Anda di halaman 1dari 17

TUGAS KELOMPOK

MATA KULIAH KEWIRAUSAHAAN PANGAN


Studi Kelayakan Bisnis

Oleh :
Meilani Anugrah G. 115100100111055
Lilis Karlina

115100500111010

Luvviana H. M

115100500111016

Yayuk D.

115100500111030

Ainina A. S.

115100513111004

Kelas : A
Dosen : Dr. Ir. Susinggih Wijana, MS.

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

BAB I
PENDAHULUAN
1.1

Dasar Gagasan Membuka Bisnis Baru/ Pengembangan Bisnis

Bisnis yang dirancang yaitu bisnis pangan dengan bahan baku limbah nanas yang berupa kulit
nanas dan diolah menjadi nata de pina. Penggunaan limbah nanas ini ditujukan untuk mengurangi
jumlah limbah yang dihasilkan oleh beberapa industry berbasis nanas serta untuk meningkatkan nilai
ekonomi dari limbah nanas itu sendiri. Limbah nanas ini diperoleh misalnya dari industry selai nanas,
minuman fermentasi nanas, dsb.
Produk nata de pina dipilih dikarenakan produk pangan ini memiliki peluang pasar yang cukup
besar. Nata umumnya digunakan sebagai makanan penyegar (pencuci mulut), yaitu dihidangkan
dalam bentuk campuran dengan buah-buahan (cocktail), serta dapat dihidangkan secara dingin,
dicampur dengan es, campuran kue srikaya, atau sebagai pengisi es krim, pengisi jelly dan
sebagainya. Nata didaulat sebagai makanan kesehatan dikarenakan kandungan seratnya yang tinggi
namun rendah kalori. Bahkan orang Jepang mempercayai bahwa produk ini mampu melindungi tubuh
dari kanker dan baik bagi pencernaan. Karena rendah kalori dan tinggi serat, produk pangan ini cocok
dikonsumsi oleh orang yang sedang melakukan diet. Oleh karena itu, produk nata ini memiliki
prospek yang cerah seiring mulai bertambahnya kesadaran konsumen untuk mengkonsumsi makanan
yang sehat.
Selain itu, peluang ekspor nata juga terbuka lebar. Negara pengimpor antara lain Jepang dan
Amerika Serikat. Pada tahun 1996 kedua negara ini membutuhkan pasokan antara 50-100 ton per
bulan. Negara pengekspor terbesar saat ini adalah Filipina, akan tetapi negara ini belum mampu
memenuhi permintaan tersebut, sehingga peluang Indonesia untuk mengekspor produk nata ini masih
terbuka lebar. Diperkirakan masa depan dari bisnis nata ini akan semakin cerah. Hal ini dikarenakan
kegunaan produk yang semakin beragam. Selain sebagai makanan penyegar, nata juga telah mulai
digunakan sebagai bahan membrane akustik untuk sound system seperti di Australia.
1.2

Nama dan Alamat Perusahaan

Perusahaan nata de pina ini memiliki nama perusahaan yaitu PT. Food Ind. dimana lokasi yang
akan digunakan dalam mendirikan perusahaan dan pabrik ini adalah di Pasuruan. Letak lokasi
perusahaan nata yang dirancang ini ditetapkan setelah dilakukan peninjauan dan analisis dengan
menggunakan tabel keputusan untuk lokasi perusahaan. Nata de pina yang berasal dari limbah nanas
ini memiliki umur simpan yang cukup tinggi, namun tidak dengan bahan bakunya yakni kulit nanas.
Kulit nanas ini memiliki umur yang relatif pendek sehingga lokasi perusahaan haruslah dekat dengan
sumber bahan baku agar kualitas bahan baku tetap terjaga dan produk yang dihasilkan pun juga akan
memiliki kualitas yang baik. Bahan baku berupa kulit nanas ini diperoleh dari industry minuman
nanas yang terdapat dibeberapa wilayah seperti Jogja dan Pasuruan itu sendiri. Pasar produk ini
adalah seluruh Indonesia, dan seperti yang dijelaskan diatas bahwa nata memiliki umur simpan yang
cukup tinggi maka lokasi perusahaan yang mungkin jauh dari pasar tidaklah masalah asalkan kualitas
produk dapat dijaga.
1.3

Bidang Usaha

Perusahaan yang kami rancang ini bergerak di bidang usaha pangan dimana industry ini
tergolong industry manufaktur. Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia, oleh karena
itu bisnis pangan tentu akan memiliki prospek yang cerah mengingat setiap orang tidak dapat lepas

dari makanan. Industry manufaktur ini dirancang untuk memproses pengolahan nata dari limbah
nanas, mulai dari penerimaan bahan baku hingga proses pendistribusian.
1.4

