dan harapan manusia yang terus berkembang hingga tiba pada suatu titik
terpenuhi dalam waktu singkat, tanpa perlu merasa kawatir dan cemas.
apakah pelayanan yang sudah diberikan selama ini telah sesuai dengan
terjadi adalah gap, maka hal itu menunjukkan kualitas pelayanan yang kurang
keseluruhan.
dalam bidang jasa sudah menyadari betul akan pentingnya pelayanan bagi
itu, yang cenderung ditampilkan adalah pola pelayanan top-down, dari atas
pelayanan sebagai pilar utama untuk membangun eksistensi, citra diri, dan
tinggi bukan hanya sekedar sebagai penyemai ilmu dan teknologi, tetapi
Pertanyaan
disajikan sedikit teori yang relavan dengan pelayanan, yakni teori pelayanan
konsumen atau klien, atau pekerjaan yang dilakukan untuk orang lain.
Sedangkan bagi Kotler & Amstrong (1997), pelayanan adalah kegiatan atau
manfaat yang ditawarkan oleh satu pihak kepada yang lain yang pada
a. Kepuasan pelanggan
pelanggan.
yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi
(feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan dengan hal ini. Pertama,
prioritas yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada
daya yang ada. Oleh karena itu dengan menggunakan data, maka
situasi tertentu yang vital. Kedua, variasi atau variabilitas kinerja manusia,
d. Perbaikan berkesinambungan
menekankan pada dua konsep utama. Pertama, sebagai suatu filosofi dari
dengan alat-alat dan teknik seperti “brainstorming” dan “force field analysis”
(peserta didik).
Aplikasi TQM dalam satuan pendidikan dapat pula disebut Total Quality
2002) dengan lima pilar, yaitu: (1) fokus pada pelanggan baik eksternal
maupun internal, (2) adanya keterlibatan total, (3) adanya ukuran baku mutu
lulusan sekolah, (4) adanya komitmen, dan (5) adanya perbaikan yang
berkelanjutan.
Field (1994), setidaknya ada empat alasan yang menjadi pertimbangan dalam
sekolah, terutama bila disadari bahwa sistem yang ada sekarang belum
bekerja dengan baik. Karena itu, aplikasi mutu terpadu melahirkan sistem
terbaik.
dan keluaran (output). Masukan adalah peserta didik, sarana, prasarana, dan
ukuran mutu, dan produk yang diberikan lembaga pendidikan adalah jasa
pendidikan. Hal ini berarti jasa pelayanan pendidikan tidak berwujud benda
pendidikan dilihat dari indikator lunak (soft indicators) seperti rasa kepedulian
dan perhatian terhadap keinginan, harapan dan kepuasan pelanggan jasa
pendidikan.
Teori pelayanan dan TQM sama sekali bukan hal baru, apalagi bagi
konsumen (pelanggan), dan TQM sebagai upaya perbaikan mutu secara terus
menerus, sudah sangat dipahami. Artinya, pada tataran teoretik sudah tidak
ada masalah. Yang terasa kurang adalah pada tataran empirik atau aplikasi.
Tegasnya, kalangan perguruan tinggi baru bekerja pada level teori dan kurang
dilakukan dengan baik. Upaya ke arah aplikasi konsep (teori) pelayanan dan
TQM baru setengah hati. Hal ini misalnya dapat dilihat dari pelayanan
disiplin dalam hal menagih uang kuliah yang telat bayar, secara umum juga
pendidikan.
yang jauh dari maksimal tersebut dilatarbelakangi oleh cara pandang yang
yang butuh pengasuhan esktra sehingga layak diperlukan ”sesuka hati” oleh
tinggi. Termasuk dalam hal ini adalah aplikasi konsep pelayanan dan TQM
melayani orang lain dengan baik dan penuh empati, maka setelah terjun ke
masyarakat para alumni perguruan tinggi juga akan dapat melakukan hal yang
sama. Inilah yang selama ini kurang disadari, atau setidaknya kurang
Optimalisasi
sebagai penyemai teori, tetapi juga sekaligus sebagai praktisi atas teori-teori
dapat belajar, dan masyarakat tak lagi melihat perguruan tinggi sebagai
menara gading.
Oleh karena itu, penting dan urgent bagi kalangan pengelola perguruan
aplikasi pula. Ini diperlukan bukan sekedar sebagai bentuk kewajiban atau
mahasiswa butuh teori dan aplikasi sekaligus sebagai bekal hidup di masa
depan.
Referensi