Anda di halaman 1dari 20

STRATEGI PEMBERDAYAAN SUMBER DAYA MANUSIA MELALUI KONSEP MENAJEMEN MULTI BUDAYA, LEARNING ORGANIZATION DAN BENCHMARKING Strategy

Enableness of Human Resource Through Concept of Management of Multi Cultural, Learning Organization and of Benchmarking Oleh : Sambas Ali Muhidin
Dosen pada Program Studi Manajemen Perkantoran, Jurusan Pendidikan Ekonomi Universitas Pendidikan Indonesia, dan Alumni Pascasarjana UNPAD pada Program Studi Ilmu Administrasi

ABSTRACT Renewal of public administration in the reality not merely knocking over Indonesian nation, but in all the world, including nations go forward even if continue repair efforts in order to challenging which progressively complex. Reconditioned or natural growth of public administration by itself will change formula or meaning about public administration. Relate to the mentioned, need furthermore careful various management concept enableness of intact SDM, to be the concepts can be selected selectively, adapted for cultural values organization and in the end can be exploited to attainment of organizational target Some enableness management concept among others conception management of multi cultural, learning organization and of benchmarking. Key word: multi cultural, learning organization and benchmarking Pendahuluan Manajemen merupakan bagian yang sangat penting dalam sistem organisasi, yang didalamnya terintegrasi konsep perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan (evaluasi). Oleh karena itu, apabila salah satu sub sistem tadi kurang berperan dengan baik, maka akan terjadi mis management atau kekeliruan dalam mengelola manajemen. Jadi bukan sekedar salah urus yang cenderung hanya menekankan pentingnya pelaksanaan. Manajemen dengan berbagai konsep dan jenisnya berkembang pesat terutama di dunia (organisasi) bisnis, yang tentu saja dengan modifikasimodifikasi tertentu dapat dimanfaatkan oleh organisasi pemerintah (publik) maupun bagi organisasi-organisasi sosial lainnya yang berkategori organisasiorganisasi non publik. Untuk itu, tulisan ini akan mencoba menguraikan berbagai
1

perkembangan dan konsep-konsep manajemen yang dapat dipergunakan dalam memberdayakan sumber daya manusia. Perkembangan Teori-Teori Manajemen Walaupun perkembangan ilmu dan teori manajemen lebih banyak dipengaruhi oleh kebutuhan perkembangan bisnis, tapi pada dasarnya organisasi di luar bisnis (publik) dapat memanfaatkan perubahan-perubahan tersebut. Hingga saat ini teori manajemen sudah berkembang hingga generasi kelima (V), walaupun istilah sebenarnya kurang tepat, barangkali lebih tepat disebut sebagai perbedaan pendekatan paradigma. Secara sistematis perkembangan teori manajemen tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: Generasi Manajemen I : Jungle management = Manajemen berbuat (by doing) : Mengerjakan sendiri segala sesuatu (doing things by our self) Sumber Kekuatan : Diri sendiri Tipe Organisasi Konsep Dasar Sebutan Ciri Utama : Kepemilikan :: Manajemen kendali (by directing) : Mengerjakan sesuatu melalui orang lain (doing things through by the other people) Sumber Kekuatan : Pemimpin Tipe Organisasi Konsep Dasar Sebutan Ciri Utama Tipe Organisasi : Feodal hirarkies/kepemilikan (step hierarchy) : : Manajemen hasil (by result) : Menggunakan target kuantitatif : Struktural/ fungsional
2

Sebutan Ciri Utama

Generasi Manajemen II

Generasi Manajemen III

Sumber Kekuatan : Pemimpin dan tim kerja

Konsep Dasar

: Pembagian kerja, interst pribadi, dan penghargaan untuk pekerjaan/tugas

Generasi Manajemen IV : Manajemen kreativitas nilai (value craetive) : Menggunakan target kualitatif, kepuasan pelanggan atau pekerja

