Hak Cipta Pada : Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006 LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA REPUBLIK INDONESIA KATA PENGANTAR Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggungjawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS. iii
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201, Fax. (62 21) 3800188
iv Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin. Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................. DAFTAR ISI................................................................................. BAB I PENDAHULUAN ..................................................... A. Latar Belakang..................................................... B. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU).................... C. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)................... iii v 1 1 2 3
BAB II
BUDAYA KERJA ..................................................... A. Pengertian Budaya............................................... B. Pengertian Kerja .................................................. C. Pengertian Budaya Kerja..................................... D. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja...................... E. Prinsip-prinsip Budaya Kerja ..............................
4 4 6 7 11 11
BAB III
14 14 17
Jakarta,
Desember 2006
B. Arti dan Makna Nilai........................................... C. Nilai Budaya Kerja Yang Melekat Pada Kebijakan ............................
20
SUNARNO
v
vi
BAB IV
WAWASAN TUGAS ORGANISASI PEMERINTAH ................................. A. Wawasan Tugas ................................................... B. Organisasi Pemerintah ......................................... C. Perubahan ............................................................ D. Cara Kerja Birokrasi ............................................ 40 40 43 44 52
BAB V
PENERAPAN BUDAYA KERJA ORGANISASI PEMERINTAH.................... A. Organisasi Budaya Kerja ..................................... B. Komitmen Pimpinan Puncak ............................... C. Komunikasi.......................................................... D. Motivasi ............................................................... E. Lingkungan Kerja ................................................ F. Kerjasama Melalui Kelompok ............................. G. Disiplin ................................................................ 57 57 59 62 65 67 69 74
BAB VI
BAB VII
106
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Budaya Kerja sudah lama dikenal oleh umat manusia, namun belum disadari bahwa suatu keberhasilan kerja itu berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dan adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya menjadi kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Nilai-nilai yang telah menjadi kebiasaan tersebut dinamakan Budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu/kualitas kerja, maka kita namakan BUDAYA KERJA. Budaya kerja menjadi terkenal setelah Jepang mencapai tingkat kemajuan yang fanatik dalam melakukan manajemen kualitas yang berakar dan bersumber dari budaya yang dimiliki bangsa Jepang yang dikombinasikan dengan teknik-teknik manajemen modern pada tahun 1970-an. Semangat membangun kembali perekonomian Jepang setelah kalah perang mendorong bangsa Jepang mencari cara-cara baru untuk kerja yang lebih baik agar menghasilkan produk yang lebih baik pula. Mula pertama mengundang sejumlah ahli dari Amerika Serikat yang bernama Prof. Dr. Edward Deming dan Prof. Dr. Juran. Upaya kedua ahli tersebut diolah sesuai dengan budaya bangsa Jepang oleh Prof. Dr. Kauro Ishikawa, yang melakukan manajemen kualitas berdasar pada kerja kelompok dan partisipatif. Keberhasilan 1
Jepang membangun perekonomiannya mendorong bangsa-bangsa lain ingin meniru dan mengembangkan sendiri sesuai dengan budaya yang mereka miliki dengan nama yang beraneka ragam, seperti Total Quality Control, Total Quality Management, Quality Assurance, Value Added Management, Work Improvement Team, Budaya Kerja dan lain-lain. Dengan menerapkan manajemen kualitas Budaya Kerja tersebut di benua Asia bermunculan Negara-Negara industri baru seperti : Korea, Taiwan, Hongkong, Singapore, Thailand, Malaysia dan Indonesia. Khusus Indonesia peningkatan perekonomian yang pernah terjadi karena pemerintah menjalankan kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi serta sebagian kecil di sektor swasta telah menjalankan program Pengendalian Mutu Terpadu sejak pertengahan 1985, terutama yang mempunyai induk perusahaan Jepang. Program Pengendalian Mutu Terpadu (PMT) telah berkembang di sektor swasta, namun kurang mengakar, sehingga kurang mantap keberadaannya. Hal ini disebabkan oleh manajemen yang kurang menggali nilai-nilai budaya untuk diolah, agar menjadi perilaku manajemen yang pada saatnya nanti menjadi kebiasaan dan keyakinannya untuk bekerja yang lebih baik dan mendapatkan mutu yang diharapkan dan sekaligus membangun Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas.
sebagai
benda-benda hasil
karya
Wujud pertama adalah wujud idiil dari kebudayaan yang sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau difoto. Lokasinya ada di mana alam pikiran dari warga masyarakat di mana kebudayaan yang bersangkutan hidup. Kebudayaan idiil ini berfungsi sebagai adat istiadat yang mengatur, mengendalikan dan memberi arah kepada perilaku dan perbuatan manusia dalam masyarakat. Dalam fungsinya ini, kebudayaan idiil terdiri dari beberapa lapisan. Lapisan pertama, yaitu dari yang paling "abstrak" (misalnya sistem nilai budaya); Lapisan kedua, yang lebih "konkret" yaitu norma-norma dan sistem hukum. Sedangkan lapisan ketiga berupa peraturan-peraturan khusus mengenai berbagai aktivitas sehari-hari dalam kehidupan organisasi, seperti aturan sopan santun. Wujud kedua dari kebudayaan atau disebut sebagai sistem sosial, terdiri dari aktivitas manusia yang berinteraksi, berhubungan, bergaul berdasarkan pola tata laku tertentu. Wujud kedua ini lebih konkret karena terjadi disekeliling kita seharihari, bisa diamati, difoto dan didokumentasikan. Wujud ketiga dari kebudayaan disebut kebudayaan fisik, dan merupakan wujud kebudayaan yang paling konkret, misalnya: candi-candi, pabrik-pabrik, bangunan kantor dan sebagainya. Para sarjana seperti ahli arkeologi yang menggarap wujud kebudayaan ketiga ini.
Dalam kenyataan kehidupan sehari-hari, ketiga wujud kebudayaan tersebut tidak terpisah satu sama lain, dan bahkan saling mengisi dan saling berkait secara erat. Kemudian pada bagian lain, menurut Koentjaraningrat kebudayaan dirumuskan sebagai, "Keseluruhan gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakannya dengan belajar, beserta keseluruhan dari hasil budi dan karyanya itu".
6.
7.
B. Pengertian Kerja
Dalam literatur budaya organisasi dapat juga disebut basic assumption tentang sesuatu, dalam hal ini kerja. Kata Kerja itu apa ? Apakah hakekat kerja ? Kata kerja dapat diidentifikasi berbagai pernyataan sebagai berikut : 1. Kerja adalah hukuman. Manusia sebenarnya hidup bahagia tanpa kerja di Taman Firdaus, tetapi karena ia jatuh ke dalam dosa, maka ia dihukum: untuk bisa hidup sebentar manusia harus bekerja banting tulang cari makan. Salah satu bentuk hukuman adalah kerja paksa; 2. Kerja adalah beban. Bagi orang malas, kerja adalah beban. Juga bagi kaum budak atau pekerja yang berada dalam posisi lemah; 3. Kerja adalah kewajiban. Dalam sistem birokrasi atau sistem kontraktual, kerja adalah kewajiban, guna memenuhi perintah atau membayar hutang; 4. Kerja adalah sumber penghasilan. Hal ini jelas. Kerja sebagai sumber nafkah merupakan anggaran dasar masyarakat umumnya; 5. Kerja adalah kesenangan. Kerja sebagai kesenangan seakan 8.
9. 10. 11.
12.
hobi atau sport. Hal ini ada kaitannya dengan leisure, sampai pada SDM yang workaholic; Kerja adalah gengsi, prestise. Kerja sebagai gengsi berkaitan dengan status sosial dan jabatan. Jabatan seseorang struktural misalnya, jauh lebih diidamkan ketimbang jabatan fungsional; Kerja adalah aktualisasi diri. Kerja di sini dikaitkan dengan peran, cita-cita atau ambisi. Bagi seseorang yang menganut anggapan dasar ini, lebih baik jadi kepala ayam ketimbang ekor sapi; Kerja adalah panggilan jiwa. Kerja di sini berkaitan dengan bakat. Dan sini tumbuh profesionalisme dan pengabdian kepada kerja; Kerja adalah pengabdian kepada sesama. Kerja dengan tulus, tanpa pamrih; Kerja adalah hidup. Hidup diabdikan dan diisi untuk dan dengan kerja; Kerja adalah ibadah. Kerja merupakan pernyataan syukur atas kehidupan di dunia ini. Kerja dilakukan seakan-akan kepada dan bagi kemuliaan nama Tuhan dan bukan kepada manusia. Oleh karena itu orang bekerja penuh enthusiasm; Kerja adalah suci. Kerja harus dihormati dan jangan dicemarkan dengan perbuatan dosa, kesalahan, pelanggaran dan kejahatan.
sehingga menjadi nilai-nilai baru yang menjadi sikap dan perilaku manajemen dalam menghadapi tantangan baru. Budaya Kerja itu tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui suatu proses yang terkendali dengan melibatkan semua SDM dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung. Budaya Kerja merupakan kawah Candradimuka untuk merubah cara kerja lama menjadi cara kerja baru yang akan berorientasi untuk memuaskan pelanggan atau masyarakat. Kualitas atau mutu suatu produk (jasa atau barang), cara kerja dan SDM harus dapat diukur dan merupakan kesepakatan bersama. Pengukuran kualitas antara lain dari aspek persyaratan, bentuk, warna, aestetika, ketahanan, performa atau kinerja, waktu, jaminan, pelayanan dan lain-lain. Kembali pada dasar kualitas yang bersumber pada tingkat kualitas SDM yang bermutu tinggi dapat dipastikan akan dapat bekerja dengan baik dan menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, karena semua orang terlibat dalam proses kerja dan mereka sudah tahu apa yang seharusnya dikerjakan dengan bahasa yang sama. Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi, kemudian tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai "kerja" atau "bekerja". Budaya Kerja organisasi adalah manajemen yang
meliputi pengembangan, perencanaan, produksi dan pelayanan suatu produk yang berkualitas dalam arti optimal, ekonomi dan memuaskan. Dalam Seminar KORPRI Daerah Istimewa Yogyakarta Nopember 1992 berkesimpulan bahwa : 1. Budaya Kerja adalah salah satu komponen kualitas manusia yang sangat melekat dengan identitas bangsa dan menjadi tolok ukur dasar dalam pembangunan; 2. Budaya Kerja dapat ikut menentukan integritas bangsa dan menjadi penyumbang utama dalam menjamin kesinambungan kehidupan bangsa; 3. Budaya Kerja sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai yang dimilikinya, terutama falsafah bangsa yang mampu mendorong prestasi kerja setinggi-tingginya. Program Budaya Kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan. Wahana Budaya Kerja adalah produktivitas, yang berupa perilaku kerja yang tercermin antara lain: kerja keras, ulet, disiplin, produktif, tanggung jawab, motivasi, manfaat, kreatif, dinamik, konsekuen, konsisten, responsive, mandiri, makin lebih baik dan lain-lain. Menurut Budhi Paramita dalam tulisannya berjudul "Masalah Keserasian Budaya dan Manajemen di Indonesia", budaya kerja dapat dibagi menjadi:
10
11
1. Sikap terhadap pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya; 2. Perilaku pada waktu bekerja, seperti rajin, berdedikasi, bertanggung jawab, berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama karyawan, atau sebaliknya. Selanjutnya oleh Profesor Emil P. Bolongaita, JR dari Asian Institute of Management menyatakan bahwa pada masa globalisasi ini sebaiknya pemerintah mampu mengakomodasikan pengalaman manajemen pemerintahan dengan pengalaman pengelolaan bisnis, dan memperlakukan masyarakat sebagai pelanggan (customer). Kombinasi upaya pengelolaan seperti tersebut mendorong ide yang disebut Total Quality Governance (TQG) dengan beberapa prinsip sebagai berikut : 1. mempertemukan tuntutan masyarakat dan kemampuan pemerintahan; 2. mekanisme kerja yang berorientasi pada pasar; 3. mengaktualisasikan misi lebih penting dari pada mengatur; 4. fokus kerja pada hasil/keluaran (barang/jasa) bukan masukan; 5. upaya kualitas lebih banyak mencegah daripada memperbaiki/mengobati; 6. mengutamakan kerja partisipatif/gotong-royong; 7. melakukan kerjasama, koordinasi dan kemitraan.