Bentuk Perusahaan

Bentuk perusahaan yang kami rancang ini adalah PT (Perseroan Terbatas), yaitu perserikatan
beberapa pengusaha swasta menjadi satu kesatuan untuk mengelola usaha bersama, di mana
perusahaan memberikan kesempatan kepada masyarakat luas untuk menyertakan modalnya ke
perusahaan dengan cara membeli saham perusahaan. Bentuk perusahaan ini memiliki kelebihan dan
kekurangan sebagai berikut:
Tabel I.1 Kelebihan dan kekurangan PT (Perseroan Terbatas)
Kelebihan
Kekurangan
a) Memiliki masa hidup yang tidak terbatas
a) Pajak yang besar karena PT merupakan
b) Pemisahan kekayaan dan utang-utang
subyek pajak tersendiri sehingga bukan
pemilik dengan kekayaan dan utang-utang
perusahaan yang kena pajak, tetapi deviden
perusahaan
yang dibagikan kepada pemegang saham
c) Kemampuan keuangan yang sangat besar
juga kena pajak
d) Kemampuan manajerial yang tinggi
b) Penanganan aspek hukum yang rumit
e) Kontinuitas kerja karyawan yang panjang.
karena dalam pendirian PT memerlukan
akta notaris dan izin khusus untuk usaha
tertentu
c) Biaya pembentukan yang relative tinggi
dibandingkan dengan badan usaha lain
d) Kerahasiaan perusahaan kurang terjamin
karena setiap aktivitas perusahaan harus
dilaporkan kepada pemegang saham.
(Sumber : Suliyanto, 2010)

1.5

Gambaran Perkembangan Perusahaan

Nata merupakan bahan pangan hasil olahan dengan proses fermentasi. Nata yang umum
dipasaran adalah nata de coco yang berasal dari air kelapa dan nata de pina dari nanas. Perusahaan
yang kami rancang ini juga berbasis nanas namun menggunakan bahan baku berupa limbah nanas,
bukan buahnya. Hal ini dilakukan karena adanya limbah nanas yang cukup banyak dan untuk
memanfaatkan limbah tersebut agar memiliki nilai jual lebih tinggi kami menyusun rancangan
perusahaan ini yaitu perusahaan yang bergerak dalam pengolahan limbah nanas menjadi nata dengan
proses fermentasi.
Selain itu, dengan penggunaan bahan baku berupa limbah nanas, tentu HPP (harga pokok
produk) akan menjadi lebih rendah. Jika HPP rendah otomatis harga produk akan lebih murah dan ini
dapat dijadikan salah satu alat promosi agar dapat bersaing dengan perusahaan lain yang bergerak
dibidang yang sama. Dengan harga yang lebih murah dibandingkan produk yang sama dari
perusahaan lain tentu produk perusahaan yang kami rancang ini akan lebih unggul, karena tidak
dipungkiri masyarakat yang merupakan konsumen tentu lebih memilih produk dengan harga yang
lebih murah dengan kualitas yang bagus. Dengan demikian, dapat dipastikan profit yang akan didapat
pun akan meningkat tiap tahunnya, mengingat konsumsi nata akan meningkat pula tiap tahunnya, dan
untuk mempertahankan eksistensi perusahaan yang kami rancang, kami akan melakukan inovasiinovasi berdasarkan keinginan dan kebutuhan konsumen. Inovasi yang kami lakukan ini misalnya saja
penambahan varian rasa nata, varian kemasan, dan sebagainya.
Di Indonesia sendiri nata yang paling banyak dipasarkan adalah nata de coco, sedangkan nata
de pina masih belum begitu banyak. Oleh karena itu, dengan dirancangnya perusahaan ini diharapkan

nata de pina atau nata yang terbuat dari nanas ini dapat lebih dikenal oleh masyarakat dan menjadi
salah satu pilihan varian di masyarakat.

BAB II
PROFIL PERUSAHAAN DEWASA INI
2.1

Gambaran Umum Perusahaan

Perusahaan nata yang paling banyak di Indonesia adalah nata de coco. Salah satunya adalah
perusahaan nata de coco di Kabupaten Lampung Selatan. Di daerah ini terdapat tiga jenis usaha nata
de coco, yaitu: pertama usaha membuat nata de coco lembaran (mentah) saja, kedua usaha membuat
nata de coco kemasan saja, dan ketiga adalah usaha membuat nata de coco lembaran sekaligus
kemasan. Perusahaan yang akan dibahas pada bab ini adalah perusahaan jenis ketiga, yakni usaha
membuat nata de coco lembaran dan kemasan. Perusahaan jenis ini memiliki kegiatan memproduksi
nata de coco mentah sendiri sampai menjadi nata de coco kemasan. Perusahaan nata yang terletak di
Lampung Selatan ini dapat dipastikan berproduksi secara kontinyu/permanen sepanjang tahun. Bahan
baku pada perusahaan ini diperoleh dari perusahaan lain di Lampung Selatan yang bergerak di bidang
pangan dengan memanfaatkan kelapa sebagai bahan bakunya.
2.2

Perizinan

Perusahaan formal seperti perusahaan kategori tiga ini hanya perlu mendapatkan izin usaha dari
pemerintah daerah. Perizinan memerlukan biaya yang mana dikeluarkan hanya satu kali pada awal
usaha. Karena hanya dikeluarkan satu kali, biaya perizinan ini tidak mengalami penyusutan. Biaya
perizinan ini masuk ke dalam fixed cost (biaya tetap). Biaya yang dikeluarkan untuk perizinan ini
yaitu Rp 3.300.000.
2.3