Sebutan Ciri Utama

Sumber Kekuatan : Nilai-nilai yang disepakati bersama Tipe Organisasi Konsep Dasar : Struktural/fungsional dengan modifikasi (komputerisasi) : Pembagian manajerial, pemisahan pemilik dan manajer, pemisahan cara berpikir dan berbuat, dan otomatisasi Generasi Manajemen V : Manajemen pengetahuan dan jaringan antar manusia (knowladge and human networking) Ciri Utama : Menggunakan keunggulan peroarangan dalam kerjasama (jaringan) Sumber Kekuatan : Jaringan antar profesional Tipe Organisasi Konsep Dasar : Jaringan antar manusia (human networking) : Jaringan kelompok, proses kerja terintegrasi, pengaturan dan pemilihan waktu yang manusiawi, kesatuan fokus tugas/tim kerja sesuai dengan kondisi. (Sumber: diolah dari Joiner, 1994; Savage, 1990) Berkaitan dengan perkembangan pergeseran pendangan manajemen di atas, khususnya dari era industri akhir (Genarasi IV) ke era pengetahuan awal (Generasi V), Savage (1990:200) melihat adanya ciri penjenjangan yang tajam menuju pararelitas dalam konsep manajemen pada kedua generasi tersebut, yang dapat digambarkan sebagai berikut: Sebutan

Gambar 1 : Pergesaran Manajemen Generasi IV ke Generasi V


ERA INDUSTRI AKHIR (RUTINITAS) 1990 an ERA AWAL PENGETAHUAN (KOMPLEKSITAS) 1990 an JARINGAN KEMANUSIAAN (ANTAR MANUSIA) Jaringan dan jaringan kerja Fokus dan koordinasi Kewenangan pengetahuan Aktivitas simultan/sinerjik Komunikasi horisontal Nilai: percaya, integrasi

P E N J E N J A N G A N

HIRARKI FUNGSIONAL Garis komando Komando dan kontrol Weweng karena posisi Aktivitas berjenjang/terpisah Komunikasi vertikal Nilai: normatif dan PARAREL Sumber : Savage (1990)

Sementara itu, Peter F. Drucker melihat perkembangan manajemen dilihat dari sudut tranformasi sosial sebagai berikut:
1.

Abad 21 ini adalah abad transformasi sosial dengan kecenderungan: (a)

Terjadi perubahan struktur sosial dan transformasinya, misalnya kebangkitan dari pekerja kerah biru (blue collor) menuju kebangkitan pekerja. (b) Munculnya masyarakat berpengetahuan dengan ciri bekerja dalam organisasi dan jaringan-jaringan masyarakat karyawan yang luas, dan relatif makin berkurangnya pekerjaan tetap seumur hidup. (c) Masyarakat berpengetahuan yang terdiri dari 3 sektor yakni: sektor publik (pemerintah), sektor swasta (bisnis) dan sektor sosial (stake holders lainnya). (Drucker, 1994:201).
2.

Ciri manajemen yang akan dan seharusnya dilakukan ialah ilmu dan terapan

manajemen yang menyesuaikan diri dengan transformasi sosial tersebut, yakni pengembangan manajemen dalam masyarakat jaringan/berpengetahuan dengan upaya-upaya antara lain: (a) Mempelajari asumsi-asumsi terhadap lingkungan, visi, misi dan core business (andalan utama bisnis atau sasaran publik), harus sesuai dengan realita. (b) Teori-teori bisnis (termasuk publik) harus diketahui dan dipahami seluruh jaringan organisasi dan terus menerus
4

diuji

mengingat

perkembangan

lingkungan

yang

cepat

dan

sukar

diprediksikan. (c) Perencanaan yang tepat untuk menghadapi ketidakpastian dalam berbagai dimensinya. (d) Organisasi bisnis (dan publik) harus mampu menggali sumber-sumber daya dan pengetahuan dan kemampuan manusianya, agar dapat memberi respon ketika peluang-peluang muncul (yang sering tidak terduga datangnya). (e) Untuk mengadaptasi masyarakat jaringan, harus dijawab dengan berbagai rekayasa yang berorientasi dan berkualitas jaringan, seperti kemitraan, pelimpahan kepada pihak luar (out sourcing), perampingan (downsizing), pendataran organisasi (leaning), aliansi, manajemen mutu terpadu (total quality management), penetapan standar mutu baru (benchmarking), langkah-langkah strategis/keputusan-keputusan strategis, pemanfaatan konflik secara positif, manajemen sumber daya manusia, berbagai model pemberdayaan (empowerment) dalam jaringan, unit, tim, yang ditunjang sistem informasi, dan rekayasa manajemen lainnya yang sesuai. Tujuannya adalah menyambut era baru, masyarakat baru, dengan organisasi jaringan yang bersifat majemuk, otonom, menghargai kualitas perorangan dalam bekerja sama. (Drucker, 1997:21-30, 39-44, 63-70 dan 93-100). Konsep-Konsep Manajemen Pemberdayaan SDM Beberaapa konsep manajemen pemberdayaan SDM yang berkembang sejak manajemen Generasi IV hingga Generasi V sekarang ini diantaranya adalah konsep manajemen multi budaya, organisasi pembelajaran, dan benchmarking. Pilihan-pilihan terhadap konsep-konsep manajemen tersebut, hendaknya selektif, terutama yang dapat disesuaikan dengan nilai-nilai budaya organisasi yang telah ada. Hal ini dimaksudkan agar konsep-konsep manajemen tersebut dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi pencapaian tujuan organisasi. 1. Konsep Manajemen Multi Budaya Makna manajemen multi budaya (pluralisme budaya) ialah upaya mengelola budaya yang berbeda-beda, memberdayakannya sehingga dapat meningkatkan kinerja suatu organisasi, baik secara internal maupun eksternal. Budaya dapat
5

