B Institut Teknologi


Bandung dilihat dari kualitas lingkungan termalnya.

2. Merekomendasikan preskripsi desain untuk perbaikan sirkulasi (pergerakan)


udara yang dapat membantu menciptakan kenyamanan termal ruang belajar
secara umum, pada Ruang Studio Barat Lantai 6 Labtek IX B Institut Teknologi
Bandung khususnya.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1.4 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Kenyamanan Termal

Terry S. Boutet dalam bukunya Controlling Air Movement, 1987,


menjelaskan bahwa definisi kenyamanan termal bertolak dari pemahaman
aspek psikologis dan fisiologis. Secara psikologis, kenyamanan termal bisa
diartikan sebagai kondisi di mana pikiran merasa puas/nyaman terhadap
lingkungan termal. Secara fisiologis, kenyamanan termal adalah keseimbangan
termal yang dicapai dari pertukaran panas antara tubuh manusia dengan
lingkungan termal pada tingkatan yang sesuai. Sebuah kondisi di mana tubuh
manusia melakukan aktivitas mekanisme termoregulatori secara minimal.

Kenyamanan termal sebenarnya bukanlah sesuatu yang bersifat standar,


ia berfluktuasi sesuai dengan perubahan faktor-faktor penyebabnya. Aspek fisik
dari kenyamanan termal bergantung pada enam faktor utama yang berfungsi
sebagai sebuah sistem yang saling berkaitan dipengaruhi oleh faktor psikologis.

Pertama, ambient air temperature atau suhu udara sekitar lokasi titik
pengukuran di sebuah lingkungan/ruang. Sebagai komponen yang paling
mendasar dalam pengukuran kenyamanan.

Kedua, mean radiant temperature atau rata-rata suhu pancaran. Memberi


pengaruh pada suhu udara sekitar. Dihasilkan dari suhu permukaan benda
yang ada di dalam ruang, bervariasi untuk tiap ruang dan waktu pengukuran.
Untuk beberapa kondisi, mungkin lebih tinggi atau lebih rendah dari suhu
udara sekitar, namun biasanya berperan kecil.

Ketiga, relative humidity atau kelembaban relatif. Memiliki efek yang


lebih langsung terhadap kenyamanan dibanding rata-rata suhu pancaran.
Meskipun kelembaban tidak menambah beban panas tubuh, ia mempengaruhi
kapasitas tubuh untuk melepaskan panas lewat evaporasi (berkeringat).

Keempat, air movement atau pergerakan udara. Menghilangkan panas


buangan dengan meningkatkan kecepatan aliran udara secara konveksi dan
evaporasi. Kecepatan pendinginan akan meningkat seiring dengan
meningkatnya kecepatan udara. Saat suhu udara sekitar lebih rendah dari suhu
tubuh, peningkatan kecepatan udara akan menghasilkan efek pendinginan
seiring dengan penurunan suhu udara. Saat suhu udara sekitar lebih tinggi dari
suhu tubuh, peningkatan kecepatan udara akan menghangatkan dan
mendinginkan tubuh pada waktu yang bersamaan. Namun, efek pendinginan

6
tetap lebih besar dari pada pemanasan sampai suhu udara mencapai kira-kira
40C, di mana efek pemanasan akan lebih besar.

Kelima, clothing insulation atau insulasi pakaian. Pakaian mempengaruhi


sensitifitas tubuh terhadap variasi
iklim karena ia bersifat menahan
evaporasi dan sebagai penghalang
bagi aliran panas. Ia juga mengurangi
pengaruh dari suhu udara sekitar dan
rata-rata suhu pancaran yang lebih
rendah dari suhu tubuh.

Keenam, metabolic heat rate


atau kecepatan panas metabolis.
Merupakan komponen kunci untuk
kenyamanan. Heat loss yang terlalu
besar akan menyebabkan kebekuan
hingga kematian, heat gain yang
terlalu besar akan menyebabkan
stroke hingga kematian. Kecepatan
panas metabolis proporsional
terhadap berat badan, akan
meningkat dengan adanya akifitas
fisik. Tubuh memerlukan pendinginan
lebih banyak seiring dengan
peningkatan kecepatan metabolis,
dan lebih sedikit pendinginan seiring
dengan penurunan kecepatan
tersebut.

