Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang Dalam mempelajari ilmu pendididkan, sering dikemukakan pertanyaan berupa mengapa seseorang perlu belajar? untuk menjawab pertanyaan ini, sepertinya kita sependapat bahwa di dunia ini tak ada makhluk hidup yang ketika baru dilahirkan dapat melakukan segala sesuatu dengan sendirinya, begitu juga dengan manusia. Sejak ia bayi, bahkan ketika dewasa pun, ia pasti membutuhkan bantuan orang lain. Jika bayi manusia yang baru dilahirkan tidak mendapat bantuan dari manusia dewasa lainnya, tentu ia akan binasa. Ia tidak mampu hidup sebagai manusia jika ia tidak dididik oleh manusia. Oleh karena itu, manusia disebut sebagai makhluk sosial. Selain itu, manusia juga makhluk berbudaya, sehingga belajar merupakan kebutuhan yang vital sejak manusia dilahirkan. Manusia selalu memerlukan dan melakukan perbuatan belajar kapan saja dan dimana saja ia berada. Banyak ilmuan yang telah menemukan teori belajar. Salah satu teori belajar tersebut adalah teori belajar dari Robert M. Gagne, yang akan kami bahas dalam makalah ini. 1.2. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakng tersebut, rumusan masalah yang kami buat adalah: 1. Bagaimana Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne? 2. Bagaiman teori belajar yang dikemukakan oleh Ronert M. Gagne? 3. Bagaimana implikasi dan aplikasi teori Gagne dalam pembelajaran? 1.3. Tujuan Penulisan Tujuan dari penulisan makalah ini adalah: 1. Untuk menegtahui Belajar menurut pandangan Robert M. Gagne. 2. Untuk mengetahui dan memahami teori belajar yang dikemukakan oleh Gagne. 3. Untuk mengetahui dan memahami implikasi dan aplikasi Teori Gagne dalam pembelajaran.

BAB II PEMBAHASAN

2.1. Belajar menurut Pandangan Robert M. Gagne Menurut Robert M. Gagne, belajar adalah proses perubahan kemampuan yang dialami oleh seseorang, baik berupa perubahan sikap, minat dan nilai maupun berupa pengetahuan dan keterampilan. Belajar menurut Gagne mencakup tiga unsur yaitu siswa yang belajar, situasi stimulus, dan respons sebagai akibat dari stimulus. Gagne membedakan penataan situasi belajar atas pengelolaan belajar dan kondisi belajar. Pengelolaan belajar mencakup tentang motivasi, arah minat dan perhatian, evaluasi hasil belajar dan pelaporan tentang hasil belajar tersebut, yang kesemuanya lepas dari isi atau materi pembelajaran. Penataan kondisi belajar mencakup prosedur yang erat hubungannya dengan isi atau materi pembelajaran. Teori yang membahas tentang penyusunan materi pelajaran dikemukakan oleh beberapa ahli, antara lain yaitu Bruner yang merekomendasikan agar pengetahuan itu ditemukan sendiri oleh siswa. Berdasarkan atas pemikiran tersebut maka materi pembelajaran hendaknya diatur sedemikian rupa sehingga siswa merasakannya sebagai hasil dari kegiatan belajarnya sendiri. Pada pihak lain Ausubel merekomendasikan agar guru menyajikan materi pelajarannya dalam bentuk final, sehingga jelas terlihat bagaimana hubungan-hubungan antar unsur yang membentuk batang tubuh dari setiap konsep. Pendekatan yang lebih khusus dalam hal penyusunan bahan pelajaran dikemukakan oleh Gagne yang berpendapat bahwa setiap bidang ilmu mempunyai susunan hirarki pengetahuan. Bahwa untuk memahami tingkatan yang lebih tinggi haruslah dikuasai lebih dulu tingkatan yang lebih rendah. Prosedur yang ditempuh dalam penyusunan bahan pelajaran atas tingkatan hirarki ialah dengan mengadakan analisis tugas atau uraian tugas, yang menguraikan materi pelajaran atas bagian-bagian, kemusian tiap-tiap bagian diuraikan lagi atas bagian-bagian yang lebih kecil sehingga bagian tersebut tak dapat diuraikan lagi.