diartikan sebagai cipta, rasa, karsa/karya seseorang/kelompok, bangsa, organisasi, yang berarti ada keragaman nilai, baik secara individu, kelompok dalam organisasi bisnis maupun non profit. Pemahaman manajemen multi budaya sangat penting, karena keragaman yang bersifat multi budaya dalam struktur dan komposisi angkatan kerja (personal), adanya perpaduan budaya organisasi yang berbeda (misalnya dalam kasus merger, kerja sama), kegiatan-kegiatan yang bersifat global, kegiatankegiatan dalam kawasan-kawasan baru yang terpadu, pluraslisme masyarakat dalam suatu negara, sehingga diperlukan suatu seni dan ilmu manajemen ke dalam konteks budaya. Keragaman budaya itu dapat saling mengenal, saling menghargai, sehingga tercapai kondisi simbiose metualistis alam keragaraman tersebut. Esensi dari manejemen multi budaya terletak pada komunikasi, baik melalui kata-kata, benda material, maupun perilaku didasarkan pada imformasi yang sebaik mungkin tentang keragaman budaya tersebut (Hall & Hall, 1987 dalam Elashmawi & Haris, 1999:4-27). Sejak berkomunikasi antar personal apakah kegiatan bisnis atau keperluan lainnya (seperti misalnya berjabat tangan, pembicaraan telepon, negosiasi, seminar, pelatihan, berunding, rapat dan lainnya), sebenarnya telah terjadi tantang budaya, yang hanya uskses kalu pihak-pihak yang berkomunikasi sadar, mengerti serta hormat terhadap nilai dan perbedaan orang lain, kelompok lain, suku atau bangsa lain. Lebih lanjut, menghargai keragaman budaya, berarti menghargai nilai-nilai budaya (sendiri atau pihak lain), lebih-lebih prioritas nilai budaya yang diutamakan, serta menjalin komunikasi lintas budaya. Pentingnya peranan komunikasi dalam manajemen multi budaya, maka perlu direkayasa model-model komunikasi yang sesuai dengan kasus-kasus yang dihadapi. Di bawah ini adalah contoh model komunikasi multi budaya, seperti diragakan oleh gambar berikut:

Gambar 2 : Model Kepercayaan, Nilai dan Komunikasi Multi Budaya


Imbalan (ganjaran)

NILAI KEPERCAYAAN Hidup/mati Alam Sejarah Agama

KOMUNIKASI

Persaingan Kemandirian Langsung Ambil resiko Keselaraan kelompok Kerjasama Umur - Senioritas Inormasi Pengabdian Hubungan Keselarasan keluarga Formalitas/status

Oraganisasi sosial Komunikasi non verbal Tanggapan emosional Estetika Makanan Orientasi kegiatan

Sumber : Elashmawi & Haris (1999:82-84)

Dari gambaran di atas tersirat pengertian bahwa perilaku seseorang (dalam bisnis, kehidupan sosial, pemerintahan dan lainnya) dipengaruhi sistem kepercayaan, juga oleh nilai-nilai yang dianutnya dan diberi ganjaran (imbalan). Jika seorang pemimpin (misalnya orang Jepang) bekerja di Amerika, melaksanakan nilai-nilai Jepang seperti keselarasan kelompok, senioritas, status, sebagai nilai di tengah orang-orang Amerika, tentulah menimbulkan kesulitan karena ia dipaksa melawan sistem kemandirian, keterbukaan, langsung dan ambil resiko, sebagai nilai-nilai yang berlaku di Amerika. Demikian halnya jika nilainilai Amerika ke sistem nilai yang berlaku di Jepang, akan terjadi hal yang serupa, nyaris gagal. Untuk itu, model di atas perlu dilanjutkan dengan membangun kepekaan budaya, disebut model kesenangan/kepuasan (happy/satisfied), seperti diragakan pada gambar berikut:

Gambar 3 : Model Kesenangan/Kepuasan


Imbalan (ganjaran)

NILAI

KOMUNIKASI

FASE I Mendengarkan Mengamati Merasakan FASE II Menanggapi Ambil bagian Tumbuh FASE III Menyesuaikan Berbagi Mengalami FASE IV Menikmati

Sumber : Elashmawi & Haris (1999:85-86)

Dalam model ini harus disadari perbedaan nilai-nilai budaya yang ada dan saling berinteraksi. Berkomunikasi dengan orang Jepang misalnya, Fase I sangat dihargai, biasanya memakan waktu lama, karena orang Jepang akan mendengarkan, melihat, merasakan pikiran-pikiran mitra asing mereka, lebih dari sekedar hanya menjawab langsung, mereka sangat antusias. Barulah mereka ambil bagian pada Fase II, sedangkan Fase III sudah tinggal meluruskan apa yang disepakati pada Fase II, sehingga Fase IV tinggal dijalankan dengan sungguhsungguh. Sebaliknya orang Amerika, cenderung kurang suka berlama-lama pada Fase I, tapi langsung ke Fase II dan seterusnya. Kalau ke dua nilai budaya itu tidak saling menghargai, biasanya yang terjadi adalah kegagalan, karena kekurangmampuan membangun kepekaan budaya.

2.

Konsep Learning Organization Pengertian pembelajaran dalam bahasa Cina terdiri dari dua simbol

belajar yang berarti mengakumulasikan ilmu pengetahuan dan simbol memperaktekan terus menurus, sehingga pembelajaran bermakna pengusaaan cara pengembangan diri. Dalam bahasa Indo Eropa berasal dari kata lies yang berarti jalur atau alur, sehingga belajar diartikan mendapatkan pengetahuan dengan mengikuti suatu jalur yang sifatnya seumur hidup. Kiranya kalau disimpulkan menjadi : upaya untuk menguasai cara pengembangan diri seumur hidup. (Senge, Ross, Smith & Kleiner, 2001:60-61). Dengan demikian organisasi pembelajaran merupakan suatu kegiatan berorganisasi (lazimnya dalam bentuk kelompok) untuk meningkatkan penguasaan ilmu, keterampilan, profesionalisme, dan bidang-bidang lainnya, yang sifatnya berkelanjutan. Kurang lebih mirip keizen, hanya saja organisasi pembelajaran meliputi ruang lingkup yang beraneka ragam. Peter Senge (1990) mengetengahkan konsep learning organization dengan lima prinsip disiplin belajar (yang disebut the fifth discipline). Kelima prinsip tersebut bekerja secara bersama-sarna dan merupakan suatu sistem. Kontribusi setiap disiplin akan tampak pada proses learning itu sendiri secara berangkaian. Pembahasan singkat kelima disiplin disampaikan sebagai berikut:
1.

Personal Mastery, merupakan kegiatan belajar yang untuk memperbesar

kapasitas pribadi. Setiap orang hingga dapat menciptakan hasil yang paling diinginkan, dan menciptakan lingkungan organisasi yang mendorong ke arah yang lebih berani dari para anggotanya untuk mengembangkan diri menuju maksud dan tujuan yang dipilihnya. Kegiatan yang dilakukan tidak hanya berwujud pendidikan, pelatihan dan pengembangan. Namun termasuk bagaimana kita membawa pengetahuan ke dalam organisasi dan menggunakan kreativitas untuk menjaga individu dan organisasi mendengarkan, mengetahui dan melakukan perubahan keadaan lingkungan (Garvin, 1993).
2.

Mental

Model,

merupakan

refleksi

dari

adanya

kesinambungan

peningkatan pengetahuan yang meraperjelas gambaran internal tentang dirinya di dalam dunia. Gambaran ini diangkat ke permukaan, ditunjukkan dan akan
9

menjadi pengetahuan eksplisit (explicit knowledge), juga memperlihatkan bagaimana actions dan decisions dapat ditampilkan. Mental model ini dimiliki oleh setiap individu anggota organisasi. Karenanya organisasi dapat memanfaatkan mental model yang menggunakan kesadaran orang untuk membaca realitas sosial. Garvin (1993), mengatakan bahwa dengan menggunakan mental model, kita akan mendapatkan kondisi organisasi yang seluruh analisisnya diwarnai oleh mental model anggota organisasi yang siap menyampaikan gagasan secara obyektif dan sekaligus membuat pikiran secara terbuka serta dapat menerima pemikiran orang lain.
3.

