Anda di halaman 1dari 4

Menurut penelitian ilmiah terbaru, anak-anak dapat dididik sejak masih dalam kandungan.

Waktu di kandungan, otak dan indra pendengaran anak sudah mulai berkembang. Emosi dan
kejiwaan ibu, rangsangan suara yang terjadi di sekitar ibu, makanan yang dikonsumsi Ibu akan
sangat mempengaruhi perkembangan otak anak di dalam kandungan.
Ibu hamil yang stress biasanya akan melahirkan anak-anak yang bermasalah. Demikian juga
asupan gizi ibu hamil yang tidak memadai akan berpengaruh terhadap perkembangan otak janin.
Tentunya kita semua sering mendengar tentang bagaimana memperdengarkan suara/musik
tertentu (musik klasik) akan berpengaruh terhadap kecerdasan anak sejak dalam kandungan.  Hal
ini dapat dimengerti karena musik dengan irama tertentu dapat menstimulasi otak anak.
(Tahukah Anda bahwa indra pendengaran pada janin sudah mulai berkembang sejak usia
kehamilan sekitar 5 bulan).
Dalam agama Islam, bahkan mendidik anak dimulai sejak Anda memilih pasangan hidup
Anda. Bagaimana bisa? Ya, karena memilih pasangan hidup berarti Anda memilih mau seperti
apa anak Anda, bagaimana Ayah/Ibu yang akan mendidiknya, atau bahkan kemungkinan sifat
atau kepandaian seperti apa yang akan dimiliki anak Anda.
Nah, kalau Anda tidak mau terlambat, mulailah mendidik anak Anda sejak sebelum dia
lahir. Berikut beberapa tips mendidik anak sejak dia belum dilahirkan.
1. Harapan orang tua terhadap kelahiran anak sangatlah berpengaruh terhadap kejiwaan
anak Anda. Anak yang diharapkan orang tuanya akan merasa nyaman dengan dirinya,
sedangkan mereka yang tidak diharapkan orang tuanya, apalagi jika ibunya pernah
mencoba menggugurkannya, akan merasa ditolak dan tidak merasa nyaman dengan
dirinya. Jadi jika Anda hamil karena KB Anda gagal, maka ubahlah perasaan Anda,
harapkan anak yang ada di kandungan  Anda.  Janganlah merasa terpaksa menerima
kehadirannya.
2. Emosi ibu akan sangat berpengaruh terhadap emosi anak yang akan lahir nantinya. Para
calon ibu,  jika Anda ingin melahirkan anak yang pandai, kuat, mandiri, janganlah
gampang mengeluh atau manja terhadap pasangan atau keluarga Anda.  Anda tentu tidak
ingin anak Anda gampang putus asa dan gampang mengeluh, kan ? Selalu berpikir positif
dan berperanglah terhadap emosi Anda sendiri. Ibu yang kuat akan melahirkan anak-anak
yang kuat.
3. Bagi para calon Bapak dan keluarga ibu lainnya, jagalah emosi para calon ibu.
Pertengkaran dan  kekecewaan akan berpengaruh terhadap emosi calon anak Anda.
4. Sejak kehamilan bulan ke-5 mulailah memperdengarkan musik-musik klasik seperti
Mozart.  Janganlah memperdengarkan musik-musik/suara-suara keras seperti musik rock,
hal tersebut akan menggelisahkan calon bayi Anda.
5. Stimulasi kandungan anda dengan elusan dan tepukan halus. JIka si janin mulai
menendang perut Anda, balaslah dengan tepukan halus di tempat dia menendang. Hal ini
akan mengajarkan kepadanya bahwa setiap tindakannya akan memberikan respon dari
ibunya.
6. Ajaklah bicara calon bayi Anda sejak awal, tidak ada kata  terlalu cepat. Jika indra
pendengarannya sudah mulai berkembang, berarti suara Anda pun sudah bisa dia dengar.
7. Perbanyak ibadah dan mengaji, alunan suara ibu yang sedang mengaji akan menstimulasi
dan menenangkan calon bayi Anda.
8. Konsumsilah makanan yang halal, bergizi dan berprotein tinggi. Hindari makanan haram,
makanan junk food, makanan instan, kopi, dan merokok (baik aktif/pasif).
9. Bagi Anda yang belum berkeluarga, pertimbangkan dengan cermat calon pasangan hidup
Anda, seperti apa dia dibesarkan dan dididik, karena biasanya akan seperti itu pula dia
akan membesarkan calon Anak Anda. Cara termudah adalah dengan mengamati saudara-
saudaranya (calon ipar Anda), bagaimana mereka sekarang adalah sedikit banyak karena
didikan orang tuanya.