2.1.2 Transfer Panas

Edward Allen dalam bukunya How Buildings Work – The Natural Order of
Architecture, 2005, menjelaskan bahwa tiap material yang digunakan pada
konstruksi bangunan memiliki sejumlah karakteristik fisik masing-masing yang
unik terkait aliran panas. Ada tiga mekanisme dasar perpindahan panas:

Pertama, radiasi atau


perpindahan panas lewat
gelombang elektromagnetik melalui
udara atau ruang hampa dari
benda yang panas menuju ke
benda yang lebih dingin. Sebuah
dinding dipanaskan secara radiasi bila dinding tersebut terkena pancaran sinar
matahari, atau didinginkan jika terkena pancaran dingin udara malam.

7
Kedua, konduksi atau aliran panas melalui
material yang padat. Panas dikonduksikan ke atau dari
kulit manusia jika kulit bersentuhan dengan benda
yang lebih panas atau lebih dingin, seperti kentang
panas atau balok es.

Ketiga, konveksi atau


pemindahan panas dengan
cara sumber panas
memanaskan medium
pembawa (udara atau air),
kemudian medium tersebut
bergerak mengalir dan
memindahkan panas pada benda yang lebih dingin. Kulit manusia dihangatkan
atau didinginkan secara konveksi saat bersentuhan langsung dengan udara
panas atau dingin.

2.1.3 Aliran Udara

Terry S. Boutet dalam bukunya Controlling Air Movement, 1987, juga


menjelaskan bahwa aliran udara adalah perubahan posisi udara karena sebab
tertentu. Penyebabnya bisa karena perbedaan tekanan yang kemudian
menghasilkan aliran udara horizontal, atau daya angkat yang kemudian
menghasilkan aliran udara vertikal. Terdapat tiga fungsi aliran udara: kulaitas
udara, energi, dan kenyamanan termal. Kualitas udara berkaitan dengan
karakteristik udara. Energi meliputi baik pencegahan heat gain maupun
pencepatan heat loss. Kenyamanan termal, meliputi baik aspek fisik maupun
psikologis manusia.

Terry S. Boutet juga memaparkan bahwa untuk sebuah kawasan


terdapat beberapa tingkatan iklim berdasarkan luas jangkauannya. Arsitek
dapat mulai memanfaatkan aliran udara dengan mengendalikan, mengubah,
dan mengarahkan gaya-gayanya pada lingkup meso-climate. Pada lingkup
micro-climate lebih detail lagi usaha yang perlu dilakukan berkaitan dengan
pergerakan ventilasi udara pada rancangan, kajiannya lebih dekat dengan
fungsi kegiatan yang diwadahi. Oleh karena itu, penelitian ini akan lebih
diarahkan pada lingkup micro-climate, lebih khusus lagi yaitu pada lingkungan
termal dalam ruang (indoor).

1.5 Tinjauan Faktual Objek Studi

Agar pembahasan dapat cukup spesifik dan aplikatif, sebagai objek studi diambil
Ruang Studio Barat Lantai 6 Labtek IX B Institut Teknologi Bandung Jalan Ganeca 10.

8
Kegiatan belajar dalam satuan pendidikan perguruan tinggi untuk program studi
Arsitektur ini memiliki beberapa karakter khusus yang terkait aspek tempat, pelaku,
perabot, kegiatan, dan waktu.

Pertama, dilakukan di sebuah ruangan yang


dinamakan studio. Pada aspek tempat ini
beberapa komponen kenyamanan termal yang
berhubungan yaitu suhu udara sekitar,
kelembaban relatif, dan pergerakan udara.

Kedua, pelakunya adalah mahasiswa yang


bertindak sebagai peserta didik dan dosen yang
bertindak sebagai pendidik. Terdapat komponen
kenyamanan termal insulasi pakaian.

Ketiga, perabot yang digunakan: meja (80 x 120 cm), kursi (60 x 60 cm), panel
(120 x 240 cm; menempel di dinding), dan sumber belajar: media literatur (dalam
bentuk buku, laporan, jurnal, dsb), situs web, serta data hasil observasi (diakses
dengan notebook). Berkaitan dengan komponen kenyamanan termal rata-rata suhu
pancaran.

Keempat, bentuk kegiatan yang dilakukan antara lain menggambar di kertas,


mengoperasikan notebook, berdiskusi, presentasi, dan membuat maket. Berkaitan
dengan komponen kenyamanan termal kecepatan panas metabolis.

