Anda di halaman 1dari 31

ANEMIA DEFISIENSI BESI Jawahir Bin Madeaming Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl.

Arjuna Utara No 6 Jakarta Barat, 11510 Ukrida.ac.id

BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Anemia merupakan masalah medik yang sering dijumpai di klinik di seluruh dunia, disamping sebagai masalah kesehatan utama masyarakat terutama di negara berkembang. kelaianan ini merupakan penyebab debilitas kronik (chronic debility) yang mempunyai dampak besar terhadap kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta kesehatan fisik. Oleh karena frekuensinya demikian sering, anemia terutama anemia ringan seringkali tidak mendapat perhatian dan dilewati para dokter di praktek klinik. Anemia secara fungsional didefinisikan sebagai penurunan jumlah massa eritrosit (red cell mass) sehingga tidak dapat memenuhi fungsinya untuk membawa oksigen dalam jumlah yang cukup ke jaringan perifer yang disebut penurunan oxygen carrying capacity. Secara praktis anemia ditunjukkan oleh penurunan kadar hemoglobin, hematokrit, atau hitung eritrosit. Anemia bukanlah suatu kesatuan penyakit tersendiri (disease entity), tapi merupakan gejala berbagai macam penyakit dasar (underlying disease). Oleh karena itu, dalam diagnosis anemia tidak cukup hanya sampai label anemia tapi harus ditetapkan penyakit dasar penyebab anemia tersebut. Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong. BAB II
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 1

Isi/Pembahasan 2.1. Anamnesis Anamnesis dapat dilakukan autoanamnesis pada pasien dewasa jika keadaan memungkinkan. Sekiranya keadaan tidak memungkinkan, anamnesis dilakukan secara allo anamnesis. Anamnesis yang perlu dilakukan meliputi: Identitas Pasien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa Keluhan utama
Bertanya tentang awitan dan gejala awal. Pasien mengeluh

mudah lelah, nafas menjadi lebih berat, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.
1 1,2

Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu:

Pika: suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji Glositis : iritasi lidah Keilosis : bibir pecah-pecah Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok. Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring Ditanyakan anak/remaja. Riwayat penyakit sekarang1,2 Ditanya tentang faktor resiko yang mungkin ada pada pasien. Misalnya, kebiasaan makannya atau status diet, ambilan obat dan jangka waktunya, status sosioekonomi (malnutrisi), status menstruasi (pada wanita, sering pada premenopause).
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 2

juga

pola

pertumbuhan

sekiranya

pasien

Penyakit yang dialami sekarang seperti perdarahan saluran makanan, perdarahan genitourinarius, hemosiderosis paru, dan hemolisis tersebut. Riwayat penyakit dahulu2 Ditanya jika pasien mempunyai riwayat gastrektomi parsial atau total, by pass usus halus proksimal. Ditanya adakah pasien ada mengambil apa-apa obat terutamanya aspirin 2.2 Pemeriksaan fisik Pemeriksaan Status generalis: a. Keadaan umum: Tampak sakit ringan, pucat. b. Kesadaran: Kompos mentis c. Tanda-tanda vital: dalam batas normal. Pemeriksaan fisik lain1,2,3,4 a. Kepala ditemukan konjungtiva anemis. Dapat juga ditemukan stomatitis angularis, atrofi papil lidah Gambar 1 intravascular serta tempuh lamanya penyakit

Angular cheilosis / stomatitis angularis3 Gambar 2

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

glossitis karena atrofi papil lidah3 b. Thoraks - murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung c. Abdomen - Bisa ditemukan splenomegali pada pasien ADB yang berat, persisten dan ADB yang tidak diterapi. d. Ekstremitas Khas ditemukan koilonikia yaitu kelainan pada kuku, tidak ditemukan edema pada tungkai. Gambar 3

Koilonychia (kuku sendok)3 2.2 Pemeriksaan penunjang


2.2.2 Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit1-5

Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemogglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya didapatkan pada anemia defisiensi besi dan thalassemia major. MCHC menurun pada defisiensi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda awal defisiensi besi. Penigkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 4

RDW (red cell distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik, tetapi sekarang RDW pada kedua jenis ini hasilnya sering tumpang tindih. Mengenai titik pemilah MCV, ada yang memaki angka <80fl, tapi pada penilitian ADB di Bagian Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar, dijumpai bahwa titik pemilah <78fl memberi sensitivitas dan sfesifisitas paling baik. Dijumpai juga bahwa penggabungan MCV,MCH,MCHC dan RDW makin meningkatkan spesifisitas indeks eritrosit. Indeks eritrosit selalu dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, dan poiklilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat hipokromia. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai sebuah cincin (ring cell), atau memanjang seperti elips, disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang-kdang dijumpai sel target. Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijumpai pada ADB dengan dengan episode perdarahan akut.
2.2.3 Kensentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC)1,2,5

Kensentrasi besi serum dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. TIBC menunjukkan tingkat kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diganosis ADB, kadar besi serum menurun <50g/dl, total iron binding capacity (TIBC) meningkat >350g/dl, dan saturasi transferin <15%. Ada juga memakai saturasi transferin <16%, atau <18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar dengan kadar puncak pada jam 8 sampai 10 pagi.
2.2.4 Ferritin serum1,2,5

Feritin serum merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik kecuali pada keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cutt off point) untuk feritin aserum pada ADB diapakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang memakai
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 5