Shared Vision, menyediakan basis untuk berpikir secara umum guna mem-

buat komitmen, sehingga shared vision ini penting untuk menghasilkan fokus dan energi dalam learning (Garvin, 1993). Shared vision dapat digunakan untuk menggalang a sense of commitment kelompok, dengan cara mengembangkan image masing-masing anggotanya secara bersama tentang masa depan yang dicari dan akan diciptakan. Hal tersebut diraih dengan melalui prinsip-prinsip serta praktek kegiatan-kegiatan yang terarah serta menghindari adanya pembangkangan dari para anggota organisasi agar tujuan yang diinginkan dapat diraih.
4.

Team Learning, merupakan suatu metode untuk mengharmonisasikan

kekuatan individu secara umum, untuk mengarah pada suatu visi bersama (Garvin, 1993). Kegiatan ini merupakan proses transformasi konversasional disertai ketrampilan berpikir kolektif, sehingga kelompok learning ini tampil meyakinkan untuk dapat mengembangkan intelejensia serta kemampuan dan bakat yang lebih besar dari sejumlah anggota tim secara individual. Team learning dapat mengembangkan pola-pola interaksi yang baik, mengurangi pola-pola interaksi yang bersifat defensif atau pola-pola interaksi yang tidak dipahami. Lebih jauh, team learning ini akan mengembangkan pola interaksi yang bersifat dialog, tidak saling menekan dan memahami setiap pemikiran anggota organisasi.
5.

System Thinking, merupakan sesuatu yang membuat seluruh tipe learning

bekerja dalam harmoni. Ini merupakan suatu cara berpikir tentang keseluruhan
10

(holistic), dan suatu bahasa untuk dimengerti dan dijelaskan. Juga merupakan kerangka kerja konseptual, menggambarkan sosok pengetahuan dan analisis yang dapat memudahkan kita untuk memahami semua pola-pola interaksi dalam suatu sistem. Sistem ini mengindikasikan adanya berbagai kekuatan dan interelasi yang membentuk perilaku sistem. Disiplin ini menolong kita agar dapat melihat bagaimana sistem itu dapat berubah dan melakukan perubahan ke arah yang lebih efektif (Garvin, 1993). Di samping itu, system thinking dapat digunakan untuk mengambil langkah yang lebih serasi dengan berbagai proses yang lebih luas secara alami dalam. dunia ekonomi. Masing-masing disiplin tersebut semestinya dipelajari lebih mendalam oleh para pemimpin. Namun dalam bahasan Peter Scnge, setiap disiplin itu bukan hanya merupakan subyek studi saja, tetapi juga sebagai a body of technique, yang didasari oleh teori dan pengertian tentang dunia yang harus dikuasai dan dipraktekkan. Oleh karena itu bahasan Learning Organization juga dikatakan sebagai bahasan a whole of system. Hakikat dari organisasi pembelajaran adalah siklus dari keahlian dan kemampuan-kesadaran-dan kepekaan-sikap dan keyakinan dari seluruh (wilayah) perubahan yang langgeng (siklus belajar yang dalam). Secara sederhana dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 4 : Hakikat Organisasi Pembelajaran

SIKAP DAN KEYAKINAN Wilayah Perubahan yang Abadi (Siklus belajar yang dalam) KEAHLIAN DAN KEMAMPUAN

KESADARAN DAN KEPEKAAN

Sumber : Senge, Ross, Smith, Kleimer (2001:23)

11

Dari gambaran di atas bermakna ketika kita memiliki keahlian dan kemampuan baru sebagai hasil proses belajar (yang merupakan integrasi dari aspirasi - perenungan dan perbincangan - konseputualisasi), akan menimbulkan perubahan. Kita melihat sesuatu yang baru dari sebelumnya (kesadaran dan kepekaan baru), yang selanjutnya bergeser ke dalam sikap dan keyakinan baru. Seseorang dapat meletakkan dirinya dengan baik dalam kebersamaan, memecahkan masalah bersama, berpikir sistem, sehingga didapatkan solusi permasalahaan yang objektif. Demikian seterusnya, jika organisasi pembelajaran ini terus berjalan, karena situasi lingkungan yang terus berubah menghendaki proses yang serupa, terus berkembang secara bertahap. Dengan cara demikian, organisasi yang dikendalikan orang-orang yang terlibat dalam organisasi pembelajaran, akan terus mampu bersaing (untuk dunia bisnis) atau mampu memberikan pelayanan publik yang baik (untuk organisasi publik). Pengorganisasian organisasi pembelajaran yang melibatkan semua yang terlibat dalam disiplin pembelajaran yang berkelanjutan, terdiri dari gagasan penuntun-teori, metoda dan alat-alat yang dipergunakan-inovasi dalam infrastrukturnya. Secara sederhana digambarkan sebagai berikut : Gambar 5: Struktur Bangunan (Arsitektur) Organisasi Pembelajaran