Kelima, waktu penggunaan ruang secara aktif telah terjadwal empat hari dalam
seminggu dalam masa perkuliahan semester yaitu pada hari Selasa, Rabu, Kamis, dan
Jumat pukul 09.00-17.00. Berkaitan dengan komponen kenyamanan termal suhu
udara sekitar, kelembaban relatif, dan pergerakan udara.

9
BAB III

PENYELESAIAN

3.1 Kerangka Analisis

10
TABEL PENJELASAN KOMPONEN ANALISIS

11
No. Komponen Releva Komple Peng Keterangan
nsi ksitas aruh

A. Lingkungan Termal Indoor (Prioritas 1)

1. Suhu Udara Ya Tinggi 5 Paling mendasar dalam pegukuran


Sekitar kenyamanan

2. Kelembaban Ya Tinggi 4 Memilikipengaruh langsung


Relatif terhadap persepsi kenyamanan
oleh tubuh manusia.

3. Pergerakan Udara Ya Tinggi 3 Menghilangkan panas secara


konveksi dan evaporasi

4. Rata-rata Suhu Ya Rendah 2 Sebagai standard requirement yang


Pancaran tidak bisa ditawar.

5. Insulasi Pakaian Tidak Tinggi 4 Di luar pengaturan desain


arsitektur. Sebagai standard
6. Kecepatan Panas Tidak Tinggi 4 requirement yang tidak bisa
Metabolis ditawar.

B. Lingkungan Termal Outdoor (Prioritas 2)

1. Sinar Matahari Ya Tinggi 4 Sudut datang, arah, variasi


pergerakan periodikal/musim
(harian, bulanan), jumlah
kalor/panas yang dipindahkan,
bayangan yang ditimbulkan.

2. Angin Ya Tinggi 3 Sudut datang, arah, kecepatan,


persepsi relatif kenyamanan
manusia, modifikasi (percepatan-
perlambatan, pengaliran-
penghambatan, perubahan arah).

3. Vegetasi Ya Rendah 3 Jenis, dimensi (tinggi-lebar tajuk),


jumlah, jarak-kerapatan, ketahanan
terhadap angin, efek shading-
penurunan suhu udara.

4. Topografi Ya Rendah 3 Ketinggian dari permukaan laut-


karakter pergerakan udara,
potongan lahan-respon oleh
pergerakan udara.

5. Pagar Ya Rendah 3 Material, posisi relatif, dimensi


(tinggi-tebal), kerapatan,
ketahanan terhadap angin.

12
6. Bangunan Ya Rendah 4 Bentuk massa, dimensi (tinggi-
tebal), tingkat permeabilitas udara,
material eksterior-interior.

7. Bangunan Sekitar Ya Rendah 3 Bentuk massa, dimensi (tinggi-


tebal), jarak, posisi relatif, material
eksterior.

C. Transfer Panas (Prioritas 3)

1. Radiasi Ya Sangat 5 Karakteristik termal material:


Tinggi (1) Dalam Bangunan
2. Konveksi Ya Sangat 5 (2) Bangunan sekitar
Tinggi (3) Alam
3. Konduksi Ya Sangat 5
Tinggi

Keterangan:
Relevansi = sesuai sebagai aspek yang diatur dalam desain arsitektur.
Kompleksitas = tingkat kerumitan komponen, menyangkut:
1. Keterkaitan dengan disiplin ilmu lain
2. Perlu dilakukan penelitian mendalam untuk aplikasi
Pengaruh = seberapa besar komponen secara langsung mempengaruhi persepsi
kenyamanan termal dalam ruang manusia.
(skala 1(paling tidak berpengaruh) s/d 5(paling berpengaruh)).

Dalam upaya menciptakan kenyamanan termal keseluruh komponen di atas


perlu kita perhatikan dan kita rancang secara integratif. Termal indoor, outdoor, dan
mekanisme transfer panas masing-masing adalah tidak bisa dipisahkan dan saling
mempengaruhi. Namun seandainya terpaksa dibuat prioritas untuk memudahkan
urutan dalam desain, maka yang pertama perlu diperhatikan adalah lingkungan termal
indoor, outdoor, barulah mekanisme transfer panas secara lebih mendalam karena
berkaitan dengan karakteristik termal material dengan berbagai koefisiennya.

