Filsaeat Ilmu Kalam - ABDULROZAK
Filsaeat Ilmu Kalam - ABDULROZAK
I. ONTOLOGI
A. Nama dan Definisi Teologi Islam
Teologi Islam diisitilahkan oleh berbagai pakarnya dengan berragam nama, antara lain: Abu
Hanifah (d.150H/767M) memberinya nama dengan istilah ‘ilmu fiqh al-akbar3. Imam Syafi’ie
(d.204H/819 M), Imam Malik (d.179H/795M), dan Imam Ja’far al-Sadiq (148H/765M) memberinya
1
Makalah disampaikan dalam Call for papers bagi Dosen Senior PTAI Annual Conference on Islamc Studies IX Tahun
2009.
2
Guru Besar (Profesor) Sejarah Perkembangan Pemikiran dalam Islam (SPPI) Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung
Djati Bandung.
3
Lihat Mushthafa ‘Abd. Al-Raziq. 1959. Tamhid li tarikh al-falsafah al-Islamiyyah. Hlm. 265
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
nama dengan istilah ‘Ilmu al-Kalam, dengan istilah tokohnya disebut sebagai al-Mutakallimun. Imam
al-Asy’ari (d.324H/935M), al-Bagdady (d.429H/1037M), dan beberapa tokoh al-Azhar University
memberinya nama dengan istilah ‘Ilmu Ushul al-Din. Al-Thahawi (d.331H/942M), al-Ghazali
(d.505H/1111M), al-Thusi (d.671H/1272M), dan al-Iji (756H/ 1355M) memberinya nama dengan
istilah ‘Ilmu al-Aqa’id. Abdu al-Jabbar (d.415H/1024M) memberinya nama dengan istilah ‘Ilmu al-
Nadhar wa al-Istidlal. Al-Taftazani memberinya nama dengan istilah ‘Ilmu al-Tauhid wa al-Shifah.
Muhammad ‘Abduh (d.1323H/1905M) memberinya nama dengan istilah ‘Ilmu al-Tauhid4. Harry
Austyn Wolfson memberi nama dengan istilah The Philosophy of Kalam5. Ahmad Mahmud Shubhy
memberinya nama dengan istilah ‘Ilmi al-Kalam6. M Abdel Haleem memberi nama dengan istilah
Speculative Theology7. C A Qadir memberi nama dengan istilah Dialectica Teology8. Sementara itu
Harun Nasution (d.2000 M) memberi nama dengan istilah Teologi Islam9.
Dari beberapa nama yang menjadi istilah, -- berkembang selama ini --, tidak dapat dipungkiri
bahwa sebenarnya istilah ilmu kalam itu merupakan transformasi dari pemikiran teologi (‘Ilmu al-
lahut), yang telah berkembang di dunia Barat pada masa sebelumnya.
Berkenaan dengan itu, terdapat pakar yang mendefinisikan ilmu kalam/Ilmu al-lahut sebagai
discourse or reason concerning God10 ( diskursus atau pemikiran tentang Tuhan). Bahkan dengan
mengutip istilah yang diberikan oleh William Ockham, L Reese menyatakan bahwa Theology to be a
discipline resting on revealed truth and independent of both philosophy and science11 (Teologi
merupakan sebuah disiplin ilmu yang meletakkan kebenaran wahyu, lewat argumen filsafat dan ilmu
pengetahuan yang independen). Dengan nada yang hampir sama Ibn Khaldun seperti dikutip oleh
Mushthafa Abd. Al-Raziq mendefinisikan ‘Ilmu kalam sebagai ‘Ilmu al-Kalam huwa ‘Ilmun
yatadlammanu al-hujjaja ‘an ‘aqa idi al-Imaniyyah bi al-adillah al-‘aqliyyah12 (Ilmu kalam yaitu
sebuah disiplin ilmu berkaitan dengan keimanan yang diperkuat dengan menggunakan
argumentasi-argumentasi rasional).
4
Lihat M Abdel Haleem Early Kalam, dalam Seyyed Hossein Nasr dkk (ed). 1996. “ History of Islamic Philosophy”
Hlm. 74-75.
5
Lihat Harry Austyn Wolfson. 1976. The Philosophy of Kalam.
6
Ahmad Mahmud al-Shubhy. Fi ‘Ilmi al-Kalam: Dirasah Falsafiyah Li Ara’i al-Firaq al-Islamiyyah fi Ushuli al-Din.
