Anda di halaman 1dari 2

Karya Pragmen Tari "Kala Lali Kala LelaKarya " Pesta kesenian Bali (PKB) 2010.

Oleh I Made Sidia. Latar Blakang cerita, Dari kisah yang terdapat dalam Lontar Siwa Gama bahwa Dewa Kumara . adalah salah satu putra Dewa Siwa dan Dewi Uma, Putra Siwa yang lainnya adalah Dewa Kala dan Dewa Ghana. Dikisahkan suatu ketika Dewa Siwa sedang sakit. Untuk mengobati sakitnya itu Dewa Siwa minta kepada Dewi Uma untuk mencarikan susu lembu hitam. Demi kesehatan Dewa Siwa dan rasa setianya kepada suami maka Dewi Uma berusaha keras untuk mendapatkan susu tersebut. Setelah berusaha sekian lama tetapi belum juga memperoleh hasil, maka Dewi Uma mencoba mencarinya di dunia. Turunlah Dewi Uma ke dunia dan berusaha mendapatkan susu lembu hitam. Setelah sekian lama mencarinya maka akhimya berjumpalah Dewi Uma dengan seorang gembala yang sedang menggembalakan seekor lembu hitam. Dewi Uma mencoba meminta kepada penggembala tersebut agar diberikan meminta susu lembu dimaksud. Tetapi permintaan Dewi Uma ditolak. Dewi Uma berusaha meyakinkan penggembala tersebut bahwa dirinya adalah seorang dewi sedangkan susu tersebut akan digunakan untuk mengobati Dewa Siwa yang sedang sakit. Namun demikian penggembala tersebut tetap tidak memberikan susu lembunya ia bersedia memberikan susu lembunya kepada Dewi Uma asalkan Dewi Uma bersedia memenuhi keinginannya untuk bersetubuh. Dewi Uma berada pada posisi dilematis, bila tidak mendapatkan susu tersebut maka suaminya dalam bahaya; bila dia berusaha bersetubuh maka ia akan menjadi kotor tetapi suaminya selamat. Akhimya karena dorongan rasa cinta demi keselamatan suaminya Dewi Uma bersedia bersenggama dengan penggembala tersebut. Selanjutnya dikisahkan Bhatari Uma datang menyembah di kaki Bhatara Guru (Dewa Siwa). Beliau mempersembahkan susu, susu itu diterima oleh Bhatara Guru dengan pandangan lembut. Adalah perintah Bhatara Guru kepada Sang Hyang Ghana. Sang Hyang Ghana disuruh menyelidiki perjalanan ibunya dalam memperoleh susu. Sang Hyang Ghana menurut, lalu mengambil pustaka tenung pemberian Bhatara Guru, kemudian diberi mantra, Upasinam na ca kuryat. Tampaklah bayangan ibunya berbuat serong dengan pengembala. Hal itu lalu disampaikan kepada Bhatara Guru. Bhatara Guru tampak tersipu dan betapa marahnya Bhatari Uma dengan serta merta berkata kasar. Atyatam durmukam vedah 'Apa katamu Ghana? Kau masih bayi sok tahu meramal sesuatu yang tidak jelas. Kau begitu tega mencela perilaku ibumu. Kau tidak tahu rahasia. Jika saja kau tidak memegang pustaka suci, pastilah kau mati dimakan olehku. Kau kira siapa ibumu ini. Bukankah aku ini perwujudan Durga, aku bisa menelan bumi, demikian kata Bhatari Uma menghujat. Keluarlah api dari mukanya, sangat dahsyat membasmi pustaka itu dalam sekejap berubah menjadi abu. Sang Kumara bertanya : "Daulat Bhatara, apakah maksudnya aku terus menerus menjadi kanak-kanak, dikutuk oleh Bhatara'? Demikian kata Sang Hati Sang Hyang Ghana sedih atas terbakarnya pustaka itu. Pustaka itu ditulis kembali oleh Sang Hyang Ghana. Bhatari Uma menyuruh Sang Kumara untuk menginjak-injak abu pustaka itu. Segera Sang Kumara menginjak-injak abu pustaka itu dengan kedua kakinya. Oleh karena itu abu itu berserakan menyebar tidak bisa dilihat lagi. Sang Hyang Ghana marah kepada Sang Kumara, ia berubah wujud menjadi Ghanamurti bertangan empat, bertaring empat. Sang Kumara ditangkap dan dibantai, Segera Bhatara Guru menyapa Sang Hyang Ghana dengan ramah