Aspek Teknis Produksi/ Operasi

a. Lokasi Usaha
Terkait dengan jenis produk, di daerah survey Kabupaten Lampung terdapat tiga macam
produsen yaitu produsen yang menghasilkan nata de coco lembaran, produsen yang menggunakan
nata de coco lembaran untuk diolah kembali menjadi nata de coco kemasan siap konsumsi dan
produsen yang menangani keduanya, yaitu membuat nata de coco lembaran sekaligus membuat nata
de coco kemasan. Input utama dari nata de coco adalah air kelapa.
Lokasi usaha untuk jenis usaha nata de coco ketiga yaitu usaha membuat nata de coco lembaran
sekaligus membuat nata de coco kemasan tidaklah menuntut tempat khusus dan tidak harus dekat
dengan sumber inputnya (bahan baku). Usaha nata de coco ini tidak harus dekat dengan sumber
pasokan air kelapa mengingat air kelapa yang digunakan tidak harus air kelapa segar. Air kelapa bisa
ditampung selama kurang lebih 5-6 hari sebelum memasuki proses produksi. Meski demikian, usaha
ini tetap terletak di Kabupaten Lampung Selatan.
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan
Dalam proses pembuatan nata de coco, terdapat fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan. Usaha
ini sangat membutuhkan fasilitas bangunan, sumber air dan pembuangan limbah cair. Peralatan usaha
nata de coco sangat sederhana dan dapat ditemukan dengan mudah di sekitar lokasi usaha. Berikut ini
adalah fasilitas dan peralatan yang biasa digunakan:
Fasilitas :
1. Bangunan untuk proses produksi. Proses produksi membutuhkan suhu kamar yang optimal.
2. Pompa air untuk memasok air dari sumur
3. Tandon air untuk tempat menyimpan cadangan air dalam proses pencucian

4. Tempat pembuangan limbah cair.


Peralatan:
1. Botol bekas syrup untuk tempat menyiapkan starter atau bibit
2. Jerigen untuk mengumpulkan air kelapa dari sumber bahan baku seperti dari para petani
kopra, pasar, dan lain-lain
3. Hand refractometer untuk mengukur kandungan padatan air kelapa
4. Ember untuk menampung air kelapa dan membersihkan lembaran nata de coco
5. Penyaring digunakan untuk memisahkan material lain (seperti serabut, pecahan
tempurung, dll) dari air kelapa
6. Panci/ dandang perebus, dimana sebaiknya alat ini terbuat dari stainless steel untuk
menghindari reaksi dengan media maupun produk nata de coco yang dihasilkan. Panci ini
digunakan untuk memasak air kelapa dan juga nata de coco
7. Kompor (minyak atau gas) ataupun tungku (kayu bakar). Jenis kompor bisa dengan
kompor spiral yang dilengkapi dengan solenoid ataupun kompor gas
8. Pengaduk sebaiknya dari kayu atau stainless steel
9. Lori (kereta dorong) digunakan untuk sarana mengangkut/ memindahkan
10. Gayung plastik (gelas ukur/alat pengukur volume) digunakan untuk menuangkan bahan air
kelapa yang sudah di masak ke dalam baki plastic
11. Meja panjang untuk menempatkan baki/nampan fermentasi
12. Baki/nampan plastik digunakan untuk tempat media fermentasi
13. Kain saring atau kertas koran sebagai penutup baki/ nampan plastic selama proses
fermentasi
14. Tali karet (elastik) untuk mengikat kain/ koran penutup baki/ nampan
15. Ember pencuci
16. Pisau dan telenan digunakan untuk mengiris nata de coco yang semula berbentuk lembaran
agar menjadi bentuk kubus. Pisau mesin dapat digunakan untuk menjaga standarisasi
bentuk kubus nata de coco
17. Rak untuk fermentasi dan pengeringan alat
18. Teko
19. Kursi
20. Sepatu plastic
21. Sarung tangan
22. Timbangan
23. Mesin press
c. Bahan Baku
Bahan-bahan yang digunakan meliputi bahan baku dan bahan pembantu. Bahan baku
pembuatan nata de coco adalah air kelapa yang telah dibasikan/ disimpan kurang lebih 5 sampai 6
hari. Bahan pembantu digunakan untuk mempercepat proses pertumbuhan bakteri (Acetobacter
xylinum) dan untuk mengatur kondisi air kelapa agar sesuai bagi pertumbuhan bakteri tersebut.
Penggunaan bahan baku tersebut bervariasi tergantung dari produsen. Berikut ini adalah bahan
tambahan yang biasa digunakan:
Untuk nata de coco lembaran:
a. Air kelapa sebagai media fermentasi bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum
b. Gula pasir sebagai sumber karbohidrat
c. Asam cuka glasial/ cuka untuk membantu mengatur tingkat keasaman (pH)

