Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN Nama Jenis Kelamin Usia Alamat Status Perkawinan Pekerjaan Agama Suku Asuransi No. RM : Nn. LR : Perempuan : 20 tahun : Ngalian Semarang : Belum Menikah : Karyawan Swasta : Islam : Jawa : Jamsostek : 40.53.31

Tanggal pemeriksaan : 10 Desember 2013

ANAMNESIS 1. Keluhan Utama Benjolan di kemaluan 2. Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD dr. Adhyatma, MPH dengan keluhan timbul benjolan di bibir kemaluan sebelah kiri. Benjolannya mulai timbul sejak 2 minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Benjolannya makin lama makin membesar dan membengkak. Sejak 1 minggu yang lalu mulai terasa sakit dan perih, bila tersentuh sakitnya makin kuat. Benjolan pada kemaluan tersebut juga terasa sakit terutama saat berjalan dan saat duduk. Rasa sakit berkurang bila dalam posisi berbaring dan tidak memakai celana ketat. Keluhan tersebut dirasakan pertama kali dirasakan sejak 1 tahun yang lalu, dalam satu tahun tersebut pasien mengeluhkan keluarnya benjolan 4 kali, kambuhan, biasanya benjolan sembuh sendiri dengan mengecil. Pasien mengeluhkan dalam satu tahun ini selalu mengalami keputihan, mula-mula

keputihan warna putih kental, kadang kekuning-kuningan, banyak dan berbau lalu muncul benjolan, makin lama makin membesar. Dua bulan yang lalu pasien periksa ke poli RS Kariadi diberi obat dan keluhan berkurang, benjolan menyusut (kempes). Selang beberapa minggu keluhan muncul lagi, keputihan warna kekuningan dan berbau, dalam 2 minggu ini benjolan dirasakan makin cepat bertambah besar lalu pasien berobat ke RSUD dr. Adhyatma, MPH. Pasien belum menikah, namun sudah sering berhungan seksual dengan pasangannya dalam satu tahun terakhir ini, terakhir kali berbungungan 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri ketika berhungan seksual. pasien mengaku tidak berganti-ganti pasangan. Pasien mengeluhkan kadang demam sejak 7 hari terakhir namun sudah minum obat parasetamol dan demam turun. Riwayat menstruasi teratur, riwayat pemakaian pantyliners disangkal, riwayat pemakaian sabun kewanitaan disangkal.

3. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien mengalami keluhan serupa hilang timbul dalam satu tahun terakhir sebanyak 4 kali. Riwayat alergi makanan dan obat-obatan tidak ada.

4. Riwayat Keluarga Tidak ada anggota keluarga yang sakit serupa.

PEMERIKSAAN FISIK Keadaan umum : Baik Kesadaran Vital Sign : Composmentis : Nadi Respirasi Suhu : 80x/menit : 20x/menit : 36,50C

STATUS GENERALISATA 1. Pemeriksaan Kepala Bentuk mesochepal dan simetris, rambut warna hitam, tidak mudah dicabut, tidak mudah rontok, tidak ada nyeri tekan. 2. Pemeriksaan Mata Conjunctiva anemic -/-, sclera ikterik -/-, edema palpebra -/-, secret -/3. Pemeriksaan Telinga Deformitas (-), nyeri tekan (-), otore (-), discharge (-). 4. Pemeriksaan Hidung Deformitas (-), nafas cuping hidung (-), epistasis (-), discharge (-). 5. Pemeriksaan Mulut dan Faring Sianosis (-), bibir pecah-pecah (-), stomatitis (-), hiperemis pada faring (-). 6. Pemeriksaan Thorak Tidak dilakukan. 7. Pemeriksaan Abdomen Inspeksi Palpasi Auskultasi : Luka bekas operasi (-), bendungan vena (-). : Nyeri tekan (-), massa teraba (-) : Tidak diperiksa.

8. Pemeriksaan Genitalia Inspeksi : tampak massa berfluktuasi di labia minora sinistra, konsistensi kenyal dengan diameter 2 cm, eritema. Palpasi : lunak, nyeri tekan (+)

9. Pemeriksaan Ekstremitas Superior : Inferior : deformitas (-), akral dingin (-/-) deformitas (-), akral dingin (-/-)

Status Lokalis : Genitalia Externa Rambut pubis : dalam batas normal Labia mayor : tidak ditemukan kelainan Labia minor :

o dextra : tidak ditemukan kelainan o sinistra : terdapat benjolan sebesat telur puyuh, kenyal, berwarna kemerahan, teraba hangat, nyeri bila tersentuh, bagian kulitnya sudah ada yang luka dan tampak seperti ada pus. Klitoris : tidak ditemukan kelainan

STATUS LOKALISATA Pada pemeriksaan vulva terdapat massa berfluktuasi di labia minora sinistra, konsistensi kenyal dengan diameter 2cm, eritema.

