Anda di halaman 1dari 12

MAULIDYA NUR AMALIA 1102012156

LI 1 DEMAM LO 1.1 Definisi Demam mengacupada peningkatan suhu tubuh yang berhubungan langsung dengan tingkat sitokin pirogen yangdiproduksi untuk mengatasi berbagai rangsang, misalnya terhadap toksin bakteri, peradangan, danransangan pirogenik lain. Bila produksi sitokin pirogen secara sistemik masih dalam batas yang dapatditoleransi maka efeknya akan menguntungkan tubuh secara keseluruhan, tetapi bila telahmelampaui batas kritis tertentu maka sitokin inimembahayakan tubuh. (Sherwood, 2001) LO 1.2 Klasifikasi 1. Demam Septik: Pada tipe ini, suhu badan berangsur naik ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari dan turun kembali ke tingkat diatas normal pada pagi hari. Jika turun hingga ke normal maka disebut demam hektik. 2. Demam Siklik: Pada tipe ini, kenaikan suhu badan selam beberapa hari yang diikuti oleh periode bebas demam untuk beberapa hari yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu sepereti semula. 3. Demam Kontinu: Demam dengan variasi diurnal di antara 1, 0-1, 5F. Demam ini meliputi penyakit pneumonia tipelobar, infeksi kuman Gram-negatif, riketsia, demam tifoid, gangguan sistem saraf pusat, tularemia, dan malaria falciparum. Demam ini ditandai oleh peningkatan suhu tubuh yang menetap dengan fluktuasi maksimal 0, 4C selama periode 24 jam. Fluktuasi diurnal suhu normal biasanya tidakterjadi atau tidak signifikan. 4. Demam remiten: Demam dengan variasi normal lebar >1C, tetapi suhu terendah tidak mencapai suhu normal, ditemukan pada demam tifoid fase awal dan berbagai penyakit virus. Demam ini ditandai oleh penurunan suhu tiap hari tetapi tidak mencapai normal dengan fluktuasi melebihi 0, 5C per 24 jam. Pola ini merupakan tipe demam yang paling sering ditemukan dalam praktek pediatri dantidak spesifik untuk penyakit tertentu. Variasi diurnal biasanya terjadi, khususnya bila demam disebabkan oleh proses infeksi. 5. Demam intermiten: Demam dengan variasi diurnal >1C, suhu terendah mencapai suhu normal misalnya endokarditisbakterialis, malaria, bruselosis. Pada demam ini suhu kembali normal setiap hari, umumnya pada pagi hari, dan puncaknya pada siang hari. Pola ini merupakan jenis demam terbanyak kedua yang ditemukan di praktek klinis. 6. Demamsaddleback / pelana (bifasik): Penderita demam tinggi selama beberapa hari disusul oleh penurunan suhu, lebih kurang satuhari, lalu timbul demam tinggi kembali.

7. Demam intermiten hepatik (demam Charcot): Dengan episode demam yang sporadik, terdapat penurunan temperatur yang jelas dan kekambuhan demam. Biasanya terkait dengan kolelitiasis, ikterik, leukositosis, dan adanya tanda toksik. 8. Demam Pel-Eibstein: Ditandai oleh periode demam setiap minggu dan periode afebril yang sama durasinya disertaidengan berulangnya siklus. Kebalikan dari pola demam di urnal (thyphus inversus) Dengan kenaikan temperatur tertinggi pada pagi hari bukan selama senja atau di awal malam. 9. Reaksi Jarisch-Herxheimer: Dengan peningkatan temperatur yang sangat tajam dan eksaserbasi manifestasi klinis, terjadi beberapa jam sesudah pemberian terapi penisilin pada sifilis primer atau sekunder. 10. Relapsing fever: Relapsing fever adalah istilah yang biasa dipakai untuk demam rekuren yang disebabkan oleh sejumlah spesies Borrelia dan ditularkan oleh kutu (louse-borne RF) atau tick (tick-borne RF). Seperti demam Pel-Epstein namun serangan demam berlangsung setiap 5-7hari. 11. Factitious fever atau self-induced fever: Merupakan manipulasi yang disengaja untuk memberi kesan adanya demam. 12. Demam Quotidian: Demam ini disebabkan oleh P. Vivax, ditandai dengan paroksisme demam yang terjadi setiap hari. 13. Demam Quotidian ganda: Demam ini memiliki dua puncak dalam 12 jam (siklus 12 jam). (http://dokterblogger.wordpress.com/2011/04/20/demam-dan-pola-polanya/) LO 1.3 Etiologi Demam merupakan gejala bukan suatu penyakit. Demam adalah respon normal tubuh terhadap adanya infeksi. Infeksi adalah keadaan masuknya mikroorganisme kedalam tubuh. Mikroorganisme tersebut dapat berupa virus, bakteri, parasit, maupun jamur. Kebanyakan demam disebabkan oleh infeksi virus. Demam bisa juga disebabkan oleh paparan panas yang berlebihan (overhating), dehidrasi atau kekurangan cairan, alergi maupun dikarenakan gangguan sistem imun. LO 1.4 Patogenesa