Gagasan-gagasan Penuntun

Wilayah tindakan (arsitektur organisasai) Inovasi dalam infrastuktur Teori, metode, alat-alat

Sumber : Senge, Ross, Smith, Kleimer (2001:28)

Dari gambaran segitiga (integritas) di atas, artinya jika ingin dibangun organisasi pembelajaran, haruslah berfokus pada tiga unsur yakni: gagasan penuntun, teori, metode dan alat-alat, serta inovasi dalam infrastruktur.
12

Gagasan

penuntun

berisi

tujuan

mengapa

dilakukan

organisasi

pembelajaran (misalnya memperbaiki mutu manajemen). Gagasan penuntun harus jelas, menantang, sehingga menimbulkan keinginan dan gairah dari semua yang berpartisipasi di dalamnya. Gagasan penuntun yang baik, pada dasarnya merupakan perumusan dari tiga hal yakni upaya untuk unggul secara utuh, dalam suasana kebersamaan sesuai dengan misi organisasi dan di rangkum dalam bahasa yang lugas dan jelas serta menantang. Teori, metode dan alat-alat adalah esensi materi pembelajaran yang berisi gagasan-gagasan, metode-metode dan alat-alat analisisnya. Inovasi infrastruktur adalah dukungan sumber daya, sehingga proses organisasi pembelajaran, berjalan lancar, meliputi: dukungan pimpinan waktu, dana, informasi/data, para pendukung (pakar, praktisi, mitra), komunikasi, transportasi, akomodasi dan lainnya. Ketiga subsistem organisasi pembelajaran ini harus terintegrasi dengan baik dalam arsitektur pengorganisasian yang baik pula. Kinerja dari organisasi pembelajaran adalah hasil dari seluruh porses organisasi pembelajaran itu sendiri, sesuai dengan tujuannya yakni, mencakup lima disiplin dari tugas organisasi ipembelajaran yakni peningkatan kualitas (keahlian pribadi), menciptakan model mental yang mampu menanggapi lingkungan, membangun visi bersama, meningkatkan terus kinerja tim (kelompok dan organisasi) atau pembelajaran tim, serta cara berpikir yang komprehensif integral (berfikir sistem). Secara keseluruhan seluruh upaya organisasi pembelajaran dapat digambarkan sebagai berikut:

13

Gambar 6 : Kinerja Organisasi Pembelajaran


Tuntutan keteraturan yang saling terkait dihadapkan dengan kondisi internal dan lingkungan INPUT

SIKAP DAN KEYAKINAN Wilayah Perubahan yang Abadi (Siklus belajar yang dalam) KEAHLIAN DAN KEMAMPUAN

KESADARAN DAN KEPEKAAN

Gagasan-gagasan Penuntun

PROSES

Wilayah tindakan (arsitektur organisasai) Inovasi dalam infrastuktur Teori, metode, alat-alat

KELUARAN (Kinerja organisasi yang lebih baik) (5 DISIPLIN ORGANISASI PEMBELAJARAN)

OUTPUT

Sumber : diadaptasi dari Senge, Ross, Smith, & Kleimer (2001:23, 28, 35)

Dari ilustrasi di atas terlihatlah bahwa porses organisasi pembelajaran menganut model sistem, sehingga siklusnya terus berlanjut, dimana antara input
14

(berupa kondisi yang menuntut perubahan) - proses (langkah-langkah awal berupa konsepsi tentang kualitas yang diproyeksikan dan diproses dalam arsitektur organisasional) dan hasil (output) berupa perbaikan kualitas SDM yang menyangkut 5 disiplin organisasi pembelajaran. Output disini adalah state of mind yang diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menghadapi tantangan dan peluang berikutnya (kinerja organisasi yang menjadi lebih baik sebagai wahana yang kondusif untuk menumbuhkan keunggulan kompetitif), dalam dunia usaha maupun pelayanan publik yang (relatif) prima bagi organisasi publik. 3. Konsep Benchmarking Istilah lain dari brenchmarking adalah patok duga, meniru dengan memodifikasi (imitation with modification). Berikut beberapa rumusan pengertian brenchmarking, antara lain:

Benchmarking is a continous, systematic process for

evaluating the product, services, and work processes of organizations that are recognized as representing best practices, for the purpose of organizational improvement (Spendolini, 1992 dalam Nisjar S & Winardi, 1997:178). Patok duga adalah suatu proses belajar yang berlangsung secara sistematik dan terus menerus diman setiap bagian dari perusahaan dibandingkan dengan perusahaan yang terbaik atau pesaing yang paling unggul (Teddy Prawira dalam Tjiptono & Diana, 2001:233).