DIAGNOSIS BANDING Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaceous ini merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. Dysontogenic cysts merupakan kista jinak yang berisi mucus dan berlokasi pada introitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang menyerupai mukosentrum, dan seringkali asimptomatik. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma akibat berolahraga, kekerasan. Fibroadenoma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang progresif dan kosmetik.

IV. Diagnosis : Abses Bartholin Sinistra V. Penatalaksanaan Non medikamentosa : Marsupialisasi Pemasangan tampon

Medikamentosa : VI. Prognosis : dubia ad bonam Amoxycillin 500 mg, 3x1 Asam mefenamat 500 mg, 3x1 Vitamin B complex

TERAPI Cefadroxil 2x500mg Na Diclofenak 2x25mg Na fusidat dioles 2xsehari Konsul bagian obstetri dan gynekologi

BAB III PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita, 20 tahun dengan keluhan benjolan di kemaluan sejak 6 bulan yang lalu, benjolan terasa sakit terutama saat aktivitas. Keluhan dirasakan pertama kali 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh keputihan, perih, gatal dan berbau tidak enak lalu muncul benjolan yang awalnya hanya berukuran kecil dengan

diameter 1,5 cm, lalu makin lama makin membesar terutama 6 bulan terakhir ini, benjolan membesar makin cepat. Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar Bartholini (nama diambil dari seorang ahli anatomi belanda) yang letaknya bilateral pada bagian dasar labia minor. Kelenjar ini bermuara pada posisi kira2 jam 4 dan jam 8. Ukurannya sebesar kacang (0,5-1 cm) dan tidak melebihi 1 cm, dan pada pemeriksaan dalam keadaan normal kelenjar ini tidak dapat di palpasi, bertugas mensekresi lendir dengan duktus sepanjang1,52cm. Bartolinitis terjadi bila ada sumbatan pada duktus ini. Bartolinitis ini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartolini. Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas dari daerah sekitarnya.. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadangkadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar bartholin dapat terjadi berulangulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholin. Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti : Panas

Gatal Sudah berapa lama gejala berlangsung Kapan mulai muncul Faktor yang memperberat gejala Apakah pernah berganti pasangan seks Keluhan saat berhubungan Riwayat penyakit menular seks sebelumnya Riwayat penyakit kulit dalam keluarga Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi Riwayat pengobatan sebelumnya Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva

lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko

sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan. PEMBAHASAN Abses Bartholin adalah infeksi pada kelenjar Bartholin. Umumnya mendadak, biasanya disebabkan oleh infeksi gonokokus dapat oleh bakteri lain. Bila terjadi sumabatan utama pada duktus kelenjar Bartholin menyebabkan retensi sekresi dan dilatasi kistik. Kelenjar Bartholin membesar, merah, nyeri, dan lebih panas dari daerah sekitarnya. Isi di dalam berupa nanah dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat (biasanya akibat infeksi) mengumpul di dalam menjadi abses. 10 Keluhan pasien umumnya adalah benjolan, nyeri, dan dispareunia. Penyakit ini cukup sering rekurens. Dapat terjadi berulang, akhirnya menahun dalam bentuk kista

Bartholin. Kista tidak selalu menyebabkan keluhan, tapi dapat terasa berat dan mengganggu koitus.

Pada kasus ini didiagnosis abses Bartholin yaitu pada pemeriksaan pelvis ditemukan suatu benjolan sebesar telur puyuh di labia minor sinistra yang terlihat merah dan kulitnya sudah ulserasi, bila diraba pasien merasa kesakitan, dan benjolannya terasa lebih hangat dari daerah sekitarnya. Pada pasien ini dilakukan insisi pada kelenjar Bartholin (marsupialisasi) dan didalamnya terdapat pus 10 cc. Hal ini memperkuat diagnosis abses Bartholin. Selain itu pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas. Diberikan asam mefenamat diharapkan dapat mengurangi rasa nyeri bekas sayatan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Kelenjar bartolini merupakan salah satu organ genitalia eksterna, kelenjar bartolini atau glandula vestibularis major, berjumlah dua buah berbentuk bundar, dan terletak posterolateral dari vestibulum arah jam 4 & 8. Saluran keluar dari kelenjar ini bermuara pada celah yang terdapat diantara labium minus pudendi dan tepi hymen. Glandula ini homolog dengan glandula bulbourethralis pada pria. Kelenjar ini tertekan pada waktu coitus dan mengeluarkan sekresinya untuk membasahi atau melicinkan permukaan vagina di bagian caudal. kelenjar bartolini diperdarahi oleh arteri bulbi vestibuli, dan dipersarafi oleh nervus pudendus dan nervushemoroidal inferior.1 Kelenjar bartolini sebagian tersusun dari jaringan erektil dari bulbus, jaringan erektil dari bulbus menjadi sensitif selama rangsangan seksual dan kelenjar ini akan mensekresi sekret yang mukoid yang bertindak sebagai lubrikan. Drainase pada kelenjar ini oleh saluran dengan panjang kira-kira 2-2,5 cm yang terbuka ke arah orificium vagina sebelah lateral hymen, normalnya kelenjar bartolini tidak teraba pada pemeriksaan palapasi. seperti pada gambar dibawah ini : 2