Pada lingkungan termal indoor pun tidak seluruhnya diatur dalam desain
arsitektur. Tergolong relevan untuk menjadi perhatian utama yaitu suhu udara sekitar,
kelembaban relatif, dan pergerakan udara. Dari ketiganya, pergerakan udara
merupakan komponen kunci yang dapat mempenagruhi dua komponen relevan yang
lain. Pergerakan udara yang cukup dapat menyebabkan penurunan suhu udara dan
kelembaban relatif dalam ruang. Sehingga dapat disimpulkan bahwa yang terpenting
untuk diperhatikan dalam perbaikan kenyamanan termal tidak lain adalah pergerkan
udara.
Sebagai preskripsi desain untuk perbaikan pergerakan udara dalam ruang,
berikut beberapa komponen rancangan arsitektur yang perlu diatur:

13
1. Bukaan
Sebagai media keluar-masuknya udara, yang memungkingkan terjadinya
pergerakan udara (angin) dalam ruang dari daerah bertekanan positif (+)
menuju ke daerah bertekanan negatif (-).
a. Penempatan dan orientasi
Menentukan akan berhadapan dengan karakter angin seperti bagaimana
berdasarkan posisi relatif bangunan terhadap komponen termal outdoor
seperti angin, vegetasi, topografi, pagar, dan bangunan sekitar. Karakter
angin yang dimaksud adalah berkaitan dengan sudut, arah, dan
kecepatannya.
b. Ukuran dan perbandingan
Berkaitan dengan kemampuan bangunan memodifikasi kecepatan angin yang
masuk ke dalam ruang. Mengalirkan sebagaimana kecepatan awalnya,
mempercepat, atau memperlambat, atau bahkan menghambat.
c. Jenis
Berkaitan dengan peran bukaan secara fungsional bagi manusia, juga
menyangkut mekanisme pergerakan udara yang direncanakan, pergerakan
yang disebabkan oleh perbedaan tekanan atau oleh daya angkat.
 Jendela
 Pintu
 Monitor atap
 Ventilator
 Desain bukaan khusus

2. Modifikasi bukaan
a. Proyeksi horizontal
Mengubah arah dan kecepatan angin secara horizontal.
b. Ekstensi vertikal
Mengubah kecepatan angin secara vertikal.
c. Penghalang
Mengatur skenario menghambat, mengurangi, atau mengarahkan
pergerakan udara ke dalam ruang baik secara temporer maupun permanen.
d. Vegetasi
Mengatur skenario menghambat, mengurangi, atau mengarahkan
pergerakan udara di sekitar dan di dalam ruang secara permanen.

3. Modifikasi interior
a. Dimensi ruang
Membantu dalam memodifikasi tekanan udara yang berpengaruh terhadap
sudut pergerakan udara. Tekanan yang tidak seimbang menyebabkan
kecenderungan udara untuk lebih condong ke arah tertentu. Dimensi dan
proporsi ruang yang optimal dapat mewujudkan skenario pergerakan udara
yang direncanakan secara optimal.
b. Pembagian ruang

14
Mengarahkan pergerakan udara pada jalur tertentu atau untuk tujuan
melemahkan dan mengambat aliran udara.

3.2 Analisis Objek Studi

3.2.1 Udara Panas

Pada ruangan yang menjadi objek studi, panas yang muncul adalah berasal
dari komponen berikut:

1. Manusia

Manusia bertindak sebagai pengguna ruangan di mana kenyamanan


termal berasal dari persepsi fisiologis dan psikologis mereka, dalam kasus
ini yaitu mahasiswa berjumlah 80 orang dan dosen berjumlah 8 orang. Di
ruang studio, dalam jumlah yang cukup banyak itu para mahasiswa
melakukan kegiatan perkuliahan studio perancangan yang secara spesifik
berupa menggambar di kertas, mengoperasikan notebook, berdiskusi,
presentasi, dan membuat maket, sedangkan dosen yang hanya sedikit
jumlahnya hanya ikut terlibat sebatas kegiatan diskusi dan presentasi saja.

Secara alamiah, manusia melakukan proses metabolisme tubuh yang


menghasilkan buangan panas, walaupun itu dalam keadaan diam. Jumlah
buangan panas ini akan makin meningkat seiring dengan makin beratnya
aktifitas yang dilakukan. Penyebaran panas metabolis ini dapat terjadi
melalui mekanisme radiasi, konduksi, dan konveksi. Kegiatan perkuliahan
di studio, walalupun gerak motorik hanya sedikit, tergolong aktifitas berat
karena membutuhkan banyak energi dan konsentrasi. Buangan panas
metabolisnya tentu cukup banyak, terlebih lagi jika durasi kegiatan hingga
delapan jam sehari dan penyaluran panas tidak berjalan dengan baik
sehingga terjadi penumpukan panas, maka perlu betul-betul
dipertimbangkan pengaruhnya terhadap kenyaman termal.