<15g/l. untuk daerah tropik di mana angka infeksi dan inflamasi masih tinggi, titik pemilah yang diajukan oleh negara barat tampaknya haris dikoreksi. Pada satu penilitian pada pasien anemia di rumah sakit di Bali pemakaian feritin serum <12g/l dan <20/l memberikan sensitivitas dan spesifisitas masing-masing 68% dan 98% serta 68% dan 96%. Sensitivtas tertinggi (84%) justru dicapai pada pemakaian feritin serum <40mg/l, tanpa mengurangi spesifisitas terlalu banyak (92%). Hercberg untuk daerah tropik menganjurkan memakai angka feritin serum <20mg/l sebagai kriteria diagnosis ADB. Jika terdapat inflamasi atau infeksi yang jelas seperti artritis reumatoid, maka feritin serum 50-60g/l masih dapat menunjukkan adanya defisiensi besi. Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis ADB yang paling kuat oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak selalu dapat menyingkirkan adanya defisiensi besi, tetapi feritin serum di atas 100mg/dl dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.1
2.2.5 Protoporfirin1

Protoporfirin merupakan bahan antara dalam pembentukan heme. Apabila sintesis heme terganggu, misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari momg/dl. Untuk defisiensi besi, protoporfirin bebas adalah lebih dari 100mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.1
2.2.6 Kadar reseptor transferin1,2

Kadar reseptor transerin dalam serum meningkat pada defisiensi besi. Kadar normal dengan cara immunologi adalah 4-9g/L. Pengukuran reseptor transferin terutama digunakan untuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik. Akan lebih baik lagi bila dipakai rasio reseptor teransferin dengan log feritin serum. Ratio >1,5 menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat mungkin anemia karena penyakit kronik1
2.2.7 Pemeriksaan sumsum tulang1,2,4,5,6

Sumsum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangat sedikit dan tepi tak teratur.
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 6

Normoblas ini disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan sumsum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang negatif (butir hemosiderin negatif). Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast negatif. Di klinik, pengecatan besi pada sumsum tulang dianggap sebagai baku emas (gold standard) diagnosis defisiensi besi, namun akhir-akhir ini perannya banyak diambil alih oleh pemeriksaan ferritin serum yang lebih paraktis.1
2.2.8 Studi ferokinetik1

Studi tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif. Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu Plasma iron transport rate (PIT) yang mengukur kecepatan besi meninggalkan plasma, dan erithrocyte iron turn over rate (EIT) yang mengukur peredaran besi dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar. Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan, hanya dipakai untuk tujuan penilitian.1
2.2.9 Pemeriksaan penyakit penyebab1

Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi. Antara lain pemeriksaan feses untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif misalnya teknik Kato-katz, pemeriksaan darah samar feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain tergantung dari dugaan penyebab defisiensi tersebut.1 2.3 Etiologi Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh karena rendahnya masukan besi, gangguan absorbsi, serta kehilangan besi akibat pendarahan menahun

Kehilangan besi akibat pendarahan menahun dapat berasal dari: Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, pemakaian salisilat atau NSAID, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang Saluran genitalia perempuan : monorrhagia atau metrorhagia Saluran kemih : hematuria Saluran napas : hemoptoe

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

Faktor nutrisi : akibat kurangnya besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavailabilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)

Kebutuhan besi meningkat: prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan, dan kehamilan Gangguan absorbsi besi: gastrektomi, tropical spure atau kolitis kronik

Pada orang dewasa, anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan pendarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab pendarahan paling tersering pada laki-laki adalah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sedangkan pada perempuan dalam masa reproduksi paling sering karena meno-metrorhagia.1,3

Terdapat perbedaan pola etiologi ADB di masyarakat atau di lapangan dengan ADB di rumah sakit atau praktek klinik. ADB di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan di klinik ADB umumnya disertai anemia derajat berat. Di lapangan faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Bakta, pada penilitian di Desa Jagapati, Bali mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran pada 30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang. Sedangkan di klinik misalnya pada praktek swasta, ternyata perdarahan kronik memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang (54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan cacing tambang masing-masing 17%. 1, 4,5,6,7

2.2

Epidemiologi

Anemia defisiensi besi merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat. ADB merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara berkembang. Dari berbagai data yang dikumpulkan saat ini, didapatkan gambaran prevalensi anemia defisiensi besi sebagai berikut: Tabel 1 Afrika Amerika Latin Indonesia

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

lelaki dewasa wanita tak hamil wanita hamil

6% 20% 60%

3% 17-21% 39-46%

16-50% 25-48% 49-62%

Prevalensi anemia defisiensi besi di dunia1

Belum ada data yang pasti mengenai prevalesni ADB di Indonesia. Martoatmojo et al memperkirakan ADB pada laki-laki 16-50% dan 25-84% pada perempuan tidak hamil. Pada pansiunan pegawai negeri di Bali didapatkan prevalensi anemia 36% atau 61% disebabkan oleh defisiensi besi. Sedangkan pada penduduk suatu desa di Bali didapatkan angka prevalensi ADB sebesar 27%.1

Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang paling rentan. Di India, Amerika Latin dan Filipina, prevalensi ADB pada perempuan hamil berkisar antara 33% sampai 99%. Sedangkan di Bali pada pengunjung suatu puekesmas didapatkan prevalens anemia sebesar 50% dengan 75% anemia disebabkan oleh defisiensi besi. Dalam suatu servei pada 42 desa di Bali yang melibatkan 1684 perempuan hamil didapatkan prevales ADB sebesar 46%, sebagian besar derajat anemia adalah ringan. Faktor resiko yang dijumpai adalah tingkat pendidikan dan kepatuhan meminum pil besi.1

Di Amerika Serikat, berdasarkan servei gizi (NHANES III) tahun 1988 sehingga 1994, defisiensi besi dijumpai kurang dari 1% pada laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4% pada lelaki dewasa berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pasca menopause.1

2.5.1 Faktor/kelompok beresiko 1,4,6,7,8

Kelompok-kelompok berikut memiliki peningkatan resiko kemungkinan mengalami anemia kekurangan zat besi:

Wanita. karena wanita kehilangan darah selama menstruasi. Karena itulah pada umumnya wanita lebih berisiko daripada laki-laki.