B. Histologi Kelenjar bartolini dibentuk oleh kelenjar racemose dibatasi oleh epitel kolumnair atau kuboid. Mukosa kelenjar dilapisi oleh sel epitel kuboid. Duktus dari

kelenjar bartolini merupakan epitel transsisional yang secara embriologi merupakan daerah transisi abtara traktus urinarius dengan traktus genital.2,3

C. Fisiologi Kelenjar ini mengeluarkan lendir untuk memberikan pelumasan vagina. kelenjar Bartolini mengeluarkan jumlah lendir yang relatif sedikit sekitar satu atau dua tetes cairan tepat sebelum seorang wanita orgasme. Tetesan cairan pernah dipercaya menjadi begitu penting untuk pelumas vagina, tetapi penelitian dari Masters dan Johnson menunjukkan bahwa pelumas vagina berasal dari bagian vagina lebih dalam. Cairan mungkin sedikit membasahi permukaan labia vagina, sehingga kontak dengan daerah sensitif menjadi lebih nyaman bagi wanita.3

D. Kelainan pada kelenjar bartholin Organ kelamin wanita terdiri atas organ genitalia interna dan organ genitalia eksterna. Kedua bagian besar organ ini sering mengalami gangguan, salah satunya adalah infeksi, infeksi dapat mengenai organ genitalia interna maupun eksterna dengan berbagai macam manifestasi dan akibatnya. Tidak terkecuali pada glandula vestibularis major atau dikenal dengan kelenjar bartolini. Kelenjar bartolini merupakan kelenjar yang terdapat pada bagian bawah introitus vagina. Jika kelenjar ini mengalami infeksi yang berlangsung lama dapat menyebabkan terjadinya kista bartolini. Kista bartolini adalah salah satu bentuk tumor jinak pada vulva. Kista bartolini merupakan kista yang terbentuk akibat adanya sumbatan pada duktus kelenjar bartolini, yang menyebabkan retensi dan dilatasi kistik. Dimana isi di dalam kista ini dapat berupa nanah yang dapat keluar melalui duktus atau bila tersumbat dapat dapat mengumpul di dalam menjadi abses.1 Bartolinitis ini merupakan masalah pada wanita usia subur, kebanyakan kasus terjadi pada usia 20 sampai 30 tahun dengan sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami bartolinitis atau abses dalam hidup mereka, sehingga hal ini merupakan masalah yang perlu untuk dicermati. Kista bartolini bisa tumbuh dari ukuran seperti kacang polong menjadi besar dengan ukuran seperti telur. Kista bartolini tidak

menular secara seksual, meskipun penyakit menular seksual seperti Gonore adalah penyebab paling umum terjadinya infeksi pada kelenjar bartolini yang berujung pada terbentuknya kista dan abses, sifilis ataupun infeksi bakteri lainnya juga dianggap menjadi penyebab terjadinya infeksi pada kelenjar ini.1 Bentuk-bentuk kelainan pada kelenjar Bartholin :1 Bartholinitis Kista bartholini Abses bartholini Keganasan (berupa adenokarsinoma maupun karsinoma skuamosa)

E. Definisi Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar Bartholini (nama diambil dari seorang ahli anatomi belanda) yang letaknya bilateral pada bagian dasar labia minor. Kelenjar ini bermuara pada posisi kira2 jam 4 dan jam 8. Ukurannya sebesar kacang (0,5-1 cm) dan tidak melebihi 1 cm, dan pada pemeriksaan dalam keadaan normal kelenjar ini tidak dapat di palpasi, bertugas mensekresi lendir dengan duktus sepanjang1,52cm.Bartolinitis terjadi bila ada sumbatan pada duktus ini.Bartolinitis ini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartolini.3

