Anda di halaman 1dari 13

NEW MORALITY SEBAGAI DOSA ZAMAN

DAN PENTINGNYA HIDUP KUDUS


SEBAGAI ORANG KRISTEN

NAMA : AGUS M.SIHOMBING

KELAS : MTH I B

1
KATA PENGANTAR

Pertama – tama puji syukur kepada Tuham Yesus karena penyertaan-


Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini semua
aspek dan apa yang menyebabkan new morality di bahas. Dan bagaimana
juga kita sebagai orang Kristen menyikapinya.

Dalam makalah ini saya memberikan beberapa penjelasan tentang New


Morality, dan saya harapkan dapat memberikan masukan yang baik.
Beberapa penjelasan mungkin akan mengarah pada kehidupan menyimpang
manusia selama ini. Seks bebas, narkoba, pertikaian, dll. Dan tentunya saya
mengarhkan pada acuan alkitab tentang bagaimana untuk tetap hidup kudus
dalam Kristus.

Akhir kata, semoga isi dan penjelasan makalah ini dapat bermamfaat
bagi yang membaca nya.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................. 2

DAFTAR ISI................................................................................. 3

PENDAHULUAN.......................................................................... 4

A. Apakah New Morality diterima sebagai perilaku Kristen saat


ini?............................................................................................................................ 5

B. REVOLUSI MORAL....................................................................... ......... 6

C. Moralitas Baru : oleh Elmer Paul.................................................. 9

D. Pandangan Agama Kristen Tentang New Morality.......... 11

E. KESIMPULAN......................................................................... 13

3
PENDAHULUAN

Zaman modern diwarnai dengan revolusi moral (new morality) yang


sangat besar, yang mengarah pada krisis moral. Apa yang dahulu dianggap
tabu dan tidak boleh sekarang menjadi diperbolehkan. Contohnya : Hubungan
seks sebelum nikah, adalah hal yang biasa – biasa, hubungan seks sebelum
nikah adalah bukti cinta kasih pada pasangan.

Tentunya hal ini sudah menyimpang dari moral yang selama ini sudah
mengikat masyarakat. Aliktab menjelaskan kepada kita bahwa hubungan
intim/badan hanya diperbolehkan jika hanya kita telah menikah. Dan hal itu
terbukti nyata setelah banyaknya kejadian yang sudah terjadi belakangan ini.
Moralitas baru ini berkembang bagaikan jamur, smua mudah untuk
menyerapnya. Dan di dinilah tugas Gereja dalam membentuk moral
masyarakat dalam iman.

New Morality pada dasarnya adalah sesuatu yang tidak boleh ada. Hal –
hal ini baru terjadi padazaman modern ini, sesuatu yang tabu yang
menjadisesuatu yang biasa.

4
A. Apakah New Morality diterima sebagai perilaku Kristen saat ini?

Moralitas baru mulai dianut secara luas di tahun 1960'an sebagai sistem
nilai baru menggantikan moralitas lama yang dianggap sudah kuno/ kolot.
Moralitas baru sesungguhnya bukanlah hal baru karena merupakan hasil
pembenaran atas perilaku menyimpang dan ketidakpercayaan manusia
selama berabad-abad. Para pembela moralitas baru atau 'etika situasi',
umumnya berpandangan bahwa alasan-alasan manusialah yang harus
dijadikan dasar penentuan moralitas itu sendiri. Mereka menerima
pewahyuan sebagai sumber nilai-nilai etika namun pada saat yang sama
menolak norma/ hukum tersebut, kecuali pada bagian perintah mengasihi
Allah dan sesama. Etika situasi tidak didasarkan pada apa yang dianggap
benar atau salah, tapi pada apa yang dirasa cocok.

Atas dasar apakah seseorang bisa menerima pewahyuan tapi hanya pada
satu bagiannya saja? Ketika akal manusia mulai membuat penilaian pada wahyu
Allah, orang kehilangan hak untuk mengklaim bagian manapun dari wahyu
sebagai hal yang mengikat.