d. Pupuk ZA sebagai sumber nitrogen


e. Garam inggris untuk membantu pembentukan lapisan nata de coco
f. Asam sitrat (zitrun zuur)
g. Bibit nata de coco (starter Accetobacter xylinum)
h. Air
i. Minyak tanah atau gas sebagai bahan bakar untuk merebus nata hasil fermentasi.
Untuk nata de coco kemasan:
a. Gula/syrup
b. Pewarna
c. Pewangi
d. Pengawet
e. Kemasan (gelas plastik, penutup, sendok plastik)
f. Kardus
g. Lakban
d. Tenaga Kerja
Produksi nata de coco tidak membutuhkan pendidikan formal atau pengetahuan khusus tetapi
lebih memerlukan ketrampilan dan ketekunan. Kebutuhan tenaga dapat dipenuhi dari keluarga sendiri
atau dari tetangga sekitar. Tenaga kerja biasanya ada yang tetap dan tidak tetap (borongan). Tenaga
kerja tetap bekerja kurang lebih 8 jam per hari, sedangkan tenaga tidak tetap biasanya berdasarkan
borongan. Misalnya untuk membersihkan nata de coco lembaran tenaga kerja diupah Rp 50 per
lempeng.
e. Teknologi
Teknologi produksi nata de coco adalah teknologi sederhana dan tepat guna. Untuk usaha nata
de coco lembaran dan kemasan ini dapat dilakukan tanpa peralatan mekanis. Kalau pun menggunakan
peralatan mekanis, peralatan tersebut dapat dirancang sendiri. Sebagai contoh, pisau/ mesin pemotong
nata lembaran menjadi kubus ukuran 1x1x1 cm3 dapat dirancang sendiri dan dipesan di pasar lokal.
Namun demikian, terdapat beberapa mesin seperti mesin kemasan yang harus didatangkan dari luar
daerah sebab memiliki desain khusus.
f. Proses Produksi
Proses pembuatan nata de coco terdiri dari enam tahap, yaitu: penyaringan; pemasakan dan
pencampuran bahan pembantu; penempatan dalam nampan dan pendinginan; inokulasi (penanaman/
penebaran) bibit (starter Acetobacter xylinum); pemeraman (fermentasi); panen dan pasca panen
(pengolahan lanjut sampai setengah jadi atau siap konsumsi).
1. Penyaringan. Bahan baku berupa air kelapa bisa dibasikan selama kurang lebih 4 hari.
Kemudian, air kelapa tersebut disaring dengan menggunakan penyaring lembut untuk
memisahkan air kelapa dengan material-material atau kotoran-kotoran seperti: sabut, pecahan
batok kelapa, cikal/ buah kelapa dan lain-lain. Kandungan air kelapa yang masih segar
berkisar antara 400-500 ml per butir. Buah kelapa yang berumur 4-5 bulan memiliki volume
air yang maksimum. Namun demikian, kualitas air kelapa yang paling baik adalah ketika
buah kelapa berumur kurang lebih 5 bulan dengan kandungan total padatan maksimal 6 gram
per 100 ml. Kandungan gula terlarut biasa diukur dengan menggunakan hand refractometer.
2. Pemasakan dan Pencampuran Bahan Pembantu. Air kelapa yang sudah di saring selanjutnya
dimasukkan ke dalam panci/ dandang stainless steel untuk dimasak sampai mendidih selama

3.

4.

5.

6.

kurang lebih 30 menit. Selama mendidih bahan-bahan pembantu seperti: gula pasir, pupuk
ZA, garam inggris, asam sitrat (zitrun zuur) ditambahkan. Sebelum pendidihan diakhiri,
ditambahkan asam asetat glasial/ cuka hingga mencapai pH kurang lebih 3,2. Tidak terdapat
relevansi antara cita rasa dengan pH.
Penempatan dalam baki/ nampan plastik. Semua peralatan harus bersih dan steril. Nampan
plastik yang digunakan harus terlebih dahulu dibersihkan dan disterilkan. Sterilisasi dapat
dilakukan dengan cara dicelup dalam air mendidih, dibasahi dengan alkohol 70% atau
spiritus. Media fermentasi (air kelapa dan bahan tambahan yang dididihkan) dituangkan
dalam nampan dan selanjutnya segera ditutup rapat dengan koran dan diikat karet. Volume
media fermentasi sebanyak 1,2 sampai 1,3 liter untuk setiap nampan tergantung ukuran
nampan. Kemudian, media fermentasi tersebut dibiarkan sampai hangat-hangat kuku selama
satu malam.
Inokulasi Bibit (starter). Setiap nampan yang berisi media fermentasi yang telah didinginkan
selama satu malam tersebut kemudian ditambah dengan bibit (starter) Acetobacter xylinum
sebanyak 10% dari media fermentasi (kurang lebih 13 ml jika dalam satu nampan berisi 1,3 L
media fermentasi). Inokulasi bibit Acetobacter xylinum ini dilakukan dengan cara membuka
sedikit tutup kain/ koran yang menutupi nampan kemudian memasukkan starter tersebut dan
segera ditutupkan kembali koran/ kain pada nampan.
Fermentasi. Media fermentasi yang sudah ditambahkan bibit/ starter A. xylinum selanjutnya
diperam selama 6-7 hari. Kebersihan tempat pemeraman dengan suhu kamar (28oC-31oC)
sangat mutlak diperlukan untuk menghindari kontaminasi dengan mikroba lain atau serangga
yang dapat menggagalkan proses fermentasi. Keberhasilan proses fermentasi ini dapat dilihat
dari ada tidaknya lapisan tipis pada permukaan media fermentasi setelah dua hari dan akan
semakin bertambah tebal dari hari ke hari.
Panen dan Pasca Penen. Setelah pemeraman selama 6-7 hari, lapisan nata de coco akan
memiliki ketebalan 0,8-1,5 cm berbentuk lembaran-lembaran (slab) yang asam dan berbau
ammonia serta memiliki pH rendah. Lembaran-lembaran ini kemudian diangkat dan lendirnya
dibuang melalui pencucian. Baik dalam bentuk lembaran ataupun potongan kubus harus
direndam dalam air bersih selama 2-3 hari. Air rendaman setiap hari harus diganti agar bau
dan rasa asam hilang. Kemudian, nata de coco dicuci kembali dan direbus untuk
mengawetkan dan sekaligus menyempurnakan proses penghilangan bau dan rasa asam.
Pencucian dan perebusan ini pada hakekatnya dilakukan hingga nata de coco menjadi tawar.
Penyimpanan nata de coco tawar cukup dilakukan dengan merendamnya dalam air tawar
yang harus sering diganti.