12
13
Kekuatan rantai proses secara terpadu tersebut tergantung pada rangkaian terlemah pada proses individual. Kesalahan dalam suatu proses akan mempengaruhi pada kualitas produk akhir, oleh karena itu jaminan mutu terletak pada kekuatan setiap rangkaian yang berjalan benar sejak saat pertama pada setiap tahap pekerjaan.
surat, menjalankan mesin, menyusun kebijaksanaan, mencatat calon pasien, menerima tamu. Setiap proses mempunyai sifat peran sebagai pelanggan dan pemasok atau saling melayani, untuk internal. Tujuan fundamental Budaya Kerja untuk membangun SDM seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran sebagai pelanggan pemasok dan komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Oleh karena itu Budaya Kerja berupaya merubah budaya komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.
15
mawas diri. Hal ini sangat penting bagi pengembangan SDM agar mampu memberikan sumbangan kerja yang terbaik atau optimal bagi manajemen.
Dengan masuknya nilai-nilai budaya dalam manajemen diharapkan akan terjadi peningkatan kualitas SDM, kualitas cara kerja dan kualitas produknya. Mengenai kualitas produk dapat diukur dari beberapa aspek antara lain : 1. Kesesuaian dengan mutu yang diminta oleh pelanggan, mereka menyatakan puas atau tidak, kalau mereka tidak puas, berarti kualitas produk tersebut belum mencapai standarnya, dan harus disempurnakan; 2. Setiap orang dalam organisasi mempunyai sifat peran sebagai pemasok pelanggan baik yang berorientasi internal maupun eksternal. Setiap pelanggan mempunyai dimensi persyaratan mutu yang berbeda-beda tergantung pada
16
17
3.
4.
5.
keperluannya. Oleh karena itu untuk menciptakan produk (barang atau jasa) diperlukan kerjasama internal maupun eksternal agar produk tersebut dapat memenuhi standard yang dipersyaratkan oleh pelanggan. Untuk kerjasama yang intensif perlu diciptakan jaringan kerja yang menerobos kekakuan birokrasi seperti jaringan kerja horisontal, vertikal dan diagonal; Orientasi pada pencegahan lebih baik dari pada memperbaiki kesalahan, karena biaya perbaikan akan menjadi lebih mahal dan mempengaruhi daya saing. Falsafah yang terkenal untuk kegiatan itu antara lain "Do it right at the first time", "Zero Defect" "Zero biscrepencies"; Untuk mencegah pemborosan agar mutu menjadi lebih baik perlu diperhatikan hal-hal berikut: pembiayaan, yang antara lain meliputi penilaian (inspeksi, pengujian dan tugas lain), pencegahan (latihan, mencari penyebab, koreksi, pengembangan), kegagalan (kerusakan, perbaikan, kerja ulang, kurang waktu), kegagalan eksternal (penghentian jaminan, kerusakan, kehilangan pelanggan, keluhan dan perbaikan); Mutu terletak pada sumbernya, yang berarti setiap SDM adalah inspektur kualitas bagi pekerjaannya. Untuk mencapai tingkat optimal cara kerja seperti itu diperlukan, kerjasama melalui kelompok tertentu, mereka diberi pelatihan dan peralatan teknik untuk pemecahan masalah, sehingga mereka mampu mencegah kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi;
6.
Mutu dapat diraih melalui cara perbaikan yang berkesinambungan, hal ini merupakan falsafah manajemen yang mendekatkan tantangan atau tuntutan dengan cara kerja melalui proses yang berkesinambungan dan mencapai kemenangan kecil. Dalam hal ini ide-ide dari kelompok akan banyak berperan dalam upaya memperbaiki terus menerus.
B. Arti dan Makna Nilai 1. Arti dan Makna Nilai Budaya Kerja
Pengertian nilai didefinisikan oleh banyak pakar dari berbagai disiplin ilmu pengetahuan, selain itu pengertian nilai juga dapat ditemui dalam kebijakan, antara lain sebagai berikut: a. Pengertian nilai dari sudut pandang dan disiplin ilmu, diambil dari buku Handbook of Administrative Ethic, yang diedit oleh Terry L. Cooper dan Marcel Dekker (1994) antara lain sebagai berikut: 1) Arti Umum: Nilai merupakan inti dari pilihan moral, yang berkaitan dengan etika dalam administrasi/ manajemen; 2) Arti Sempit: Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dianggap baik, menyenangkan, atau penting, manfaat; 3) Arti Luas: Nilai merupakan semua yang dianggap baik, kewajiban, kebijakan, keindahan, kebenaran dan luhur;
18
19
4) Dari sudut Antropologi: Nilai adalah suatu konsepsi, eksplisit/implisit, berbeda di antara kelompok, yang dijadikan dasar untuk memilih cara, alat, tujuan yang tersedia dalam bertindak (William Frankena); 5) Dari sudut Psikologi: Nilai adalah pandangan metafisik/kepercayaan mikrokosmos tentang manusia, apa sebenarnya diri manusia itu dan tindakannya terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Sehingga mampu menilai untuk mengambil sikap dan menentukan perilakunya (Clyde Kluckhohn); 6) Dari sudut Sosiologi: Nilai erciri pada kelompok dan merupakan tolok ukur nilai batin individu yang memerlukan tuntutan masyarakat (Erikson). b. Harold F. Gortner dalam makalahnya Values and Ethic, menyusun klasifikasi nilai sebagai berikut: (1) Nilai-nilai ekonomi seperti : rasional, ilmiah, efisiensi, nilai terukur dengan materi, tujuan yang terukur, campur tangan minimal, dan tergantung kekuatan pasar; 2) Nilai-nilai sosial, seperti : kemanusiaan, keamanan, kenyamanan, keselarasan, efisiensi, kepraktisan; 3) Nilai-nilai demokratik, seperti : kepentingan, kepatuhan, aktualisasi diri, hak-hak minoritas, kebebasan/kemerdekaan, ketepatan; 4) Nilai-nilai briokratik, seperti kemampuan teknik, spesialisasi, tujuan yang ditentukan, lugas dalam tindakan, rasional, stabilitas, tugas terstruktur; 5) Nilainilai profesional, seperti: keahlian, kewenangan memutuskan, penolakan kepentingan pribadi,
pengakuan/diakui masyarakat, komitmen kerja, kewajiban sosial manfaat bagi pelanggan, disiplin. c. Nilai adalah dasar pertimbangan yang berharga bagi seseorang atau organisasi untuk menentukan sikap dan perilaku dalam menghadapi suatu masalah atau kejadian. Dengan demikian nilai adalah suatu makna yang berfungsi untuk: (a) Memberikan tujuan, arti, kesenangan dan nilai pada kehidupan untuk melakukan sesuatu; (b) Mempermudah dalam membuat keputusan; (c) Menentukan bagaimana kita melihat dan memahami persoalan; (d) Memberi arti, makna dan signifikansi pada masalah tertentu; dan (e) Ada yang bersifat sesaat dan ada juga yang permanen (Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI No. 25/ KEP/M.PAN/4/2002). Dari uraian di atas, dapat disimpulkan nilai budaya kerja adalah pilihan nilai-nilai moral dan etika yang dianggap baik dan positif, meliputi nilai sosial budaya positif yang relevan, norma atau kaidah, etika dan nilai kinerja produktif yang bersumber dari pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Nilai tersebut dipedomani secara individu atau kelompok yang dapat meningkatkan produktivitas dan kinerja dalam rangka pelaksanaan tugas penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat.
20
21
2. TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa memberi dasar bagi pengejawantahan etika dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara
Etika dalam kehidupan berbangsa merupakan satu wahana dalam rangka kelancaran penyelenggraan Sistem Administrasi Negara di mana dengan adanya etika yang dipahami dan menjadi dasar pola perilaku dalam berbangsa dan bernegara akan mengarah pada satu tatanan kenegaraan yang stabil, karena persepsi akan perilaku yang diharapkan oleh masing-masing individu sebagai warga negara dapat teramalkan dengan baik. Pokok-pokok etika dalam kehidupan berbangsa mengedepankan kejujuran, amanah, keteladanan, sportivitas, disiplin, etos kerja, kemandirian, sikap toleransi, rasa malu, tanggungjawab, menjaga kehormatan serta martabat diri sebagai warga negara. Etika kehidupan berbangsa ini meliputi etika sosial dan budaya, etika politik dan pemerintahan, etika ekonomi dan bisnis, etika penegakan hukum yang berkeadilan, etika keilmuan, dan etika lingkungan.
3. TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
MPR RI berketetapan untuk memfungsikan secara proporsional dan benar Lembaga Tinggi Negara, dan
22
23
Lembaga Kepresidenan, sehingga penyelenggaraan negara berlangsung sesuai dengan UUD 1945. Dalam kaitan ini, penyelenggara negara pada lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggungjawab kepada masyarakat, bangsa, dan negara. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya, serta mampu membebaskan diri dari prektek korupsi, kolusi, dan nepotisme.
diperlukan adanya Manajemen Pegawai Negeri Sipil yang didukung oleh Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggungjawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja. Untuk mencapai dayaguna dan hasilguna yang sebesar-besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, kemampuan, dan keterampilan.
4. Undang-undang No. 43 Tahun 1999 tentang Perubahan arah Undang-undang No. 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian
Pegawai Negeri berkedudukan sebagai unsur aparatur Negara yang bertugas untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat secara profesional, jujur, adil, dan merata dalam penyelenggaraan tugas Negara, pemerintahan, dan pembangunan. Dalam kedudukan dan tugas tersebut, Pegawai Negeri Sipil harus netral dari pengaruh semua golongan dan partai politik serta tidak deskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Untuk menjamin netralitas, Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik. Untuk menjamin penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan secara berdayaguna dan berhasilguna,
5. Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
Dalam rangka meningkatkan akuntabilitas penyelenggaraan Negara/pemerintahan, pasal 3 UU No. 28 tahun 1999 mengenai asas-asas umum penyelenggaraan Negara disebutkan 7 (tujuh) asas umum penyelenggaraan Negara, sebagai berikut:
24
25
c. Asas
Kepentingan
Umum
adalah
asas
yang
mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
atau penafsiran yang berkembang di masyarakat khususnya mengenai penerapan Undang-undang tersebut terhadap tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum UU No 31 Tahun 1999 diundangkan. Hal ini disebabkan pasal 44 UU tersebut menyatakan bahwa UU No. 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dinyatakan tidak berlaku sejak UU No. 31 Tahun 1999 diundangkan, sehingga timbul suatu anggapan adanya kekosongan hukum untuk memproses tindak pidana korupsi yang terjadi sebelum berlakunya UU No. 31 Tahun 1999. Di samping hal tersebut, mengingat korupsi di Indonesia terjadi secara sistematik dan meluas sehingga tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga melanggar hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas, maka pemberantasan korupsi perlu dilakukan dengan cara luar biasa. Dengan demikian pemberantasan korupsi harus dilakukan dengan cara yang khusus, antara lain penerapan sistem pembuktian terbalik yakni pembuktian yang dibebankan kepada terdakwa.