2.2. Teori Belajar Menurut Robert M. Gagne Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya. Bagi Gagne, belajar tidak dapat didefinisikan dengan mudah karena belajar itu bersifat kompleks. Dalam pernyataan tersebut, dinyatakan bahwa hasil belajar akan mengakibatkan perubahan pada seseorang yang berupa perubahan kemampuan, perubahan sikap, perubahan minat atau nilai pada seseorang. Perubahan tersebut bersifat menetap meskipun hanya sementara. Menurut Gagne, ada tiga elemen belajar, yaitu individu yang belajar, situasi stimulus, dan responden yang melaksanakan aksi sebagai akibat dari stimulasi. Selanjutnya, Gagne juga mengemukakan tentang sistematika delapan tipe belajar, sistematika lima jenis belajar, fase-fase belajar,implikasi dalam pembelajaran, serta aplikasi dalam pembelajaran.

a. Sistematika Delapan Tipe Belajar Tipe-tipe belajar dipandang sebagai tahap-tahap yang saling mendasari, mulai dari tahap yang di bawah. Tipe belajar yang di bawah menjadi landasan bagi tipe yang diatasnya; berarti bahwa orang yang tidak menguasai tipe belajar yang mendahului, akan mengalami kesulitan dalam menguasai tipe belajar yang lebih atas. Maka, dikatakan bahwa sistematika ini disusun menurut urutan hirarki. Menurut Robert M. Gagne, ada 8 tipe belajar, yaitu: 1. Tipe belajar tanda (Signal learning) Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal. Misalnya : Bunyi bel sebagai tanda akan disajikan makanan dengan air liur. Kilat sebagai tanda akan suara guntur mulut siap

jantung berdebar-debar.
3

Guru sejarah yang galak ditakuti murid sejarah

murid tidak senang pada

2. Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning) Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulang-ulang. Contoh : Burung merpati mematuk lingkaran ulang. salaman dengan paman diberikan makanan. Akan diulang-

mendapat senyuman. Akan diulang-ulang. anak cenderung mengulang

Guru memuji tindakan anak

3. Tipe belajar berangkai (Chaining Learning) Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons baru. Contoh : Membuka pintu mobil - duduk - kontrol persneling - menghidupkan mesin menekan kopling-pasang persneling 1 - menginjak gas.

Memegang jangka bagian atas - jangka dibuka - dibuat lingkaran dilepaskan


- ditutup kembali diletakkan.
Setiap respons (R) menjadi stimulus (S) untuk reaksi berikutnya, dalam kaitan waktu yang sangat singkat.

S ---> R S ---> R S ---> R

dan seterusnya

4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning) Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang. Contoh : meja dalam bahasa Inggris apa? table

Suatu kalimat pyramid itu berbangun limas., Seseorang dapat mengatakan

bahwa pyramid berbangun limas kalau ia mengetahui berbagai bangun, seperti balok, kubus, kerucut. 5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning) Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalam lingkungan fisik. Contoh : anak dapat membedakan manusia yang satu dengan yang lain; juga tanaman, binatang, dan lain-lain. Guru mengenal anak didik serta nama masing-masing karena mampu mengadakan diskriminasi di antara anak-anak. 6. Tipe belajar konsep (Concept Learning) Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian tentang suatu yang mendasar. Kemampuan membentuk konsep, terjadi bila orang dapat melakukan diskriminasi. Contoh :

Dengan konsep dapat digolongkan binatang bertulang belakang menurut ciriciri khusus ( kelas ), seperti kelas mamalia, reptilia, ampibia, burung dan ikan.