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

Bayi dan anak-anak. Bayi terutama mereka yang lahir dengan berat badan rendah atau lahir prematur, ang tidak mendapatkan zat besi yang cukup dari ASI atau susu formula mungkin menghadapi resiko kekurangan zat besi. Anak-anak memerlukan zat besi ekstra selama growth spurts. Jika anak-anak ini tidak mendapat makanan dengan diet yang sehat dan bervariasi, mereka mungkin berisiko.

Vegiterian. Orang yang tidak makan daging memiliki resiko yang lebih tinggi sekiranya mereka tidak mengkonsumsi makanan lain yang kaya dengan sumber zat besi

Sering donor darah. Orang yang rutin melakukan donor darah mungkin memiliki peningkatan resiko anemia defisiensi besi karena donor darah bisa menyebabkan deplesi simpanan besi. Kadar hemoglobin yang rendah yang berkaitan dengan donor darah merupakan masalah sementara dan dapat diatasi dengan makan makanan yang kaya dengan zat besi.

2.5 Patofisiologi 2.5.1 Metabolisme zat besi

Perkembangan metabolisme zat besi dalam hubungannya dengan homeostatis besi dapat dimengerti dengan baik pada orang dewasa, sedangkan pada anak diperkirakan mengalami hal yang sama seperti pada orang dewasa. Zat besi bersama dengan protein (globin) dan protoporfirin mempunyai peranan yang penting dalam pembentukan hemoglobin. Selain itu besi juga terdapat dalam beberapa enzim dalam metabolisme oksidatif, sintesis DNA, neurotransmitter, dan proses katabolisme. Kekurangan zat besi akan memberikan dampak yang merugikan terhadap sistem saluran pencernaan, susunan saraf pusat, kardiovaskuler, imunitas dan perubahan tingkat seluler. Jumlah zat besi yang diserap oleh tubuh dipengaruhi oleh jumlah besi dalam makanan, bioavailabilitas besi dalam makanan dan penyerapan oleh mukosa usus. Di dalam tubuh orang dewasa mengandung zat besi sekitar 55 mg/kgBB atau sekitar 4 gram. Lebih kurang 67% zat besi tersebut dalam bentuk hemoglobin, 30% sebagai cadangan dalam bentuk feritin atau hemosiderin dan 3% dalam bentuk mioglobin, hanya sekitar 0,07% sebagai transferin dan 0,2% sebagai enzim. Bayi baru lahir dalam tubuhnya mengandung zat besi sekitar 0,5 gram.10,11 Ada dua cara penyerapan besi zat besi dalam usus, yang pertama adalah penyerapan dalam bentuk non heme ( sekitar 90% berasal makanan), yaitu besinya harus diubah dulu
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 10

menjadi bentuk yang diserap, sedangkan bentuk yang kedua adalah bentuk heme (sekitar 10% berasal dari makanan) besinya dapat langsung diserap tanpa memperhatikan cadangan besi dalam tubuh, asam lambung atau zat makanan yang dikonsumsi.11 Besi dalam makanan terikat pada molekul lain yang lebih besar. Di dalam lambung besi akan dibebaskan menjadi ion feri (Fe 3+) oleh pengaruh asam lambung (HCL) vitamin C, asam amino. Di dalam usus halus, ion feri diubah menjadi ion fero oleh pengaruh alkali. Ion fero inilah yang kemudian diabsorpsi oleh mukosa usus. Sebagian akan disimpan sebagai persenyawaan feritin dan sebagian masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein yang disebut transferin. Selanjutnya transferin ini akan dipergunakan untuk sintesis hemoglobin. Sebagian transferin yang tidak terpakai akan disimpan sebagai labile iron pool. Ion fero diabsorpsi jauh lebih mudah daripada ion feri, terutama bila makanan mengandung vitamin dan fruktosa yang akan membentuk suatu kompleks besi yang larut, sedangkan fosfat, oksalat dan fitat menghambat absorpsi besi.1

Gambar 4 Fe dalam makanan

HCL Lambung FeX Fe +++

Usus

Fe++

Fe+++

Sel mukosa: (mikrovilli) Fe ++

Feritin

Palsma

Transferin

labile iron pool

Sumsum tulang

Sintesis Hb dalam pembentukan sel darah merah Bagan metabolisme besi1

Ekskresi besi dari tubuh sangat sedikit. Besi yang dilepaskan pada pemecahan hemoglobin dari eritrosit yang sudah mati akan masuk kembali ke dalam iron pool dan akan
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 11

dipergunakan lagi untuk sintesa hemoglobin. Jadi dalam tubuh normal kebutuhan akan besi sangat sedikit. Kehilangan besi melalui urin, tinja, keringat, sel kulit yang terkelupas dan karena perdarahan (menstruasi) sangat sedikit. Oleh karena itu pemberian besi yang berlebihan dalam makanan dapat mengakibatkan terjadinya hemosiderosis.1