7. Undang-undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Di samping telah dikeluarkan undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas, selanjutnya dikeluarkan UU No. 30 tahun 2002 tentang komisi pemberantasan tindak pidana korupsi. Undang-undang tersebut mengatur antara lain tugas,
6. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Sejak UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diundangkan, terdapat berbagai interpretasi
26
27
wewenang dan kewajiban Komisi Pemberantasan Korupsi, dalam rangka penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
8. Peraturan Pemerintah No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil
Dalam meningkatkan disiplin PNS, telah diatur kewajiban dan larangan bagi PNS. Mengenai kewajiban PNS sebagai berikut: a. Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, UndangUndang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah; b. Mengutamakan kepentingan Negara di atas kepentingan golongan atau diri sendiri, serta menghindarkan segala sesuatu yang dapat mendesak kepentingan Negara oleh kepentingan golongan, diri sendiri/pihak lain; c. Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat Negara, Pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil; d. Mengangkat dan mentaati sumpah/janji pegawai Negeri Sipil dan sumpah/janji jabatan berdasarkan Peraturan perundang-undangan yang berlaku; e. Menyimpan rahasia Negara dan atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya; f. Memperhatikan dan melaksanakan segala ketentuan Pemerintah baik yang langsung menyangkut tugas kedinasannya maupun yang berlaku umum; g. Melaksanakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya dan dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggungjawab;
h. Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara; i. Memelihara dan meningkatkan keutuhan, kekompakkan persatuan, dan kesatuan Korps Pegawai Negeri Sipil; j. Segera melaporkan kepada atasannya, apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan Negara/Pemerintah, terutama di bidang keamanan keuangan, dan materiil; k. Mentaati ketentuan jam kerja; l. Menciptakan dan memelihara suasana kerja yang baik; m. Menggunakan dan memelihara barang-barang milik Negara dengan sebaik-baiknya; n. Memberikan pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat menurut bidang tugasnya masing-masing; o. Bertindak dan bersikap tegas, tetapi adil dan bijaksana terhadap bawahannya; p. Membimbing bawahannya dalam melaksanakan tugasnya; q. Menjadi dan memberikan contoh serta teladan yang baik terhadap bawahannya; r. Mendorong bawahannya untuk meningkatkan prestasi kerjanya; s. Memberikan kesempatan bawahannya untuk mengembangkan kariernya; t. Mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan tentang perpajakan; u. Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil, dan terhadap atasan;
28
29
v. Hormat-menghormati antara sesama negara-negara yang memeluk agama/kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, yang berlainan; w. Menjadi teladan sebagai warga negara yang baik dalam masyarakat; x. Mentaati segala peraturan perundang-undangan dan peraturan kedinasan yang berlaku; y. Mentaati perintah kedinasan dari atasan yang berwenang; z. Memperhatikan dan menyelesaikan dengan sebaikbaiknya setiap laporan yang diterima mengenai pelanggaran disiplin. Di samping itu, Pegawai Negeri Sipil dilarang melakukan hal-hal sebagai berikut: a. Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan atau martabat Negara, Pemerintah, atau Pegawai Negeri Sipil; b. Menyalahgunakan wewenangnya; c. Tanpa izin pemerintah menjadi Pegawai atau bekerja untuk Negara asing; d. Menyalahgunakan barang-barang, uang atau surat-surat berharga milik Negara; e. Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang, dokumen, atau surat-surat berharga milik Negara secara tidak sah; f. Melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di
luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan Negara; g. Melakukan tindakan yang bersifat negatif dengan maksud membalas dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya; h. Menerima hadiah atau sesuatu pemberian berupa apa saja dari siapapun juga yang diketahui atau patut dapat diduga bahwa pemberian itu bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan; i. Memasuki tempat-tempat yang dapat mencemarkan kehormatan atau martabat Pegawai Negeri Sipil, kecuali untuk kepentingan jabatan; j. Bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya; k. Melakukan suatu tindakan atau sengaja tidak melakukan suatu tindakan yang dapat berakibat menghalangi atau mempersulit salah satu pihak yang dilayaninya sehingga mengakibatkan kerugian bagi pihak yang dilayani; l. Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; m. Membocorkan dan atau memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain; n. Bertindak selaku perantara bagi sesuatu pengusaha atau golongan untuk mendapatkan pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi pemerintah; o. Memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
30
31
p. Memiliki saham suatu perusahaan yang kegiatan usahanya tidak berada dalam ruang lingkup kekuasaannya yang jumlah dan sifat pemilikan itu sedemikian rupa sehingga melalui pemilikan saham tersebut dapat langsung atau tidak langsung menentukan penyelenggaraan atau jalannya perusahaan; q. Melakukan kegiatan usaha dagang baik secara resmi, maupun sambilan, menjadi direksi, pimpinan atau komisaris perusahaan swasta bagi yang berpangkat Pembina golongan ruang IV/a ke atas atau yang memangku jabatan eselon I; r. Melakukan pungutan tidak sah dalam bentuk apapun juga dalam melaksanakan tugasnya untuk kepentingan pribadi, golongan atau pihak lain.
9. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara
Sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara No. 04/ 1991 Tentang Pedoman Pemasyarakatan Budaya Kerja, di keluarkan Keputusan Kementerian PAN No. 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Aparatur Negara, antara lain memuat (1) kebijakan pengembangan budaya kerja aparatur, (2) nilai-nilai dasar budaya kerja aparatur negara, (3) penerapan nilai-nilai budaya kerja aparatur negara, dan (4) sosialisasi pengembangan budaya kerja
aparatur negara. Adapun yang dimaksud dengan nilai-nilai budaya kerja dalam pedoman dimaksud, antara lain : a. komitmen dan konsisten terhadap visi, misi dan tujuan organisasi, dalam pelaksanaan kebijakan negara serta peraturan perundangan yang berlaku; - komitmen; adalah keteguhan dan tekad yang mantap dan janji untuk melakukan atau mewujudkan sesuatu yang diyakininya; - konsistensi; adalah ketetapan, kesesuaian, ketaatan dan kemantapan dalam bertindak sesuai dengan visi, misi, janji, prinsip, amanah, kebijakan atau aturan yang ditetapkan. - visi; adalah pandangan ke depan dan arah tujuan yang ingin diwujudkan; - misi; adalah tugas yang diemban untuk mencapai sasaran pokok/strategis dan tujuan organisasi; b. wewenang dan tanggungjawab; - wewenang; adalah hak dan kekuasaan untuk melakukan sesuatu; - tanggungjawab; kesediaan menanggung sesuatu, bila salah wajib memperbaiki atau dapat dituntut dan diperkarakan; c. keikhlasan dan kejujuran; - ikhlas dalam norma etika dan agama dapat diartikan sepenuh hati, datang dari lubuk hati, tidak mengharapkan imbalan atau balas jasa atas suatu perbuatan, khususnya yang berdampak positif pada orang lain, dan semata-mata karena menjalankan
32
33
tugas/amanah; - kejujuran atau dikenal dengan kata siddiq adalah komponen rohani yang memantulkan berbagai sikap yang berpihak kepada kebenaran dan sikap moral yang terpuji. Kejujuran berarti juga kebenaran untuk mengatasi dirinya sendiri, berani menolak dan bertindak melawan segala kebatilan yang bertentangan dengan suatu hati kalbunya. d. integritas dan profesionalisme; - integritas; orang yang mempunyai integritas pribadi yang baik adalah orang yang tidak diragukan lagi serta selalu konsisten dalam kata dan perbuatan; - profesional; inti profesional adalah kepandaian, keahlian, dan ketrampilan tertentu. Profesional adalah orang yang terampil, andal dan sangat bertanggungjawab dalam menjalankan profesinya. Orang yang tidak mempunyai integritas biasanya juga tidak profesional. Profesional pada intinya kompetensi untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara bertanggungjawab. e. kreativitas dan kepekaan terhadap lingkungan tugas; - kreativitas; ide-ide baru secara spontan muncul dari seseorang karena suatu hal yang dianggap penting atau mendesak dalam kehidupan dan pekerjaannya. Ide-ide tersebut diolah sedemikian rupa sehingga menjadi suatu inovasi yang dapat diterapkan pada kerja individu atau organisasi yang lebih baik atau menguntungkan.
- kepekaan; respon seseorang dalam menghadapi sesuatu peristiwa yang mungkin menguntungkan, merugikan atau membahayakan. Kepekaan dapat bersifat reaktif, tetapi juga proaktif atau kejelian mengenal peluang. f. kepemimpinan dan keteladanan; - kepemimpinan berarti kesadaran diri sebagai seorang pemimpin yang ditujukan melalui kemampuannya untuk mempengaruhi dan menjadikan dirinya sebagai teladan, serta mampu memotivasi orang lain agar tergerak mencapai sasaran yang lebih tinggi berdasarkan nilai-nilai moral seperti: integritas, komitmen, konsistensi, profesional dan kemampuan komunikasi; - keteladanan yang dimaksud adalah sikap perilaku yang dinyatakan secara sadar maupun tidak disadari dari seroang pemimpin yang dipersepsi oleh bawahannya sebagai sesuatu yang memicu atau mendorong bawahan untuk mencontohnya. g. kebersamaan dan dinamika kelompok kerja; - kebersamaan; dimaksudkan sebagai suatu hati yang merasakan dirinya bagian dari satu kelompok kerja tertentu sehingga tumbuhlah perasaan bersama dalam kelompok (group feeling) yang kuat yang melahirkan kelompok kerja (team work) dan sinergi dalam melaksanakan tugas bersama.
34
35
- Dinamika kelompok merupakan cara kerja kelompok yang bersifat dinamis kreatif dan sinergi dalam melayani dan atau mencapai sasaran kerja secara menyeluruh. h. ketepatan dan kecepatan; - Ketepatan : Mengena sasaran, mencapai tujuan, ketelitian, dan bebas kesalahan. - Kecepatan : Ketepatan waktu Ketepatan dan kecepatan memberikan kepastian dalam arti waktu, kuantitas, kualitas dan finansial yang sangat dibutuhkan dalam pelaksanaan pekerjaan/memberikan pelayanan. i. rasionalitas dan kecerdasan emosi; - Berpikir cerdas, obyektif, logis, sistematik, banyak terkait dengan proses ilmiah atau kemampuan intelektual. - Kecerdasan memandang sesuatu dari aspek akal (ratio) yang menentukan nilai benar atau salah. Fungsi ratio terletak pada otak kiri, kemampuan logika, matematis, sistematik, sebab-akibat, eksak (Intellectual Quotient, IQ); - Perasaan, kepekaan, bagian dari karakter, ketangguhan; - Kecerdasan emosi memandang sesuatu dari aspek perasaan (emosi), matahati (Emotional Quotient, EQ), terletak pada otak sisi kanan, bersifat spontan, kreatif, inovatif, holistik, integratif, rinestetik, ruang, komunikasi kooperatif, silih asih-asah-asuh, dan lain-
lain. keteguhan dan ketegasan; - Keteguhan : Kuat dalam berpegang pada aturan dan nilai moral, prinsip-prinsip manajemen dan lain-lain. - Ketegasan : Sifat, watak dan tindakan yang jelas dan tidak ragu-ragu. k. disiplin dan keteraturan kerja; - Secara konseptual disiplin lebih merujuk pada sikap yang selalu taat kepada aturan norma dan prinsipprinsip tertentu. - Keteraturan lebih menunjukkan perilaku yang konsisten mengikuti ketentuan dan prosedur tertentu. l. keberanian dan kearifan dalam mengambil keputusan dan menangani konflik; - Keberanian diartikan sebagai berani menanggung resiko dalam pembuatan keputusan dengan cepat dan tepat waktu. Di sini peran EQ sangat besar dibandingkan IQ. - Kearifan merupakan landasan membentuk nilai-nilai bersumber dari otak sebelah kanan yang penuh nilai baik dan buruk (EQ/SQ/AQ) dan dengan kearifan itu orang dapat memilih nilai-nilai yang paling cocok (proper) dalam manajamen untuk memecahkan berbagai masalah dan menghadapi tantangan baru dengan mengambil tindakan yang diperlukan. j.