Pensil, spidol, bolpoint adalah alat-alat tulis.

7. Tipe belajar kaidah (RuleLearning) Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep. Contoh :

benda memuai bila dipanaskan besar sudut dalam sebuah segitiga sama dengan 180

8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving) Tipe belajar ini menurut Gagne merupakan tipe belajar yang paling kompleks, karena di dalamnya terkait tipe-tipe belajar yang lain, terutama penggunaan aturan-aturan yang disertai proses analisis dan penarikan
5

kesimpulan. Pada tingkat ini siswa belajar merumuskan memecahkan masalah, memberikan respon terhadap ransangan yang menggambarkan atau

membangkitkan situasi problematik. Tipe belajar ini memerlukan proses penalaran yang kadang-kadang memerlukan waktu yang lama, tetapi dengan tipe belajar ini kemampuan penalaran siswa dapat berkembang. Dengan demikian poses belajar yang tertinggi ini hanya mungkin dapat berlangsung apabila proses belajar fundamental lainnya telah dimiliki dan dikuasai. Contoh ;

Menemukan cara memperoleh energidari tenaga atom, tanpa mencemarkan


lingkungan hidup. Menemukan cara mencegah sebuah bola berguling pada alas yang miring

b. Sistematika Lima Jenis Belajar Sistematika ini tidak jauh berbeda dengan sistematika delapan tipe belajar, dimana isinya merupakan bentuk penyederhanaan dari sistematika delapan tipe belajar. Uraian tentang sistematika lima jenis belajar ini memperhatikan pada hasil belajar yang diperoleh siswa. Hasil belajar ini merupakan kemampuan internal yang telah menjadi milik pribadi seseorang dan memungkinkan orang tersebut melakukan sesuatu yang dapat memberikan ptrestasi tertentu. Sistematika ini mencakup semua hasil belajar yang dapat diperoleh, namun tidak menunjukkan setiap hasil belajar atau kemampuan internal satu-persatu. Akan tetapi memgelompokkan hasil-hasil belajar yang memiliki ciri-ciri sama dalam satu kategori dan berbeda sifatnya dari kategori lain. Maka dapat dikatakan, bahwa sistematika Gagne meliputi lima kategori hasil belajar. Kelima kategori hasil belajar tersebut adalah informasi verbal, kemahiran intelektual, pengaturan kegiatan kognitif, keterampilan motorik, dan sikap.

1. Informasi verbal (Verbal information) Merupakan pengetahuan yang dimiliki seseorang dan dapat diungkapkan dalam bentuk bahasa, lisan, dan tertulis. Pengetahuan tersebut diperoleh dari

sumber yang juga menggunakan bahasa, lisan maupun tertulis. Informasi verbal meliputi cap verbal dan data/fakta. Cap verbal yaitu kata yang dimiliki seseorang untuk menunjuk pada obyekobyek yang dihadapi, misalnya kursi. Data/fakta adalah kenyataan yang diketahui, misalnya Ibukota negara Indonesia adalah Jakarta.