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi


Di pasaran, nata de coco sering diminta dalam bentuk lembaran, bentuk kubus kecil-kecil tawar
atau sudah dalam keadaan manis larutan gula atau syrup. Bentuk lembaran dan kubus-kubus kecil
tawar biasanya diminta oleh produsen/ pengusaha lain untuk diolah kembali. Dengan kata lain nata de
coco lembaran dan kubus-kubus kecil tawar sebagai bahan baku proses produksi nata de coco dalam
syrup. Bila nata de coco ingin dipasarkan dalam keadaan tawar maka nata de coco tersebut direbus
kembali dengan air bersih hingga mendidih dan dalam keadaan panas segera dilakukan pengemasan
dalam kantung plastik dan diikat rapat serta didinginkan. Sedangkan nata de coco dalam syrup siap
untuk dikonsumsi harus melalui beberapa proses yaitu pembuatan syrup, pencampuran nata de coco
dan bahan lain, pengemasan dan pengepakan. Berikut merupakan pembuatan nata de coco dalam
kemasan:

1. Pembuatan Syrup. Gula dituangkan ke dalam air dan dipanaskan sampai mendidih dan
disaring beberapa kali sampai jernih. Tingkat kemanisan syrup disesuaikan dengan selera.
Komposisi umum untuk 3 kg nata de coco dibutuhkan 2 kg gula pasir dan 4,5 liter air.
2. Pencampuran. Nata de coco kubus kecil-kecil tawar dicampur dalam larutan syrup dan
dididihkan selama 15 menit. Dalam proses perebusan ini juga dapat ditambahkan garam, cita
rasa (flavour misal vanili, frambosen, cocopandan, rose, mangga) dan essence. Kemudian,
nata de coco dibiarkan selama kurang lebih setengah hari dengan tujuan terjadi proses
penyerapan gula dan cita rasa. Nata de coco direbus kembali dalam larutan syrup (gula) dan
untuk mengawetkan bisa ditambah natrium benzoat 0,1% ke dalam larutan syrup perendam.
3. Pengemasan dan Pengepakan. Dalam keadaan panas, nata de coco dimasukkan ke dalam
kemasan kantong/ gelas plastik pengemas, ditutup rapat dan direbus dalam air mendidih
selama 30 menit. Selanjutnya, kantong/ gelas plastik diangkat dan disimpan dalam suhu
kamar dalam posisi terbalik. Pengepakan dilakukan dan siap untuk dipasarkan.
2.4

Aspek Pemasaran
Aspek pemasaran ini terdiri dari beberapa hal, yakni:

a. Permintaan
Produk kelapa yang biasanya dijual oleh masyarakat adalah kopra, minyak goreng, gula merah
dan kelapa butiran. Padahal banyak sekali produk-produk yang bisa diturunkan dari buah kelapa.
Salah satunya adalah nata de coco yang menggunakan bahan baku air kelapa. Kebutuhan kelapa dan
produksi kelapa nasional mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Dari sisi permintaan, kebutuhan
kelapa setara konsumsi kopra pada tahun 1992 di dalam negeri sebesar 1,782 juta ton dan pada tahun
1996 meningkat menjadi 1,913 juta. Dengan melihat trend kenaikan tersebut, tahun 2004
diprediksikan menjadi 2,175 juta. Peningkatan konsumsi tersebut mengindikasikan peningkatan
supply air kelapa yang bisa dimanfaatkan dalam pembuatan nata de coco.
Di tengah situasi semakin maraknya konsumsi berbagai ragam minuman ringan dengan label
'minuman kesehatan' oleh masyarakat, nata de coco memiliki prospek yang cerah sebagai salah satu
'makanan kesehatan' yang alamiah dari air kelapa. Nata de coco merupakan 'makanan kesehatan'
karena memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah kalori. Orang Jepang percaya bahwa
produk ini mampu melindungi tubuh dari kanker dan baik bagi pencernaan.
Pasar dan pemasaran merupakan aspek yang penting dalam usaha nata de coco, selain aspekaspek yang lain seperti pengelolaan, distribusi, lembaga keuangan, pasokan bahan lain, serta sumber
daya manusia. Gambar II.1 menunjukkan keterkaitan antar aspek di dalam usaha nata de coco. Pasar
dalam usaha nata de coco terdiri dari pasar input dan pasar output. Pasar input nata de coco meliputi
pasar bahan baku, tenaga kerja dan modal. Karakteristik pasar input nata de coco akan mempengaruhi
pola produksi nata de coco. Seperti pada umumnya pasokan bahan baku produk-produk agribisnis,
input nata de coco juga dipengaruhi oleh musim, meskipun tidak terlalu besar penyimpangannya.
Lembaga keuangan merupakan sumber modal investasi dan modal kerja bagi usaha. Pasar kedua
adalah pasar output nata de coco. Setelah output dihasilkan oleh perusahaan kemudian dipasarkan
dengan tujuan akhir konsumen. Di pasar domestic jalur pemasaran ke konsumen dapat melalui
pedagang pengecer maupun pedagang besar. Sedangkan untuk pasar luar negeri, jalur pemasaran ke
konsumen melalui eksportir. Untuk usaha nata de coco skala kecil (dengan kredit dibawah 500 juta)
biasanya hanya melayani konsumen domestik lokal, luar daerah, dan luar pulau.