Ajaran utama metode situasional adalah kasih yang tidak bersandar pada
kebaikan hakiki, yakni dasar penentuan salah dan benar, kasih dalam metode
situasional dapat 'berpikir', lemah, dan tak berdaya. Ia dengan jelas
membedakan kasih dan kepatuhan, kebenaran dan kebijaksanaan.

Walau moralitas baru menjadi terkenal setelah mendapat dukungan dari


pemuka-pemuka agama, namun dalam moralitas itu sendiri tidak terdapat nilai
“Kristen”. Sebuah etika baru dapat dikatakan memiliki nilai Kristen jika
didasarkan pada Alkitab.

Dari awal hingga akhir, Alkitab menunjukkan bahwa Allah


mengharapkan tindakan nyata dari manusia ciptaan-Nya, dan harapan itu
dituangkan dalam perjanjian lama melalui Sepuluh Perintah Allah. Para
penganut etika situasi biasanya mengatakan bahwa Kristus sendiri telah
menghapuskan aturan-aturan dalam Perjanjian Lama dan menggantinya dengan
satu hukum yaitu kasih. Kristus memang mengatakan bahwa mengasihi Tuhan
dan sesama adalah dua hukum yang terutama dan kita tidak boleh
mengabaikannya, tapi untuk menggenapi perintah tersebut, Tuhan tidak
membiarkan manusia tanpa aturan/hukum (Matius 22 : 35 - 40).

Kristus dengan tegas mengatakan "Janganlah kamu menyangka bahwa


Aku datang untuk meniadakan hukum taurat atau kitab para nabi; Aku datang
bukan untuk meniadakannya melainkan menggenapinya (Matius 5 : 17). Lebih

5
jauh Ia juga memperingatkan untuk tidak membatalkan perintah yang paling
kecil sekalipun namun agar mematuhinya (Matius 5 : 19). Dalam menggenapi
hukum itu, Kristus sangat menekankan pada ketaatan/ kepatuhan hati, bukan
pada bentuk ibadah yang terlihat dari luar.

Pada khotbah dibukit, Kristus menyebutkan secara khusus hukum


Perjanjian Lama dengan penekanan yang lebih dalam. Misalnya, bukan saja
'jangan membunuh'; 'jangan membenci' juga adalah perintah yang sama
pentingnya (Matius 5 : 21 - 2). Contoh lainnya, Dia menetapkan hukum tentang
perzinahan (5 : 27 -2 8), perceraian (5 : 3 1- 32), mengambil sumpah (5 : 33 -
37), memberi sedekah (6 : 1 - 4), berdoa, (6 : 5 - 8), berpuasa (6 : 16 - 18).
Kristus tidak membatalkan Hukum; Ia menunjukkan bahwa ketaatan sejati
haruslah berasal dari dalam sebagaimana kepatuhan yang terlihat di luar.

Mengasihi Allah dan sesama adalah dua perintah terutama, bukan karena
Allah tidak mengharapkan manusia mentaati perintah lainnya, namun karena
perintah yang lain tidak mungkin bisa dipenuhi jika hati manusia masih
memberontak terhadap penciptaNya.

Etika situasi dimaksudkan untuk menunda, mengabaikan, atau merusak


prinsip dasar karena merasa dirinya dapat memberi lebih banyak kasih
dibanding melalui ketaatan/kepatuhan. Etika tersebut secara jelas merusak
gambaran kasih dalam alkitab "Sebab inilah kasih kepada Allah, yaitu bahwa
kita menuruti perintah-perintah Nya. Perintah-perintahNya itu tidak berat (I
Yohanes 5 : 3).

Kasih menurut alkitab, tidak terpisahkan dari kepatuhan pada wahyu


Allah. Yesus berkata, "Jika engkau mengasihiKu, engkau akan mengikuti
perintah-perintahKu" (Yohanes 14 : 15). Etika situasi tidak bisa begitu saja
berkata bahwa hukum kasih telah menggantikan hukum-hukum lainnya dalam
Alkitab, karena keduanya berjalan seiring.