2. Kemahiran intelektual (Intellectual skill) Yang dimaksud adalah kemampuan untuk berhubungan dengan

lingkungan hidup dan dirinya sendiri dalam bentuk suatu representasi, khususnya konsep dan berbagai lambang/simbol (huruf, angka, kata, dan gambar). Kategori kemahiran intelektual terbagi lagi atas empat subkemampuan, yaitu: a. Diskriminasi jamak, yaitu kemampuan seseorang dalam mendeskripsikan benda yang dilihatnya. b. Konsep, ialah satuan arti yang mewakili sejumlah obyek yang memiliki ciriciri sama. Konsep dibedakan atas konsep konkret dan konsep yang harus didefinisikan. Konsep konkret adalah pengertian yang menunjuk pada obyek-obyek dalam lingkungan fisik. Konsep yang didefinisiskan adalah konsep yang mewakili realitas hidup, tetapi tidak langsung menunjuk pada realitas dalam lingkungan hidup fisik. c. Kaidah, yaitu kemampuan seseorang untuk menggabungkan dua konsep atau lebih sehingga dapat memahami pengertiannya. d. Prinsip. Dalam prinsip telah terjadi kombinasi dari beberapa kaidah, sehingga terbentuk suatu kaidah yang bertaraf lebih tinggi dan lebih kompleks. Berdasarkan prinsip tersebut, seseorang mampu memecahkan suatu permasalahan, dan kemudian menerapkan prinsip tersebut pada permasalahan yang sejenis. 3. Pengaturan kegiatan kognitif (Cognitive strategy) Merupakan suatu cara seseorang untuk menangani aktivitas belajar dan berpikirnya sendiri, sehingga ia menggunakan cara yang sama apabila menemukan kesulitan yang sama. Misalnya, seorang mahasiswa yang mengetahui banyak sekali tentang cara-cara belajar yang baik, mempunyai konsep tentang
7

cara belajar yang efiasien dan memahami beberapa kaidah tentang penyusunan catatan kuliah dan penguasaan materi yang dibahas dalam buku literatur. Namun, ini semua belum berarti mahasiswa itu telah menemukan cara belajar yang paling efisien dan efektif bagi dirinya sendiri, mengingat keadaan dirinya dan keadaan lingkungannya. Dia harus masih mencari bentuk pelaksanaan, sampai akhirnya menemukan bentuk yang paling memuaskan baginya. Dengan demikian, dia telah berhasil menemukan suatu bentuk pengaturan kegiatan kognitif dalam hal belajarnya sendiri. Kemampuan mengatur kegiatan kognitif pada dirinya sendiri,

mendapatkan aplikasi yang luas sekali. Makin mampu seseorang dalam hal ini, makin baik pula hasil pemikirannnya.

4. Keterampilan motorik (Motor skill) Adalah kemampuan seseorang dalam melakukan suatu rangkaian gerakgerik jasmani dalam urutan tertentu, dengan mengadakan koordinasi antara gerakgerik berbagai anggota badan secara terpadu. 5. Sikap (Attitude) Merupakan kemampuan seseorang yang sangat berperan sekali dalam mengambil tindakan, apakah baik atau buruk bagi dirinya sendiri. Ciri khas dari keterampilan motorik ialah otomatisme, yaitu rangkaian gerak-gerik berlangsung secara teratur dan berjalan dengan lancar dan supel, tanpa dibutuhkan banyak refleksi tentang apa yang harus dilakukan dan mengapa diikuti urutan gerakgerik tertentu. Misalnya, seorang sopir mobil sudah menguasai keterampilan mengendarai kendaraannya sedemikian rupa, sehingga konsentrasinya tidak seluruhnya termakan oleh penanganan peralatan mengendarai dan perhatiaannya dapat dipusatkan pada arus lalu lintas di jalan. Dalam kehidupan manusia, berketerampilan motorik memegang peranan yang sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai berbagai keterampilan motorik, seperti mengenakan pakaiannya sendiri, mempergunakan alat-alat makan, mengucapkan bunyi-bunyi yang berarti, sehingga dapat berkomunikasi dengan saudara-saudara dan lain sebagainya.

c. Fase-Fase Belajar Fase-fase belajar ini berlaku bagi semua tipe belajar. Menurut Gagne, ada 4 buah fase dalam proses belajar, yaitu: 1. Fase penerimaan (apprehending phase) Pada fase ini, rangsang diterima oleh seseorang yang belajar. Ini ada beberapa langkah. Pertama timbulnya perhatian, kemudian penerimaan, dan terakhir adalah pencatatan (dicatat dalam jiwa tentang apa yang sudah diterimanya). 2. Fase penguasaan (Acquisition phase) Pada tahap ini akan dapat dilihat apakah seseorang telah belajar atau belum. Orang yang telah belajar akan dapat dibuktikannya dengan