7
Lihat M Abdel Haleem, Early ….dst. Hlm. 71
8
Lihat C A Qadir. 1989. Philosophy and Science in the Islamic World. Hlm.46
9
Lihat Harun Nasution menulis beberapa buku tentang teologi, antara lain berjudul Teologi Islam: Aliran-
aliran,Sejarah Analisa Perbandingan .
10
Lihat William L Resse. 1980. Dictionary of Philosophy and Religion. Hlm. 28
11
Lihat Reese Dictionary …..dst. Hlm. 28-29
12
Lihat Mushthafa ‘Abd. Al-Raziq. 1959. Tamhid li Tarikh al-Falsafah al-Islamiyyah. Hlm. 260-261.
13
CA Qadir. Philosophy and Science …dst. hlm.46
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
14
Lihat Philip Bob Coch (ed). 1987. Webster’s Third New International Dictionary of the English Language. Hlm. 2371.
15
Untuk memahami secara lebih luas kajian ini, anda dapat dibaca buku Abdul Rozak. Cara Memahami Islam
(metodologi Studi Islam).Gema Media Pusakatama.
16
Lihat Mircea Eliade (ed).1987. The Encyclopedia of Religion. Vol.13&14. Hlm. 452.
17
Untuk memperluas pemahaman tentang ilmu ini, baca Abdul Rozak.dkk. Ilmu Kalam. Bandung: Pustaka Setia.
18
Baca al- Asy’ari. Maqalat al-Islamiyyin wa Ikhtilaf al-Mushallin. Hlm. 23 menyatakan bahwa Wa kana al-Mu’tazilah
awwalu man isti’ana bi al-falsafah al-Yunaniyah.
19
Lihat Ibrahim Madkur. Fi al-Falsafah al-Islamiyah: Manhaj wa tathbiquh. Jld.II. Hlm.46-47 menyatakan bahwa wala
yazalu al-madzhab al-Asy’ary ‘aqidah Ahlu Sunnah ila al-yaum ; Jo. ‘Abd Lathif Muhammad al-‘Ibr.al-Ushul al-Fikriyah Li
Madzhab Ahl al-Sunnah. Cet.X. Mesir: Dar al-Nahdlah al-‘Arabiyyah.
20
Laboratorium Pancasila IKIP Malang. Pokok-pokok Pembahasan Pancasila Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia.
Hlm.19. menyatakan bahwa, ada empat unsur bahwa sebuah konstruk dapat dinyatakan sebagai ilmu, yaitu 1) terdapat
obyek tertentu yang dapat diselidiki(obyektif). 2) Dalam mengetahui obyek itu melalui metode tertentu (metodis). 3)
Kesimpulan hasil penyelidikan itu disistematisasikan secara baik dan benar (sistematis). Dan 4) Aktivitas tersebut untuk
tujuan memenuhi kebutuhan dorongan manusia (Science for the seek of science)
21
H Hilman Hadikusuma.1993. Antropologi Agama.Bandung: Citra AdityaBakti. Hlm.10
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Pendekatan dari teologi-teologi itupun telah mengalami perkembangan. Maksudnya, teolog ini
bukan menggunakan pendekatan teologi lagi, tetapi sudah merambah dengan menggunakan
pendekatan empirik berupa sains, dan filsafatnya
II. EPISTEMOLOGI
Dari sisi metodologinya, teologi islam merupakan sebuah disiplin ilmu yang cara menyusun kajian
keilmuannya, bermula dari upaya pengkaji(saintis) mengkaji atau memahami secara mendalam ayat-ayat
al-Qur’an dan al-sunnah Rasulullah Muhammad SAW, lalu diikuti dengan upaya mengelaborasinya,
sebagai penyempurna argumen dengan memberikan fakta-fakta empirik dari pandangan maupun
penemuan para saintis sebagai argumen rasional yang memperkuatnya. Pendekatan semacam ini disebut
sebagai Pendekatan Teologi, atau metode Dialektika Teologis, atau metode Dialog Ilmiah
Keagamaan, atau metode Dialektika22saja. Keempat istilah ini, pada dasarnya bermaksud sama.