Moralitas baru begitu populer karena menolak semua aturan hukum


kecuali kasih. Moralitas tersebut dipakai untuk membenarkan perselingkuhan,
aborsi, homoseksualitas, mencuri, mabuk-mabukan, dan penggunaan obat bius.
Seseorang dapat merasionalisasi berbagai penyimpangan perilaku atas nama
kasih karena tidak dituntun alkitab, padahal ia tidak mengetahui apa sebenarnya
mengasihi itu!

Injil Yesus Kristus membebaskan seseorang dari keterikatan hukum


melalui anugrah keselamatan oleh kemurahan-Nya, jadi bukan karena hasil
ibadah. Injil ini memberikan hidup baru bagi orang percaya sehingga seseorang
dengan suka cita melakukan perintah-perintah Allah. Orang-orang Kristen
mengalami janji-janji Kristus, "Kamu adalah sahabatKu, jika kamu melakukan
6
perintahKu (Yohanes 15 : 14). Pada dasarnya manusia tak ad yang tidak terikat
pada aturan. Bahwa Yesus sendiri pun mengatakan tentang kebenaran aturan –
aturan tersebut.

B. REVOLUSI MORAL

Tujuan dari revolusi moral adalah membebaskan manusia dari belenggu


atau yang sifatnya tradisional, kuno. Segala hal dan segala macam peran
manusia harus di bebaskan dari hal – hal tradisional. Meninggalkan hal –hal
adat – istiadat.

Alkitab menjelaskan kepada kita, bahwa: Keperawanan (menjaga


kesucian hidup sebelum nikah) adlah yang sangat penting bagi manusia
Ulangan 22 : 13 – 22. Seks sebelum nikah selalu berakibat adanya hukuman.
Hubungan Seks secara alkitabiah hanya diijinkan/dilakukan dalam hubungan
suami – istri. Kejadian 2 : 24, Matius 19 : 5; Hubungan seks sebelum nikah,
disamakan dengan pencabulan. Yang merupakan tindakan atau perbuatan
dosa.

Tidur bersama tanpa dilandasi hubungan pernikahan adalah tindakan


dosa perzinahan yang akan dihukum Allah. Ibrani 13 : 4, Keluaran 22 : 22 –
24. Percabulan, pergaulan seks yang bebas, dimana seseorang selalu didorong
oleh nafsunya untuk mencari pengalaman seks; merupakan sikap hati yang
najis, yang di benci oleh Tuhan. Seks dan Seksualitas adalah anugrah Tuhan
yang perlu dihayati dan dilakukan sesuai dengan kehendak Allah yang
menciptakan seks dan seksualitas.

Jenis New Morality lainnya adalah Aborsi, dimana aborsi adalah


menggugurkan kandungan, janin, yang dilakukan dengan sengaja. Beberapa
alasan seseorang melakukan aborsi:

a. Alasan Vital

Aborsi yang dilakukan untuk menyelamatkan sang ibu, jika kehamilan


dan persalinan mengancam nyawa sang ibu.

b. Alasan janin

7
Aborsi yang dilakukan karena janin dalam keadaan tidak
memungkinkan untuk dilahirkan, ada kemungkinan janintidak hanya
dapat menjalankan kehidupan secara normal.

c. Alasan kriminal

Aborsi dilakukan karena alasan kehamilan terjadi akibat pemerkosaan,


akibat pemaksaan kehendak.

d. Alasan social

Aborsi dilakukan demi kesejahteraan ibu, anak, karena keadaan keluarga


yang tidak memungkinkan hadirnya seorang anak.

Dan masih banyak penyimpangan – penyimpangan lainnya, walaupun


dengan alasan apapun tetap tindakan tersebut adalah dosa.