Pengeluaran besi dari tubuh yang normal ialah : bayi 0,3-0,4 mg/hari, anak 4-12 tahun 0,42,5 mg/hari, laki-laki dewasa 1,0-1,5 mg/hari, wanita dewasa 1,0-2,5 mg/hari, wanita hamil 2,7 mg/hari. Kebutuhan besi dari bayi dan anak jauh lebih besar dari pengeluarannya , karena dipergunakan untuk pertumbuhan. Kebutuhan rata-rata seorang anak 5 mg/hari, tetapi bila terdapat infeksi dapat meningkat sampai 10 mg/hari.1

Didalam tubuh cadangan besi ada 2 bentuk, yang pertama feritin yang bersifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibandingkan feritin. Hemosiderin ditemukan terutama dalam sel kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.1

2.5.2

Fisiologi pembentukan hemoglobin

Eritropoitin adalah pengatur hormon primer dan merupakan produksi sel darah merah (SDM). Pada fetus, eritropoitin dihasilkan dari monosit/makrofag di hati. Setelah lahir, eritropoitin diproduksi oleh sel-sel peritubular ginjal. Dalam differensiasi sel darah merah, kondensasi material inti sel merah, menghasilkan hemoglobin sehingga jumlahnya mencapai 90% dari masa sel darah merah. Normalnya sel darah merah dapat bertahan sekitar 120 hari, sementara abnormalnya SDM dapat bertahan hanya selama 15 hari. Setelah eritrosit berumur 120 hari fungsinya kemudian menurun dan selanjutnya dihancurkan didalam sel retikuloendotelial. Hemoglobin mengalami proses degradasi menjadi biliverdin dan besi. Selanjutnya biliverdin akan direduksi menjadi bilirubin, sedangkan besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti diatas atau tetap disimpan sebagai cadangan tergantung aktivitas eritropoisis.

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

12

2.5.3

Patogenesis ADB

Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi makin menurun. Jika cadangan besi menurun, keadaan ini disebut iron depleted state atau negative iron balance. Keadaan ini ditandai dengan penurunan kadar ferritin serum, peningkatan absorbsi besi dalam usus, serta pengecatan besi dalam sumsum tulang.1 Apabila berkurangnya besi berlanjut terus menerus maka cadangan besi menjadi kosong sama sekali, penyediaan besi untuk eritropoeisis berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terjadi. Keadaan ini disebut sebagai iron deficient erythropoeisis. Pada fase ini, kelainan pertama yang dijumpai ialah peningkatan kadar free protophorphyrin atau zinc protophorpyrin dalam eritrosit. Saturasi transrferin menurun dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) meningkat. Akhir-akhir ini parameter yang sangat spesifik ialah pemingkatan reseptor transferin dalam serum.1 Apabila jumlah besi menurun terus maka eritropoeisis semakin terganggu sehingga kadar hemoglobin mulai menurun, akibatnya timbul anemia hipokromik mikrositer, disebut sebagai iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada kuku, epitel mulut dan faring serta berbagai gejala lainnya.1
2.6.1 Perubahan fungsional non-anemia pada defisiensi besi1

Di samping pada hemoglobin, besi juga menjadi komponen penting dari mioglobin dan berbagai ensim yang dibutuhkan dalam penyediaan energi dan transpor elektron. Oleh karena itu, defisiensi besi di samping menimbulkan anemia, juga akan menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti misalnya pada (1) sistem neuromuskular yang mengakibatkan gangguan kapasitas kerja; (2) gangguan terhadap proses mental dan kecerdasan: (3) gangguan imunitas dan ketahanan terhadap infeksi; (3) gangguan terhadap ibu hamil dan janin yang dikandungnya. Gangguan ini dapat timbul pada anemia ringan bahkan sebelum anemia manifes. Defisiensi besi menimbulkan penurunan fungsi mioglobin, enzim sitokrom dan gliserofosfat oksidase, menyebabkan gangguan glikolisis ang berakibat penumpukan asam laktat sehingga mempercepat kelelahan otot. Defisiensi besi
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 13

terbukti menurunkan kesegaran jasmani, serta pada buruh pemetik the menurunkan kinerja kerja. Dampak negatif ini dapat dihilangkan jika diberikan preparat besi. Defisiensi besi menimbulkan gangguan perkembangan kognitif dan non-kognitif pada anak dan bayi sehingga dapat menurunkan kapasitas belajar. Hal ini diperkirakan karena gangguan pada enzim aldehide oksidase yang menyebabkan penumpukan seratonin, serta enzim monoaminooksidase yang menyebabkan penumpukan katekolamin dalam otak. Pengaruh defisiensi besi terhadap infeksi masih kontroversial. Ada yang berpendapat bahwa defisiensi besi menyebabkan berkurangnya penyediaan besi pada bakteri sehingga menghambat pertumbuhan bakteri yang berakibat pada ketahanan terhadap infeksi. Di pihak lain, besi dibutuhkan oleh enzim untuk sintesis DNA dan enzim mieloperoksidase netrofil sehingga menurunkan imunitas selular. Defisiensi besi dihubungkan dengan resiko prematuritas serta mrobiditas dan mortalitas fetomaternal. Ibu hamil yang menderita anemia disertai peningkatan angka kematian maternal, lebih mudah terkena infeksi dan sering mengalami gangguan partus. 2.7 Diagnosis
2.7.1 Pendekatan diagnosis anemia secara umum1

Anemia hanyalah suatu sindrom, bukan suatu kesatuan penyakit (disease entity), yang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dasar (underlying disease). Hal ini penting diperhatikan dalam diagnosis anemia. Kita tidak cukup hanya sampai diagnosis anemia, tapi sedapat mungkin kita harus menentukan penyakit dasar yang menyebabkan anemia tersebut. Maka tahao-tahao dalam diagnosis anemia adalah: Menentukan adanya anemia Menentukan jenis anemia
14