LI 2 BAKTERI LO 2.1 Definisi Bakteri adalah salah satu organisme prokariotik. Bakteri sebagai makhluk hiup tentu mempunyai informasi genetik berupa DNA, tapi tidak terlokalisasi dalam tempat khusus (nukleus), dan tidak punya membran inti. Bentuk DNA bakteri adalah sirkuler, panjang dan biasa disebut nukleoid. Pada DNA tidak memiliki intron, melainkan hanya ekson saja. Bakteri juga memiliki DNA ekstra kromosomal yang tergabung menjadi plasmid yang berbentuk kecil dan sikuler. LO 2.2 Ciri - ciri

1. Tubuh uniseluler 2. Reproduksi dengan cara membelah diri (denganpembelahan Amitosis) 3. Habitat: bakteri hidup dimana-mana (tanah, air, udara, mahluk hidup) LO 2.3 Jenis 1. a) b) c) d) e) f) 2. a) b) c) 3. a) b) c) Bakteri Kokus: Monokokus, yaitu berupa sel bakteri kokus tunggal. Diplokokus, yaitu dua sel bakteri kokus berdempetan. Tetrakokus, yaitu empatsel bakteri kokus berdempetan berbentuk segiempat. Sarkina, yaitu delapan sel bakteri kokus berdempetan membentuk kubuse. Streptokokus, yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan membentuk rantai. Stapilokokus, yaitu lebih dari empat sel bakteri kokus berdempetan seperti buah anggur. Bakteri Basil: Monobasil, yaitu berupa sel bakteri basil tunggal. Diplobasil, yaitu berupa dua sel bakteri basil berdempetan. Streptobasil, yaitu beberapa sel bakteri basil berdempetan membentuk rantai. Bakteri Spiral: Spiral yaitu bentuk sel bergelombang. Spiroseta yaitu bentuk sel seperti sekrup. Vibrio yaitu bentuk sel seperti tanda baca koma.

Alat gerak pada bakteri berupa flagellum atau bulu cambuk adalah struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. Flagellum memungkinkan bakteri bergerak menuju kondisi lingkungan yang menguntungkan dan menghindar dari lingkungan yang merugikan bagi kehidupannya. Flagellum memiliki jumlah yang berbeda-beda pada bakteri dan letak yang berbeda - beda pula yaitu: a) b) c) d) Monotrik: bila hanya berjumlah satu. Lofotrik: bila banyak flagellum disatusisi. Amfitrik: bila banyak flagellum dikedua ujung. Peritrik: bila tersebar diseluruh permukaan sel bakteri.

LO 2.4 Morfologi Struktur dasar bakteri: o Dinding sel tersusun dari peptidoglikan yaitu gabungan protein dan polisakarida (ketebalan peptidoglikan membagi bakteri menjadi bakteri gram positif bila peptidoglikannya tebal dan bakteri gram negatif bila peptidoglikannya tipis). o Membran plasma adalah membran yang menyelubungi sitoplasma tersusun ataslapisan fosfolipid dan protein. o Sitoplasma adalah cairan sel. o Ribosom adalah organel yang tersebar dalam sitoplasma, tersusun atas protein dan RNA. o Granula penyimpanan, karena bakteri menyimpan cadangan makanan yang dibutuhkan. Struktur tambahan bakteri:

o Kapsul atau lapisan lendir, lapisan di luar dinding sel pada jenis bakteri tertentu, bila lapisannya tebal disebut kapsul dan bila lapisannya tipis disebut lapisan lendir. Kapsul dan lapisan lendir tersusun atas polisakarida dan air. o Flagelum atau bulu cambuk, struktur berbentuk batang atau spiral yang menonjol dari dinding sel. o Pilus dan fimbria, struktur berbentuk seperti rambut halus yang menonjol dari dinding sel, pilus mirip dengan flagelum tetapi lebih pendek, kaku dan berdiameter lebih kecil dan tersusun dari protein dan hanya terdapat pada bakteri gram negatif. Fimbri adalah struktur sejenis pilus tetapi lebih pendek dari pada pilus. o Klorosom, struktur yang berada tepat dibawah membran plasma dan mengandung pigmen klorofil dan pigmen lainnya untuk proses fotosintesis. Klorosom hanya terdapat pada bakteri yang melakukan fotosintesis. o Vakuola gas terdapat pada bakteri yang hidup di air dan berfotosintesis. o Endospora adalah bentuk istirahat (laten) dari beberapa jenis bakteri gram positif dan terbentuk didalam sel bakteri jika kondisi tidak menguntungkan bagi kehidupan bakteri. Endospora mengandung sedikit sitoplasma, materigenetik, dan ribosom. Dinding endospora yang tebal tersusun atas protein dan menyebabkan endospora tahan terhadap kekeringan, radiasi cahaya, suhu tinggi dan zat kimia. Jika kondisi lingkungan menguntungkan endospora akan tumbuh menjadi sel bakteri baru. LI 3 BAKTERI SALMONELLA LO 3.1 Definisi Salmonella sp. adalah bakteri batang lurus, gram negatif, tidak berspora, bergerak dengan flagel peritrik, berukuran 2-4 m x 0.5-0,8 m. Salmonella sp. tumbuh cepat dalam media yang sederhana (Jawetz, dkk, 2005), hampir tidak pernah memfermentasi laktosa dan sukrosa, membentuk asam dan kadang gas dari glukosa dan manosa, biasanya memporoduksi hidrogen sulfide atau H2S, pada biakan agar koloninya besar bergaris tengah 2-8milimeter, bulat agak cembung, jernih, smooth, pada media BAP tidak menyebabkan hemolisis, pada media Mac Concey koloni Salmonella sp. Tidak memfermentasi laktosa (NLF), konsistensinya smooth (WHO, 2003) LO 3.2 Jenis Salmonella sp. sangat kompleks, biasanya diklasifikasikan menurut dasar reaksi biokimia, serotipe yang diidentifikasi menurut struktur antigen O, H dan Vi yang spesifik, menurut reaksi biokimianya, Salmonella sp. dapat diklasifikasikan menjadi tiga spesies yaitu S. typhi, S. enteritidis, S. cholerasuis, disebut bagan Kauffman-White. Berdasarkan serotipenya di klasifikasikan menjadi empat serotipe yaitu S. paratyphi A (Serotipe group A), S. paratyphi B (Serotipe group B), S. paratyphi C (Serotipe group C), dan S. typhi dari Serotipe group D. LO 3.3 Struktur Morfologi spesies ini adalah batang lurus pendek dengan panjang 1-1,5 mikrometer. Tidak membentuk spora, Gram negatif dan ciri-ciri morfologi dan fisiologi sangat erat hunbungannya