Dalam karakteristik lingkungan termal, komponen ini termasuk ke


dalam faktor kecepatan panas metabolis.

2. Perabot

Untuk menunjang kegiatannya manusia menggunakan perabot. Yang


dimaksud perabot disini adalah termasuk juga material interior bangunan.
Semua perabot berpengaruh terhadap kenyamanan termal baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Terdapat karakteristik termal tertentu yang dimiliki oleh perabot. Ada


benda yang menyerap panas, memantulkan panas, dan ada pula yang
dengan sendirinya memancarkan panas. Karakteristik tersebut

15
mempengaruhi lingkungan termal melalui pemindahan panas secara
radiasi dan konduksi. Udara sekitar akan menjadi lebih panas jika terdapat
benda yang memantulkan atau memancarkan panas, apalagi jika dalam
jumlah banyak.

Dalam karakteristik lingkungan termal, komponen ini termasuk ke


dalam faktor rata-rata suhu pancaran. Beberapa perabot dalam ruang
studio yang berpengaruh besar terhadap kenyaman termal adalah:

- Lampu

Jenis yang digunakan adalah lampu


flourescent berupa tabung neon
dengan panjang 120 cm. Sebagai
benda yang memancarkan panas
melalui mekanisme radiasi.
Jumlahnya sekitar 80 buah.

- Notebook

Beragam jenis dengan


besar buangan panas
yang berbeda pula.
Menyebarkannya melalui
mekanisme radiasi dan
konduksi. Untuk
kebutuhan gambar
dikerjakan dengan komputer, maka akan ada satu unit notebook
untuk setiap mahasiswa, dan itu berarti paling banyak akan ada 80
buah notebook dalam ruang studio.

- Panel dinding dan plafond

Panel dinding terbuat dari


karton tebal dan panel
plafond terbuat dari gipsum,
hampir menutupi seluruh
bagian ruangan. Mekanisme
transfer panas yang terjadi
adalah secara konduksi.
Keduanya bisa berperan
sebagai insulator panas
dengan menyediakan rongga antara ruang luar dan ruang dalam
bangunan.

3. Lingkungan

16
Panas yang
berasal dari
lingkungan sekitar
ruang juga
mempengaruhi
lingkungan termal di
dalam, seperti panas
matahari dan panas
dari aktifitas
ruangan di sekitarnya. Penyebarannya bisa melalui mekanisme radiasi,
konduksi, dan konveksi. Letak ruang studio pada lantai paling atas sangat
memungkinkan ia untuk menerima panas dari banyak arah. Atap dan
sebagian besar dinding menerima panas langsung dari matahari (sangat
terasa pada tengah hari di musim kemarau), dinding lain mungkin
menyalurkan panas dari ruang di sebelahnya, dan lantai dapat meyalurkan
panas dari ruang yang berada di bawah. Untuk menjaga kenyamanan
termal komponen merupakan suatu yang alamiah yang perlu
dipertimbangkan.

3.2.2 Aliran Udara Eksisting

Pergerakan udara pada eksisting lingkungan bermasalah yang menjadi


objek studi berdasarkan teori dapat diasumsikan sebagai berikut:

Terdapat 12 buah bukaan jendela masing-masing berukuran 100 x 120


cm tipe projection sash terletak pada dinding utara dan selatan. Penempatan
bukaan jendela secara umum sudah pada posisi yang tepat.

17
Bagian bangunan yang menjadi penerima arah datangnya angin
bertekanan positif (+), cocok sebagai tempat masuknya udara ke dalam
ruangan. Bagian bangunan pada sisi dan belakang arah datangya angin
bertekanan negatif (-), cocok sebagai tempat keluarnya udara dari dalam
ruangan sehingga udara akan mengalir dari daerah bertekanan positif menuju
ke daerah yang bertekanan negatif.