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

Menentukan etiologi atau penyakit dasar anemia Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta yang akan mempengaruhi hasil pengobatan

2.6.1 Pendekatan diagnostik berdasarkan tuntutan hasil laboratorium1

Pendekatan diagnosis dengan cara gabungan hasil penilaian klinis dan laboratorik merupakan cara yang ideal tapi memerlukan fasilitas dan keterampilan klinis yang cukup. Gambar 5

Algoritme pendekatan diagnosis pasien dengan anemia hipokrom mikrositer1

2.6.2

Diagnosis kerja

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

15

Anemia defisiensi besi (ADB) yaitu anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai terutama di daerah tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan dan dampak sosial yang sangat serius.1 Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis ADB. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar hemoglobin atau hematokrit. Cutt off point anemia tergantung kriteria yang dipilih, apakah kriteria WHO atau kriteria klinik. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi, sedangkan tahap ketiga adalah menentukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi.1 Secara laboratoris untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari kriteria Kerlin et al) sebagai berikut: Anemia hipokrom mikrositer pada sediaan hapus darah tepi, atau MCV<80fl dan MCH<31% dengan salah satu dari a,b,c, atau d: a. Dua dari tiga parameter di bawah ini: Besi serum <50mg/dl TIBC >350mg/dl Saturasi transferin: <15%, atau a. Feritin serum <20mg/I, atau
b. Pengecatan

sumsum tulang dengan Biru Perusia (Perls stain)

menunjukkan cadangan besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau c. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (atau preparat besi lain yang setara) selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2g/dl
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 16

Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi besi. Tahap ini sering merupakan proses yang rumit yang memerlukan berbagai jenis pemeriksaan tapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk dapat menemukan sumber perdarahan yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus ADB tidak diketahui penyebabnya.1 Untuk pasien dewasa, fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada perempuan masa reproduksi, anamnesis tengtang menstruasi sangat penting. Kalau perlu dilakukan pemeriksaan genekologi. Untuk laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing tambang. Tidak cukup hanya dilakkan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear dengan eosin), tapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semikuantitatif seperti misalnya teknik KatoKatz untuk menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat dianggap sebagai penyebab utama ADB, harus dicari penyebab lainnya. Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur pergram feses (TPG) atau egg pe rgram faces (EPG) >2000 pada perempuan dan > 4000 pada laki-laki. Dalam satu penilitian lapangan ditemukan hubungn yang nyata antara derajat infeksi cacing tambang dengan cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah pada prempuan.1 Anemia akibat cacing tambang (hookworm anemia) adalah anemia defisiensi besi yang disebabkan oleh infeksi cacing tambang berat. Anemia akibat cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada pemeriksaan laboratorium disamping tanda-tanda defisiensi besi juga disertai eosinofilia.1

2.6.1.1 Gejala anemia defisiensi besi Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu:

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

17

Gejala anemia umum Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun dibawah 7-8g/dl. Gejala ini berupa badan lemah. Lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan seringkali sindrom anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simptomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7g/dl. Pada pemeriksaan fisik ditemukan pasien yang pucat terutama pada konjungtiva dan bawah kuku.1,3,6 Gejala khas defisiensi besi Gejala yang khas ditemukan pada anemia defisiensi besi tapi tidak ditemukan pada anemia lain adalah:

Koilonychia: kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok. Atrofi papil lidah: permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang Stomatitis angularis (cheilosis): adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim seperti tanah liat, es, lem, dan lain-lain.

Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga Sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokrom mikrosikter, atrofi papil lidah, dan disfagia.1,3 Gejala penyakit dasar Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab ADB tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit tapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon,

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

18

dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung lokasi kanker tersebut.1,3 2.6.1 Diagnosis banding

2.6.1.1Anemia akibat penyakit kronik.

Banyak penyakit kronik yang berhubungan dengan anemia. Sebagian besar disebabkan oleh inflamasi kronik, kanker , gagal ginjal dan penyakit hati. Anemia penyakit kronis ini ditandai dengan pemendekan masa hidup eritrosit, gangguan metabolisme besi, dan gangguan produksi eritrosit akibat tidak efektifnya rangsangan eritropoeitin. umunya anemia derajat sedang dengan mekanismenya yang belum jelas. Tabel 2 Anemia defisiensi besi Derajat anemia MCV MCH Besi serum TIBC Saturasi transferin Besi sumsum tulang Protoporfirin eritrosit Feritin serum Elektrofoesis Hb Ringan sampai berat Menurun Menurun Menurun Meningkat > 360 Menurun < 15% Negatif Meningkat Menurun < 20g/l Normal Anemia penyakit kronik Ringan Menurun/normal Menurun/normal Menurun < 50 Menurun <300 Menurun / normal 10-20% Positif Meningkat Normal 20-200 g/l Normal Pada

Perbandingan anemia defisiensi besi dan anemia penyakit kronik1


2.6.1.2Anemia megaloblastik

Anemia defisiensi asam folat

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

19

Anemia defisiensi Asam Folat adalah anemia yang terjadi karena tubuh kekurangan asam folat. Asam folat dan vitamin B12 adalah zat yang berhubungan dengan unsur makanan yang sangat diperlukan bagi tubuh. Peran utama dari asam folat dan vitamin B12 ialah dalam metabolisme intraselular. Bila kedua zat tersebut mengalami defisiensi, akan menghasilkan tidak sempurnanya sintesa DNA. Hematopoiesis sangat sensitif pada defisiensi vitamin tersebut, dan gejala awal ialah anemia megaloblastik.