"Wahai Ghana janganlah kau berbuat demikian, itu dinamakan brahmatya, yang dapat mengakibatkan kesucianmu hilang. Dia masih kanak-kanak, jika seseorang belum genap berumur empat bel as tahun janganlah dikenai hukuman, hentikanlah kemarahanmu kepada Sang Kumara". Nanti jika Sang Kumara sudah besar, lebih dari sepuluh tahun disanalah kau melanjutkan kemarahanmu kepada Sang Kumara, kau tidak akan kena brahmatya (hukum kemarahan) silahkan bunuh Sang Kumara. Demikianlah kata Bhatara Guru. Akhimya Sang Hyang Ghana merasa kasihan, Sang Kumara dilepaskannya dan menangis tersedu-sedu memeluk kaki Bhatara Guru, memohon maaf atas kesalahannya, memohon agar terhindari dan kematiannya, jika besar akan dimakan oleh kakaknya Sang Hyang Ghana. Demikian ratapan Sang Kumara, Bhatara Guru menjawab. Kumara. Pravyaksya tryambakobha vahjayati Kumarajayet, svya manah sukavaptih, bahuni anigastutah. Bhatara Guru menjawab : 'Wahai anakku Sang Kumara, janganlah kau salah paham akan isi kata-kataku. Ada baiknya jika kau bisa menjaga dunia sejak kanak-kanak, kokoh beristana sebagai pelindung bayi, dikelilingi oleh Sang pancakosika, sebagai dewanya "baligya rare". Kau mengetahui prilaku semua mahluk, baik buruk perbuatan manusia. Ada perjanjianmu dengan anak-anak bahwajika gigi anak-anak telah tanggal berhentilah kau menjaganya. Adapun hukumanmu kepada manusia, jika ada bayi giginya belum tanggal, tidak boleh membuka pintu Sang Hyang Saraswati. Bila akar itu meninggal tidak boleh diupacarai di rumah, disemayamkan sampai besok. Kapan mati, saat itu juga dibawa ke kuburan. Kau berhak menghukum orang yang melanggarmu. Biarlah ia menemukan bahaya besar, sebab mayat bayi yang disemayamkan di rumah dapat mengotori dunia". Demikian kata Bhatara Guru, setelah itu beliau dinobatkah menjadi Sang Wredhakumara atas kemuliaan yoganya. Beliau ditemani Sang Pancaresi diberi anugerah sebagai pahala atas perbuatan jasanya dulu, berhak atas keinginannya. Beliau adalah juga Jagatpati demikian anugerah Bhatara Guru. Sang Hyang Kumara dalam Lontar Kala Purana dan Dharma Pewayangan merupakan Putra Dewa Siwa. Didalam garapan kala Lali Kala Lela Penggarap menngambil dari kisah Siwa tatwa yang tercantum dibawah ini. Sinopsis Tersebutlah Bhatara Siwa di Sorga mempunyai dua orang putra, yang satu berperawakan raksasa yang bemama Bhatara Kala, sedangkan adiknya bemama Sang Hyang Kumara yang masih kecil atau rare. Bhatara Kala lahir pada saat sore hari tepat pada sandikala yaitu Kemis Pon Wuku Wayang dan adiknya Sang Hyang Kumara lahir pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Wayang. Bhatara Kala pergi bertapa dan adiknya diasuh oleh ayahnya (Bhatara Ciwa) karena masih kecil.lni panugrahan itu yang memperbolehkan memakan orang-orang yang lahir pada wuku Wayang, memakan orang yang berjalan pada kalitepet (pertengahan hari) dan sandikala (waktu peralihan antara sore dan malam hari). Bethara Kala teringat dengan anaknya yang lahir pada waktu Wayang itu, yang kiranya dapat menjadi makanannya.

Anda mungkin juga menyukai