Gambar II.1 Aspek Sistem Pasar Input dan Output Nata de Coco

Produk nata de coco memiliki kandungan serat yang tinggi tetapi rendah kalori sehingga sangat
cocok untuk orang yang sedang menjalankan diet. Produk nata de coco dapat dibagi menjadi dua yaitu
nata de coco tawar (bentuk lembaran dan kubus kecil-kecil: 1x1x1 cm3) dan nata de coco kemasan
siap konsumsi. Produk nata de coco tawar biasanya diminta oleh produsen lain sebagai bahan baku
pembuatan nata de coco kemasan siap konsumsi. Produk ini populer sebagai hidangan penutup
(dessert). Permintaan nata de coco seorang konsumen merupakan hasil interaksi antara variabelvariabel yang mempengaruhi seperti harga nata de coco, harga barang-barang lain, selera, pendapatan,
ekspektasi dan lain-lain. Seiring dengan perkembangan perekonomian konsumen maka kesadaran
akan pentingnya kesehatan akan semakin meningkat dengan mengkonsumsi makanan-makanan yang
sehat. Sehingga prospek nata de coco sebagai makanan kesehatan dinilai cerah. Namun demikian,
perlu diperhatikan perkembangan faktor-faktor lain seperti produk pesaing, kejenuhan pasar dan lainlain.
b. Penawaran
Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk produksi nata de coco mengingat Indonesia
sebagai penghasil kelapa terbesar di dunia. Jumlah perusahaan baik perusahaan jenis I (penghasil nata
de coco lembaran), perusahaan jenis II (penghasil nata de coco kemasan saja), maupun perusahaan
jenis III (penghasil nata de coco lembaran dan kemasan sekaligus) cukup banyak. Perusahaan yang
dapat mencapai skala ekonomi akan berproduksi secara kontinyu, sedang perusahaan yang tidak
mencapai skala ekonomi hanya berproduksi secara sporadis melayani limpahan permintaan domestik
pada hari-hari khusus seperti puasa, lebaran, tahun baru dan sebagainya.
Tidak terdapat hambatan legal (legal barriers) khusus untuk perusahaan baik pemerintah
daerah maupun penguasaan input. Perusahaan formal seperti perusahaan nata de coco kategori ketiga
yang sedang dibahas ini hanya perlu mendapatkan izin usaha dari pemerintah daerah. Bahkan banyak
yang informal karena merupakan usaha rumah tangga yang berproduksi secara sporadis. Pasokan nata
de coco tidak tergantung dari musim mengingat pasokan kelapa yang bisa sepanjang tahun.
c. Persaingan dan Peluang pasar

Tingkat persaingan usaha nata de coco sesuai dengan jenis yang dihasilkan dalam bentuk
lembaran atau kemasan. Di daerah perusahaan ini yaitu Lampung Selatan terdapat perusahaan nata de
coco kemasan yang besar yaitu PT Keong Nusantara Abadi dan PT Sari Segar Husada yang memiliki
segmen pasar domestik yang lebih luas bahkan pasar ekspor. Perusahaan-perusahaan kecil dan
menengah mengambil segmen pasar lokal, daerah sekitar dan beberapa ke luar pulau. Persaingan
terjadi lebih ketat pada input karena baik perusahaan besar, menengah atau kecil mengambil input air
kelapa dari sumber yang relatif sama.
d. Harga
Baik nata de coco lembaran maupun kemasan (gelas) harga relatif stabil dan terjangkau. Hal ini
disebabkan oleh harga input utama air kelapa yang relative sama. Persaingan dalam mendapatkan
input serta sifat input yang mudah rusak merupakan faktor utama kestabilan harga air kelapa. Harga
air kelapa berkisar antara Rp 100 - Rp 150 per liter. Harga nata de coco lembaran berkisar antara Rp
900 - Rp 1000 per lembaran (kurang lebih 1 kg). Nata de coco kemasan bervariasi antar perusahaan.
Sebagai contoh di daerah Lampung Selatan ini, CV Nagamas Lampung Perkasa menjual Rp 10.000
per karton untuk local dan Rp 11.000 per karton untuk luar daerah. Satu karton berisi 24 gelas.
Sedangkan, CV Tambak Sari menjual nata de coco dengan harga Rp 9.000 per karton untuk lokal.
e. Jalur Pemasaran
Nata de coco yang dihasilkan oleh pabrik ini adalah nata de coco lembaran dan kemasan
dimana nata de coco lembaran dapat dijual ke perusahaan lain yang bergerak dalam pengemasan nata
de coco sirup, sementara untuk nata de coco kemasan akan dijual langsung ke konsumen lewat
distributor. Pemasaran nata de coco ini mencakup penjualan local, luar daerah, bahkan luar pulau.
2.5