F. Epidemiologi Kista Bartholini merupakan kista yang sering terjadi pada vulva. Dua persen wanita mengalami kista Bartolini atau abses kelenjar pada suatu saat dalam kehidupannya. Abses umumnya hampir terjadi tiga kali lebih banyak daripada kista. Salah satu penelitian kasus kontrol menemukan bahwa wanita berkulit putih dan

hitam yang lebih cenderung untuk mengalami kista bartolini atau abses bartolini daripada wanita hispanik, dan bahwa perempuan dengan paritas yang tinggi memiliki risiko terendah. Kista Bartolini, yang paling umum terjadi pada labia majora. Involusi bertahap dari kelenjar Bartolini dapat terjadi pada saat seorang wanita mencapai usia 30 tahun. Hal ini mungkin menjelaskan lebih seringnya terjadi kista Bartolini dan abses selama usia reproduksi. Biopsi eksisional mungkin diperlukan lebih dini karena massa pada wanita pascamenopause dapat berkembang menjadi kanker. Beberapa penelitiantelah menyarankan bahwa eksisi pembedahan tidak diperlukan karena rendahnya risiko kanker kelenjar Bartholin (0,114 kanker per 100.000 wanita-tahun). Namun, jika diagnosis kanker tertunda, prognosis dapat menjadi lebih buruk. Sekitar 1 dalam 50 wanita akan mengalami kista Bartolini atau abses di dalam hidup mereka. Jadi, hal ini adalah masalah yang perlu dicermati. Kebanyakan kasus terjadi pada wanita usia reproduktif, antara 20 sampai 30 tahun. Namun, tidak menutup kemungkinan dapat terjadi pada wanita yang lebih tua atau lebih muda.4,5

G. Etiologi Kista Bartolini berkembang ketika saluran keluar dari kelenjar Bartolini tersumbat. Penyebab penyumbatan diduga akibat infeksi atau adanya pertumbuhan kulit pada penutup saluran kelenjar bartholini. Cairan yang dihasilkan oleh kelenjar kemudian terakumulasi, menyebabkan kelenjar membengkak dan membentuk suatu kista. Suatu abses terjadi bila kista menjadi terinfeksi. Abses Bartolini dapat disebabkan oleh sejumlah bakteri. Ini termasuk organisme yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti Klamidia dan Gonore serta bakteri yang biasanya ditemukan di saluran pencernaan, seperti Escherichia coli. Umumnya abses ini melibatkan lebih dari satu jenis organisme. Obstruksi distal saluran Bartolini bisa mengakibatkan retensi cairan, dengan dihasilkannya dilatasi dari duktus dan pembentukan kista. Kista dapat terinfeksi, dan abses dapat berkembang dalam kelenjar. Kista Bartolini tidak selalu harus terjadi sebelum abses kelenjar. Kelenjar Bartolini adalah abses polimikrobial. Meskipun Neisseria gonorrhoeae adalah mikroorganisme aerobik yang dominan mengisolasi, bakteri anaerob adalah patogen yang paling umum. Chlamydia

trachomatis juga mungkin menjadi organisme kausatif. Namun, kista saluran Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut.5 Penyebab sumbatan :5 1. Infeksi :

Sejumlah bakteri dapat menyebabkan infeksi, termasuk bakteri yang umum, seperti Escherichia coli (E. coli), serta bakteri yang menyebabkan penyakit menular seksual seperti gonore dan klamidia. 2. Non infeksi :

Stenosis / atresia congenital Trauma mekanik Inspissated mucous

H. patofisiologi Obstruksi dari saluran bartolini distal bisa karena retensi sekresi dengan resultan dilatasi saluran dan formasi kista. Kista bisa menjadi infeksi dan akhirnya berkembang menjadi abses. Kista saluran bartolini bisa saja tidak tampak sebelum menjadi abses. jika kista saluran bartolini tampak kecil dan tidak menjadi inflamasi, akan tampak asimptomatik. Jika kista menjadi infeksi, akan tampak bentuk abses. Obstruksi duktus Penumpukan sekret mukus Pembengkakan (kista bartholin) Kista dapat mengalami peradangan (bartholinitis) terutama bila terjadi infeksi Kista yang terinfeksi dapat berkembang menjadi abses (abses bartholin).5