Secara horizontal, rancangan


b perletakan yang tidak simetris
menyebabkan perbedaan tekanan
udara. Dinding b yang lebih panjang
menghasilkan tekanan yang lebih
besar dibanding dinding a yang lebih
a
pendek. Sehingga aliran udara lebih
condong ke arah dinding yang tegak
lurus dinding a. Daerah yang tidak
dilalui oleh pergerakan udara merupakan daerah tenang , di sana udara hanya
mengalir berputar-putar (stack).

Secara vertikal, udara yang masuk ke dalam ruangan cenderung


bergerak menuju bagian atas (langit-langit) karena:

1. Daya angkat (bouyancy) udara panas hasil buangan aktifitas manusia dan
perabot dalam ruangan. Menurut teori, secara alamiah udara panas yang
bertekanan tinggi akan selalu bergerak ke tempat yang lebih tinggi.

2. Teritisan atap (overhang) memperkuat tekanan yang mengarahkan


pergerakan udara ke atas.

3. Tipe jendela projection sash yang tidak pada terbuka maksimal sehingga
mengarahkan pergerakan udara ke atas pula.

18
Hal lain yang juga mengganggu kinerja bukaan jendela ini adalah
pemberian penutup tirai yang bersifat menghalangi/ mengurangi kecepatan
pergerakan udara yang masuk. Kemungkinan maksud awalnya adalah untuk
mengurangi konduksi – masuknya sinar matahari secara langsung ke dalam
ruangan. Namun, perlu dipertimbangkan cara lain karena tirai ini justru
membuat pergerakan udara tidak optimal.

Penggunaan 4
buah attic fan
pada langit-
langit sudah
merupakan
upaya
menghilangkan
udara panas yang cenderung bergerak ke atas,
namun masih belum cukup efektif. Pergerakan
udara vertikal yang disebabkan oleh daya
angkat sangat kecil efeknya, tidak sesignifikan
pergerakan udara horizintal akibat perbedaan
tekanan.

Berdasarkan beberapa kajian di atas, dapat disusun beberapa hipotesis terkait


apa yang menjadi permasalahan kenyamanan termal pada ruangan yang menjadi
objek studi:

1. Ada saat penggunaan ruangan tertentu di mana laju pertambahan panas dalam
ruangan begitu besar, yang dihasilkan oleh manusia, perabot, dan
lingkungannya.

2. Laju pertambahan panas tersebut tidak diimbangi dengan laju pendinginan yang
efektif dari sistem penghawaan melalui pergerakan udara.

3. Pergerakan udara hanya melewati bagian-bagian ruangan tertentu saja


(terutama bagian atas/langit-langit) hingga pada saat tertentu panas ruangan
yang memuncak tidak terdistribusikan dengan baik dan dipersepsi oleh
penggunanya sebagai ketidaknyamanan termal.

19
4. Solusi yang bisa diusulkan adalah mengarahkan pergerakan udara hingga dapat
melintas pada ketinggian tubuh manusia. Dengan begitu, panas hasil buangan
aktifitas dapat dengan cepat dibawa keluar dan digantikan oleh udara baru yang
lebih sejuk.

3.3 Rekomendasi Perbaikan

Untuk membantu menciptakan kenyamanan termal lingkungan ruang studio dan


menyikapi kondisi eksisiting di atas, maka diajukan beberapa rekomendasi berikut
terkait pergerakan udara yang lebih efektif berdasarkan komponen-komponen yang
mempengaruhinya secara arsitektural:

1. Bukaan Jendela Utara – Selatan

a. Ukuran dan perbandingan

Ukuran jendela yang lebih besar, memanjang baik secara horizontal


maupun vertikal, secara praktis memungkinkan untuk memasukkan lebih
banyak udara. Pemanjangan secara vertikal akan membuka pergerakan udara
yang langsung melewati level manusia. Selain itu, pemanjangan secara
vertikal menghasilkan rasio perbandingan ketinggian bukaan yang lebih baik
dalam meningkatkan kecepatan aliran udara yang masuk ke dalam ruang,
terutama untuk bukaan masuk (inlet).

b. Jenis

 Jendela

Jenis jendela dapat berpengaruh dalam mengarahkan aliran udara


yang masuk ke dalam ruang. Untuk penempatan dan ukuran jendela
seperti kondisi eksisiting, maka perlu jenis jendela yang bisa
mengarahkan pergerakan udara menuju ruang yang lebih bawah hingga
melintas pada level manusia. Jenis jendela yang digunakan dapat berupa
jendela berjalusi atau mirip kaca nako dengan arah kemiringan lebih
rendah pada bagian dalam ruangan.