Aspek Manajemen

Kepemilikan dari perusahaan ini adalah miliki perseorangan. Sementara itu, tenaga kerja yang
diserap oleh perusahaan ini adalah para tenaga kerja yang berasal dari local setempat dengan status
tenaga kerja tetap atau borongan. Produksi nata de coco ini tidak memerlukan pendidikan formal atau
pengetahuan khusus, akan tetapi lebih memerlukan ketrampilan dan ketekunan. Tenaga kerja tetap
bekerja kurang lebih 8 jam per hari, sementara untuk pekerja tidak tetap biasanya borongan, misalnya
seperti pekerja yang bekerja membersihkan nata de coco lembaran dengan upah Rp 50 per lempeng.
Sementara itu, manajemen perusahaan nata de coco ini memiliki cakupan yang luas karena
memiliki karakteristik integrasi vertical. Integrasi vertical ini terjadi ketika keterpaduan sistem
komoditas secara vertical yang membentuk suatu rangkaian pelaku-pelaku yang terlibat dalam system
komoditas tersebut, mulai dari produsen/ penyedia input, distributor input, pengolahan hasil, dan
distribusi.
2.6

Aspek Keuangan

A. Asumsi dan Paramete Perhitungan


Usaha yang menghasilkan nata de coco lembaran dan kemasan ini memiliki kapasitas usaha
sebanyak 500 karton (12.000 kemasan gelas).
Dalam analisis keuangan, proyeksi penerimaan dan biaya dilandaskan atas beberapa asumsi
yang terangkum dalam Tabel II.1. Periode proyek adalah 4 tahun (tahun 1, 2, 3 dan 4). Tahun ke nol
sebagai dasar perhitungan nilai sekarang (present value) adalah tahun ketika biaya investasi awal

dikeluarkan. Dengan tingkat keberhasilan fermentasi sebesar 95%, pengusaha dapat menghasilkan
1.600 nata de coco lembaran (kurang lebih 1.600 kg).
Tabel II.1 Asumsi Analisis Keuangan
No Asumsi
Satuan
1.
2.
3.

4.

5.

6.
7.

8.

Periode proyek
Tingkat
keberhasilan
fermentasi
Kapasitas mesin/ peralatan
- Nata de coco lembaran
- Nata de coco kemasan
Harga nata de coco
a. lembaran
b. kemasan gelas
Pasar local
Pasar luar daerah
Proporsi penjualan
- Pasar local
- Pasar luar daerah
Hari produksi dalam dalam 1
tahun
Persyaratan kredit
- Kredit investasi
Kredit
Dana sendiri
- Kredit modal kerja
Kredit
Dana sendiri

Tahun
Persen

Kg
Gelas

Rp/lembaran
Rp/karton
Rp/karton

hari

Discount rate

Jumlah/ Keterangan
nilai
4 Periode proyek 4 tahun
95

1.600 Tingkat keberhasilan 95%


12.000 500 karton (1 karton 24
gelas)
1.000
11.500
12.500 Perbedaan biaya transportasi
30%
70%
313 Hari minggu libur

70%
30%
12% Disesuaikan dengan siklus
88% usaha dari produksi sampai
mendapatkan
pembayaran
(kurang lebih 1,5 bulan)
14,50%

(Sumber: Gunadi, 2012)

Harga nata de coco kemasan adalah Rp 11.500 per karton di pasar lokal dan Rp 12.500 per
karton di pasar luar daerah. Output yang dijual di pasar local 30% dan di pasar luar daerah adalah
70% . Dengan asumsi bahwa setiap hari Minggu tidak berproduksi, maka jumlah hari produksi adalah
313 hari dalam setahun. Persyaratan kredit investasi adalah 70% kredit dan 30% dana sendiri. Untuk
kredit modal kerja tidak terdapat persyaratan mengenai persentase dana sendiri. Dengan melihat siklus
usaha dari produksi sampai dengan mendapat pembayaran adalah kurang lebih 1,5 bulan maka dana
untuk modal kerja dari yang berasal dari kredit adalah 12% dari total modal kerja. Discount rate riil
diasumsikan sebesar 14,5%.
B. Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional
Untuk memproduksi nata de coco dibutuhkan input yang dibedakan atas input tetap (fixed
input) dan input variabel (variabel input). Pemakaian input membawa konsekuensi pada biaya tetap
(fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Input tetap adalah input yang jumlahnya tidak
tergantung dari jumlah output nata de coco yang diproduksi, contoh: mesin, bangunan pabrik,
peralatan, dan lain-lain. Dalam bahasa sehari-hari biaya tetap ini sering disebut dengan biaya
investasi. Input variabel adalah input yang jumlahnya tergantung dari jumlah output nata de coco yang