I. Manifestasi klinik Jika kista duktus Bartholini masih kecil dan belum terjadi inflamasi, penyakit ini bisa menjadi asimptomatik. Biasanya ditemukan ketika seorang wanita datang ke dokter untuk pemeriksaan umum tanpa keluhan apapun, tanpa rasa sakit vagina. Kista Bartolini menyebabkan pembengkakan labia di satu sisi, dekat pintu masuk ke vagina. Kista biasanya nampak sebagai massa yang menonjol secara medial

dalam introitus posterior pada regio yang duktusnya berakhir di dalam vestibula. Karena letaknya di vagina bagian luar, kista akan terjepit terutama saat duduk dan berdiri. Jika kista tumbuh lebih besar dari diameter 1 inci, dapat menyebabkan ketidaknyamanan ketika duduk, atau selama hubungan seksual.6 Jika kista menjadi terinfeksi maka bisa terjadi abses pada kelenjar (berisi nanah, dan menjadi bengkak). Tanda kista Bartholini yang tidak terinfeksi berupa penonjolan yang tidak nyeri pada salah satu sisi vulva disertai kemerahan atau pembengkakan pada daerah vulva. Indurasi biasa terjadi pada sekitar kelenjar, dan aktivitas seperti berjalan, duduk atau melakukan hubungan seksual bisa menyebabkan rasa nyeri pada vulva. Pasien berjalan mengegang ibarat menjepit bisul diselangkangan.6 Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas dari daerah sekitarnya.. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadangkadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar bartholin dapat terjadi berulangulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholin.6 Biasanya unilateral Berbentuk bulat sampai oval, berukuran 1-5 cm Tidak terasa nyeri Terletak pada labia mayora bagian 1/3 posterior, menonjol ke arah introitus Kista yang membesar menimbulkan rasa tidak nyaman/mengganggu saat berjalan, duduk atau coitus Bila meradang : nyeri, demam, disertai tanda radang lainnya Bila terbentuk abses : fluktuasi (+) Dapat disertai pembesaran kelenjar limph femoral dan inguinal

J. Diagnosis Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti :7 Panas

Gatal Sudah berapa lama gejala berlangsung Kapan mulai muncul Faktor yang memperberat gejala Apakah pernah berganti pasangan seks Keluhan saat berhubungan Riwayat penyakit menular seks sebelumnya Riwayat penyakit kulit dalam keluarga Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi Riwayat pengobatan sebelumnya

Keluhan pasien pada umumnya adalah :7


Benjolan Nyeri saat berjalan, duduk, beraktifitas fisik, atau berhubungan seksual Umumnya tidak disertai demam, kecuali jika terinfeksi dengan

mikroorganisme yang ditularkan melalui hubungan seksual atau ditandai dengan adanya perabaan kelenjar limfe pada inguinal

Pembengkakan area vulva selama 2-4 hari Biasanya ada sekret di vagina, kira-kira 4 sampai 5 hari pasca pembengkakan, terutama jika infeksi yang disebabkan oleh bakteri yang ditularkan melalui hubungan seksual

Dapat terjadi ruptur spontan Teraba massa unilateral pada labia mayor sebesar telur ayam, lembut, dan berfluktuasi, atau terkadang tegang dan keras

Kista atau abses Bartholini di diagnosis melalui pemeriksaan fisik, khususnya dengan pemeriksaan ginekologis pelvis. Pada pemeriksaan fisis dengan posisi litotomi, kista terdapat di bagian unilateral, nyeri, fluktuasi dan terjadi pembengkakan

yang eritem pada posisi jam 4 atau 8 pada labium minus posterior. Jika kista terinfeksi, pemeriksaan kultur jaringan dibutuhkan untuk mengidentifikasikan jenis bakteri penyebab abses dan untuk mengetahui ada tidaknya infeksi akibat penyakit menular seksual seperti Gonorrhea dan Chlamydia. Untuk kultur diambil swab dari abses atau dari daerah lain seperti serviks. Hasil tes ini baru dilihat setelah 48 jam kemudian, tetapi hal ini tidak dapat menunda pengobatan. Dari hasil ini dapat diketahui antibiotik yang tepat yang perlu diberikan. Biopsi dapat dilakukan pada kasus yang dicurigai keganasan.7

K. Diagnosis banding lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten.7 Kista sebaceous pada vulva sangat sering ditemukan. Kista sebaceous ini merupakan suatu kista epidermal inklusi dan seringkali asimptomatik. Dysontogenic cysts merupakan kista jinak yang berisi mucus dan berlokasi pada introitus atau labia minora. Terdiri dari jaringan yang menyerupai mukosentrum, dan seringkali asimptomatik. Hematoma pada vulva. Dapat dibedakan dengan adanya trauma akibat berolahraga, kekerasan. Fibroadenoma merupakan tumor solid jinak vulva yang sering ditemukan. Indikasi untuk eksisi berupa timbulnya rasa nyeri, pertumbuhan yang progresif dan kosmetik.