Benchmarking dapat dirumuskan sebagai aktivitas

imitation with modification, dimana didalam istilah modification sudah terkandung makna improvement (Nisjar S & Winardi, 1997:178). Dari beberapa rumusan pengertian benchmarking di atas, dapat dirangkum beberapa hal penting berikut:
1.

Tujuan utama benchmarking adalah menemukan

kunci atau rahasia sukses dan kemudian mengadaptasi dan memperbaikinya untuk diterapkan pada perusahaan (organisasi) yang melaknsanakan benchmarking tersebut.

15

2.

Benchmarking

bersifat

legal,

paling

tidak

melibatkan dua perusahaan (organisasi) yang sebelumnya telah sepakat untuk membagi informasi mengenai proses (legalitas ini diikat dalam etika benchmarking) yang diatur dan bersumber dari International Benchmarking Clearinghouse/IBC).
3.

Perlu

persiapan

fisik

dan

mental

untuk

melaksanakan benchmarking kerena merupakan proses yang cukup panjang dan berat, diharapkan produk akhirnya yang unggul, sehingga mempunyai keunggulan kompetitif. Untuk melaksanakan konsep benchmarking, teradapat empat langkah yang harus dilakukan, sebagaimana diragakan pada gambar berikut: Gambar 7: Langkah-langkah Benchmarking
Bertindak Merencanakan

Merinci/ mengadaptasi/ memodifikasi (menyempurnakan)

Merencanakan studi yang bersangkutan

Menganalisis data

Mengumpulkan data

Pengecekan

Laksanakan

Sumber : Nisjar S. & Winardi (1997:188)

Salah satu contoh model benchmarking adalah model Mororola, yang tediri dari lima fase. Langkah-langlah model Motorola ini dapat diragakan pada gambar berikut:

16

Gambar 8 : Model Benchmarking (Model Motorola)


KITA Apa yang akan di brenchmark? Pengumpulan data internal Faktorfaktor sukses dan kritikal ANALISIS DATA Pengumpulan data eksternal Siapa yang terbaik? Bagaimana cara mereka melakukannya? MEREKA Faktorfaktor penyebab performa tinggi Bagaimana cara melakukannya?

Sumber : Nisjar S. & Winardi (1997:188)

Model lain dari contoh benchmarking adalah apa yang disebut dengan Proses Monash. Model ini menetapkan 13 langkah dalam proses benchmarking, antara lain: 1.
2.

Menetapkan misi perusahaan, rencana stratejiknya, dan faktorLaksanakan pendidikan pada karywan, upayakan agar terbentuk Pilih topik benchmarking, indentifikasi proses-proses kunci yang Indentifikasi, laksanakan penelitian tentang perusahaan-perusahaan

faktor kirtikalnya. komitmen mereka terhadap perubahan dan terbentuknya tim benchmarking.
3.

berkaitan dengan topik, dan rancang/ukur kinerja prosesnya. 4. (organisasi) dengan praktek terbaik (yang paling berhasil dalam bidang usaha tertentu/pelayanan publik), atau proses-proses tertentu dan bisa hubunganhubungan. 5. 6. Tetapkan dan laksanakan standarisasi pengumpulan data. Laksanakan pertemuan-pertemuan dengan para partner, ukur dan

gambarkan kinerja mereka.

17

7.
8.

Tentukan kesenjangan kinerja yang berlaku dan identifikasi Komunikasikan hasil-hasil penemuan benchmarking kepada para Tetapkan Upayakan dan untuk laksanakan menetapkan persetujuan tentang daya rencana yang

peluang-peluang perbaikan. karywan. 9. 10. 11.


12.

implementasi dan jadwal pelaksanaannya. sumber-sumber diperlukan. Laksanakan monitoring dan bat laporan serta mulailah kemajuan Laksanakan kalibrasi kembali tentang benchmarking dan yang didasarkan atas target kinerja. laksanakan daur ulang benchmarks.
13.