8
C. Moralitas Baru : oleh Elmer Paul

Reaksi yang tak terelakkan dari logika tertahankan dari Protestan


Deisme, di mana Allah sama sekali dari hukum dan moral dan direduksi
menjadi semacam imanen, semua-baik hati berlaku di alam. "Tapi sekarang
datang seorang Sage modern," kata Warburton dari Bolingbroke, "... yang
mengatakan kita 'bahwa mereka membuat Dasar Agama terlalu luas, bahwa
pria tidak peduli lagi dengan PERCAYA BAHWA DIA ADALAH Tuhan,
yang nya atribut fisik membuat sepenuhnya nyata, tetapi, adalah upah
kepada mereka yang rajin mencari Dia, Sesungguhnya Agama tidak
memerlukan kita untuk percaya, karena ini tergantung pada MORAL
ATRIBUT, Dari yang telah kita konsepsi '"Tapi posisi deistic itu. nyata tidak
dapat dipertahankan, untuk itu tidak meninggalkan tempat bagi keberadaan
dari yang terbantahkan, hal jahat di dunia ini dan kehidupan. Dari distribusi
tidak akuntabel dari salah dan penderitaan ilahi telah berpendapat kepastian
penyesuaian dalam keadaan masa depan; Deis telah terbang dalam
menghadapi fakta-fakta dengan mempertahankan keyakinan dalam
Providence kebaikan saat mengambil dari itu kekuatan supranatural retribusi;
ateis lebih logis, ia menyangkal adanya Providence sama sekali dan berbalik
alam semesta ke kesempatan atau hukum buta. Tersebut adalah
perkembangan pemikiran dari Baxter untuk Bolingbroke dan dari
Bolingbroke ke Hume.

Konsekuensi positif dari evolusi ini ditulis besar dalam literatur abad
kedelapan belas. Dengan ide dari dewa pembalasan dan tes supranatural
menghilang ada juga rasa tanggung jawab pribadi yang mendalam, gagasan
tentang perbedaan radikal dan mendasar antara yang baik dan yang jahat
hilang. Kejahatan yang jelas dalam karakter datang dianggap hanya sebagai
hasil dari menahan dan menggagalkan lembaga-lembaga masyarakat seperti
ini ada - mengapa, tidak ada yang bisa menjelaskan. Iri dan cemburu dan
keserakahan dan nafsu kekuasaan semata, semua sifat-sifat yang diringkas
dalam satu kata pleonexia Yunani, keinginan untuk memiliki lebih, tidak
melekat dalam hati manusia, tetapi secara artifisial diperkenalkan oleh
properti dan peradaban palsu . Mengubah lembaga atau melepaskan individu
sepenuhnya dari pembatasan, dan sifat-Nya akan mundur secara spontan

9
untuk keadaan aslinya kebajikan. Dia perlu hanya mengikuti dorongan emosi
naluriah untuk menjadi sehat dan baik. Dan sebagai seorang pria merasa
dirinya sendiri, maka ia merasa orang lain. Tidak ada perbedaan nyata antara
yang baik dan yang jahat, tetapi semua secara alami yang baik dan variasi
dangkal kita lihat disebabkan oleh kebebasan yang lebih besar atau kurang
pembangunan. Oleh karena itu kita harus mengutuk tidak ada seorangpun
yang sama seperti kita tidak mengutuk diri kita sendiri. Tidak ada tempat bagi
penghakiman yang tajam, dan undang-undang yang memberikan hukuman
dan pembatasan serta mengatur diskriminasi palsu antara tidak berdosa dan
pidana dikenakan kecurigaan dan harus dijadikan sebagai fleksibel mungkin.
Di tempat penghakiman kita harus menganggap seluruh umat manusia
dengan simpati; semacam solidaritas emosional menjadi suatu nilai besar, di
mana termasuk, atau lebih tepatnya tenggelam, seluruh hukum Taurat dan
kitab para nabi.

10
D. Pandangan Agama Kristen Tentang New Morality

Pornografi, seks bebas, termasuk juga perceraian, saat ini terlihat


sebagai sesuatu yang sudah biasa terjadi, sesuatu yang lumrah. Di sisi lain,
kondisi demikian ini memang tidaklah mengherankan, mengingat hal-hal
tersebut merupakan perwujudan dari model moralitas baru yang berlaku dan
mungkin telah berakar tanam dalam tatanan masyarakat saat ini.

