Anda di halaman 1dari 9

Nama : Dwiva Aditya Putri

NIM : I1C109020

Deteksi Dini Anak dengan Autisme


Autisme adalah salah satu kelompok gangguan pada anak, yang ditandai munculnya
gangguan & keterlambatan pada bidang kognitif, komunikasi, ketertarikan pada interaksi
sosial, dan perilakunya. Perilaku autism terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Perilaku yang eksesif (berlebihan), ditandai dengan hiperaktif & tantrum
2. Perilaku yang defisit (berkekurangan), ditandai dengan gangguan bicara, pola sosial kurang
sesuai, emosi tidak tepat, defisit sensoris.
Adapun penyebab autisme antara lain:
• Gangguan autis terjadi pada fase pembentukan organ-organ, yaitu pada usia
kehamilan 0 – 4 bulan.
• Gangguan pada organ atau saraf otak lobus parietalis (anak tidak peduli dengan
lingkungan).
• Gangguan pada otak kecil, yang berfungsi untuk melakukan proses daya ingat,
berpikir, aktivitas sensoris, perhatian, dan belajar bahasa.
• Gangguan pada sistem limbik (terletak di bagian tengah otak), mengakibatkan
gangguan fungsi kontrol agresi dan emosi.
• Genetika.
• Infeksi virus dan jamur.
• Kekurangan nutrisi dan oksigen.
• Polusi udara, air, dan makanan.
Indikator-indikator anak autisme dapat dilihat dari aspek komunikasi, interaksi sosial,
perilaku, gangguan sensoris, pola bermain, dan emosi.
1. Indikator Komunikasi
• Ekspresi wajah datar.

• Tidak menggunakan bahasa/isyarat tubuh.

• Jarang memulai komunikasi.

• Mengoceh tanpa arti secara berulang-ulang.

• Membeo kata-kata, kalimat-kalimat, nyanyian.


• Intonasi vokal yang aneh.

• Tampak tidak mengerti kata.

• Bicara sedikit atau tidak ada.

• Anak seperti tuli.

• Perkembangan bahasa terhambat.

2. Indikator Interaksi Sosial

• Tidak responsif.

• Kontak mata terbatas.

• Kurang mampu berempati.

• Lebih suka menyendiri.

• Tidak tertarik bermain bersama teman.

• Menggunakan tangan orang lain sebagai alat.

3. Indikator Perilaku

• Adanya suatu kelekatan pada rutinitas atau ritual tertentu.

• Adanya suatu preokupasi yang terbatas pada pola perilaku yang tidak normal.

• Adanya gerakan-gerakan motorik aneh yang diulang-ulang.

4. Indikator Gangguan Sensoris

• Sangat sensitif terhadap sentuhan.

• Bila mendengar suara keras langsung menutup telinga.

• Senang mencium-cium atau menjilat benda.

• Tidak sensitif terhadapa rasa sakit dan rasa takut.

5. Indikator Pola Bermain

• Tidak bermain seperti anak pada umumnya.


• Tidak suka bermain dengan teman sebaya.
• Tidak bermain sesuai dengan fungsi mainan.
• Menyenangi benda-benda yang berputar.
• Dapat sangat lekat dengn benda tertentu.
6. Indikator Emosi
• Sering marah-marah tanpa alasan yang jelas.
• Temper tantrum.

• Kadang suka menyerang dan merusak.

• Tidak mempunyai empati.