Integrasikan hasil-hasil benchmarking ke dalam rencana stratejik

(renstra perusahaan/organisasi) (Sumber: Rimmer & Johana Macneil, 1994 dalam Nisjar S. & Winardi, 1997:188-189). Walaupun benchmarking gencar dilakukan di kalangan dunia usaha (organisasi bisnis), tapi prinsip-prinsipnya dapat juga diberlakukan dalam admnistrasi negara/pemerintahan (organisasi publik) atau organisasi-organisasi non profit, dengan produk yang wujudnya berbeda. Pada dunia usaha beruapa kualitas barang dan jasa yang unggul dan memuaskan pelanggan, pada organisasi publik dan non profit berupa pelayanan yang publik/jasa kepada masyarakat yang prima. Penutup Berdasarkan uraian di atas, beberapa kesimpulan tentang konsep-konsep manajemen pemberdayaan dalam hal ini konsep menejeman multi budaya, organiasi pembelajaran dan benchmarking,dapat sampaikan sebagai berikut: 1. Prinsip-prinsip manajemen multi budaya penting diterapkan sebagai salah satu upaya peningkatan kualitas interaksi antar budaya melalui komunikasi yang baik, sehingga terwujud saling pengertian, membangun kepekaan budaya dan yang terpenting tidak lagi menganggap SARA sebagai
18

momok, tapi justru sumber kekuatan dan peluang dalam mewujudkan konsep persatuan dalam keragaman.
2.

Hal menarik dari prinsip learning organization (organisasi

pembelajaran) ialah prinsip peningkatan kinerja secara kelompok sehingga tuntutan keteraturan yang salibng terkait dapat diproses melalui upaya meningkatkan kesadaran dan kepekaan, sikap dan keyakinan serta upaya meningkatkan keahlian dan kemampuan secara bersama melalui gagasangagasan penuntun, teori, metode dan alat, serta tersusun dalam struktur pendidikan dan latihan yang jelas, akan dapat menghasilkan perbaikan kinerja organisasi, bukan hanya perorangan. Organisasi pembelajaran didasarkan pada lima prinsip disiplin belajar, yakni kesiapan pribadi untuk secara mental membangun visi bersama, dikemas dalam pembelajaran tim/kelompok dengan berprinsip berpikir sistem, bukan analisis yang terpisah-pisah. Pembelajaran tim hendaklah diartikan sebagai upaya bersama peningkatan profesionalisme dengan berfikir sistem, sehingga didapat kemampuan untuk melihat dan memecahkan masalah secara komprehensif integral, hingga hasilnya lebih berkualitas, objektif dan dapat diterima semua pihak.
3.

Benchmarking diartikan sebagai salah satu upaya meningkatkan

kinerja maupun produk atau jasa/pelayanan yang lebih baik dengan memanfaatkan perkembangan teknologi/teknik/metode yang lebih maju di tempat/negara lain dengan cara yang jujur, bukannya meniru secara gelap. Meniru dan memodifikasi secara jujur, artinya kita minta izin dan bekerja sama dengan pemilik patent-nya, karena pada dasarnya diatur oleh International Benchmarking Clearinghouse (IBC). Sumber Bacaan Drucker, Peter F., 1997. Manajemen Di tengah Perubahan (terjemahan). Gramedia Jakarta. Elashmawi, Farid & Philip R. Haris, 1999. Manajemen Multi Budaya, Kecakapan Baru Demi Sukses Global (terjemahan). PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Garvin, D., 1993, Building a Learning Organizaton, Harvad Business Review. Joiner, 1994. Fourth Generation Management. McGraw Hill. Inc. New York.
19

Nisjar Karhi & Winardi, 1997. Teori Sistem dan Pendekatan Sistem dalam Bidang Manajemen. Mandar Maju, Bandung. Savage, Charles M., 1990. Fifth Generation Management. Digital Equipment Corporation. USA. Senge, Peter M., 1990, The Fithh Discipline. The art and Practice of The Learning Organization. Doubleday, New York. Senge, Peter M., & Richard Ross & Bryan Smith & Charlotte Robert & Art Kleiner, 2001, Buku Pegangan Kelima (Strategi dan Alat untuk Membangun Organisasi Pembelajaran). Interakasara, Batam Center, Batam. Tjiptono, Fandy & Anastasia Diana, 2001. Total Quality Management. Edisi Revisi Andi. Yogyakarta.

20

Anda mungkin juga menyukai