Dengung moralitas baru atau "new morality" sebenarnya sudah


berlangsung sejak lama. Perkembangan pemikiran ilmiah dalam aspek
humanisme, filsafat, teologia, sosiologi, darwinisme, dan psikologi berbagian
dalam menghadirkan "new morality". Semua ini dikupas dengan baik oleh
Dorothy I. Marx dalam bukunya, "Pandangan Agama Kristen tentang New
Morality".

Dorothy Marx mengawali dengan sebuah penekanan bahwa etika


bergantung dan justru berasal dari teologia (hal. 10), bahwa moralitas sama
sekali tidak dapat dipisahkan dari ketuhanan dan pengenalan akan Allah (hal.
12). Itulah sebabnya, "defective theology" menyebabkan "defective
morality"; cacat teologi menyebabkan cacat moral (hal. 13).

Selanjutnya, beliau mengupas "old morality" sebagai respons dan sikap


umat Kristen dan negara-negara yang merasa dirinya Kristen terhadap segala
hukum dan kehendak Allah yang dinyatakan dalam Alkitab (hal. 13).
Moralitas inilah yang diperhadapkan pada "new morality", sebagai reaksi
yang mengganti kepercayaan kepada Allah dengan kepercayaan terhadap diri
sendiri dan ilmu-ilmu tertentu.

Kita perlu mewaspadai dua pilar utama dalam "new morality", yaitu
etika situasi dan kasih. Penulis memaparkan betapa perkembangan pemikiran
dari berbagai aspek (meliputi humanisme, filsafat, sosiologi, psikologi,
darwinisme, bahkan teologia, khususnya teologia "God is Dead" dari
Friedrich Nietzsche) telah memicu kehadiran "new morality". Dalam etika
situasi, benar atau salah harus dipertimbangkan dalam setiap keadaan
berdasarkan pertimbangan fisik, psikologis, dan materi; bukan "benar" atau
"salah", melainkan apakah tindakah itu bertanggung jawab atau tidak (hal.
48).

Mengenai pilar kedua, yaitu kasih, penulis mengingatkan kita agar tidak
keliru membedakan kasih berdasarkan Alkitab dengan kasih berdasarkan
"new morality". "New morality" lebih berfokus pada kasih eros. Mengenai
ini, penulis menguraikan empat hal berikut (hal. 60 -- 62).

11
1. Eros tidak akan selalu berakhir dengan pernikahan.

2. Eros harus dikontrol dan diberi disiplin.

3. Eros harus dipelajari dan diketahui secara matang dan mendalam.

4. Eros harus tunduk kepada Allah.

Meskipun terkesan ilmiah, buku kecil ini tidaklah rumit untuk dipahami.
Dengan pembahasan yang demikian padat, buku ini jelas menjadi berharga
bagi siapa saja yang ingin mengenal "new morality",latar belakangnya, dan
efek-efek yang ditimbulkannya. Malahan, bisa jadi mata Anda akan terbuka
setelah membaca buku ini, bahwa ada begitu banyak praktik-praktik
moralitas baru yang tersebar di sekitar kita.

12
E. KESIMPULAN

Intinya adalah kita sebagai orang Kristen harus tetap hidup kudus dalam
Kristus walaupun New Morality akan terus berkembang dalam kehidupan
kita. Pada dasarnya New Morality adalah tindakan – tindakan menyimpang
yang jauh dari moral – moral yang berlaku, namun hal itu tidaklah harus
menjadi sebuah kelemahan bagi kita. Kita dapat melakukan upaya agar kita
hidup kudus misalnya; sateduh, persekutuan, pelayanan, dll. Kuncinya adalah
tetap setia dalam Tuhan dan teguh dalam tuntunannya. Yesus adalah teladan
yang dapat kita contoh.

13

Anda mungkin juga menyukai