36
37
m. dedikasi dan loyalitas; - Aparatur harus mempunyai sifat rela berkorban dan jiwa pengabdian terhadap instansi, bangsa negara, dan taat serta setia dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. n. semangat dan motivasi; - Semangat adalah drive, yaitu daya atau energi yang mendorong perilaku sampai pada tingkatnya yang tertinggi. - Motivasi lebih merujuk kepada tujuan dari perilaku yang dasarnya adalah kebutuhan dari si pelaku yang bersangkutan. - Orang harus mulai dengan pemenuhan kebutuhan yang paling dasar dulu yaitu kebutuhan fisik-biologis termasuk rasa aman, sebelum bisa meningkat ke jenjang yang lebih tinggi yaitu rasa memiliki dan harga diri, dan yang tertinggi aktualisasi diri. o. ketekunan dan kesabaran; - Ketekunan: Teliti, rajin mendalami sesuatu pekerjaan/tugas seseorang maupun kelompok yang bersifat konsisten dan berkelanjutan sesuai dengan komitmen yang disepakatinya (atau sikap kerja yang memuat nilai: Commitment, Consistence, Continuous). - Kesabaran : Tidak emosional, tidak perlu tergesagesa, asalkan tercapai tujuannya tanpa mengorbankan kepentingan orang lain. Kesabaran merupakan sikap mental seseorang yang bersifat tangguh, tekun dan bersungguh-sungguh, amanah untuk mencapai sasaran
kerja dan prestasi kerja terbaiknya, tidak asal jadi. p. keadilan dan keterbukaan; Seseorang Aparatur Negara yang dapat memperlakukan orang lain sesuai dengan fungsi, peran, tanggungjawabnya, agar dapat adil, perlu memperhatikan hak dan kewajiban masyarakat, sehingga dalam menjalankan tugas tidak melakukan kegiatan secara sembunyi-sembunyi (tertutup) agar tidak menimbulkan prasangka tidak baik. q. penguasaan IPTEK yang diperlukan untuk melaksanakan tugas/pekerjaan, terutama metode analisis dan pengambilan keputusan, keahlian/keterampilan manajerial, teknis dsb.
10. Keputusan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik
Pelaksanaan budaya kerja berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan publik karena pelayanan publik pada hakekatnya adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain memuat asas dan prinsip pelayanan publik. Mengenai asas pelayanan publik, sebagai berikut: a. Transparansi: Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan
38
39
secara memadai serta mudah dimengerti. b. Akuntabilitas: Dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Kondisional: Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas; d. Partisipatif: Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat; e. Kesamaan Hak: Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi; f. Keseimbangan Hak dan Kewajiban: Pemberi dan penerima pelayanan publik harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak. Adapun yang menjadi prinsip Pelayanan Publik adalah sebagai berikut: a. Kesederhanaan: Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan: Prinsip ini mencakup (1) Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik; (2) Unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik; dan (3) Rincian biaya pelayanan
publik dan tatacara pembayaran. c. Kepastian waktu: Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan, dan sah. d. Akurasi: Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat, dan sah. e. Keamanan: Proses dan produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian hukum. f. Tanggungjawab; Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana: Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung lainnya yang memadai termasuk penyediaan sarana teknologi telekomunikasi dan informatika (telematika). h. Kemudahan Akses: Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat, dan dapat memanfaatkan teknologi telekomunikasi dan informatika. i. Kedisiplinan, Kesopanan dan Keramahan: Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah serta memberikan pelayanan dengan ikhlas. j. Kenyamanan: Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah dan lain-lain.
41
b. Membangun komitmen diantara angkatan kerja orga nisasi untuk bergerak maju menuju masa depan yang lebih baik; c. Mengatasi ketakutan akan kegagalan usaha yang mengarah pada kemajuan dan perbaikan masa depan; d. Menantang setiap kemapanan dan status quo yang merugikan kelangsungan hidup organisasi. 2. Misi; suatu pengaturan komprehensif dan singkat mengenai tujuan suatu organisasi, program ataupun sub program. Dalam Inpres No.7/1999 tentang AKIP menyebutkan bahwa misi adalah suatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi pemerintah, sesuai yang ditetapkan, agar tujuan organisasi dapat terlaksana, dan berhasil dengan baik. Dengan pernyataan visi tersebut diharapkan seluruh pegawai dari pihak yang berkepentingan dapat mengenal instansi pemerintah, dan mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh diwaktu-waktu yang akan datang. Menurut Sandra Vandermerwe (1996), kalau visi mengartikulasikan keinginan sesuatu institusi untuk menjadi apa, maka misi menyatakan apa yang harus dilakukan organisasi tersebut. Selanjutnya ia menyebut beberapa ciri misi yang baik: a. Memiliki integritas suatu "sense of purpose" sejati yang mendorong organisasi berbuat serta menyatakan hal yang terbaik;
40
42
43
b. Memiliki keinginan yang menonjol yang membuatnya unit serta memberikan posisi khusus di pasar terpilih; c. Harus bermakna dan relevan membuat perbedaan yang jelas bagi person dan atau kehidupan pekerjaan; d. Bertahan lama dan dapat diperpanjang, serta mampu melanggengkan hubungan-hubungan; e. Mudah dikomunikasikan dan dapat diingat yang memadukan tujuan organisasi tersebut dan janjinya pada pelanggan; f. Sederhana; g. Didasari oleh nilai-nilai, denganmana anggotaanggotanya dapat mengacu; h. Mudah diterjemahkan menjadi spesifik. Dari misi yang baik anggota harus tahu apa yang harus dilakukannya berbeda dan lainnya, atau aktivitas apa yang harus dikerjakannya berbeda; i. Berbeda dapat diingat, dan baru, tidak hanya mengarahkan anggota-anggotanya ke arah yang sama, melainkan juga menyegarkan, menggetarkan, dan memberi. j. Kredibel namun tidak mengukung/menguasai kompetensikompetensi yang diperlukan organisasi; k. Menarik bersama-sama sumber daya dan berbagai bagian organisasi; l. Misi yang menciptakan pasar harus mengaitkan kemanusiaan dan fungsi analitas.
B. Organisasi Pemerintah
Pengertian organisasi dalam arti Statis adalah merupakan wadah yang berupa struktur/bagan organisasi, tempat berkumpulnya orang-orang/anggota yang melaksanakan tugas dalam mencapai tujuan organisasi. Sedangkan dalam arti dinamis organisasi merupakan suatu proses penetapan dan pembagian pekerjaan. Pembatasan tugas dan tanggung jawab serta wewenang, hubungan kerja, sehingga memungkinkan orang-orang/anggota dapat berinteraksi dalam pelaksanaan tugas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Dengan demikian organisasi terdapat 2 aspek, yaitu : 1. Aspek struktur organisasi yang meliputi: pengelompokkan orang secara formal dan bagan organisasi; 2. Aspek proses perilaku yang meliputi: komunikasi, pembuatan keputusan, motivasi dan kepemimpinan. Dalam operasionalnya organisasi Pemerintah dapat dibedakan dalam Departemen dan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND). Adapun bentuk organisasi Pemerintah merupakan gabungan dari unsur lini, unsur staf dan fungsional.
44
45
C. Perubahan
Perubahan itu sangat penting dalam pelaksanaan program Budaya Kerja, sehingga masalah Budaya Kerja itu terletak pada diri kita masing-masing dan musuh Budaya Kerjapun adalah diri kita sendiri. Oleh karena itu kita harus memiliki komitmen yang kuat untuk melakukan perubahan berdasar pada empat potensi kemampuan umat manusia karunia Tuhan YME, menurut Stephen Covey dalam bukunya First Thing First: (1) Kesadaran diri, yang membuat kita mampu mengambil jarak terhadap diri sendiri dan menelaah pemikiran kita, motif-motif kita, sejarah kita, naskah hidup kita, tindakan kita, maupun kebiasaan dan kecenderungan kita. Hal ini memungkinkan kita menjadi sadar akan nilai-nilai sosial psikhis dari programprogram yang ada dalam diri kita untuk mencari peluang antara rangsangan dan tanggapan; (2) hati nurani mampu menghubungkan kita dengan perkembangan jaman dan bisikan hati. Hal itu merupakan alat pemberi arah dalam hati kita, yang memungkinkan untuk memahami ketika kita bertindak atau merenungkan sesuatu yang tidak sejalan dengan prinsip. Di samping itu juga hati nurani memberi kita pemahaman akan bakat-bakat khusus dan misi kita; (3) kehendak bebas memberikan kemampuan pada kita untuk bertindak, memberikan kekuatan untuk mengatasi paradigma-paradigma kita, untuk berenang melawan arus, untuk menulis kembali sejarah hidup kita, untuk bertindak atas dasar prinsip dan bukannya reaksi atas dasar emosi dan lingkungan sekitar kita. Kita memiliki kekuatan untuk bertindak berdasarkan kesadaran diri, hati nurani dan visi; (4) Imajinasi kreatif memberikan
kemampuan untuk meneropong keadaan di masa yang akan datang, untuk menciptakan sesuatu di benak kita, dan memecahkan persoalan kita secara sinergik. Dengan imajinasi kreatif tersebut kita mampu menyatakan misi pribadi, menetapkan tujuan, atau merencanakan suatu pertemuan, bahkan untuk menerapkan prinsip-prinsip dalam berbagai situasi baru secara efektif. Anugerah empat kemampuan umat manusia dari Tuhan YME tersebut kalau tidak dibina dan dilatih tidak akan muncul, potensi tersebut tidur terus dan terbangun bilamana kondisi lingkungan telah memungkinkan. Pada tingkat diri pribadi mungkin lebih mudah munculnya potensi tadi menjadi perilaku nyata, akan tetapi pada tingkat berkelompok akan lebih sulit aktualisasi potensi tadi. Perlu kondisi tertentu agar potensi itu bisa menjadi kenyataan perilaku antara lain: a) pembentukan karakter yang memuat kekuatan integritas, sifat kedewasaan dan kepedulian sosial; b) pemberian keterampilan yang mencakup komunikasi, perencanaan/pengorganisasian dan perilaku sinergistik; c) penanaman tingkat kepercayaan yang baik untuk mencapai tujuan dan sasaran kelompok atau organisasi; d) mawas diri kesadaran mengukur kemampuan diri, belajar dan sadar untuk bisa memberikan yang lebih baik; e) tanggung jawab kelompok di mana masing-masing individu menempatkan diri dalam fungsi atau peran dan tanggung jawab kelompok, sehingga memungkinkan semua fungsi manajemen dapat berjalan; f) penciptaan struktur dan sistem yang kondusif, agar faktor a s/d e dapat berjalan dengan mulus perlu diformalkan pembagian tugas dan wewenang serta tanggung jawab dengan pedoman pelaksanaan.