• Kadang menyakiti diri.
Deteksi dini sangat perlu dilakukan agar anak-anak yang memiliki ciri-ciri autisme
dapat ditangani secara cepat dan tepat.
Deteksi dini untuk bayi berusia 0-6 bulan antara lain:
1. Bayi tampak terlalu tenang.
2. Terlalu sensitif, cepat terusik.
3. Gerakan tangan/kaki berlebihan.
4. Tidak babbling.
5. Tidak kontak mata (> 3 thn).
6. Perkmbangan motorik kasar/halus tampak normal.
Deteksi dini untuk bayi berusia 6-12 bulan antara lain:
1. Sulit bila digendong.
2. Menggigit tangan dan badan orang lain secara berlebihan.
3. Tidak ditemukan senyum social.
Deteksi dini untuk anak berusia 1-2 tahun antara lain:
1. Kaku bila digendong.
2. Tidak mau bermain permainan sederhana.
3. Tidak mengeluarkan kata.
4. Memperhatikan tangannya sendiri.
5. Tidak tertarik pada boneka.
Deteksi dini untuk anak berusia 2-3 tahun antara lain:
1. Tidak tertarik bersosialisasi dengan anak lain.
2. Melihat orang sebagai “benda”.
3. Tertarik pada benda tertentu.
4. Kontak mata terbatas.
5. Kaku bila digendong.

Layanan Pendidikan untuk Anak dengan Autisme


1 Salah satu bentuk pelayanan untuk anak dengan autisme adalah melalui pendidikan
yang disesuaikan dengan karakteristik anak, yaitu pendidikan untuk pengembangan potensi
dan kemandirian anak. Salah satu bentuk layanan pendidikan yang disesuaikan dengan
karakteristik dan kemampuan anak antara lain:
• Pengajaran terstruktur.
• Guru aktif mengambil inisiatif untuk berinteraksi.
• Tahap-tahap pembelajaran dari yang terkecil.
• Rutin dan continue, spontan dan fleksibel untuk ketrampilan sosial.
Model layanan pendidikan untuk anak dengan autisme ada dua, yaitu layanan
pendidikan awal dan layanan pendidikan lanjutan.
1. Layanan Pendidikan Awal
A. Program Intervensi Dini
Program intervensi dini: Erba (Jan, 2000)empat program intervensi dini bagi anak
autistik yaitu:
1.Discrete Trial Training (DTT), dari Lovaas dkk, 1987.
2.Learning Experience an Alternative Program for preshoolers and parents (LEAP),
dari Strain dan Cordisco, 1994.
3.Floor Time, dari Greenspan dan Wider, 1998.
4.Treatment and Education of Autistic and related Communication handicapped
CHildren (TEACCH), dari Mesibov, 1996.
B. Program Terapi Penunjang:
− Terapi Wicara,
− Terapi Okupasi,
− Terapi Sensory Integrasi,
− Terapi Auditori,
− Terapi Bermain,
− Terapi Musik, dsb.
2. Layanan Pendidikan Lanjutan
A. Kelas Transisi (Kelas Persiapan)
Tujuan dari kelas transisi ini ialah untuk mempersiapkan transisi ke bentuk
layanan pendidikan lanjutan. Fungsinya untuk menggali dan mengembangkan
kemampuan, potensi dan minat anak. Syarat-syarat anak yang boleh memasuki
kelas transisi antara lain:
0 1.Anak dengan autisme sudah pernah menjalani terapi intervensi dini.
1 2.Karakteristik anak: tidak mendistraksi teman lain dan tidak terdistraksi oleh
adanya teman lain (bisa belajar secara klasikal).
2 3.Diperlukan guru terlatih dan terapis, sesuai dengan keperluan anak didik
(terapis perilaku, terapis bicara, terapis okupasi, dsb).
3 4.Kurikulum masing-masing anak dibuat melalui pengkajian oleh satu tim dari
berbagai bidang ilmu (psikolog, pedagogi, speech patologist, terapis, guru dan
orang tua/relawan).
B. Program Inklusi
Untuk mengikuti program inklusi, anak dengan autisme harus dapat
mengendalikan perilakunya, berkomunikasi dan berbicara normal, wawasan
akademik yang cukup sesuai anak seusianya. Anak autisme harus diperkenalkan
dengan anak-anak normal, sehingga ia dapat mempunyai figur/role model anak
normal dan meniru tingkah laku anak normal seusianya. Program inklusi dapat
berjalan dengan baik apabila ada:
1 1.Keterbukaan dari sekolah umum.
2 2.Tes masuk.
3 3.Peningkatan SDM/guru terkait.
4 4.Proses shadowing berfungsi.
5 5.Dukungan semua pihak di sekolah.
6 6.Tersedianya unit khusus.
7 7.Masa orientasi.
8 8.Ideal 1 anak autistik dalam 1 kelas.
9 9.Batasan kemampuan: kelas 1 SD.