dengan genus lain dalam family Enterobacteriaceae. Biasanya bergerak motil dengan menggunakan peritrichous flagella, dan kadang terjadi bentuk nonmotilnya. Memproduksi asam dan gas dari glukosa, maltosa, mannitol, dan sorbitol, tetapi tidak memfermentasi laktosa, sukrosa, atau salicin; tidak membentuk indol, susu koagulat, atau gelatin cair. Mudah tumbuh pada medium sederhana, organisme ini membentuk asam dan dapat bertahan dalam air yang membeku untuk waktu yang lama dan resisten terhadap bahan kimia tertentu (hijau brilian, natrium tetraionat, natrium deoksikolat) yang menghambat bakteri enterik lain. LO 3.4 Siklus Hidup Infeksi terjadi dari memakan makanan yang terkontaminasi dengan feses yang terdapat bakteri Salmonella typhi dari organisme pembawa (host). Setelah masuk dalam saluran pencernaan, maka S. typhi menyerang dinding usus yang menyebabkan kerusakan dan peradangan. Infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah karena dapat menembus dinding usus tadi ke organ-organ lain, seperti hati, limpa, paru-paru, tulang-tulang sendi, plasenta dan dapat menembus sehingga menyerang fetus pada wanita atau hewan betina yang hamil, serta menyerang membran yang menyelubungi otak. Substansi racun dapat diproduksi oleh bakteri dan dapat dilepaskan dan mempengaruhi keseimbangan tubuh. Di dalam hewan atau manusia yang terinfeksi, pada fesesnya terdapat kumpulan S. typhi yang dapat bertahan sampai berminggu-minggu atau berbulan-bulan. Bakteri tersebut tahan terhadap range temperatur yang luas sehingga dapat bertahan hidup berbulan-bulan dalam tanah atau air. LI 4 DEMAM TYPHOID LO 4.1 Definisi Demam tifoid adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh Salmonella typhi (Widoyo, 2008). Demam tifoid merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid adalah penyakit demam sistemik akut generalisata yang disebabkan oleh Salmonella typhi, biasanya menyebar melalui makanan dan air yang terkontaminasi, ditandai dengan bakteremia berkepanjangan serta invasi oleh patogen dan multifikasinya dalam sel-sel fagosit mononuklear pada hati, limpa, kelenjar getah bening, dan plak Peyeri di ileum (Sudoyo, dkk. 2006).

LO 4.2 Etiologi Penyebab demam tifoid adalah bakteri Salmonella typhi. Sementara demam paratifoid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. Bakteri ini hanya menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan air yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan mereka yang diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid. Salmonella merupakan bakteri batang gram negatif yang bersifat motil, tidak membentuk spora, dan tidak berkapsul. Kebanyakkan strain meragikan glukosa, manosa dan manitol untuk menghasilkan asam dan gas, tetapi tidak meragikan laktosa dan sukrosa. Organisme salmonella tumbuh secara aerob dan mampu tumbuh

secara anaerob fakultatif. Kebanyakan spesies resistent terhadap agen fisik namun dapat dibunuh dengan pemanasan sampai 54,4 C (130 F) selama 1 jam atau 60 C (140 F) selama 15 menit. Salmonella tetap dapat hidup pada suhu ruang dan suhu yang rendah selama beberapa hari dan dapat bertahan hidup selama berminggu-minggu dalam sampah, bahan makannan kering, agfen farmakeutika dan bahan tinja. Salmonella memiliki antigen somatik O dan antigen flagella HH. Antigen O adalah komponen lipopolisakarida dinding sel yang stabil terhadap panas sedangkan antigen H adalah protein labil panas. (Ashkenazi et al, 2002) LO 4.3 Epidemiologi Demam tifoid masih merupakan masalah kesehatan yang penting di berbagai negara sedang berkembang. Umur penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun sama seperti di Amerika Selatan. Manusia yang terinfeksi Salmonella typhi dapat mengekresikannya melalui sekret urin, saluran pernafasan, dan tinja dalam waktu yang bervariasi. S. typhi yang berada di luar tubuh manusia dapat hidup untuk beberapa minggu apabila berada di dalam air, es, debu, atau kotoran yang kering maupun pada pakaian. S. typhi mudah mati dengan klorinasi dan pasteurisasi. Penularan kuman dapat juga terjadi melalui transmisi transpasental ari seorang ibu hamil yang berada dalam keadaan bakteremia kepada bayinya. Pernah dilaporkan pula transmisi oro-fekaldari seorang ibu pembawa kuman pada saat proses kelahirannya kepada bayinya dan sumber kuman berasal dari laboratorium penelitian. Insidens demam tifoid yg disebabkan oleh Salmonella bervariasi tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, didaerah rural (Jawa Barat) 157 kasus per 100.000 penduduk, sedangakan di daerah urban ditemukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insidens di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi syarat kesehatan lingkungan. o Carrier: Setelah infeksi nyata atau subklinis, beberapa individu terus menyimpan salmonella di dalam jaringannya selama waktu yang tidak tentu (carrier konvalesen atau carrier permanen yangsehat). 3% individu yang sembuh dari tifoid menjadi carrier permanen, mempunyai organisme didalam kandung empedu, saluran empedu, atau kadang didalam usus atau saluran kemih. o Sumber Infeksi: Air: Kontaminasi dengan feses sering menimbulkan epidemik yg luas. Susu dan produk susu lainnya (es krim, keju,puding): Kontaminasi dengan feses dan pasteurisasi yang tidak adekuat atau penanganan yang salah. Kerang: Dari air yang terkontaminasi. Telur beku atau dikeringkan: Dari unggas yang terinfeksi atau terkontaminasi saat pemrosesan. Daging dan produk daging: Dari hewan yang terinfeksi (hewan ternak) atau kontaminasi oleh feses melalui hewan pengerat atau manusia. Obat rekreasi: Mariyuana dan obat lainnya. Pewarnaan hewan: Pewarnaan (misal: carmine) digunakan untuk obat, makanan, dan kosmetik. Hewan peliharaan: Kura-kura, anjing, kucing,dll.