46
47
dalam upaya menghadapi tantangan. Kekuatan tersembunyi tersebut dapat menjadi kenyataan bilamana : (1) tujuan dirinci menjadi perilaku nyata yang dapat menghasilkan, berarti upaya tersebut berupa tindakan yang bermutu. (2) tindakan bermutu tersebut dikembangkan, dipertahankan dan dibina terus menerus sehingga menjadi budaya. (3) tindakan manajemen atau administrasi harus dapat mengukur perilaku kerja dan menyelesaikan pekerjaan; kepemimpinan berasaskan pada keteladanan pembinaan-pelatihan. Potensi kekuatan Budaya dalam manajemen dapat dilihat dari beberapa aspek seperti : KEKUATAN : Individu yang menduduki posisi penting atau kunci dalam organisasi (ing-ing-tut); PERAN : Pilar-pilar spesialisasi atau keterampilan yang berinteraksi melalui uraian jabatan prosedur, peraturan dan sistem (profesional); TUGAS : Mendorong dinamika dengan melakukan penelitian dan pengembangan (semangat dinamik); PRIBADI : Individual dalam struktur kolektif untuk menentukan (gotong-royong); KETEPATAN : Bilamana kita mampu mempertemukan Budaya dengan tuntutan eksternal dan hambatan internal (selaras-serasi-seimbang).
Apa yang terkandung dalam Budaya Kerja adalah strategi untuk mencapai keberhasilan masa depan dalam membangun SDM dan organisasi melalui pelatihan alami, seperti apa yang dinyatakan oleh Elaine Biech dalam bukunya "Deming Management at Work" semuanya mempunyai arti proses panjang yang terus menerus disempurnakan sesuai dengan tuntutan dan kemampuan SDM itu sendiri sesuai dengan prinsip pedoman yang diakui, karena tanpa pedoman manajemen akan mengalami banyak perilaku yang salah, yang akan menimbulkan pemborosan dan kerugian. Kekuatan nilai-nilai yang tersembunyi berupa kemampuan untuk menyempurnakan atau memperbaiki semua aspek administrasi/manajemen menjadi Iebih baik atau pas (proper)
48
49
Budaya Kerja merupakan suatu komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun SDM, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik. Untuk mencapai tingkat kualitas yang lebih baik diharapkan bersumber dari setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyai perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Seperti nilai-nilai apa yang sepatutnya setiap orang akan mempengaruhi kerja mereka, kemudian falsafah yang dianutnya seperti "Budaya Kerja" merupakan suatu proses tanpa akhir atau terus menerus". Bagaimana cara memasukkan gagasan Budaya Kerja ke dalam manajemen merupakan suatu tantangan yang cukup serius untuk ditelaah secara mendalam, karena menyangkut berbagai hal yang perlu diketahui oleh semua SDM yang terlibat dalam program seperti Visi, Misi, Strategi, nilai-nilai, asas-asas, pedoman, alasan yang kuat, maksud dan tujuan, falsafah, kepercayaan dan pernyataan aspirasi. Untuk itu perlu ungkapan dan ucapan para pemimpin yang konsisten dan konsekuen agar mampu menimbulkan kepercayaan bagi semua karyawan yang mampu mendorong komitmen. Oleh karena itu perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut 1. Alasan yang kuat, terhadap program Budaya Kerja, sehingga merupakan kekuatan pendorong agar program dapat
dilaksanakan dengan baik dan mendapat dukungan dari semua pihak. Diperlukan dialog dengan pihak-pihak yang berkepentingan untuk menganalisis tantangan manajemen baik eksternal maupun internal, biarkan muncul kritik dan saran yang membangun; 2. Visi, menggambarkan maksud dan tujuan organisasi yang seharusnya dilakukan dan menjadi kerangka kerja dalam pengambilan keputusan yang memberikan arah pada proses kerja. Hal ini penting, karena biasanya orang lupa visi bilamana telah sibuk kerja, sehingga tujuan memuaskan masyarakat yang dilayani tertinggalkan; 3. Tujuan yang akan dicapai, harus bisa diukur melalui target organisasi, bisa juga menerangkan mengapa anda bekerja di sini; 4. Strategi untuk mencapai tujuan, bagaimana mencapai tujuan organisasi. Kadar kemampuan menangkap maksud dan tujuan organisasi tersebut tergantung pada tingkat kemampuan berkomunikasi para pemimpin dan fasilitator budaya kerja menterjemahkan dengan kata-kata operasional pada setiap level SDM sesuai dengan struktur organisasi. Selanjutnya Stephen Covey dalam bukunya "The 7 Habits of Highly Effective People" menyatakan bahwa "Visi dan Nilainilai akan muncul dari orang-orang dalam organisasi", sehingga akan memberi arah untuk pengambilan keputusan yang lebih baik dan mengurangi fungsi pengawasan. Hal itu akan
50
51
membentuk prinsip Kepemimpinan Pancasila seperti : Ing Ngarso sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani (Ing-Ing-Tut) atau prinsip 5 L (Listen-Learn-Live-Lead-Let) seperti yang dikemukakan oleh Elaine Biech dalam bukunya TQM for Training. Selanjutnya upaya penanaman nilai-nilai budaya dalam manajemen/administrasi dapat dilakukan melalui : 1. Struktur Organisasi yang benar sesuai dengan tuntutan/tujuan dan sebagai strategi; 2. Melakukan manajemen secara horizontal, lebih banyak yang bersifat kerjasama/koordinasi; 3. Memberikan pelayanan atas dasar strategi yang baik; 4. Interaksi atau pergaulan atas dasar silih asih, asah dan asuh; 5. Membuang, budaya yang negatif dan memasukkan nilai-nilai baru; 6. Orientasi kerja pada peningkatan kualitas; 7. Mengembangkan upaya kemitraan/partnership; 8. Melakukan gaya kepemimpinan dengan keteladanan (inging-tut); 9. Manajemen/administrasi dengan melakukan penyempurnaan terus menerus. Untuk itu Prof. Edward Deming dalam bukunya Out of Crisis, berpesan: 1. Tanamkan komitmen pimpinan dalam hal kesetiaan terhadap tujuan perbaikan produk, baik barang ataupun jasa; 2. Serap dan gunakan pendekatan baru yang relevan;
3. Hentikan memberikan penghargaan terhadap prestasi pegawai/karyawan dalam bentuk uang; 4. Hentikan pengawasan hanya diakhir proses untuk mewujudkan mutu produk; 5. Sempurnakan secara periodik dan terus menerus proses perencanaan, produksi, dan pelayanan; 6. Sediakan dan lakukan pelatihan disekitar lokasi kerja; 7. Kembangkan pengetahuan dan latihan kepemimpinan partisipatif; 8. Kembangkan iklim kerja yang positif, merangsang inovasi, jangan mengancam dan menakut-nakuti, kembangkan rasa saling percaya antar pegawai/karyawan, atasan dan bawahan; 9. Jangan menciptakan batas-batas birokratis antara staf dan karyawan/pegawai; 10. Singkirkan kebijakan mengecam pegawai/bawahan; 11. Pelajari dan terapkan metode perbaikan dan hindari Quota Numerik dalam memacu produksi; 12. Jangan meremehkan keterampilan pegawai atau karyawan, tetapi berikan, tanamkan kebanggaan akan keterampilan kerja yang dimilikinya; 13. Laksanakan program pendidikan dan pelatihan atau Diklat secara rutin periodik pada setiap pegawai/karyawan, dan 14. Libatkan setiap orang yang berada di organisasi dalam perubahan dan penyempurnaan.
52
53
Menurut Prof. Dr. Warren Bennis keadaan seperti yang dikemukakan oleh J.C. Tukiman Taruna tersebut disebut matinya birokrasi karena bersifat kaku dan lamban, sehingga tidak mampu lagi untuk mengakomodasi tuntutan-tuntutan baru yang bersifat cepat dan mendasar. Disebut mendasar karena menyangkut perubahan sikap dan perilaku SDM dalam upaya merubah perilaku manajemen baru yang lebih dinamik dan fleksibel. Namun perubahan sikap dan perilaku SDM tersebut memerlukan proses waktu yang cukup lama agar benar-benar menjadi budaya baru. 2. Cara Kerja Baru Untuk mengatasi tantangan globalisasi diperlukan perubahan cara kerja baru yang lebih efektif dan efisien, lebih demokratis dan terbuka, lebih rasional dan fleksibel dan lebih bersifat terdesentralisasi. Hal itu dikemukakan oleh Bapak Presiden RI di depan para Gubernur pada 10 Juni 1993 dengan maksud agar diadakan perubahan manajemen untuk mengantisipasi pengaruh globalisasi yang akan menerpa semua negara di dunia termasuk Indonesia. Bilamana perubahan manajemen tersebut dapat dikelola dengan baik maka akan dipetik keuntungan yang berupa tumbuhnya banyak prakarsa, aneka ragam kreativitas dan dorongan partisipasi yang makin besar. Pertumbuhan semacam itu akan mendorong terwujudnya kemandirian yang harus menjadi ciri utama pembangunan dalam rangka
54
55
menghadapi kehidupan masa depan. Untuk itu manajemen harus berorientasi pada tujuan agar lebih efektif dan efisien, dengan cara seperti: a. Merumuskan tujuan dan sasaran organisasi secara jelas dan rinci; b. Tujuan dan sasaran tersebut dijabarkan dalam bentuk kebijaksanaan dan strategi yang operasional; c. Dilaksanakan dengan penuh peran serta semua pihak, baik yang berupa kerjasama maupun koordinasi; d. Pelaksanaan tersebut terus dikendalikan, temuannya dianalisis, kemudian ditindaklanjuti berupa perbaikan atau penyempurnaan secara terus menerus. Perubahan tersebut akan dapat terlaksana bilamana didahului oleh perubahan sikap dan perilaku SDM yang akan menjadi pendukung utama perubahan manajemen tersebut. Untuk itu diperlukan langkah kegiatan yang berupa mencari nilai-nilai baru, kemudian dimasyarakatkan atau dilatihkan, dilaksana kan, disempurnakan terus, menjadi kebiasaan kerja dan akhirnya baru menjadi budaya baru yang dimilikinya. Unsur yang terkandung dalam upaya perubahan tersebut meliputi kekuatan motivasi, motivasi tidak akan berarti kalau tidak memiliki keterampilan atau profesional, memiliki motivasiketerampilan-kepribadian tidak cukup kalau bisa berperan atau berbuat; memiliki motivasi-keterampilan-kepribadianperan tidak bisa optimal bilamana tidak memperhatikan faktor manusiawi berupa kejenuhan.