Karena yang dimaksud dengan dialektika, (Bhs.Yunani dialektike atau dialektikos, sebagai seni
berbincang-bincang, atau diskusi)23. Seorang ilmuwan menyatakan24 menyatakan bahwa dialectic sebagai
art of logical disputation (seni mengadu logika). Pada mulanya dialektika merupakan ketrampilan seorang
dialektik dalam menggunakan argumen logika atau debat, utamanya pada turnamen-turnamen debat
yang tujuan utamanya untuk membantah sebuah argumen lawan atau mengarahkan lawan agar
argumennya kontradiktif, dilematis, dan paradoks. Upayanya antara lain: mencoba tidak membiarkan
sesuatupun tesis untuk tidak dipertanyakan lewat antitesis, sehingga ketika debat akan berakhir,
diharapkan sampai pada sebuah sintesis. Hal ini dilakukan dengan mengkonter tesis-tesis seorang
dialektis via antitesis-antitesis dengan baik. Dinyatakan dalam teologinya Plato (428-348 SM) dialektika
merupakan metode metafisika. Maksudnya sebagai upaya menghasilkan pengetahuan tertinggi. Dialektika
ini dikritik oleh Aristoteles (384-322 SM) karena dianggap sebagai sama dengan sophistri25. Meski
demikian, -- katanya -- dialektika mampu menjadi sebuah metode kritik. Neoplatonis (Plotinus/205-279)
menganggap bahwa dialektika sebagai bagian dari perdebatan ke jalan menaik menuju yang satu. Lalu, di
tangan teolog Perancis, Peter Abelardus (1079-1142) dan kawan-kawannya, metode dialektika menjadi
metode Skolastisisme. Friedrich Engels (1820-1895) menggunakan istilah dialektika sebagai Materialisme
Dialektis. Tetapi Johann Gottlieb Fichte (1762-1814) merupakan orang pertama yang memaparkan bahwa
proses dialektika perlu melalui tiga tahap: Tesis, Antitesis, dan Sintesis. Pada akhirnya, ketika sebuah
dialog ilmiah keagamaan, telah menggunakan proses dialektika tiga tahapan pendekatan kritis ini, akan
dihasilkan pemikiran yang sangat mendalam.
Adanya metode teologi yang jelas ini, harus diakui bahwa teologi telah memenuhi kelayakan disebut
sebagai sebuah ilmu. Bahkan seorang pakar26 teologi menyatakan bahwa Theology as science claims the
status of science, and this claim is supported by its publications and its place among university disciplines.
Pada saat ini, ketika ayat-ayat al-Qur’an dan al-Sunnah Rasulullah Muhammad SAW, ditambah dengan
argumen-argumrn rasionalnya, telah dijadikan sebagai advokasi bagi ketimpangan sosial, maka istilah ini
juga disebut sebagai teologi. Dan teologi seperti inilah, yang akhir-akhir ini lebih berkembang. Teologi
dalam pengertian ini, secara substansial sebagai teologi axiologi, seperti teologi feminis, dan lain-lainnya.
III. AKSIOLOGI
Sebagai sebuah disiplin ilmu, teologi islam mempunyai manfaat yang sangat banyak, antara lain:
1. Teologi islam sebagai sebuah disiplin ilmu merupakan salah satu dari tiga fondasi islam yang
pemahamannya harus ada di dalam diri seseorang, sehingga ia dapat dianggap sebagai seorang manusia
yang beriman. Dinyatakan bahwa definisi iman itu, Pertama, nuthqun bi al-lisan (menyatakan keislaman
secara lisan) harus berlandaskan ilmu yang kuat, dan ilmu yang menguatkannya antara lain, yaitu Ilmu
kalam ini. Kedua, ‘amalun bi al-arkan (melaksanakan keislaman secara fisikal) harus berlandaskan ilmu
yang hak, dan ilmu yang menjelaskannya antara lain yaitu ilmu fiqh. Ketiga, tashdiqun bi al-
qalbi(membenarkan keislaman dengan hatinya) harus berpangkal dari ilmu batin yang benar, dan ilmu
yang membeberkannya yaitu ilmu tasawuf.