Dalam program inklusi harus ada pendampingnya. Pendampingnya ialah Guru


Pembimbing Khusus dan guru pendamping siswa/shadow. Fungsi guru
pendamping siswa /shadow ialah untuk membantu guru kelas dalam
mendampingi anak autistik pada saat diperlukan, sehingga proses pengajaran
dapat berjalan lancar tanpa gangguan. Tugas guru pendamping siswa antara lain:
• Menjembatani instruksi antara guru dan anak.
• Mengendalikan perilaku anak di kelas.
• Membantu anak untuk tetap berkonsentrasi.
• Membantu dalam interaksi sosial.
• Menjadi media informasi guru-orangtua.
• Mengejar ketinggalan pelajaran di kelasnya.
Kiat-kiat dalam program inklusi:
1.Ikut dalam kegiatan belajar 2 minggu setelah kegiatan dimulai (setelah masa
orientasi).
2.Anak duduk di meja paling depan untuk konsentrasi.
3.Dalam waktu istirahat anak dilatih untuk sosialisasi.
4.Anak mendapatkan program remedial.
5.Anak menguasai bahan pembelajaran lebih awal.
6.Melalui dedikasi dan toleransi yang tinggi dari para guru, program inklusi
dapat berhasil dengan baik.
C. Program Pendidikan Terpadu
Untuk masuk dalam program pendidikan terpadu kita harus melihat hasil evaluasi
anak di kelas transisi, anak belajar individu di sekolah regulr, perlu guru
pembimbing khusus dan guru pendamping/shadow, dan dicoba sesekali
bergabung di kelas umum untuk latihan dan sosialisasi. Program ini akan berhasil
bila:
1.Idealnya anak berhak memilih pelajaran yang ia mampu saja (Mempunyai
IEP/Program Pendidikan Individu sesuai dengan kemampuannya).
2.Anak dapat “tamat” (bukan lulus) dari sekolahnya karena telah selesai melewati
pendidikan di kelasnya bersama-sama teman sekelasnya/peers.
3.Tersedianya tempat khusus (special unit) bila anak memerlukan terapi 1:1 di
sekolah umum.
D. Sekolah Khusus Autistik
Kondisi anak yang sukar berkonsentrasi, mudah terdistraksi, tapi mempunyai
potensi yang dapat dikembangkan seperti dalam bidang olahraga, musik, lukis,
komputer, matematika dsb. dapat masuk sekolah khusus autistik ini. Ada beberapa
kelas khusus yang ada dalam sekolah khusus autistik ini, antara lain kelas musik,
kelas ketrampilan, kelas seni lukis, kelas pengembangan olahraga, dll.
E. Program Sekolah di Rumah
Karakteristik anak autistik dengan keterbatasan yang kompleks, seperti masalah
motorik dan auditory, retardasi mental dan non verbal, dsb dapat mengikuti
program sekolah di rumah ini. Agar program sekolah di rumah ini berhasil maka
perlu:
• Disediakan ruangan khusus untuk melaksanakan program, sehingga anak terlatih siap
belajar pada saat masuk ruangan tersebut.
• Kerjasama yang baik dengan guru, orangtua dan orang-orang disekitarnya, untuk
mengembangkan potensi/strength anak, menggeneralisasi program dan membentuk
hubungan yang positif antara keluarga dan masyarakat.
• Di lain pihak, perlu dukungan yang memadai untuk keluarga dan masyarakat
sekitarnya untuk dapat menghadapi kehidupan bersama seorang autistik.
F. Griya Rehabilitasi Autistik
Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah/terbatas dapat masuk griya
rehabilitasi autistik. Keuntungan dari griya rehabilitasi autistik ini adalah:
1.Mendapatkan layanan sesuai kebutuhannya.
2.Pengembanganpotensi diri secara optimal.
3.Mendapatkan ketrampilan kerja terbatas, bekal untuk bekerja di tempat kerja
terlindung (Shelter Workshop).
4.Mendapatkan ketrampilan akademik yang terbatas dan fungsional.