Oleh karena itu yang dimaksud dengan produkti vitas Budaya Kerja adalah sikap mental yang selalu mencari perbaikan atau penyempurnaan apa yang telah dicapai, dengan menerapkan teori-teori dan metoda-metoda baru serta yakin akan kemajuan umat manusia. Dalam hal ini dapat dilihat kaitan antara kepribadian dan hasil kerja, di mana kepribadian itu terkandung unsur bakat, keterampilan, minat sifat, gairah dan nilai-nilai; kepribadian tersebut menjadi sikap, kemudian menjadi perilaku yang mengandung unsur semangat, disiplin, rajin, jujur, tanggung jawab, hemat, integritas; sehingga hasil kerja akan mencapai kualitas yang tinggi atau memuaskan. Perilaku manajemen yang menghasilkan produk bermutu tinggi tersebut dapat dinilai dari unsur antara lain kepemimpinan, perencanaan, pengorganisasian, penentuan prioritas, pendelegasian, pengendalian, pemecahan masalah, pengambilan keputusan, komunikasi lisan, komunikasi tertulis, keterampilan administrasi, hubungan antar pribadi, pemeliharaan keselamatan, kerumahtanggaan, ketepatan waktu dan kehadiran.
56
Hasil optimal dengan cara kerja baru tersebut akan dapat dicapai bilamana diikuti dengan gaya kepemimpinan yang sesuai dengan misi manajemen yang telah disepakatinya. Antara lain dengan keteladanan, memberikan dorongan dan memberikan tanggung jawab serta mengajak atau menghimbau bukan memerintah. Seperti halnya dengan paradigma kepemimpinan yang dikemukakan oleh Edward Murrow: "Bilamana anda ingin menghimbau, hendaklah anda bisa dipercaya; Bilamana anda ingin dipercaya, hendaknya anda terampil/profesional; Bilamana anda ingin dianggap terampil/profesional, hendaknya anda mampu bekerja benar".
57
58
59
Fungsi struktur tersebut berbeda namun saling mendukung mengarah pada tujuan kualitas yang lebih baik dengan partisipasi menyeluruh. STRUKTUR WEWENANG & TANGGUNG JAWAB 1. Penanggung jawab Bertanggung jawab akan keberhasilan pelaksanaan program, komitmen. 2. Tim Pengarah Memberikan pengarahan pada fasilitator/KBK agar berjalan sesuai dengan program. 3. Fasilitator Menyebarluaskan Budaya Kerja, membimbing KBK dan memantau KBK dan melaporkan kegiatan KBK kepada Tim Pengarah. 4. Ketua Kelompok Memimpin jalannya rapat KBK, memberi motivasi anggota dan melaporkan kegiatan KBK kepada Tim Pengarah. 5. Anggota KBK Partisipasi dalam KBK dan belajar terus agar mampu memecahkan masalah. Mengingat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta cepatnya arus informasi pelatihan untuk semua tingkat sangat diperlukan dan merupakan suatu kegiatan yang tak terpisahkan dengan manajemen dalam rangka antisipasi menghadapi tantangan masa depan. Program yang pertama-tama dilakukan oleh setiap KBK adalah
menyusun program 5-S yang mencakup 1. Sort yaitu disusun pekerjaan yang tergolong penting; 2. Systematize yaitu disusun secara teratur; 3. Sweep yaitu membersihkan ruangan dan meja; 4. Standardize yaitu dibuat secara standar agar mudah;dan 5. Self-Discipline yaitu mendisiplinkan diri tidak perlu diingatkan. Program ini sebagai langkah awal yang dapat dijadikan masa uji coba pelaksanaan program, setelah menemukan cara yang paling cocok baru kemudian melangkah pada upaya pemecahan masalah yang selalu timbul dalam menjalankan proses manajemen atau administrasi.
60
61
tanggung jawab, kebebasan dan dorongan. Hal itu mempunyai arti mengerjakan sesuatu menurut cara mereka atau cara kita dari pada caranya. Komitmen juga berarti bertanya, mendengarkan, melakukan di samping memutuskan, memberitahukan dan mengarahkan. Kepemimpinan harus menghargai potensi kekuatan orang kerja secara gotong-royong (kolektif) dan orang adalah kekuatan ganda yang diperkirakan akan menghasilkan kinerja yang lebih baik dari pada sebelumnya. Kreativitas mereka tidak boleh diusik, tetapi didorong muncul dengan kepemimpinan yang kondusif. Langkah pemimpin dalam pelaksanaan program Budaya Kerja dimulai dari : 1. Memberi fokus yang sama, dalam visi dan strategi. Karena kesamaan fokus tersebut merupakan perekat untuk mengendalikan pelaksanaan secara bersama dan memberikan dorongan bagi setiap orang untuk melakukan perubahan. Tanpa kesamaan fokus komitmen, sinergi dan semangat tidak akan menjadi kenyataan; 2. Melaksanakan penyempurnaan, melakukan penyempurnaan adalah inti dari program Budaya Kerja, dengan perubahan tersebut organisasi akan mampu mempertahankan hidup dalam persaingan. Tanpa penyempurnaan masyarakat yang dilayani akan terasa semakin berat; 3. Merubah Budaya, kepemimpinan Budaya Kerja harus mampu merubah dirinya sendiri terlebih dahulu. Mereka
mulai dengan mengidentifikasi bagaimana mereka memimpin organisasi dan apa yang harus berubah untuk mendukung visi yang mereka lihat. Pemimpin organisasi harus menerima tanggung jawab untuk perubahan budaya, proses tersebut terkandung dalam budaya dan tidak mungkin melakukan perubahan tanpa merubah yang lain. Tanpa perubahan budaya upaya penyempurnaan tidak akan berkelanjutan dan hanya menjadi semboyan omong kosong; 4. Perubahan akan terjadi bertahap, untuk mengerti program itu memerlukan waktu. Belum tentu pengertian itu dapat merubah sikap seseorang. Juga belum tentu perubahan sikap seseorang itu otomatis merubah perilakunya. Proses tersebut memerlukan upaya serius agar dapat dihayati, direnungkan, diyakini dan dibenarkan, kemudian bersedia dengan ikhlas mau melaksanakan. Tahapan tersebut sebagai berikut: a. Memberikan suatu fokus yang sama dengan terusmenerus mengkomunikasikan visi yang jelas pada setiap level; b. Melaksanakan penyempurnaan dengan membuat suatu model; c. Diperkirakan akan diikuti oleh yang lain; d. Merubah budaya dengan terus menerus memberikan kepemimpinan yang jelas dan komitmen; e. Jangan membuat kesalahan dalam tahapan, pimpinan harus bertanggung jawab pada situasi setiap tahapan. Suatu kesalahan akan mengakibatkan kerugian bagi program seperti melemahkan semangat, orang menjadi kecewa atau tidak percaya karena cara kepemimpinan
62
63
yang keliru, misalnya memerintah yang seharusnya mengajak, bukan sistem/manajemen melainkan kepemimpinan (transformational). Dalam sistem tahapan yang dilalui diperlukan perhatian terfokus pada penciptaan kekuatan kerja lebih baik dengan cara memberikan pelatihan, keterampilan dan semangat. Program Budaya Kerja berorientasi pada proses yang bermanfaat untuk mendapat gambaran yang jelas pada sistem kerja membantu secara terpusat holistik terhadap masalah dan lebih mudah mencari penyebabnya, mudah mencegah agar permasalahan tidak terjadi lagi.
nilai menciptakan dukungan untuk melakukan operasi yang efektif dan efisien. Pengambilan keputusan terletak dalam suatu kerjasama yang kompleks, saling ketergantungan satu sama lain dan juga saling mempercayai dan keakraban yang tumbuh melalui kebersamaan. Sifat Budaya Kerja adalah kemampuan mengelola proses perubahan, karena berdasar pada nilai-nilai kebersamaan/integritas, sehingga sedikit demi sedikit sikap perilaku yang negatif akan terkikis dan munculnya nilai-nilai baru yang lebih baik untuk mendorong manajemen menjadi lebih optimal. Peran komunikasi dalam Program Budaya Kerja tidak lain adalah upaya membuka benteng-benteng birokrasi yang selama ini membuat SDM itu terkotak-kotak, sehingga komunikasi terhambat, yang berarti penyebaran informasi tidak mencapai sasaran dan menimbulkan kesulitan dalam upaya partisipasi pengambilan keputusan. Dengan komunikasi yang terbuka, maka jalan menuju kerjasama dan koordinasi dalam manajemen menjadi lebih mudah, karena setiap orang tidak lagi mementingkan dirinya sendiri, rasa saling ketergantungan meningkat yang berarti tingkat kepercayaan satu dengan yang lainnya sangat tinggi. Kondisi semacam itu merupakan kekuatan program Budaya Kerja dalam menggerakkan sumberdaya dan berjalannya fungsifungsi manajemen dengan benar, sehingga akan menjadi tangguh dalam menghadapi tantangan apapun. Di samping itu komunikasi yang baik memerlukan persiapan dalam mencari
C. Komunikasi
Dalam melaksanakan program Budaya Kerja keterampilan komunikasi merupakan faktor penting dalam upaya menciptakan lingkungan yang kondusif agar nilai-nilai luhur dapat teraktualisasi dalam sikap dan perilaku organisasi. Keberhasilan program tersebut berdasar pada tingkat kepercayaan dalam interaksi individu yang terkait, sehingga tempat tingkat kepercayaan itu pada kualitas kerja sama. Makin tinggi tingkat kepercayaan, makin baik kualitas kerjasamanya. Kondisi semacam itu harus semakin dapat terwujud agar tingkat sinergi bisa dicapai, sehingga hasil (output) program menjadi semakin berkualitas. Dengan kata lain, bahwa fungsi manajemen dalam setiap organisasi dari pengambilan keputusan sampai sikap dan nilai-
64
65
bagaimana cara menyampaikan yang efektif dan efisien. Ajaran agama mengingatkan agar dalam penyampaian ajaran-ajarannya hendaknya mempergunakan bahasa yang dimengerti oleh umatnya. Selanjutnya oleh Dr. Stanley Meath dalam bukunya 'Psikologi Yang Sebenarnya" mengemukakan bahwa kreativitas seseorang itu dapat muncul bilamana melatih otak sebelah kanan. Otak sebelah kiri sudah terlatih melalui pendidikan di sekolah sehingga mampu menanggapi pengetahuan yang bersifat logis dan sistematik seperti bahasa dan matematika. Otak sebelah kanan umumnya kurang terlatih, padahal sangat diperlukan dalam Budaya Kerja, karena mempunyai sifat cepat bertindak, langsung, merupakan sumber kreativitas, obyektif, dan intuitif, yang mampu melihat, merekam ruang dan kreativitas sebagai sarana untuk mencapai tingkat sinergi yang sangat diperlukan dalam upaya menyesuaikan diri terhadap perubahan/tantangan lingkungan eksternal maupun internal. KOMUNIKASI UNTUK KEBERHASILAN
D. Motivasi
Motivasi merupakan salah satu komponen penting dalam meraih keberhasilan suatu proses kerja, karena memuat unsur pendorong bagi seseorang untuk melakukan pekerjaan sendiri maupun berkelompok. Suatu dorongan dapat berasal dari dalam dirinya sendiri, yang berupa kesadaran diri untuk bekerja lebih baik atau memberikan yang terbaik bagi kelompok dengan berbagai macam alasan yang baik dan luhur. Namun tidak semudah itu setiap orang mempunyai dorongan yang positif, mereka perlu dibantu oleh orang lain yang berperan sebagai pemimpin atau atasan. Dalam memberikan motivasi, atasan tidak sekedar mendorong sebisanya, akan tetapi mereka harus mempergunakan strategi agar apa yang dilakukan itu dapat menghasilkan yang lebih baik secara optimal. Beberapa faktor yang diperlukan untuk strategi antara lain, seperti tujuan, cara kerja, teknologi, masyarakat dan pelanggan, budaya SDM dan sumberdaya lainnya. Dengan mengenal faktor-faktor tersebut akan dapat disusun suatu langkah bagaimana membuka peluang keberhasilan melalui pintu internal (hati nurani SDM) untuk merubah sikap dan perilaku baru yang kondusif terhadap tantangan yang dihadapinya. Banyak para ahli meneliti sikap dan perilaku SDM yang berkaitan dengan motivasi dan menghasilkan teori-teori mengenai bagaimana memberikan motivasi pada karyawan atau pegawai pada suatu organisasi, antara lain seperti Mc Gregor
66
67
memberikan teori X yang menganggap bahwa setiap pekerja itu malas, maka gaya kepemimpinan harus keras; selanjutnya dia mengoreksi teorinya dengan teori Y, di mana ia memandang setiap orang baik dan rajin bekerja, sehingga pemimpin lebih banyak mempercayai mereka. Teori Abraham Maslow lebih banyak meneliti motivasi dari segi urutan prioritas kebutuhan SDM terutama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, di mana yang paling mendasar adalah kebutuhan fisiologis (kelangsungan hidup, sandang/pangan/papan, rasa aman, rasa memiliki, harga diri dan aktualisasi diri) secara pyramidal. Terakhir muncul teori Z dari William G'. Ouchi, di mana motivasi dapat lebih berhasil melalui cara kerja kelompok (model Jepang) dipadukan dengan budaya Amerika Serikat seperti sifat rasional dan individualistik. Sebenarnya motivasi itu tidak bisa dilepaskan dari kehidupan manusia sehari-hari, orang yang tidak mempunyai motivasi kerja secara alami akan kalah bersaing dengan mereka yang bermotivasi kerja tinggi. Motivasi kerja walaupun telah dimiliki bukan merupakan jaminan akan mampu bersaing. Mereka harus cerdik memanfaatkan motivasi yang semakin lebih baik dalam mencapai kualitas SDM, kualitas kerja dan hasil kerja. Motivasi yang digerakkan oleh pemimpin akan memberi bentuk dalam gaya manajemen. Banyak gaya manajemen yang bisa dilakukan sesuai dengan kondisi lingkungan kerja dan tantangan yang dihadapi serta alat yang dimilikinya.