Untuk maksud itu, memahami dan mendalami teologi islam (ketuhanan, sifat, asma Allah SWT, dan segala
sesuatu yang berkait dengan-Nya) menjadi hal yang sangat urgen, karena dapat memberikan landasan
22
Lihat C A Qadir. Philosophy….dst. Hlm. 46-47
23
Bandingkan dengan Paul Edwards (ed. in Chief). The Encyclopedia of Philosophy. Vol.II. New York: Macmillan
Publishing Co. Inc. & The Free Press. Hlm. 385-397; Jo. Lorens Bagus. Kamus Filsafat. Hlm. 161-164.Jo Penulis Rosda.
Kamus Filsafat. Hlm.78-80.
24
A S Hornby. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Hlm. 238.
25
Sophistry adalah penalaran yang salah secara sengaja untuk menipu, menyesatkan, atau membela sesuatu tanpa
memperhatikan nilai atau kebenarannya.
26
Lihat Mircea Eliade The Encyclopedia…dst. Hlm. 460
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
yang kuat bagi kebenaran keyakinan keberislaman atau keberagamaan seseorang. Dalam hal ini, menjadi
kekuatan keimanan seorang beragama (muslim).
2. Aspek-aspek ketuhanan, bahkan merambah mengisi pada berbagai organisasi tertentu, antara lain yang
menyatakan dirinya sebagai aliran kebatinan. Lalu, beberapa tokoh aliran kebatinan telah meyatakan
dirinya sebagai nabi, karena katanya tokoh itu telah menerima wangsit dari Tuhan. Dengan segala
dampaknya, -- sampai hari ini -- hal ini masih saja terjadi. Berikutnya telah menimbulkan banyak konflik
antar maupun internal umat beragama.
Untuk kepentingan pembangunan yang berkelanjutan, agar umat beragama dapat selalu hidup dalam
ketenteraman dan kedamaian -- tidak selalu terlibat dalam konflik, karena eksistensi sumber konflik antara
lain, sebagai dampak dari terdapatnya pernyataan beberapa oknum bahwa sampai hari ini masih terdapat
nabi baru – pernyataan seperti itu diperlukan kajian aspek teologinya yang mendalam, agar dapat terpeta
dengan baik dan ilmiah, apakah pernyataan yang merupakan pemikiran teologi sesuatu tokoh aliran
keagamaan atau sekte tertentu itu masih dalam koridor pemikiran teologi yang selama ini telah diakui
keabsahannya oleh para ahlinya, atau merupakan sebuah pemikiran teologi netral dan mandiri. Dari sini,
lalu hasil kajian ilmiah itu dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan oleh pemerintah dalam membuat
keputusan. Dari sini, lalu pemikiran teologi yang berkembang itu layak dikembangkan, atau perlu
dilakukan pelarangan, karena telah minimbulkan konflik antar maupun internal umat beragama. Dari
kajian ini, pada gilirannya keputusan pemerintah tentang pengembangan atau pelarangan pemikiran
teologi itu tidak merugikan berbagai pihak yang berdampak pada diskriminasi, bahkan dapat dianggap
pemerintah telah melanggar HAM.
3. Pada saat yang lain lagi -- aspek ketuhanan --, justru sangat mempengaruhi kehidupan seseorang.
Karena keyakinan terjadinya takdir atau nasib seseorang dapat menjadikan kehidupannya sangat dinamis
atau fatalis. Semua pemikiran itu sangat dipengaruhi oleh belenggu atau tercerahkan pemikirannya orang
itu dalam memahami pemikiran teologi di dalam kehidupannya. Ketika seseorang meyakini bahwa semua
daya manusia tidak mempunyai peranan sama sekali di dalam kehidupannya, disebabkan karena
keyakinan takdir/nasibnya telah ditentukan oleh Tuhannya -- sebagaimana dinyatakan oleh para pengikut
aliran teologi Jabariyah -- karena Tuhan berkuasa secara mutlak, sehingga usaha di dalam kehidupannya
dianggapnya sebagai upaya yang sia-sia saja. Berkenaan dengan itu maka ia akan menjadi manusia yang
sangat fatalis di dalam kehidupannya. Di dalam hal seperti ini, Tuhan tampak berperan di depan manusia
-- seperti peribahasa -- Tuhan ing ngarso sung tulodo.