Anemia defisiensi vitamin B12/ anemia pernisiosa

Anemia pernisiosa adalah anemia megaloblastik dengan karekteristik sel darah merah besar yang abnormal dengan nuclei yang immatur ( blastik). Anemia pernisisosa disebabkan defisiensi vitamin B 12 di dalam darah. Vitamin B12 penting untuk sintesis DNA sel darah merah dan untuk fungsi saraf. Sumber vitamin B 12 dari makanan dan diserap melalui lambung ke dalam darah. Faktor intrinsik hormon lambung, penting untuk penyerapan vitamin B12. Faktor intrinsik disekresi oleh sel parietal mukosa lambung. Sebagian besar penyebab anemia pernisiosa adalah akibat defisiensi faktor intrinsik, dapat juga karena asupan vitamin B12 yang kurang. Defisiensi faktor intrinsik dapat terjadi secara kongenital atau akibat atrofi atau rusaknya mukosa lambung karena peradangan lambung kronis atau penyakit autoimun. Pengangkatan sebagian atau seluruh lambung secara bedah juga akan menyebabkan defisiensi faktor intrinsik

Tabel 3 Anemia defisiensi besi Anemia defisiensi asam folat Anemia defisiensi vitamin B12

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

20

definisi

Kelainan yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoesis. Peningkatan penggunaan Asupan kurang malabsorpsi Kehilangan darah fisiologis/patologis

Kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik

etiologi

Asupan kurang Peningkatan kebutuhan Gangguan metabolisme folat:alkoholisme, defisisensi enzim Malabsorpsi Penurunan cadangan asam folat di hati :sirosis non-alkoholik, alkoholisme

Asupan kurang Defisiensi faktor intrinsik(malabsorpsi)

gejala

Gejala umum anemia Koilonychia Atropi papil lidah Stomatitis angularis Disfagia Atrofi mukosa gaster Pica syndrom

Gambaran umum anemia megaloblastik: Anemia timbul perlahan dan progresif Kadang-kadang disertai ikterus ringan Glositis (nyeri lidah) dengan lidah papilnya halus dan berwarna merah, seperti daging (buffy tounge) gejala neuropati (kelainan neurologik) neuritis perifer : mati rasa, rasa terbakar pada jari kerusakan columna posterior: gangguan posisi, vibrasi dan tes Romberg positif kerusakan columna latelaris: spastisitas dengan deep reflex hiperaktif dan gangguan serebrasi Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan faktor intrinsik: darah dan analisa lambung Test schilling

Tidak disertai gejala neuropati

pem. laboratori um

Pemeriksaan darah rutin Feritin serum SI dan TIBC

Pemeriksaan darah rutin

Perbandingan ADB, Anemia defisiensi Asam Folat, dan Anemia defisiensi vitamin B-121 2.6 Penatalaksanaan
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 21

Setelah diagnosis ditegakkan, maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap anemia defisiensi besi adalah: a. Terapi kausal: terapai terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali
b. Pemberian preparat besi untuk menggantikan kekurangan besi dalam tubuh (iron

replacement therapy) 2.6.1 Medikamentosa Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah, dan aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan preparat pilihan pertama oleh karena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental. Pemberian sulfas ferosus 3x200 mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari ang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal. Preparat lain: ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate dan ferrous succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tapi efektivitas dan efek samping hampir sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga sediaan enteric coated yang dianggap memberikan efek samping yang lebih rendah, tapi dapat mengurangi absorbsi besi. Preparat besi oral sebainya diberikan saat lambung kososng, tapi efek samping lebih sering dibandingkan dengan pemberian setelah makan. Pada pasien yang mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah makan. Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai pada 15 sampai 20%, yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping, besi diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg. Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12 bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 22

2.6.1.1Terapi besi oral1

tubuh. Dosis pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. jika tidak diberikan dosis pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali. Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitammin C, tapi dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak mengandung besi. 2.6.1.2 Terapi besi parenteral Terapi besi parenteral sangat efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan harganya lebih mahal. Oleh karena resiko ini, maka besi parenteral hanya diberikan pada indikasi tertentu. Indikasi pemberin besi parenteral adalah:

Intoleransi terhadap pemberian besi oral Kepatuhan terhadap obat yang rendah Gangguan pencernaan seperti koilitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi Penyerapan besi terganggu misalnya pada gastrektomi Keadaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi oleh pemberian oral, seperti misalnya pada hereditary hemorrhagic telengiectasia

kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek, seperti pada kehemilan trimester tiga atau sebelum operasi defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropoeitin pada anemia gagal ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik

Preparat yang tersedia ialah iron dextra complex (mengandung 50mg besi/ml), iron sorbital citric acid complex dan yang terbaru iron ferric gluconate dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuskular dalam atau intravena perlahan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.1 Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi sebesar 500 sampai 1000 mg. dosis yang dibserikan dapat dihitung menggunakan dosis:
Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com 23

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB X 2.4 + 500 atau 1000 mg 2.6.1.1 Pengobatan lain Diet: sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani. Vitamin c: vitamin c diberikan 3x100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi besi Transfusi darah: ADB jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah: Adanya penyakit jantung anemik dengan ancaman payah jantung
Anemia yang sangat simptomatil, misalnya anemia dengan gejala

pusing yang sangat menyolok.


Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat

seperti pada kehamilan trimester akhir atau preoperasi. Jenis darah yang diberikanadalah PRC (packed reds cell) untuk mengurangi bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian furosemid intravena.1 2.6.1.1 Respons terhadap terapi Dalam pengobatan dengan preparat besi, seorang pasien dinyatakan memberikan respons baik bila retikulosit naik pada minggu pertama, mencapai puncak pada hari ke-10 dan normal lagi setelah hari ke-14, diikuti kenaikan Hb 0,15g/hari atau 2g/dl setelah 3-4 minggu. Hemoglobin menjadi normal setelah 4-10 minggu.