Melahirkan anak adalah buah suatu pernikahan dan pernikahan adalah wujud dari
keinginan antara seorang laki-laki dewasa dan perempuan untuk hidup dalam suatu wadah yang
disebut rumah tangga, yang diiringi cita-cita luhur, yakni terbentuknya sebuah rumah tangga
yang sakinah mawaddah dan rahmah, dimana setiap anggotanya merasakan ketenangan, saling
cinta, dan saling sayang menyayangi. (Q.S.30 Ar rum: 21) Cita-cita luhur itu akan terwujud
manakala setiap anggota rumah tangga tekun dan bergairah melaksanakan ajaran Islam. Dan dari
rumah tangga yang demikian itulah insya Allah akan lahir keluarga muslim yang baik/zurriyatan
thoiyyibah, sebagaimana do'a Nabi Zakaria as pada ayat di atas, yaitu komunitas yang tunduk
patuh kepada ajaran Islam.
Usaha untuk membentuk suatu komunitas yang khoiru ummah, maka setiap anak yang
baru lahir harus membentuk jati dirinya sebagai manusia mukmin pula. Dan membentuk setiap
anak mukmin harus dilakukan sedini mungkin, bukan menunggunya setelah ia dewasa/baligh,
akan tetapi semenjak dari bayi bahkan sebelum suami istri melakukan hubungan sebadan. Islam
mengajarkan pembentukan itu untuk dilakukan, sebagaimana sabda Rasulullah SAW melalui
Ibnu Abbas, "Jika salah seorang kamu akan mencampuri/bersebadan dengan istrinya, hendaklah
ia berdo'a, "Bismillahi Allahumma jannibnasysyaithon wajannibisysyaithona fima rozaqtana".
Maka sesungguhnya bila ditentukan Allah lahir seorang anak dari keduanya kelak tidak
akan dicelakakan syetan selamanya". H.R. Imam yang tujuh. Karena orang yang ikhlas
beribadah, syetan tidak mampu menggodanya. Hal ini ditegaskan Allah dalam surah al-Hijir ayat
39-40. Iblis berkata, "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti
aku akan menjadikan mereka (manusia) memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi,
dan pasti aku akan menyesatkan mereka semua, kecuali hambahamba Engkau yang ikhlas.
Beberapa hal yang diajarkan Islam dalam proses melahirkan anak yang sholeh/sholehah
adalah:
1. Melakukan pernikahan secara sah/legal, baik menurut hukum Islam maupun
undangundang perkawinan yang sudah diatur pemerintah. 2. Melakukan pembenihan dengan
terlebih dahulu berdo'a, seperti do'a di atas. 3. Memberi makanan/belanja pada istri yang hamil
secara ma'ruf/halal, sebagaimana fiman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 233. 4. Setelah anak
lahir maka dilakukan:
a. Mengazankan ditelinga si bayi, sebagaimana dilakukan Rasulullah SAW terhadap Hasan
dan Husein cucu beliau. Dari Abi Rafi', katanya, "Aku pernah melihat Rasulullah SAW
mengazani pada telinga Husein ketika dilahirkan oleh Fathimah seperti azan shalat".
Diriwayatkan oleh Imam Ahmad, Abu Daud dan Turmudzi, dan Turmudzi mensahihkannya dan
keduanya berkata bahwa anak itu adalah Hasan. (Kitab Nailul Authar). Demikian juga
keterangan dalam kitab Al Majmu' Syarah Al Muhadzdzab Imam Nawawi Juz 8.
b. Memotong tali ari/placenta (istihdad). Dari Abu Hurairah ra. Telah bersabda Rasulullah
SAW, "Lima hal yang termasuk fitrah, potong ari-ari bayi yang baru lahir, berkhitan, cukur
kumis, mencabut bulu ketiak dan memotong kuku". H.R. Bukhari-Muslim. Setelah tali ari
tersebut dipotong, lalu menanamnya.
c. Memberi cicipan pada si bayi (tahnik) dengan kurma (atau madu) pada langit-langit si
bayi, kemudian berdo'a untuk keberkahannya. Dari Abu Musa ra katanya: "Telah lahir bagiku
seorang anak. Aku mendatangi Nabi SAW, maka beliau menamai anakku dengan Ibrahim, dan
menyuapinya dengan kurma dan beliau berdo'a untuk keberkahannya: Sebaiknya perlakuan
tahnik itu dimintakan kepada orang yang saleh, sehingga diharapkan berkahnya/tabarruk. (Kitab
Subulus Salam).
d. Menyembelih kambing dan membagi-bagikan dagingnya (aqiqah). Diriwayatkan dari
Samurah ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, "Setiap anak tergadai dengan aqiqahnya, yang
harus disembelih untuknya pada hari ketujuh dan diberinya nama anak tersebut pada hari itu,
serta dicukur rambutnya". H.R. Imam yang lima dan dishahihkan Turmudzi (Kitab Nailul
Authar).