Tetapi, kalau dengan teologinya manusia meyakini bahwa daya manusia mampu membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk, karena Tuhan telah memberikan daya kepada manusia sejak ia lahir, sehingga
terserah terhadap manusianya apakah dengan daya itu ia akan menjadi manusia yang sukses atau gagal -
- sebagaimana dinyatakan oleh para pengikut aliran teologi Mu’tazilah -- hal semacam ini akan menjadikan
manusia yang berpegang pada pemikiran teologi ini sangat dinamik di dalam kehidupannya. Hal ini,
karena keyakinannya bahwa takdirnya sangat ditentukan oleh sejauh mana ia mengembangkan atau tak
peduli pada bakat dari dayanya. Dari sini lalu Tuhan akan memberikan takdir kepadanya. Di dalam hal
seperti ini, Tuhan tampak berperan di belakang manusia -- seperti peribahasa -- Tuhan tut wuri handayani
terhadap kemauan manusia. Hanya kekurangannya, tipe manusia penganut teologi ini dapat bersifat
arogan, karena nyaris menafikan peran Tuhan di dalam kehidupannya.
Lain halnya, kalau dengan teologinya manusia meyakini, bahwa takdirnya merupakan kerjasama antara
kehendak Tuhan dengan kreasi daya dirinya. Di sini, seseorang berkeyakinan bahwa kehendak Tuhan
merupakan kebijakan bagi dirinya, sementara kreasi daya dirinya merupakan teknis pelaksanaannya --
demikian pemikiran menganut teologi Asy’ariyah yang konvergensis --. Maka keberhasilan atau tidaknya
takdir dirinya akan tampak, sejauhmana besaran daya kreasi teknis dirinya dalam mempengaruhi
kebijakan kehendak Tuhannya. Kalau besaran daya kreasi teknis dirinya melebih kebijakan kehendak
Tuhan, pastilah daya kreasi dirinya akan berhasil atau sukses menjadi takdir bagi dirinya. Tetapi, kalau
besaran daya kreasi teknis dirinya tidak melebihi kebijakan kehendak Tuhan, pastilah kebijakan Tuhannya
yang tetap terjadi, hanya porsinya, besaran daya kreasi teknisnya, telah mengurangi kebijakan kehendak
Tuhannya. Disini Tuhan berperan bekerjasama dengan manusia -- seperti peribahasa -- ing madya
mangun karso.
4. Secara historis, teologi islam sebagai sebuah metodologi, merupakan salah satu cara pandang diantara
berragam cara pandang di dalam memahami nilai-nilai keagamaan. Ia juga telah digunakan oleh para
pakar muslim dalam memahami berbagai fenomena keagamaan maupun sosial, dengan berbagai
kekurangannya.
Untuk itu, dengan segala konsekwensinya, lalu teologi islam dalam persfektif ini merupakan sebuah
disiplin ilmu yang sangat urgen untuk dikaji secara lebih mendalam.
5. Pada akhir-akhir ini, teologi islam sebagai sebuah aksiologi, telah banyak ditulis para pakar. Tulisan itu
dengan maksud untuk mengadvokasi berbagai ketimpangan sosial; baik aspek sosial keperempuanan,
seperti teologi gender, atau teologi feminisme; juga aspek sosial kemiskinan dan ketertindasan, seperti
teologi kemiskinan atau teologi transformatifnya, dan selain hal tersebut di depan.
Surakarta, 2-5 November 2009
The 9th Annual Conference on Islamic Studies (ACIS)
Untuk maksud itu, maka mengkaji teologi islam dalam persfektif ini merupakan sebuah upaya
mengadvokasi ketimpangan sosial. Caranya dengan memahami secara mendalam wahyu Tuhan dan
Sunah Rasul-Nya, via mengembangkan disiplin teologi tertentu sesuai dengan obyek yang diinginkannya.
Dengan teologi ini diharapkan ketimpangan sosial yang terjadi dapat tereleminasi atau kalau mungkin
teratasi secara baik dan benar.
“ Sejarah perkembangan penulisan kitab/buku ilmu kalam di Indonesia dari awal masuknya Islam di
Indonesia, sampai kini”.
“Sejarah perkembangan -- isi gagasan tentang ilmu kalam -- ketuhanan, atau sifat-sifat, atau Asma-
Nya, atau selain ketiga hal itu, di dalam syair-syair, buku-buku sastra, Folklor atau selain itu di
Indonesia”.
“Pengaruh kitab al-Milal wa al-Nihal karya al-Syahrastani di berbagai organisasi keagamaan Islam di
Indonesia”.