Jika respon terhadap terapi tidak baik, maka perlu dipikirkan: Pasien tidak patuh minum obat Dosis besi kurang Masih ada perdarahan cukup banyak

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

24

Ada penyakit lain seperti misalnya penyakit kronik, keradangan menahun atau pada saat yang sama ada defisiensi asam folat Diagnosis defisiensi besi salah.

Jika dijumpai keadaan seperti ini. Harus dilakukan evaluasi kembali dan ambil tindakan yang sewajarnya.1 2.6.1.1 Bedah Pengobatan bedah adalah bertujuan untuk menghentikan perdarahan dan memperbaiki kecacatan yang mendasarinya sehingga tidak terjadi kekambuhan. Ini mungkin melibatkan operasi penyakit neoplastik dan nonneoplastik baik pada traktus gastrointestinal, traktus genitourinari, uterus, maupun paru-paru.7 Konsultasi dengan spesialis medik tertentu mungkin berguna untuk

mengidentifikasi sumber atau punca perdarahan dan sekaligus untuk mengendalikannya. Konsultasi gastroenterologi merupakan spesialis medik yang paling sering diperlukan. Endoskopi telah menjadi alat yang sangat efektif untuk mencari dan mengendalikan perdarahan.7,8 Jika perdarahannya cepat, teknik angiografi mungkin berguna untuk identifikasi dan kontrol perdarahan. Technitium radioaktif berlabel autologous eritrosit juga berguna untuk mencari lokai perdarahan. Sayangnya metode radiografi ini tidak dapat mendeteksi perdarahan yang secara keseluruhan kurang dari 1ml/menit dan perdarahan yang intermiten juga mungkin terlepas dari identifikasi.7

2.6.2

Non-medikamentosa Secara keseluruhan di dunia, dasar terjadinya kekurang zat besi adalah masalah diet. Untuk mengharapkan populasi penduduk yang kekurangan zat besi ini mengambil langkah sendiri untuk meningkatkan konsumsi zat besi secara signifikan dengan menambahkan makan daging sebagai sumber besi adalah kurang realistik.7

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

25

Penambahan besi nonheme untuk diet nasional telah dimulakan di beberapa wilayah di dunia. Namun, beberapa masalah dihadapi oleh perusahaan termasuklah perubahan rasa dan penampilan makanan setelah penambahan besi. Selain itu, makanan pokok seperti roti (terutama di eropah) mengandung iron chelators yang bisa menghambat penyerapan suplemen besi (fosfat, phytates, karbonat. Oksalat). Selain itu pasien yang mengalami gejala pica yang berhubungan dengan anemia defisiensi besi perlu diidentifikasi dan dikonsultasi untuk menghentikan memakan makanan yang tidak lazim seperti tanah liat.7,8 2.7 Komplikasi

Anemia kekurangan zat besi mengurangi kinerja dengan memaksa otot tergantung, pada tingkat yang lebih besar dari pada orang sehat, setelah metabolisme anaerobik. Hal ini diyakini terjadi karena kekurangan zat besi yang mengandung enzim pernafasan sebagai penyebab lebih utama daripada anemia.7

Anemia yang parah dapat menghasilkan hipoksemia dan meningkatkan terjadinya insufisiensi koroner dan iskemia miokard. Demikian pula, dapat memperburuk status paru pasien dengan penyakit paru kronis.7

Kerusakan struktur dan fungsi jaringan epitel dapat diamati pada pasien kekurangan zat besi. Kuku menjadi rapuh atau longitudinal bergerigi dengan perkembangan koilonychia (kuku sendok). Lidah dapat menunjukkan atrofi papila lingual dan kelihatan mengkilap. Angular stomatitis dapat terjadi dengan celah di sudut mulut. Disfagia mungkin terjadi bila memakan makanan padat, dengan anyaman (webbing) dari mukosa pada persimpangan hipofaring dan esofagus (Plummer-Vinson sindrom); ini telah dikaitkan dengan karsinoma sel skuamosa daerah esofagus. Atrophic gastritis terjadi pada defisiensi zat besi dengan kehilangan progresif sekresi asam, pepsin, dan faktor intrinsik dan pembentukan antibodi terhadap sel parietal lambung. Vili usus kecil menjadi tumpul.7

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

26

Itoleransi

terhadap dingin berkembang pada satu dari lima pasien dengan

anemia kekurangan zat besi kronis dengan manifestasi gangguan vasomotor, nyeri neurologik, atau mati rasa dan kesemutan.7

Gangguan fungsi kekebalan dilaporkan pada pasien yang kekurangan zat besi, dan ada laporan bahwa pasien rentan terhadap infeksi, namun bukti bahwa ini adalah langsung disebabkan oleh kekurangan zat besi tidak meyakinkan karena adanya faktor lain.7,8

Anak-anak kekurangan zat besi mungkin menunjukkan gangguan perilaku. Perkembangan neurologis akan terganggu pada bayi dan kinerja skolastik berkurang pada anak usia sekolah. IQ anak-anak sekolah kekurangan zat besi dilaporkan sebagai signifikan kurang dari rekan-rekan nonanemia. Gangguan perilaku bermanifestasi sebagai gangguan defisit perhatian. Pertumbuhan terganggu pada bayi dengan defisiensi besi.7,8

Masalah jantung. Anemia kekurangan zat besi dapat menyebabkan detak jantung yang cepat atau tidak teratur. Jantung harus memompa darah lebih banyak untuk mengkompensasi kekurangan oksigen yang dibawa oleh darah. Hal ini dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.8