pendelegasian/umpan balik
E. Lingkungan Kerja
Untuk melakukan program Budaya Kerja diperlukan persiapan yang berupa penciptaan lingkungan kerja dengan paradigma yang disepakati untuk mencapai tujuan organisasi dengan cara yang lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu kita sedikit menengok pada diri kita sendiri sebagai SDM, yang oleh Prof. Dr. Kusnadi Harasumantri mantan Rektor Universitas Gajah Mada menyatakan bahwa kekuatan SDM itu bukan pada jasmani atau jiwa yang dimiliki, namun kekuatan tersebut terletak pada semangat dan kemampuan kerja. Karena kerjasama tersebut akan mampu meningkatkan mutu dan mutu yang dicapai terus menerus, dipertahankan dan dikembangkan akan menjadi Budaya Kerja yang dimiliki oleh kelompok yang bersangkutan.
68
69
Nilai-nilai kerjasama tersebut banyak diungkapkan oleh ajaran agama, bahkan ada yang ekstrim menyatakan bahwa siapapun yang tidak mau kerjasama, mereka tergolong temannya syaithan. Nilai tradisional juga terungkap dalam pepatah ataupun peribahasa seperti "Bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh ", "Ringan sama dijinjing, berat sama dipikul Selanjutnya oleh Isaken, S.G. Dorval K.B. & Treffinger, D.J. dalam bukunya CREATIVE APPROACHES TO PROBLEM SOLVING mengatakan bahwa yang dimaksud dengan lingkungan yang kondusif meliputi beberapa dimensi seperti : 1. Tantangan, keterlibatan dan kesungguhan; 2. Kebebasan mengambil keputusan; 3. Waktu yang tersedia untuk memikirkan ide-ide baru; 4. Memberi peluang untuk mencoba ide-ide baru; 5. Tinggi rendahnya tingkat konflik; 6. Keterlibatan dalam tukar pendapat; 7. Kesempatan humor, bercanda dan bersantai; 8. Tingkat saling kepercayaan dan keterbukaan; 9. Keberanian menanggung resiko/boleh gagal. Dengan dimensi lingkungan kerja seperti tersebut di atas, memberi peluang semua unsur manajemen/administrasi dapat berfungsi seperti apa yang diharapkan, lebih-lebih nilai-nilai budaya dapat teraktualisasi dengan kerja berkelompok.
70
71
bentuk yang variatif tergantung pada kebutuhan dan jenis kerjanya. Dalam praktek kepemimpinan partisipatif eksekutif atau penyelia harus mengakui bahwa orang-orangnya memiliki keterampilan dan kemampuan selain dari apa yang dapat mereka kerjakan dengan tangan. Mereka harus mengakui bahwa bawahannya mempunyai kemampuan untuk berfikir menciptakan ide-ide baru, memprakarsai prosedur baru serta cara-cara kerja mutakhir. Pimpinan eksekutif dalam manajemen partisipatif ini harus yakin benar bahwa partisipasi tersebut bukan hanya diperlukan, namun juga bersifat hakiki. Artinya pimpinan dan semua lini wajib memberikan komitmen dalam arti yang benar, sehingga sikap dan perilakunya selalu mendukung dan mendorong serta terjun secara aktif membantu jalannya kelompok partisipatif tersebut. Sehingga partisipasi dapat disebut sebagai stabilitator mental untuk mengurangi konflik antar pribadi maupun kelompok pada lingkungan yang tidak pasti. Manajemen partisipatif umumnya cenderung untuk: 1. Meningkatkan derajat perasaan anggota atau kesatuan yang memiliki partisipan dalam organisasi; 2. Mendorong partisipan berfikir dalam kerangka organisasi secara menyeluruh tidak terbatas pada lingkup bagiannya yang sempit; 3. Menurunkan tingkat konflik, permusuhan dan persaingan di
antara partisipan; 4. Meningkatkan pengertian antar individu, terutama sifat-sifat toleransi dan kesadaran; 5. Meningkatkan pengungkapan kebebasan individu mengenai kepribadiannya yang menyebabkan bawahan merasa terikat oleh organisasi, karena kepribadiannya membutuhkan pengalaman kerja yang menyenangkan; 6. Mengembangkan iklim kerja yang kreatif dan yang menguntungkan organisasi. Syarat-syarat partisipasi antara lain: 1. Diperlukan banyak waktu sebelum pelaksanaan; partisipasi tidak bakal terjadi dalam keadaan mendadak; 2. Biaya partisipasi tidak boleh melebihi nilai-nilai ekonomi dan lainnya; 3. Subyek partisipasi harus relevan dengan organisasi partisipasi sesuatu yang akan menarik perhatian partisipan; 4. Partisipasi harus mempunyai kemampuan, kecerdasan dan pengetahuan untuk partisipasi secara aktif; 5. Partisipasi harus mampu berkomunikasi untuk dapat saling tukar informasi atau gagasan; 6. Tidak seorangpun dalam organisasi yang terancam oleh bentuk peran serta tersebut; 7. Partisipasi untuk memutuskan arah tindakan pada sebuah organisasi hanya dapat menempati lingkungan kebebasan kerja kelompok.
72
73
Sinergi merupakan istilah akademik yang biasa dipakai dalam ilmu-ilmu sosial, namun perkembangan akhir-akhir ini istilah tersebut menjadi populer karena banyak disebut oleh para Pakar maupun Negarawan. Sinergi mengandung arti kombinasi unsur atau bagian yang dapat menghasilkan keluaran lebih baik atau lebih besar. Lebih lanjut artian tersebut berkembang yang menghasilkan keluaran yang lebih bermutu. Arti sinergi bersifat kontekstual, tergantung pada sifat sinergistik dilekatkan, seperti kerjasama antar tangan kanan dan tangan kiri, campuran beberapa unsur kimia, koordinasi bagian satu dengan lainnya dan seterusnya. Sinergi dalam manajemen dan administrasi sangat vital, karena mengandung arti pengerahan seluruh sumber daya organisasi yang selaras, serasi dan seimbang untuk mencapai tujuan angka optimal dalam arti efektif, efisien dan memuaskan. Bagaimana kita dapat mencapai kondisi selaras-serasi-seimbang, hal itu merupakan suatu seni, sebab sangat tergantung pada kemampuan kita sendiri atau profesionalisme, tantangan yang bersifat internal maupun eksternal. Oleh karena itu disebut sebagai suatu seni mempergunakan strategi untuk mencapai keberhasilan. Secara tehnik operasional selaras itu mengandung arti semua orang dalam organisasi paham akan tujuan, falsafah, misi, visi organisasi yang bersangkutan. Kemudian serasi mempunyai arti setiap orang yang terkait dalam organisasi tersebut mengatur strategi operasional dalam upaya mencapai tujuan sesuai dengan struktur dan fungsi dalam organisasi tersebut. Selanjutnya pengertian seimbang dapat diuraikan agar
masing-masing orang atau unit bekerja menurut irama prioritas organisasi secara profesional. Falsafah Pancasila telah memberikan ciri khas sinergistik masyarakat Indonesia melalui asas kekeluargaan, asas kegotongroyongan, asas kebersamaan, integralistik, kesemuanya mengandung arti kerjasama, koordinasi dan sikap SDM yang terkait dalam suatu organisasi, di mana kondisi tersebut bilamana dilaksanakan secara benar akan menciptakan sinergi dengan bentuk keluaran yang bermutu tinggi. Stephen R. Covey dalam bukunya Principles Centered Leadership mengatakan bahwa sinergi adalah dikerjakan bersama lebih baik hasilnya daripada dikerjakan sendiri-sendiri. Jadi jelas bahwa gabungan beberapa unsur akan menghasilkan suatu produk yang lebih unggul. Sinergi dapat dicapai dengan kerja secara berencana dan bertahap disesuaikan dengan kondisi, tingkat kemampuan dan nilai-nilai yang dimilikinya. Hal itu dikaitkan dengan tingkat kepercayaan dan tingkat kerja sama sebagai akibatnya. Kalau kepercayaannya rendah, berarti tingkat kerjasama juga rendah, sebaliknya bilamana tingkat kepercayaan tinggi, maka tingkat kerjasama akan mencapai tingkat sinergi. Bilamana tingkat sinergi tersebut dapat dicapai dalam manajemen, dapat diartikan perbaikan mutu telah dicapai dengan baik. Perlu diyakini bahwa kekuatan SDM itu terletak pada kemampuan kerjasama yang dimiliki dan kerjasama tersebut dapat
74
75
menjadi kenyataan bilamana tingkat kepercayaan masingmasing individu dalam kelompok dapat ditumbuhkan. Oleh karena itu kualitas kerjasama SDM terletak pada tingkat kepercayaan yang dapat ditumbuhkan, makin tinggi berarti makin baik.