“Pengaruh isi kitab Ilmu Tauhid karya Muhammad ‘Abduh di kalangan mahasiswa IAIN/UIN/STAIN se
Indonesia”.
“ Pengaruh Ipoleksosbudagama dalam kehidupan para tokoh teologi abad pertama hijriyah”.
Ketika, seorang peneliti, akan melakukan sebuah penelitian berkait dengan biografi tokoh teologi,
maka seorang peneliti, dapat menggunakan metode historis. Namun, ketika tokoh yang diteliti berkait
dengan aspek pengelolaan organisasinya, seorang peneliti dapat menggunakan metode administrasi atau
leadership atau manajemen atau decition makingnya, dan lain-lain, selain sampel-sampel di depan.
Ketika seorang peneliti akan melakukan penelitian teologi, berkaitan dengan interaksi sosial para
tokohnya, maka seorang peneliti dapat menggunakan metode sosiologi.
Ketika seorang peneliti akan melakukan penelitian teologi, berkaitan dengan gagasan atau pengaruh
teologi seorang tokohnya, maka seorang peneliti dapat menggunakan metode antropologi, strukturalisme,
fenomenologi, politik, filologi, atau psikologi dan berbagai disiplin ilmu lainnya, disesuaikan dengan
gagasan apa yang akan dikaji oleh peneliti itu, sehingga metode dapat sesuai dengan aspek ontologi yang
sedang dikajinya.
Dari sini, dapat dinyatakan bahwa hampir semua disiplin ilmu dapat digunakan sebagai cara
pandang/approach/metode untuk mengkaji berragam aspek keteologian, disesuaikan dengan ontologi apa
yang sedang dikajinya.
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Abdul Rozak
Tempat/tanggal lahir : Brebes/ 11 Juni 1952
Alamat : Jl. Panineungan I, Blok B.I/05. RT/RW: 01/ 02; Kel Cipadung
Kidul; Kec. Panyileukan; Bandung (40614) Telp.
(022) 780 9335. HP. 081572272119
Pekerjaan : Dosen Fakultas Ushuluddin UIN SGD Bandung dan
Dosen Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Guru Besar (Profesor) SPPI pada Fak. Ush. UIN SGD Bandung (2006-Sekarang)
D. PENGALAMAN KEPEGAWAIAN
Capeg Pengatur Muda Tk. I (II/b) di Kanwil Depag Palu, Sul Tengah (1977)
Peg Neg. Pengatur Muda Tk. I (II/b) di Kanwil Depag Palu, Sul Tengah (1978)
Pengatur (II/c) di Kandepag Kab. Banggai, Luwuk, Sul Tengah (1980)
Pengatur Tk. I (II/d) di Kandepag Kab. Banggai, Luwuk, Sul Tengah (1982)
Penata Muda (III/a) di Kandepag Kab. Banggai, Luwuk, Sul Tengah (1984)
Penata Muda Tk.I (III/b) di Fak Ush IAIN SGD Bandung (1988)
Penata (III/c) di Fak Ush IAIN SGD Bandung (1992)
Penata Tk. I (III/d) di Fak Ush IAIN SGD Bandung (1996)
Pembina (IV/a) di Fak Ush IAIN SGD Bandung (1998)
Pembina Tk I (IV/b) di Fak Ush IAIN SGD Bandung (2000)
Pembina Utama Muda (IV/c) di Fak Ush UIN SGD Bandung (2007)
2. Penelitian.
1. Penelitian Individual tentang Aliran Kebatinan Perjalanan, dana Depag Pusat Rp 6.000.000,-
th. 1996
2. Ketua Penelitian Kelompok tentang Teologi Kebatinan Subud dan Madraisme, dana Depag
Pusat Rp. 17.500.000,- th. 2002
3. Penelitian Individual tentang Metodologi Studi Islam, dana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Rp. 6.000.000,- th. 2007
5. Husein al-Hallaj dan Ajarannya makalah pada Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya “
Mimbar Study” IAIN SGD no. 69/XVI/1995
6. Konsepsi Tentang Tuhan dan Hari Akhir dalam Teologi Agama Sunda di Jurnal Ilmu
Agama Islam dan Kebudayaan “ Tajdid” LPP IAID Ciamis, terakreditasi No.17 th XI,
2004
7. Memahami Teologi Aliran Kebatinan Subud dan Madraisme di Jawa Barat pada Jurnal
Penelitian Islam Indonesia “ Istiqra” Ditjen Bagais Vol 2 No.1 2005
8. Kebudayaan Etnik Sunda, makalah pada Jurnal Ilmiah Agama dan Sosial Budaya “
Wawasan “ Fak Ush IAIN SGD Bandung, vol. 28.No.2. th.2005.