Masalah selama kehamilan. Pada wanita hamil, anemia defisiensdi besi dikaitkan dengan kelahiran prematur dan bayi berat badan lahir rendah. Tetapi kondisi ini mudah dicegah pada wanita hamil yeng menerima suplemen zat besi sebagai bagian dari perawatan pralahir mereka.8

2.6 Pencegahan1,7,8

Mengingat tingginya prevalensi anemia defisiensi besi di masyarakat, maka diperlukan suatu tindakan pencegahan yang padu. Tindakan pencegahan tersebut dapat berupa: a) Pendidikan kesehatan:

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

27

Kesehatan

lingkungan,

misalnya

tentang

pemakaian

jamban,

perbaikan

lingkungan kerja, misalnya dengan pemakaian alas kaki sehingga dapat mencegah penyakit cacing tambang Penyuluhan gizi untuk mendorong konsumsi makanan yang membantu absorbsi besi a) Pemberantasan infeksi cacing tambang sebagai sumber perdarahan kronik paling sering dijumpai di daerah tropik. Pengendalian infeksi cacing tambang dapat dilakukan dengan pengobatan masal dengan antihelmentik dan perbaikan sanitasi b) Suplimentasi besi yaitu pemberian besi profilaksis pada segmen penduduk yang rentan, seperti ibu hamil dan anak balita. Di Indonesia diberikan pada perempuan hamil dan anak balita memakai pil besi dan folat.
c) Fortifikasi bahan makanan dengan besi, yaitu mencampurkan besi pada bahan

makanan. Di negara barat dilakukan dengan mencampur tepung untuk roti dan bubuk susu dengan besi.

2.6 Prognosis

Prognosis anemia defisiensi besi umumnya baik. ADB merupakan satu gejala yang mudah diobati dengan hasil yang sangat baik. Namun prognosis ADB yang baik dan diperburuk oleh karena kondisi penyakit yang mendasarinya (underlying disease) seperti neoplasia. Demikian pula prognosis dapat diubah oleh suatu kondisi penyerta seperti penyakit arteri koroner.7

BAB III Penutup/Ringkasan

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

28

Anemia defisiensi besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan besi untuk eritropoeisis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada akhirnya mengakibatkan pembentukan haemoglobin berkurang.ADB ditandai oleh anemia hipokromik mikrositer dan hasil laboratorium menunjukkan cadangan besi kosong. Anemia hanya sebagai gejala, jadi untuk diagnosis harus sebisa mungkin dicari penyakit dasar yang menyebabkan anemia defisiensi besi yang dialami pasien. Preparat besi oral merupakan terapi pilihan utama, namu jika ada indikasi tertentu, pemberian parenteral dapat dipertimbangkan. Selain itu perubahan dalam diet dan sanitasi lingkungan terutama untuk mencegah infeksi cacing tambang adalah sangat penting dan signifikan untuk membantu proses penyembuhan dan sekaligus sebagai langkah pencegahan.

Daftar pustaka

1. Sudoyo Aru w, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus Simadibrata, Setiati S, Bakta M I,

et all. Pendekatan Terhadap Pasein Anemia dan Anemia Defisisnesi Besi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna Publisihing, Jakarta. Cetakan 1 November 2009; p1109-1115, 1127-1137

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

29

2. Kasper DL, Braunwald E, Fauci AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,

Loscalzo J. Iron deficiency anemia. Harrison's principles of internal medicine. 17th ed. McGraw Hill 2008: p 1919-21
3. Hoffbrand A.V, Pettit Johon E, Vyes P. Hypochromic Anemias dalam Atlas of

Clinical Hematology. Elsavier 4th ed 2010: p 75-80

4. Sudiono H, Iskandar Ign, Edward H, Halim S.L, Santoso R. Penuntun Patologi Klinik

Hematologi, Bagian Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Ukrida. Biro Publikasi UKRIDA, Jakarta. Cetakan kedua 2007; p 103-111
5. Handayani w, Haribowo Andi S. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan

Sel Darah Merah dalam Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sitem Hematologi. Slemba Medika, Jakarta 2008: p 50-54

6. Mehta Atul B, Hoffbrand A.V. General Aspects Of Red Cell dan Iron I: Physiology

and Deficiency dalam Hematology at a Glance. Wiley-Blackwell 3rd ed 2009: p 26-29


7. Kumar V, Cotran Ramzi S, Robbins Stenly L. Anemia Defisiensi zat Besi dan

Anemia Pada Penyakit Kronik dalam Buku Ajar Patologi Robbins. Penerbit Buku Kedokteran ECG, Jakarta 7th ed cetakan 1 2007: p 459-461
8. Conrad Marcel E, Besa Emmanuel C. Iron Deficiency Anemia. August 2009.

Diunduh dari http://emedicine.medscape.com, 23 April 2011.


9. Harms Roger W, Berge Kenneth G, et al. Iron Deficiency Anemia. March 2011.

Diunduh dari http://www.mayoclinic.com/health/iron-deficiency-anemia, 23 Maret 2011.


10. Price A, Wilson L, Anemia defisiensi besi, Patofisiologi, ed.4, EGC, Jakarta, 1995; p

236-237.
11. Permono B.,Sutaryo.,Ugrasena., Anemia Defisiensi Besi, dalam buku ajar hematology

oncology , Badan penerbit IDAI: Jakarta, 2005; p 30-42.

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

30

Jawahir Bin Madeaming / 102008258 / A5 / manjuk_paris@yahoo.com

31

Anda mungkin juga menyukai