G. Disiplin
Salah satu aspek kekuatan SDM itu dapat tercermin pada sikap dan perilaku disiplin, karena disiplin dapat mempunyai dampak kuat terhadap suatu organisasi untuk mencapai keberhasilan dalam mengejar tujuan yang direncanakan. Menurut Sun Tzu Dalam bukunya Art of War, bahwa segala macam kebijaksanaan itu tidak mempunyai arti kalau tidak didukung oleh disiplin oleh para pelaksananya. Disiplin dimulai dari diri pribadi, antara lain harus jujur pada dirinya sendiri, tidak boleh menunda-nunda tugas dan kewajibannya dan memberikan yang terbaik bagi organisasinya. Karena organisasi itu adalah masalah orang, maka harus dipelajari secara sungguh-sungguh agar dalam penempatan orang itu sesuai dengan bakat dan keterampilan yang dimiliki, sehingga dimungkinkan disiplin organisasi dapat ditegakkan dalam upaya mencapai tujuan. Menurut Keith Daviz & John W, Newstrom dalam bukunya Human behavior At Work, menyatakan bahwa disiplin mempunyai 3 (tiga) macam sifat yaitu : 1. Disiplin preventif adalah tindakan SDM agar terdorong untuk mentaati standar dan peraturan. Tujuan pokoknya adalah mendorong SDM agar memiliki disiplin pribadi yang tinggi,
agar peran kepemimpinan tidak terlalu berat dengan pengawasan/pemaksaan, yang dapat mematikan prakarsa dan kreativitas serta partisipasi SDM. Oleh karena itu pimpinan harus mampu menciptakan iklim kerja agar disiplin kerja dapat ditumbuhkan, antara lain dengan memberikan informasi kepada segenap karyawan mengenai standar dan peraturan yang harus ditegakkan. Dengan pengetahuan tersebut diharapkan semua karyawan akan berusaha melaksanakan dengan benar dan mampu menghindari atau mencegah penyimpangan-penyimpangan. 2. Disiplin korektif adalah tindakan dilakukan setelah terjadi pelanggaran standar atau peraturan, tindakan tersebut dimaksud untuk mencegah timbulnya pelanggaran lebih lanjut. Tindakan itu biasanya berupa hukuman tertentu disebut tindakan disipliner, antara lain berupa peringatan, skors, pemecatan. Tindakan disipliner tersebut bersifat mendidik agar memperbaiki perilaku, mencegah orang lain melakukan yang serupa, mempertahankan standar yang konsisten dan efektif. 3. Disiplin Progesif adalah tindakan disipliner berulang kali berupa hukuman yang makin berat, dengan maksud agar pihak pelanggar bisa memperbaiki diri sebelum hukuman berat dijatuhkan. Disiplin merupakan salah satu unsur pokok dalam upaya mencapai kualitas atau keberhasilan manajemen di samping unsur pemahaman (understanding) dan komitmen (kesungguhan). Ketiadaan salah satu unsur tersebut mempunyai
76
dampak kualitas manajemen/administrasi yang kurang baik, oleh karena itu disiplin harus mampu ditanamkan pada seluruh SDM dalam manajemen, melalui cara-cara sebagai berikut : a. Mengenal dirinya sendiri; b. Mendisiplinkan diri; c. Memimpin dengan keteladanan; d. Menanamkan semangat kemandirian; e. Hindari sikap dan perilaku negatif; f. Anggap disiplin sebagai cermin ibadah.
77
78
79
6. Dalam praktek dilapangan sulit dibedakan antara ikhlas dan tidak ikhlas, jujur dan tidak jujur; 7. Pejabat yang KKN akan menyebabkan KKN meluas pada pegawai, dunia usaha dan masyarakat; 8. Gaji pegawai yang rendah/kecil dibandingkan dengan harga barang/jasa lainnya; 9. Banyak aparatur yang integritas, loyalitas dan profesionalnya rendah; 10. Belum ada sistem merit yang jelas untuk mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut hasil penilaiannya. 11. Kreativitas karyawan kurang mendapat perhatian atasan; 12. Kepekaan terhadap keluhan masyarakat dinilai masih rendah; 13. Sikap yang berorientasi vertikal menyebabkan hilangnya kreativitas, rasa takut berimprovisasi; 14. Budaya suap bukan hal yang rahasia, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku pimpinan dalam bekerja; 15. Ada kecenderungan para pemimpin tidak mau mengakui kesalahan di depan bawahan; 16. Masing-masing bekerja sesuai dengan uraian tugas yang ada dan belum optimal untuk bekerjasama dengan unit lain; 17. Sifat individualisme lebih menonjol dibandingkan kebersamaan; 18. Tidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar aturan; 19. Budaya KKN yang menjiwai sebagian aparat; 20. Tingkat kesejahteraan yang kurang memadai; 21. Pengaruh budaya prestise yang lebih menonjol, sehingga aspek rasionalitas sering dikesampingkan;
22. Sistem seleksi (rekruitment) yang masih kurang transparan; 23. Tidak berani tegas, karena khawatir mendapat reaksi yang negatif; 24. Banyak aparatur belum memahami makna keadilan dan keterbukaan. Berbagai permasalahan tersebut dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun daerah masih ditemukan. Berbagai upaya telah dilakukan, akan tetapi belum mencapai hasil yang optimal.
81
bagaimana seharusnya kita berbuat sesuai dengan hukum-hukum Tuhan tersebut di atas sesuai dengan kodrat manusia yang beriman yang dikenal dengan istilah back to basic atau kembali ke fitrah. Dengan Budaya Kerja berarti kita kerja ibadah dan barang siapa beribadah, Tuhan akan memberikan rahmat berupa bimbingan ke arah jalan yang benar, sehingga kita akan dapat lindungan Tuhan dalam menghadapi segala tantangan berupa apapun. Selamat melaksanakan Program Budaya Kerja untuk meraih prestasi yang lebih baik dari pada ini dengan motto "tiada hari tanpa prestasi". Hari ini lebih baik dari hari kemarin. Hari esok lebih baik dari pada hari ini", Tuhan selalu di samping anda semua.
A. Strategi Pembelajaran
Strategi metode merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu program pendidikan dan pelatihan yang dibawakan oleh para instruktur atau Widyaiswara. Oleh sebab itu strategi pembelajaran harus dibedakan dengan strategi pembelajaran bagi para siswa di sekolah dasar dan sekolah lanjutan. Perlu dihindarkan pendekatan yang bersifat paedagogik. Bahan kepemimpinan dalam keragaman budaya, ditransformasikan kepada para peserta perlu memperhatikan posisi kunci sebagai berikut: 1. Peserta, adalah para orang dewasa, pejabat harus diperlakukan sebagai subyek yang memiliki seribu macam pengalaman; 2. Peserta, bukan peserta didik yang harus dididik, diajari, diberi petunjuk, melainkan harus diberi semangat untuk
82
83
berani bicara, mengungkapkan pengalaman, memecahkan masalah, berfikir penuh penalaran, kreatif dan mampu memecahkan permasalahan; 3. Instruktur (Widyaiswara), datang dengan pikiran sebagai seorang fasilitator yang mampu menciptakan situasi yang mendorong peserta untuk proaktif, kreatif, terbuka.
NO 1.
B. Latihan
I Tujuan : Secara umum latihan bertujuan untuk mengetahui sampai sejauh mana pemahaman para peserta terhadap materi yang disajikan oleh Widyaiswara. : 90 menit : Dilaksanakan melalui diskusi kelompok yang dibentuk/ditentukan oleh Widyaiswara. : Seluruh peserta dibagi kedalam kelompok. Masing-masing kelompok bertugas mendiskusikan topik-topik tertentu. : Masing-masing kelompok dipimpin oleh Ketua yang dibantu Sekretaris yang dipilih & ditentukan oleh peserta.
2.
3.
II III
Waktu Metode
4.
IV Peserta
5.
Prosedur
SUB POKOK BAHASAN 1. Pengertian Budaya; 2. Pengertian Kerja; 3. Pengertian Budaya Kerja; 4. Tujuan dan Manfaat Budaya Kerja; 5. Unsur-unsur Budaya Kerja; 6. Prinsip-prinsip Kerja 1. Unsur-unsur falsafah 2. Arti dan makna nilai 3. Nilai-nilai budaya kerja yang melekat pada kebijakan. 1. Wawasan Tugas (Visi & Misi); 2. Organisasi Pemerintah: 3. Perubahan 4. Cara Kerja Birokrasi 1. Organisasi Budaya kerja; 2. Komitmen Pemimpin Puncak; 3. Komunikasi; 4. Motivasi; 5. Lingkungan Kerja; 6. Kerjasama melalui Kelompok; 7. Disiplin Diskusi kelompok
SESI I
WAKTU 90 menit
II
90 menit
II
90 menit
III
90 menit
III
90
Peserta di bagi dalam kelompok. Akhir diskusi peserta menyajikan hasilnya da lam pleno.
85
DAFTAR PUSTAKA
________, Organization Psychology, Prentice HII Inc, New Delhi, 1980. _______, Editor, System Thinking, published by Magellan Group, 1998. _______, First Things First, PT. Gramedia Pustaka Utama, 1994. A.R. Mustopadidjaja, Dr. Peranan Etos Kerja, STIA-LAN, 1989. Bennis, Warren & Michael Mishe. The21 Century Organization, Reiventing Through Reegineering, published by pfeiffer & Company 1995. BP-7 Pusat. Kepemimpinan Pancasila, BP-7 Pusat Jakarta, 1993. Ciampa, Dan, Total Quality, Addisom-Wsley P.C. Inc. 1992. Cleary, Tjomas. The Book of Leadership & Strategy, PT Elex Media Komputindo, 1990. Covey, Stephen R. Principle Centered Leadership, Simon & Schuster Inc, 1993. Covey, Stephen R. The Seven Habits of Highly Effective People, Simon & Schuster. Inc, 1993. Drucker, Peter, Prof. Dr. Practice of Management, Harper & Row, New York, 1954. Eisenberg, Ronni & Kate Kelly. Organize Your Office, Hyperion, 1994.
Garratt, Bob, Creating a Learning Organization. A direct Book publisher 1990. Hame, Gary & C.K. Prahalad, Competing The Future, penerbit Binarupa Aksara, 1995. Heath, W. Stanley. Psikologi yang Sebenarnya, Yayasan Andi, Yogyakarta, 1995. Huneryager, S.G. & L.L. Heemun. Purtisipasi dun Dinamika Kelompok, Dahara Prize, 1992. Ishikawa, Kaoru, Prof. Quality Control Circle at Work, APO, Tokyo, 1984. Israel, Richard and Julianne Crane, The Vision terjemahan, penerbit PT. Elex Komputindo, 1998. Juran, J.M.; Juran on Leadership of Quality, Free Press, Mc. Millan Inc. USA, 1989. Kantor MENPAN, Pemasyarakatan Budaya Kerja, S.K. No. 04/1991. Kementrian PAN-RI, Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara, Jakarta, 2002. Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1974. Komarudin, Prof. Manajemen Berdasarkan Sasaran, Bumi Aksara, 1990. Max Hand & Brian Plowman, Editor. Quality Management Handbook, Butterworth/Heinemann, 1992. Moekijat, Drs. Asas Asas Perilaku Organisasi, C.V. Mandar Maju, 1990. Osada, Takashi, Sikap Kerja 5-S. terjemahan, Pustaka Binaman Pressindo, 1995.
84
86
Pembaharuan Administrasi dalam Menghadapi Era Globalisasi, Persadi, 1995. Pidato Presiden R.I.; Gagasan Manajemen Modern, Raker Gubemur, 10 Juni 1993. Senge, Peter, Ph.D. The Fifth Disciplines, published by Magellan Group, 1990. Shein, Edgar H. How Culture Forms, Develops and Changes, ICQCC, Denpasar, 1992. Tunggal, Amien Widjaja, Drs. Manajemen Mutu Terpadu, penerbit Rineka Cipta, 1993. Wall, Bob, Robert Solun, Mark I. Sobol; The Visionary Leader, terjemahan, penerbit Interaksara, 1999. Walton, Mary, Deming Management at Woek, Abdul Majeed & Co. 1993.
Persadi,