L. Penatalaksanaan Jika kistanya tidak besar dan tidak menimbulkan gangguan, tidak perlu dilakukan tindakan apa-apa. Dalam hal lain perlu dilakukan pembedahan. Tindakan itu terdiri atas ekstirpasi, akan tetapi tindakan ini bisa menimbulkan perdarahan.

Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan.8 1. Bartholinitis 2. Kista Bartholin : : Antibiotik spektrum luas

Kecil, asimptomatik dibiarkan Simptomatis/rekuren pembedahan berupa insisi +word catheter marsupialisasi laser varporization dinding kista

3. Abses bartholin

Insisi (bedah drainase) + word catheter, ekstirpasi Penanganan abses bartholin sama dengan penanganan kista bartholin simtomatis, namun ada sedikit perbedaan. Prinsipnya berikan terapi antibiotik spektrum luas, dan lakukan pemeriksaan kultur pus oleh karena ada kemungkinan disebabkan gonorrhea atau chlamydia, meskipun 67% disebabkan oleh flora normal vagina. Tujuan penanganan kista bartholini adalah memelihara dan mengembalikan fungsi darikelenjar bartholini. Metode penanganan kista bartholini yaitu insersi word catheter untuk kista dan abses kelenjar bartholini dan marsupialization untuk kista kelenjar bartholini. Terapiantibiotic spectrum luas diberikan apabila kista atau abses kelenjar bartholini disertai denganadanya selulitis. Biopsy eksisional dilakukan untuk pengangkatan adenokarsinoma pada wanitamenopause atau perimenopause yang irregular dan massa kelenjar Bartholini yang nodular.8 Penatalaksanaan dari kista duktus bartholin tergantung dari gejala pada pasien. Kista yang asimptomatik mungkin tidak memerlukan pengobatan, tetapi symptomatic kista duktus bartholin dan abses bartholin memerlukan drainage. Kecuali kalau terjadi rupture spontan, abses jarang sembuh dengan sendirinya.8 Insisi dan drainage abses8 Tindakan ini dilakukan bila terjadi symptomatic Bartholin's gland abscesses .

Cara:

Sering terjadi rekurensi

Disinfeksi abses dengan betadine ilakukan anastesi lokal khlor etil Insisi abses dengan skapel pada titik maksimum fluktuasi Dilakukan penjahitan

Gambar Insisi abses Definitive drainage menggunakan Word catheter.8 Word catheter biasanya digunakan ada penyembuhan kista duktus bartholin dan abses bartholin. Panjang tangkai catheter 1 inch dan mempunyai diameter seperti foley catheter no 10. Balon Catheter hanya bias menampung 3 ml normal saline. Cara: Disinfeksi dinding abses sampai labia dengan menggunakan betadine. Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 % Fiksasi abses dengan menggunakan forsep kecil sebelum dilakukan tindakan insisi. Insisi diatas abses dengan menggunakan mass no 11 Insisi dilakukan vertikal di dalam introitus eksternal terletak bagian luar ring himen. Jika insisi terlalu lebar, word catheter akan kembali keluar. Selipkan word kateter ke dalam lubang insisi Pompa balon word kateter dengan injeksi normal salin sebanyak 2-3 cc

Ujung Word kateter diletakkan pada vagina. Proses epithelisasi pada tindakan bedah terjadi setelah 4-6 minggu, word

catheter akan dilepas setelah 4-6mgg,meskipun epithelisasa bias terbentuk pada 3-4 minggu. Bedrest selama hari mempercepat pen embuhan eskipun dapat menimbulkan terjadin a selulitis antibiotic tidak diperlukan bila terjadi selulitis jarang .8 ntibiotik diberikan

Marsupialisasi8 Banyak literatur menyebutkan tindakan marsupialisasi hanya digunakan pada kista bartholin.Namun sekarang digunakan juga untuk abses kelenjar bartholin karena memberi hasil yang sama efektifnya. Marsupialisasi adalah suatu tehnik membuat muara saluran kelenjar bartholin yang baru sebagai alternatif lain dari pemasangan word kateter. Komplikasi berupa dispareuni, hematoma, infeksi. Cara: Disinfeksi dinding kista sampai labia dengan menggunakan betadine.

Dilakukan lokal anastesi dengan menggunakan lidokain 1 %. Dibuat insisi vertikal pada kulit labium sedalam 0,5cm (insisi sampai diantara jaringan kulit dan kista/ abses) pada sebelah lateral dan sejajar dengan dasar selaput himen.