memperlihatkan adanya perubahan pada kemampuan atau sikapnya. 3. Fase pengendapan (Storage phase) Sesuatu yang telah dimiliki akan disimpan agar tidak cepat hilang sehingga dapat digunakan bila diperlukan. Fase ini berhubungan dengan ingatan dan kenangan. 4. Fase pengungkapan kembali (Retrieval phase) Apa yang telah dipelajari, dimiliki, dan disimpan (dalam ingatan) dengan maksud untuk digunakan (memecahkan masalah) bila diperlukan. Jika kita akan menggunakan apa yang disimpan, maka kita harus mengeluarkannya dari tempat penyimpanan tersebut, dan inilah yang disebut dengan pengungkapan kembali. Fase ini meliputi penyadaran akan apa yang telah dipelajari dan dimiliki, serta mengungkapkannya dengan kata-kata (verbal) apa yang telah dimiliki tidak berubah-ubah.

Menurut Gagne, fase pertama dan kedua merupakan stimulus, dimana terjadinya proses belajar,sedangkan pada fase ketiga dan keempat merupakan hasil belajar.

2.3. Implementasi/Penerapan Teori Robert M. Gagne dalam Pembelajaran Teori belajar Gagne dapat diterapkan dalam proses pembelajaran di Indonesia. Ada beberapa pendekatan dan langkah-langkah agar bisa menerapkan teori tersebut dalam proses pembelajaran. 1. Memperoleh Perhatian Kegiatan ini merupakan proses guru dalam memberikan stimulus kepada siswa dengan cara meyakinkan siswa bahwa mempelajari materi tersebut itu penting. Hal ini bisa dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan ringan seputar materi yang akan disajikan. Contoh : Mengenalkan hutan dengan cara mengajak siswa TKA seolah-olah kemping. Dengan mendekorasi ruangan kelas seperti hutan (tanaman dengan pot yang ditutup kain atau kertas, batu batuan, bunga, ranting dll). Hari sebelumnya, Guru meminta siswa membawa peralatan dan perlengkapan berkemah seperti makanan, pakaian, sepatu, tas ransel, senter, dll. Ketika kegiatan ini dilaksanakan biarkan siswa memperlihatkan kemampuan menolong dirinya sendiri serta bersosialisasi dengan temannya. Kenalkan hutan melalui temuan-temuan siswa/yang dilihat siswa di hutan (ruangan yang sudah disiapkan) dan cocokkan dengan buku tentang hutan yang dibawa guru. Ajak siswa mendengarkan bunyibunyian yang berkaitan, misalnya rekaman air dan suara binatang. Lampu dapat dimatikan seolah-olah malam hari di hutan. Untuk siswa TKB, dapat diajak langsung melihat hutan (misalnya ke hutan di Cibubur), memasang tenda sungguhan dan berkemah (sekitar 1 jam). Ajak pula siswa menonton film dokumenter tentang hutan. 2. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran Dalam hal ini guru harus mengupayakan untuk memberitahu siswa akan tujuan pembelajaran. Sehingga siswa mengetahui tujuan dari materi pembelajaran yang dipelajarinya. Ini sangat penting dilakukan agar siswa lebih termotivasi untuk bisa mencapai tujuan pembelajaran. Contoh: Kegiatan diawali dengan tanya jawab, untuk mengetahui sejauh mana kemampuan siswa, dilanjutkan menyampaikan tujuan pembelajaran. Sebelum
10