LO 4.4 Manifestasi Klinis Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5 40 hari dengan rata-rata antara 10 40 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, hal tersebut dapat terjadi disebabkan oleh faktor galur Salmonella, status nutrisi dan imunologik penjamu, serta lama sakit di rumahnya. Penampilan demam pada kasus demam tifoid mempunyai istilah khusus yaitu step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius, kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada akhir minggu pertama. Setelah itu demam akan bertahan tinggi. Pada minggu ke-4, demam turun perlahan secara lisis. Demam lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya. Pada minggu pertama, gejala klinisnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi/diare, perasaan tidak enak di perut, batuk, dan epistaksis. Dalam minggu ke-2, gejala telah lebih jelas, yaitu berupa demam, bradikardia relatif (peningkatan suhu 1oC tidak diikuti dengan peningkatan denyut nadi 8 kali per menit), lidah yang berselaput, hepatomegali, splenomegali, meteroismus, ganguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, dan psikosis. LO 4.5 Pemeriksaan Fisik & Penunjang Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia klinik, imunoreologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan serta timbulnya penyulit. o Hematologi Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan usus atau perforasi. Pemeriksaan darah dilakukan pada biakan kuman (paling tinggi pada minggu I sakit), diagnosis pasti Demam Tifoid. (Minggu I: 80-90%, minggu II: 20-25%, minggu III: 10-15%) Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi. Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif. LED meningkat (Djoko, 2009) o Urinalis Tes Diazo Positif: Urine + Reagens Diazo + beberapa tetes ammonia 30% (dalam tabung reaksi) dikocok buih berwarna merah atau merah muda. (Djoko, 2009) Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam). Leukosit dan eritrosit normal: bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit. Biakan kuman (paling tinggi pada minggu II/III diagnosis pasti atau sakit carrier. (Sumarmo et al, 2010) o Tinja (feses) Ditemukian banyak eritrosit dalam tinja (Pra-Soup Stool), kadang-kadang darah (bloody stool). Biakan kuman (diagnosis pasti atau carrier posttyphi) pada minggu II atau III sakit. (Sumarmo et al, 2010) o Kimia Klinik

Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan sampai hepatitis akut. o Serologi Pemeriksaan Widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.thypi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara kuman S.thypi dengan antibodi yang disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji Widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu: Aglutinin O (dari tubuh kuman) Aglutinin H (flagela kuman) Aglutinin V (simpai kuman) Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. o Widal dinyatakan positif bila: Titer O Widal I 1/320 atau Titer O Widal II naik 4 kali lipat atau lebih dibanding titer O Widal I atau Titer O Widal I (-) tetapi titer O II (+) berapapun angkanya. o Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160, bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif (positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu tetapi dari kontak sebelumnya. Pemeriksaan Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM Merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat segera di ketahui. Diagnosis Demam Tifoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila lgM positif menandakan infeksi akut; 2/jika lgG positif menandakan pernah kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik. (John, 2008) o Mikrobiologi Uji kultur merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan demam tiroid/paratifoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka diagnosis pasti untuk demam tifoid/ paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif, belum tentu bukan demam tifoid/ paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu sedikit kurang dari 2 mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall (darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi. Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7 hari, bila belum ada pertumbuhan koloni

ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja. (Sumarmo et al, 2010) o Biologi molekular. PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan. Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian diidentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi. LO 4.6 Penatalaksanaan & Komplikasi Penatalaksanaan:

Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan demam tifoid, yaitu: Istirahat dan perawatan,diet dan terapi penunjang (simptomatik dan suportif), dan pemberian medikamentosa. Istirahat yang berupa tirah baring dan perawatan professional bertujuan untuk mencegah komplikasi. Sedangkan diet dan terapi penunjang merupakan hal yang cukup penting dalam proses penyembuhan penyakit demam tifoid, karena makanan yang kurang akan menurunkan keadaan umum dan gizi penderita akan semakin turun danproses penyembuhan akan menjadi lama. Tatalaksana medikamentosa demam tifoid dapat berupa pemberian antibiotik, antipiretik, dan steroid. Obat antimikroba yang sering diberikan adalah kloramfenikol, tiamfenikol, kotrimoksazol, sefalosporin generasi ketiga, ampisilin, dan amoksisilin. Komplikasi o Komplikasi intestinalo Pendarahan intestinal: Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (ileum terminalis) dapat terbentuk luka. Bila menembus usus dan mengenai pembuluh darah, maka akan terjadi pendarahan. Pendarahan juga dapat terjadi karena gangguan koagulasi darah. Pendarahan hebat dapat terjadi hingga penderita mengalami syok. Kategori pendarahan akut, jika darah yang keluar 5ml/kg bb/jam dan faktor hemostatis masih dalam batas normal. Tindakan yang harus di lakukan adalah transfusi darah. Tetapi jika transfusi yang diberikan tidak mengimbangi pendarahan, maka tindakan bedah perlu dipertimbangkan. Perforasi usus: Biasanya timbul pada minggu ke-3, tetapi dapat juga terjadi pada minggu pertama. Penderita biasanya mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran kanan bawah dan menyebar ke seluruh perut dengan tanda tanda ileus. Gejala lain biasanya bising usus yang melemah, nadicepat, tekanan darah turun, bahkan dapat syok. Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi adalah umur, lama demam, modalitas pengobatan, berat penyakit, dan mobilitas penderita. Antibiotik di berikan secara selektif, umumnya diberikan antibiotik yang spekrumnya luas dengan kombinasi kloramfenikol dan amfisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat di berikan gentamisin atau metronidazol. Cairan harus di berikan dalam jumlah yang cukup serta penderita dipuasakan dan di pasang nasogastric tube. Transfusi darah dapat di berikan bila terdapat kehilangan darah akibat pendarahan intestinal. o Komplikasi ekstraintestinalo

Komplikasi hematologi: Dapat berupa trombositopenia, hipofibrinogenemia, peningkatan protrombin time (pt), peningkatan partial tromboplastin time (ptt), dan peningkatan fibrin degradation products sampai koagulasi intravaskular diseminata (KID). Tindakan yang perlu dilakukan bila terjadi KID dekompensata adalah transfusi darah, substitusi trombusit dan atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin. Hepatitis tifosa: Pembengkakan hati dari ringan sampai berat dapat di jumpai pada demam tifoid, biasanya lebih disebabkan oleh S. typhi daripada S. paratyphi. Pankretitis tifosa: Merupakan komplikasi yang jarang pada demam tifoid, biasanya disebabkan oleh media tropo inflamasi, virus, bakteri, cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase serta ultrasonografi / CTscan dapat membantu diagnosis dengan akurat. Obat yang diberikan adalah antibiotik seftriakson atau kuinolon yang didepositkan secara intravena. Miokarditis: Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis dianggap sebagai demam tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400 mg di tambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg. LO 4.7 Pencegahan LINGKUNGAN HIDUP Sediakan air minum yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis, seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar. Jangan lupa, masak air terlebih dulu hingga mendidih (100 derajat C). Pembuangan kotoran manusia harus pada tempatnya. Juga jangan pernah membuangnya secara sembarangan sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi. Terutama ke makanan. Bila di rumah banyak lalat, basmi hingga tuntas.

DIRI SENDIRI Lakukan vaksinasi terhadap seluruh keluarga. Vaksinasi dapat mencegah kuman masuk dan berkembang biak. Saat ini pencegahan terhadap kuman Salmonella sudah bisa dilakukan dengan vaksinasi bernama chotipa (cholera-tifoid-paratifoid) atau tipa (tifoidparatifoid). Untuk anak usia 2 tahun yang masih rentan, bisa juga divaksinasi. Menemukan dan mengawasi pengidap kuman (carrier). Pengawasan diperlukan agar dia tidak lengah terhadap kuman yang dibawanya. Sebab jika dia lengah, sewaktu-waktu penyakitnya akan kambuh.