Dilakukan insisi pada kista dan dinding kista dijepit dengan klem pada 4 sisi, sehingga rongga kista terbuka dan kemudian dinding kista diirigasi dengan cairan salin.

Dinding kista dijahit dengan kulit labium dengan atraumatik catgut. Jika memungkinkan muara baru dibuat sebesar mungkin(masuk 2 jari tangan), dan dalam waktu 1 minggu muara baru akan mengecil separuhnya, dan dalam waktu 4 minggu muara baru akan mempunyai ukuran sama dengan muara saluran kelenjar bartholin sesungguhnya.8

Penggunaan antibiotik8 Antibiotik sesuai dengan bakteri penyebab yang diketahui secara pasti dari hasil pengecatan gram maupun kultur pus dari abses kelenjar bartholin

Infeksi Neisseria gonorrhoe: Ciprofloxacin 500 mg single dose Ofloxacin 400 mg single dose Cefixime 400 mg oral ( aman untuk anak dan bumil) Cefritriaxon 200 mg i.m ( aman untuk anak dan bumil)

Infeksi Chlamidia trachomatis: Tetrasiklin 4 X500 mg/ hari selama 7 hari, po Doxycyclin 2 X100 mg/ hari selama 7 hari, po

Infeksi Escherichia coli: Ciprofoxacin 500 mg oral single dose Ofloxacin 400 mg oral single dose Cefixime 400 mg single dose

Infeksi Staphylococcus dan Streptococcus : Penisilin G Prokain injeksi 1,6-1,2 juta IU im, 1-2 x hari Ampisilin 250-500 mg/ dosis 4x/hari, po. Amoksisillin 250-500 mg/dosi, 3x/hari po.

BAB III PEMBAHASAN

Seorang pasien wanita, 24 tahun dengan keluhan benjolan di kemaluan sejak 6 bulan yang lalu, benjolan terasa sakit terutama saat aktivitas. Keluhan dirasakan pertama kali 1 tahun yang lalu, pasien mengeluh keputihan, perih, gatal dan berbau tidak enak lalu muncul benjolan yang awalnya hanya berukuran kecil dengan

diameter 1,5 cm, lalu makin lama makin membesar terutama 6 bulan terakhir ini, benjolan membesar makin cepat. Bartholinitis merupakan infeksi kelenjar Bartholini (nama diambil dari seorang ahli anatomi belanda) yang letaknya bilateral pada bagian dasar labia minor. Kelenjar ini bermuara pada posisi kira2 jam 4 dan jam 8. Ukurannya sebesar kacang (0,5-1 cm) dan tidak melebihi 1 cm, dan pada pemeriksaan dalam keadaan normal kelenjar ini tidak dapat di palpasi, bertugas mensekresi lendir dengan duktus sepanjang1,52cm. Bartolinitis terjadi bila ada sumbatan pada duktus ini. Bartolinitis ini dapat terjadi berulang-ulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartolini. Bartolini dan abses kelenjar tidak lagi dianggap sebagai bagian eksklusif dari infeksi menular seksual. Selain itu operasi vulvovaginal adalah penyebab umum kista dan abses tersebut. Pada bartholinitis akut, kelenjar membesar, merah, nyeri dan lebih panas dari daerah sekitarnya.. Isinya cepat menjadi nanah yang dapat keluar melalui duktusnya, atau jika duktus tersumbat, mengumpul di dalamnya dan menjadi abses yang kadangkadang dapat menjadi sebesar telur bebek. Jika belum menjadi abses, keadaan bisa diatasi dengan antibiotik, jika sudah bernanah akan mencari jalan sendiri atau harus dikeluarkan dengan sayatan. Radang pada kelenjar bartholin dapat terjadi berulangulang dan akhirnya dapat menjadi menahun dalam bentuk kista bartholin. Anamnesis yang baik dan pemeriksaan fisik sangat mendukung suatu diagnosis. Pada anamnesis ditanyakan tentang gejala seperti : Panas Gatal Sudah berapa lama gejala berlangsung

Kapan mulai muncul Faktor yang memperberat gejala Apakah pernah berganti pasangan seks Keluhan saat berhubungan Riwayat penyakit menular seks sebelumnya Riwayat penyakit kulit dalam keluarga Riwayat keluarga mengidap penyakit kanker kelamin Riwayat penyakit yang lainnya misalnya diabetes dan hipertensi Riwayat pengobatan sebelumnya Kista duktus Bartholini dan abses glandular harus dibedakan dari massa vulva

lainnya. Karena kelenjar Bartholini biasanya mengecil saat menopause, pertumbuhan vulva pada wanita postmenopause harus dievaluasi untuk kemungkinan terjadinya keganasan, khususnya jika massa irregular, nodular dan indurasi persisten. Akhir-akhir ini dianjurkan marsupialisasi sebagai tindakan tanpa resiko