kegiatan berkemah, guru mengadakan tanya jawab dengan siswa. Seperti mengatakan Siapa yang pernah ke hutan? Seperti apa ya hutan itu? Apa saja isinya? Siapa yang mau ke hutan? Nanti teman-teman akan melihat hutan, juga mengetahui isi hutan! 3. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari Upaya merangsang siswa dalam mengingat materi yang lalu bisa dilakukan dengan cara bertanya tentang materi yang telah diajarkan. Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk mengingat kembali pengetahuan tentang hutan, ajak siswa TKA mengklasifikasikan kepingan gambar yang disediakan. Menklasifikasikan gambar yang berkaitan dengan hutan dengan yang bukan hutan. Untuk siswa TKB kegiatan dapat berupa mengklasifikasikan kepingan gambar misalnya ke dalam kelompok binatang, tanaman, bunga. Atau dapat berupa klasifikasi benda hidup dan benda mati. 4. Menyajikan stimulus Menyajikan stimulus bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan materi pembelajaran secara menarik dan menantang. Sehingga siswa merasa tertarik untuk mengikuti pembelajaran yang sedang berlangsung. Contoh: Guru menyampaikan materi hutan dengan bercerita menggunakan wayang hutan (dibuat sendiri, berupa gambar-gambar seperti : pohon, binatang, jamur, batu, matahari, air dll yang diberi tongkat). Guru juga mengajak siswa ikut memainkan wayang yang disediakan. 5. Memberikan bimbingan kepada siswa Seyogyanya guru harus membimbing siswa dalam proses belajarnya. Sehingga siswa dapat terarah dalam pembelajarannya. Contoh: Kegiatan berupa membuat peta pikiran di atas sebuah kertas besar atau papan tulis dengan spidol warna warni. Guru menuliskan kata hutan di tengah papan. Ajukan pertanyaan misalnya Kalau mendengar kata hutan, apa yang terlintas di pikiranmu? Biarkan siswa menjawab dan tuliskan /gambarkan
11

jawaban siswa. Tidak ada jawaban salah. Arahkan siswa ke pada tema kali ini. Misalnya ketika siswa menjawab Harimau. Guru dapat balik bertanya Kenapa harimau? siswa menjawab Kan adanya di hutan. dan seterusnya. Atau siswa lain mengatakan pendapatnya tentang hutan, siswa tersebut mengatakan Takut Guru dapat menayakan Kenapa takut? Misalnya siswa menjawab Gelap Guru dapat menanyakan Kenapa gelap? Misalnya siswa menjawab banyak pohon. dan seterusnya. Dalam kegiatan ini, dapat juga menggunakan potongan-potongan gambar dari koran atau majalah atau clip-art dan lain-lain. 6. Memancing Kinerja Memantapkan apa yang dipelajari dengan memberikan latihan-latihan untuk menerapkan apa yang telah dipelajari itu. Contoh: Di pertemuan berikutnya, untuk siswa TKA kegiatan berupa membuat gambar hutan, dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang hutan melalui gambar yang siswa buat. Untuk siswa TKB kegiatan dapat berupa membuat maket hutan. Siswa TKB dapat membuat hutan nya sendiri atau berkelompok dengan bahan-bahan yang disediakan (karton, kertas warna, gunting, lem, dll) dan guru dapat memancing siswa bercerita tentang hutan malalui maket yang siswa buat. 7. Memberikan balikan Memberikan feedback atau balikan dengan memberitahukan kepada murid apakah hasil belajarnya benar atau tidak. Contoh: Berkaitan dengan poin sebelumnya yaitu memperoleh unjuk kerja siswa, guru dapat memberikan balikan atas hasil karya yang siswa buat. Misalnya, ketika siswa menunjukkan maket hutan buatannya, guru dapat mengajukan pujian atau mengajukan beberapa pertanyaan yang memancing siswa menceritakan hasil karyanya. Misalnya ketika siswa membuat gajah berkaki dua guru dapat bertanya Ini apa? Menurutmu kaki gajah ada berapa? jika siswa mengalami kesulitan, ajak siswa melihat buku, gambar atau foto gajah hingga siswa memahami.