Mengenali dan Mengembangkan Potensi Anak Penyandang Autisme


Potensi adalah kemampuan atau kekuatan atau daya, dimana potensi dapat merupakan
bawaan (bakat) dan hasil dari stimulus atau latihan dalam perkembangan anak. Ada lima
kunci dalam mengembangkan potensi anak:
1. Setiap anak memiliki bakat; anak dengan kebutuhan khusus juga mempunyai
kemampuan spesial.
2. Bakat harus dikembangkan melalui latihan dan rangsangan secara terus menerus.
3. Stimulasi sejak usia dini melalui kegiatan yang menyenangkan (bermain).
4. Tugas orang tua-lah mengenali & mengembangkan bakat anak (Membutuhkan
ketekunan, kesabaran, ketelatenan, kreativitas).
5. Kembangkan bakat sesuai dengan minat dan kebutuhan anak.
Potensi anak dengan autisme sama seperti anak normal hanya saja perkembangannya
mengalami hambatan. Sering tidak dapat berkembang karena masalah perilaku. Diperlukan
metode khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan anak. Penanganannya harus
kontinyu dan terprogram. Jadi, cara mengembangkan potensi anak antara lain:
• Menangani masalah sensorik, seperti hipersensitif, hiposensitif atau kombinasi
keduanya.
• Fokus pada kelebihan anak.
• Mengenali kecerdasan majemuk.
• Mengenali gaya belajar anak.
• Empati.
Kecerdasan majemuk menurut Gardner antara lain:
• Spatial – visual intelligence.
• Linguistic intelligence.
• Interpersonal intelligence.
• Musical intelligence.
• Naturalist intelligence.
• Bodily-kinesthetic intelligence.
• Intrapersonal intelligence.
• Logical-mathematical intelligence.
Kecerdasan setiap anak berbeda-beda, bisa salah satu dari kecerdasan di atas, atau gabungan
dari beberapa kecerdasan di atas. Untuk itu kita perlu mengetahui apa kecerdasan anak
sehingga kita bisa menggali potensinya.
Selain itu kita juga harus mengenali gaya belajar anak untuk mengembangkan
potensinya. Macam-macam gaya belajar anak antara lain:
1. Gaya belajar visual, ciri-cirinya:
• Dapat mengingat gambar dan informasi visual secara mendetil.
• Dapat memiliki rekaman video dalam memori.
• Alat bantu visual yang jelas dan menarik mutlak digunakan dalam belajar berbagai
informasi, membuat jadwal, memberikan instruksi dan berkomunikasi.
2. Gaya belajar kinestetik
Masalah sensorik pada anak autisme menyebabkan kesulitan dalam konsentrasi dan
kontrol diri. Proses belajar akan lebih berhasil bila dilakukan dengan mengerjakan
langsung dan pada konteks sesungguhnya. Menurut penelitian, gerakan yang tepat
diperlukan untuk mengembangkan cabang-cabang syaraf otak dan memperbaiki fungsi
sensorik.
Kemudian masalah lainnya untuk mengembangkan potensi anak adalah empati.
Empati adalah kemampuan untuk memahami kondisi anak dan bagaimana anak menghayati
dirinya dan dunia luar. Manfaat empati antara lain:
• Menciptakan hubungan yang intim secara emosional yang selanjutnya memberikan
rasa aman dan dimengerti pada anak.
• Meningkatkan keinginan membuka diri pada anak, baik secara verbal maupun non
verbal.
• Mengetahui alasan dibalik tingkah laku anak sehingga dapat diberikan respon dan
penanganan yang tepat.
Adapun cara mengembangkan empati antara lain dengan cara:
• Observasi.
• Wawancara dengan orang-orang yang dekat dengan anak.
• Terlibat dalam kegiatan yang diminati anak.
• Mendengarkan ungkapan diri anak (kata-kata, hasil karya, surat).
• Meniru tingkah laku anak.

Anda mungkin juga menyukai