20
 Monitor atap

Membuka bukaan baru di bagian atap dapat membantu membuang


udara panas yang bergerak ke atas melalui mekanisme daya angkat,
walaupun efeknya kecil. Dapat terjadi penghawaan silang di mana saling
bertukar antara udara pada jendela dengan monitor atap, dengan begitu
pembuangan udara panas di atap bisa lebih lancar. Namun perlu
dipertimbangkan agar monitor atap yang dibuat tidak memasukkan
cahaya matahari berlebih sehingga terjadi peningkatan panas pula dalam
ruang.

 Ventilator

Seperti halnya monitor atap, ventilator membantu dalam


membuang udara panas yang bergerak ke atas. Namun, efeknya lebih
kecil lagi karena kecepatan pembuangannya tertentu dan terbatas. Tidak
sebesar monitor atap yang bisa menggunakan kecepatan angin. Selain
itu, penggunaan ventilator memerlukan daya listrik tambahan lagi.

 Desain bukaan khusus

Jika tetap mempertahankan atap yang menutupi dinding dalam


ruangan maka sebagai alternatif solusi dapat dibuatkan lorong udara
pada dinding yang menembus hingga ke luar atap. Upaya ini dapat
menghasilkan penghawaan silang yang efektif karena lintasannya
meliputi level manusia dari kaki hingga kepala. Lorong ini akan menjadi
bukaan masuk bagi udara dan keluar pada bukaan jendela eksisting yang
lebih tinggi. Perlu dipertimbangkan kemudian penyelesaian agar air
hujan, kotoran, dan benda lain tidak ikut masuk ke dalam saluran.

2. Modifikasi Bukaan Jendela Utara – Selatan

a. Proyeksi horizontal

Penambahan proyeksi horizontal dalam bentuk sirip jendela yang berdiri


vertikal dan berjajar secara horizontal akan membantu dalam meningkatkan
kecepatan pergerakan udara yang masuk ke dalam ruang secara horizontal.
Selain itu, proyeksi horizontal yang tegak lurus dinding juga sedikit
mengarahkan pergerakan udara sehingga masuk dalam posisi yang hampir
tegak lurus ruangan sehingga daerah yang terlintasi lebih banyak dan
berkurangnya udara stack.

b. Tirai Jendela (Louvre)

Penggunaan tirai jendela yang bersirip-sirip baik secara vertikal atau


horizontal dapat membantu dalam mengarahkan pergerakan udara masuk,
selain dapat berfungsi sebagai kontrol cahaya pula. Tirai horizontal dapat
bekerja layaknya sirip jendela yang bisa mengarahkan udara lebih ke daerah

21
bawah. Namun perlu dipertimbangkan ketebalan sirip dan jumlahnya
sehingga tidak terlalu menghalangi dan mengurangi kecepatan pergerakan
udara yang masuk.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Boutet, Terry S., Controlling Air Movement – A Manual for Architects and Builders ,
McGraw-Hill Book Company, New York, 1987.
2. Allen, Edward, How Buildings Work – The Natural Order of Architecture , Oxford
University Press, Inc., New York, 2005.
3. Roaf, Sue, Ecohouse: A Design Guide, Architectural Press, Oxford, 2001.
4. Lippsmeier, Georg, Tropenbau – Building in the Tropics, 1980.
5. American Section of the International Solar Energy Society, Passive Cooling –
International Passive and Hybrid Cooling Conference – Miami Beach 1981 , American
Section of the International Solar Energy Society, Newark, Delaware, 1981.
6. Egan, M. David., Concepts in Thermal Comfort, Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs,
New Jersey, 1975.
7. Conklin, Groff, The Weather Conditioned House, Reinhold Publishing Corporation, New
York, 1958.
8. Ikatan Arsitek Indonesia, Rumah Tinggal Karya Arsitek Indonesia , Pustaka
Rumahkebun, Jakarta, 2008.
9. Astri, Lutik, Hera – dalam Keping-Keping Cerita Kehidupan, Karya, dan Kenangan , Cipta
Citra Persada, Jakarta, 2007.
10. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, KILAS No.2/2001 – Jurnal
Arsitektur, Jakarta, 2001.
11. Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Indonesia, KILAS No.1/2000 – Jurnal
Arsitektur, Jakarta, 2000.

23

Anda mungkin juga menyukai