Dua vaksin yang aman dan efektif telah mendapat lisensi dan sudah ada di pasaran. Satu vaksin berdasar subunit antigen tertentu dan yang lain berdasar bakteri (whole cell) hidup dilemahkan. Vaksin pertama, mengandung Vi polisakarida, diberikan cukup sekali, subcutan atau intramuskular. Diberikan mulai usia > 2 tahun. Re-imunisasi tiap 3 tahun. Kadar protektif bila mempunyai antibodi anti-Vi 1 g/ml. Vaksin Ty21a hidup dilemahkan diberikan secara oral, bentuk kapsul enterocoated atau sirup. Diberikan 3 dosis, selang sehari pada perut kosong. Untuk anak usia 5 tahun. Reimunisasi tiap

tahun. Tidak boleh diberi antibiotik selama kurun waktu 1 minggu sebelum sampai 1 minggu sesudah imunisasi. Kebal Antibiotik Penelitian menunjukkan, kini banyak kuman Salmonella typhi yang kebal terhadap antibiotika. Akhirnya, penyakit ini makin sulit disembuhkan. Hanya saja, jika bakteri sudah menyerang otak, tetap akan membawa dampak. Misalnya, kesadarannya berkurang, kurang cepat tanggap, dan lambat dalam mengingat. Jadi, jangan sepelekan demam tifoid dan rawat anak baik-baik jika terserang penyakit ini. Makanan Yang Dianjurkan i. ii. iii. iv. v. Boleh semua jenis makanan, yang penting lunak. Makanan harus mudah dicerna, mengandung cukup cairan, kalori, serat, tinggi protein dan vitamin, tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas. Makanan saring/lunak diberikan selama istirahat. Jika kembali kontrol ke dokter dan disarankan makan nasi yang lebih keras, harus dijalankan. Untuk kembali ke makanan normal, lakukan secara bertahap bersamaan dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama makanan lunak, hari ke-2 makanan lunak, hari ke-3 makanan biasa, dan seterusnya.

LO 4.8 Prognosis Prognosis demam tifoid tergantung pada ketepatan terapi, usia penderita, keadaan kesehatan sebelumnya, serotip Salmonella penyebab dan adatidaknya komplikasi. Di negara maju, dengan terapi antibiotik yang adekuat, angka mortalitasnya < 1%. Di negara berkembang, angka mortalitasnya > 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan dan pengobatan. Munculnya komplikasi, seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan hebat, meningitis, endokarditis, dan pneumonia, mengakibatkan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Relaps sesudah respon klinis awal terjadi pada 4-8% penderita yang tidak diobati dengan antibiotik. Pada penderita yang telah mendapat terapi anti mikroba yang tepat, manifestasi klinis relaps menjadi nyatasekitar 2 minggu sesudah penghentian antibiotik dan menyerupai penyakit akut namun biasanya lebih ringan dan lebih pendek. Individu yang mengekskresi S. thypi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Resiko menjadi karier pada anak-anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronis terjadi pada 1-5% dari seluruh pasiendemam tifoid. Insiden penyakit saluran empedu (traktus biliaris) lebih tinggi pada karier kronis dibandingkan dengan populasi umum. LO 4.9 Diagnosa Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis berupa: i. ii. Demam naik secara bertahap lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada soreatau malam hari. Sulit buang air besar atau diare, dan sakit kepala.

iii.

Gangguan kesadaran, bradikardia relatif, lidah kotor, hepatomegali atau splenomegali. Dengan kriteria ini, maka seorang klinisi dapat membuat diagnosis demam tifoid.

Diagnosis tifoid carrier ditegakkan atas dasar ditemukannya kuman Salmonella typhi pada biakanfeses ataupun urin pada seseorang tanpa tanda klinis infeksi atau pada seseorang setelah 1 tahun pasca-demam tifoid. Dinyatakan kemungkinan besar bukan sebagai tifoid carrier bila setelah dilakukan biakan secara acak serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak ditemukan kuman S. typhi.

Anda mungkin juga menyukai