12

8. Menilai hasil belajar Menilai hasil-belajar dengan memberikan kesempatan kepada murid untuk mengetahui apakah ia telah benar menguasai bahan pelajaran itu dengan memberikan beberapa soal. contoh : Minta siswa memilih sebuah kartu kata atau gambar berkaitan dengan hutan (siapkan kata atau gambar yang berbeda sejumlah siswa). Misalnya gambar pohon, batu, jamur dll. Ajak siswa bercerita di depan kelas sekitar 1-2 menit mengenai kata atau gambar tersebut. Guru dapat merekam cerita siswa tersebut dan memutarnya kembali setelah siswa selesai bercerita. Ajak siswa mendengarkan suaranya sendiri. Kegiatan ini juga mengajak siswa lainnya belajar menghargai temannya yang sedang bercerita. 9. Mengusahakan transfer Mengusahakan transfer dengan memberikan contoh-contoh tambahan untuk menggeneralisasi apa yang telah dipelajari itu sehingga ia dapat menggunakannya dalam situasi-situasi lain. Contohnya: Ajak siswa membaca/melihat gambar/mendengar guru membacakan koran anak (misalnya dalam lembar anak Koran Kompas edisi Minggu, Desember 2007 tentang pemanasan global). Ajak siswa kembali mengingat tema hutan dengan mengajak siswa menanam biji dari buah yang biasa mereka makan dan jadikan ini proyek berkelanjutan (menanam dan merawat pohon yang nantinya tumbuh).

13

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan 1. Teori belajar Gagne pada mulanya terdiri dari delapan sistematika, namun Gagne menyederhanakannya menjadi lima jenis belajar. Akan tetapi, diantara keduanya terdapat hubungan, yaitu Hasil tipe belajar 1, 2, dan 6 tertampung dalam sikap, meleui aspek afektif, konatif dan kognitif. Hasil tipe belajar 3 tertampung dalam keterampilan motorik, melalui terbentuknya rangkaian gerak-gerik. Hasil tipe belajar 4 tertampung dalam informasi verbal, melalui pemberian cap verbal dam terbentuknya rangkaian verbal. Hasil tipe belajar 5 dan 6 tertampung dalam kemahiran intelektual melaui konsep, kaidah, dan prinsip. Hasil tipe belajar 7 dan 8 tretampumg dalam pengaturan kegiatan kognitif.

Dengan demikian jelaslah bahwa kedua sistematika itu tidak berdiri lepas yang satu dari yang lain, namun sistematika lima jenis belajar lebih bermanfaat untuk diterapkan dalam menganalisis proses balajar mengajar di sekolah karena dibedakan dengan tegas antara aspek hasil dan aspek proses dalam pembelajaran. 2. Implementasi/penerapan Teori Robert M. Gagne dalam Pembelajaran a. Memperoleh Perhatian b. Memberikan Informasi Tujuan Pembelajaran c. Merangsang siswa untuk mengingat kembali apa yang telah dipelajari d. Menyajikan stimulus e. Memberikan bimbingan kepada siswa f. Memancing Kinerja g. Memberikan balikan h. Menilai hasil belajar i. Mengusahakan transfer

14

DAFTAR PUSTAKA

_____________, 2009. Implementasi/Penerapan Teori Gagne dalam Pembelajaran. (http://suksespend.blogspot.com/2009/06/implementasipenerapan-teori-gagnedalam.html) (online) diakses tanggal 31 Maret 2012 Abidin, Muhamad Z. 2010. Teori Belajar Gagne (http://www.masbied.com/2010/03/20/teori-belajar-gagne/) (online) diakses tanggal 29 Maret 2012 Stoyne. 2011. Teori Belajar Robert M. Gagne. ( http://styonescool.blogspot.com/2011/06/teori-belajar-robert-m-gagne.html ) (online) diakses tanggal 30 Maret 2012 Utoyo, Sutoyo M., dkk. 1989. Modul 4 Tinjauan Psikologi dalam Belajar. Malang : ___________________ Winkel, W.S.. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia

15

Anda mungkin juga menyukai