9. Nilai-nilai dan Struktur Sosial Etnik Sunda, makalah pada jurnal Ilmiah Agama dan Sosial
Budaya “ Wawasan “ Fak Ush UIN SGD Bandung. Vol 29. No.2. 2006.
23. Pembicara pada Seminar oleh YPKP ’65 Pawopkorba-LPR Krob-Pakorba se Jabar, tema,
Tragedi Kemanusiaan ’65 dan Pelanggaran HAM Berat di tinjau dari Sudut Pandang Moral
dan Agama tahun 2005
24. Pembicara pada acara Studium General Yayasan Darul Mantik Bandung dengan tema:
Memahami Filsafat dengan Mudah, tahun 2005
25. Pembicara dalam diskusi bebas oleh BEM HMJ BSA Fakultas Adab UIN Sunan Gunung Djati
Bandung dengan tema: Bertuhan tapi tak Beragama, tahun 2005
26. Pembicara pada Workshop Peningkatan Wawasan Kepustakaan Keagamaan Guru-Guru
Agama SLTP, di Gedung BKM Kanwil Depag Jabar, tema, Agama dan Kontribusinya dalam
Memecahkan Problematika Sosial, th. 2006
27. Sebagai Key Note Speacker pada acara Seminar terbuka oleh BEM HMJ SA Fakultas
Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati Bandung dengan tema: Menggugat Pluralisme dan
Liberalisme sesat atau benar, tahun 2006
28. Pembicara pada pertemuan Dekan-Dekan Fak. Ushuluddin IAIN/UIN se Indonesia di Padang,
tema, Prospek Pengembangan UIN/IAIN, tahun 2006
29. Pembicara pada acara diskusi panel bebas antar Organisasi Islam se Jawa Barat di Mesjid
Muhajirin Suryalaya, Buah Batu, Bandung, dengan tema: Latar belakang terjadinya
perbedaan di dalam Islam dan Solusinya, tahun 2006
30. Pembicara pada acara Diklat Dosen DPK se Jabar dan Banten, di Balai Diklat Keagamaan
Bandung, tema, Pengembangan Bahan Ajar, 2007
31. Pembicara pada acara diskusi Lailah al-Ijtima’, NU Wilayah Jabar, tema, Akar-akar
Ekstrimisme/Radikalisme Dalam Islam. 2007.
32. Pembicara pada diskusi Dosen IPDN Bandung, tema Islam Emansipatoris dan Transformatif.
2007
33. Pembicara pembanding pada acara bedah buku oleh BEM-J REMA Tafsir-Hadits, tema
Selangkah lagi Mahasiswa UIN jadi Kiai oleh Dr Ahmad Luthfi tahun 2007
34 Pembicara pada acara seminar sehari di Gedung PGSD Purwakarta oleh PGRI Purwakarta
dengan tema: Konsep Tauhid sebagai Dasar Pembinaan Karakter didik yang Mandiri dan
Kreatif, tahun 2007
35. Pemakalah pada diskusi bulanan Dosen Fak Ush UIN SGD Bandung, tema UIN di Tengah
Pusaran Liberalisasi Pemikiran, 2007
36. Makalah pada acara seminar internasional antara Indonesia dan Malaysia oleh konsorsium
keilmuan UIN Sunan Gunung Djati Bandung, dengan judul: Filsafat Ilmu Kalam (Teologi
Islam), tahun 2007
37. Pemakalah pada diskusi bulanan dosen Fakultas Ushuluddin UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, tema: Kenabian Terakhir, tahun 2007
38. Pembicara pada acara penataran Classroom intensive lecture Daurah Nasional Kader Ulama
Pondok Pesantren di Pesantren al-Ittifaq oleh Kanwil Depag Jabar dengan tema: Wawasan
Keulamaan, tahun 2008
39. Orasi ilmiah pada acara Wisuda Sarjana Unismuh Luwuk, Sul Tengah dengan tema:
Ekosistem dalam perspektif para ahli dan peranan pendidikan terhadapnya, tahun 2008