sayatan dan isi kista dikeluarkan, dinding kista yang terbuka dijahit pada kulit vulva yang terbuka pada sayatan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ashari, M.A. (2010). Materi Kuliah Tumor Jinak Ginekologi. Yogyakarta : SMF Ilmu Kebidanan dan Kandungan RSD Panembahan Senopati Bantul. 2. Cunningham, F.G., MacDonald, P.C. (2005). Obstetri Williams. Jakarta: EGC. 3. Norwitz, E., Schorge, J. (2008). At A Glance : Obstetri & Ginekologi. Edisi 2. Jakarta : Erlangga. 4. Winkjosastro, H., Saifuddin, A.B., Rachimdani, T. (2002). Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 5. Blumstein, A Howard. 2005. Bartholin Gland Diseases.

http://www.emedicine.com/emerg/topic54. 6. Omole,FolashadeM.D. 2003. Management of Bartholin's Duct Cyst and Gland Abscess. http://www. Aafp.org/afp/20030701/135.html. 7. Hill Ashley, M.D. 1998. Office Management of Bartholin Gland Cyst and Abscess. http://www.fpnotebook.com/GYN 199.htm 8. Wiknjosastro, Hanifa. 1999. Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
1.

Stenchever MA. Comprehensive gynecology. 4th ed. St. Louis: Mosby, 2001:4826,6456.

2.

Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG, "Chapter 4. Benign Disorders of the Lower Reproductive Tract" (Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams Gynecology. USA: McGraw-Hill

3.

Hill DA, Lense JJ. Office management of Bartholin gland cysts and abscesses. J Am Fam Physician. 1998;57:16116.161920.

4.

Govan AD, Hodge C, Callander R. Gynaecology illustrated. 3d ed New York: Churchill Livingstone, 1985:19,1956

1.

Kaufman RH. Benign diseases of the vulva and vagina. 4th ed. St Louis: Mosby, 1994:168248.

2.

Stillman FH, Muto MG. The vulva. In: Ryan KJ, Berkowitz RS, Barbieri RL, eds. Kistner's Gynecology: principles and practice. 6th ed. St. Louis: Mosby, 1995:668.

3.

Visco AG, Del Priore G. Postmenopausal Bartholin gland enlargement: a hospital-based cancer risk assessment. Obstet Gynecol. 1996;87:28690.

4.

Wilkinson EJ, Stone IK. Atlas of vulvar disease. 5th ed. Baltimore: Williams & Wilkins, 1995:115.

5.

Cheetham DR. Bartholin's cyst: marsupialization or aspiration?. Am J Obstet Gynecol. 1985;152:56970.

6.

Word B. Office treatment of cyst and abscess of Bartholin's gland duct. South Med J. 1968;61:5148.

7.

Brook I. Aerobic and anaerobic microbiology of Bartholin's abscess. Surg Gynecol Obstet. 1989;169:324.

8.

Landay Melanie, Satmary Wendy A, Memarzadeh Sanaz, Smith Donna M, Barclay David L, "Chapter 49. Premalignant & Malignant Disorders of the Vulva & Vagina" (Chapter). DeCherney AH, Nathan L: CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology, 10e. USA: McGraw-Hill

9.

Saul HM, Grossman MB. The role ofChlamydia trachomatis in Bartholin's gland abscess. Am J Obstet Gynecol. 1988;158(3 pt 1):767.

10.

MacKay H. Trent, "Chapter 18. Gynecologic Disorders" (Chapter). McPhee SJ, Papadakis MA, Tierney LM, Jr.: CURRENT Medical Diagnosis & Treatment 2010. USA: McGraw-Hill

11.

Peters WA. Bartholinitis after vulvovaginal surgery. Am J Obstet Gynecol. 1998;178:11434.

12.

Apgar BS. Bartholin's cyst/abscess: Word catheter insertion. In: Pfenninger JL, Fowler GC, eds. Procedures for primary care physicians. St. Louis: Mosby, 1994:596600.

13.

Horowitz IR, Buscema J, Woodruff JD. Surgical conditions of the vulva. In: Rock JA, Thompson JD, eds. Te Linde's Operative gynecology. 8th ed. Philadelphia: Lipincott-Raven, 1997:8903.

14.

Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG, "Chapter 41. Surgeries for Benign Gynecologic Conditions" (Chapter). Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Hoffman BL, Bradshaw KD, Cunningham FG: Williams Gynecology. USA: McGraw-Hill

Anda mungkin juga menyukai