Daging aqiqah, kulit, dan bagian-bagian tubuhnya yang lain, sama dengan hukum yang berlaku
pada hewan qurban, baik dalam hal memakannya, dan membagikannya serta tidak boleh dijual.
(Kitab Bidayatul Mujtahid). Jumhur ulama berpendapat bahwa, hukum aqiqah adalah 'sunat' hal
ini berdasarkan hadis yang diriwayatkan imam Ahmad, Abu Daud dan an Nas'i, sabda Rasulullah
SAW "man ahabba mingkum an yansuka 'an waladihi fal yaf'al". Barang siapa diantara kamu
yang suka menyembelih (aqiqah) untuk anaknya, maka lakukanlah. Sementara itu, jumlah hewan
aqiqah, bagi anak laki-laki dua ekor (kambing) dan bagi anak perempuan satu ekor.
Namun apabila satu ekor bagi anak laki-laki juga cukup. Penyembelihan aqiqah itu sangat
dianjurkan pada hari ketujuh dari kelahiran si anak. Boleh juga lewat dari hari ketujuh itu, hal ini
berdasar hadis riwayat Turmudzi, sabda Rasulullah Saw, "al 'aqiqotu tazbahu lisab'i wali arba'a
'asyarata waliihda wa'isyrina". Aqiqah itu disembelih pada hari ketujuh, keempat belas dan hari
kedua puluh satu. Sementara mengaqiqahkan diri sendiri setelah dewasa, ada ulama
membenarkannya berdasarkan hadis riwayat Imam Baihaqi dari Anas ra, "Sesungguhnya Nabi
SAW mengaqiqahi dirinya setelah masa ke Nabiannya".
e. Memberi nama yang baik (tasmiyah) dan mencukur rambut. Hadis ini sama dengan poin
(d) di atas. Memberi nama yang baik, adalah baik kedengarannya, baik maknanya/artinya, dan
tercermin pada nama itu harapan dan cita-cita luhur, Rasulullah Saw banyak mengganti nama-
nama sahabat yang berbau Jahiliyah kepada nama-nama yang Islami, demikian juga Nabi SAW
tidak suka dengan gelar yang bernada angkuh seperti 'syahinsyah'/raja diraja, dsb. Serta beliau
tidak suka dengan panggilan-panggilan buruk. (Kitab Majmu' Syarah al Muhadzdzab juz 8).
Mencukur rambut si anak dan mensedekahkan berat rambut yang dicukur dengan perak (bukan
dengan emas) atau dapat menggantinya dengan uang seberat rambut yang dicukur. Hal ini
berdasarkan hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad dari Abi Rafi', sesungguhnya Hasan bin 'Ali
ketika lahir, ibunya Fathimah bermaksud mengaqiqahi dua ekor kambing, lalu Rasulullah SAW
bersabda "Janganlah engkau aqiqahi dia, tetapi cukurlah rambutnya lalu bersedekahlah dengan
perak seberat rambutnya itu". (Hal ini karena Rasulullah Saw yang mengaqiqahi Hasan demikian
juga Husein).
f. Menyusui si anak sampai ia berumur dua tahun. Firman Allah "Hendaklah para ibu
menyusukan anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan
penyusuan". Q.S. al Baqarah A. 233. Dan kewajiban si ayah untuk memberi nafkah yang cukup
(sandang dan pangan) kepada si ibu dan si anak secara ma'ruf/halal. Memberi makan istri dari
hasil yang haram dan istri menyusui anak dengan hasil yang haram pula, akan berdampak kepada
pertumbuhan si anak kelak.
g. Mengkhitankan si anak. Jumhur ulama berpendapat bahwa berkhitan adalah suatu
sunnah bagi muslim laki-laki. Golongan Syafi'i berpendapat, wajib hukumnya mengkhitankan
anak sebelum baligh.
Sementara itu menindik telinga anak perempuan (syahmatal uzun), pada anak perempuan yang
masih bayi menurut faham Imam Abu Hanifah adalah pekerjaan orang-orang masa Jahiliyah,
akan tetapi Nabi SAW tidak melarangnya.Islam mengajarkan pemeluknya dalam menghadapi
anak yang baru lahir dan usaha/pendidikan dini terhadap anak sehingga diharapkan menjadi
anak-anak yang sholeh-shalihah.

Anda mungkin juga menyukai