diproduksi misalnya saja bahan baku, tenaga kerja, bahan bakar, dan lain-lain. Dalam bahasa seharihari biaya variabel ini sering disebut biaya operasional. Selanjutnya, kita akan menggunakan istilah
biaya investasi dan biaya operasional.
Secara sederhana, biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan nata de coco
yang menambah stok kapital perusahaan tersebut. Komponen biaya investasi meliputi: perijinan
usaha, bangunan dan tanah, mesin/ peralatan (drum, kompor, dandang, penyaring, pH meter, nampan,
dll) dan kendaraan. Sedangkan biaya operasional adalah biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan
untuk keperluan upah, bahan baku, bahan pembantu, listrik dan lain-lain yang terkait dengan
penggunaan input.
(1). Biaya Investasi
Biaya investasi usaha nata de coco adalah biaya tetap (fixed cost) yang terdiri dari biaya
perizinan usaha, biaya tanah dan bangunan, mesin dan peralatan. Biaya perizinan hanya dibutuhkan
satu kali. Biaya tanah dan bangunan adalah biaya sewa yang dibayarkan pada awal periode. Dalam
analisis keuangan ini diasumsikan umur usaha adalah 4 tahun. Pada kenyataannya setiap mesin/
peralatan memiliki umur ekonomis masing-masing. Sehingga, mesin/ peralatan yang memiliki umur
ekonomis di bawah 4 tahun harus diadakan kembali (reinvestasi). Sebagai contoh, setiap saringan
memiliki umur ekonomis 1 tahun, maka setiap tahun harus ada investasi untuk saringan. Selama umur
proyek berarti akan terdapat reinvestasi sebanyak empat kali. Untuk mempermudah proses
perhitungan, peralatan yang umur ekonomisnya di bawah empat tahun diasumsikan tersedia di awal
periode perhitungan sejumlah tertentu sehingga dapat mencukupi umur proyek. Sebaliknya, mesin/
peralatan yang memiliki umur ekonomis di atas umur proyek maka pada akhir proyek peralatan
tersebut masih memiliki nilai ekonomis (scrap value). Sebagai contoh hand refractometer memiliki
nilai ekonomis 10 tahun. Oleh karena itu, pada akhir periode proyek hand refractometer memiliki
nilai ekonomis sebesar penyusutan dikalikan dengan sisa umur ekonomis. Beberapa barang investasi
dapat dibeli bekas, seperti mesin pemotong, mesin pengemas, kendaraan. Sebagai contoh, mesin
pengemas dibeli bekas dari Surabaya dengan harga 40 juta. Tentu saja, karena barang investasi
tersebut dibeli bekas maka umur ekonomisnya pun lebih pendek dibanding bila dibeli dalam kondisi
baru.
Pada Tabel II.2 menunjukkan biaya investasi awal proyek. Biaya perizinan hanya dikeluarkan
sekali pada awal usaha sehingga tidak memiliki penyusutan. Biaya sewa tanah dan bangunan sebesar
Rp 16.000.000 untuk 4 tahun, sehingga nilai penyusutannya adalah Rp 4.000.000. Biaya investasi
peralatan dan mesin sebesar Rp 224.570.000. Dengan memperhatikan umur ekonomis masing-masing
peralatan/ mesin, maka nilai penyusutan peralatan/ mesin secara total adalah Rp 22.508.000 per tahun
selama periode usaha 4 tahun. Untuk mesin/ peralatan yang memiliki umur ekonomis lebih dari 4
tahun maka di akhir periode usaha mesin/ peralatan tersebut memiliki nilai sisa (scrap value) sebesar
sisa umur ekonomis dikalikan biaya penyusutan per tahun. Total nilai sisa mesin/ peralatan yang
diterima pada akhir periode usaha adalah Rp 134.538.000. Total nilai sisa mesin/peralatan tersebut
merupakan penerimaan usaha di tahun ke 4.
Tabel II.2 Biaya Investasi Pengolahan Nata de Coco
No.
Jenis Biaya
Nilai (Rp)
1.
Perijinan
3.300.000
2.
Sewa tanah dan bangunan
16.000.000
3.
Mesin/ peralatan
224.570.000
Jumlah Biaya Investasi
243.870.000
(Sumber: Gunadi, 2012)

Penyusutan (Rp)
0
4.000.000
22.508.000
26.508.000

(2). Biaya Operasional


Biaya operasional usaha nata de coco merupakan biaya variabel (variable cost) yang besarnya
tergantung dengan jumlah nata de coco yang diproduksi. Produk akhir dari usaha nata de coco ini
dalam bentuk kemasan. Tabel II.3 menunjukkan biaya operasional usaha nata de coco lembaran
sekaligus kemasan. Untuk 1600 lembaran (kurang lebih 1600 kg) dibutuhkan biaya produksi/ biaya
operasional sebesar Rp 855.600 per hari. Dengan 1600 lembaran dapat diproduksi 12.000 nata de
coco kemasan gelas (500 karton) dan biaya operasional Rp 2.979.075. Biaya pemasaran meliputi
biaya distribusi, transportasi dan telekomunikasi yang diperlukan sebesar Rp 190.000 per hari. Kolom
terakhir menunjukkan biaya operasional dalam setahun dengan asumsi terdapat 313 hari produksi.
Tabel II.3 Biaya Operasional Nata de Coco
No.
Jenis Biaya
I.
Biaya Produksi
A. Nata de Coco Lempengan
1. Bahan baku dan pembantu
2. Tenaga kerja
3. Listrik
4. Minyak tanah
Sub Jumlah
B. Nata de Coco Kemasan
1. Bahan baku dan pembantu
2. Tenaga kerja
3. Listrik
4. Minyak tanah
5. Kemasan
Sub Jumlah
II. Distribusi/ Transportasi
Jumlah

578.600
195.000
10.000
72.000
855.600

181.101.800
61.035.000
3.130.000
22.536.000
267.802.800

454.075
195.000
10.000
120.000
2.200.000
2.979.075
190.000
4.024.675

142.125.475
61.035.000
3.130.000
37.560.000
688.600.000
932.450.475
59.470.000
1.259.723.275

(Sumber: Gunadi, 2012)

C. Kebutuhan Dana Investasi dan Kredit


Dalam proses pengolahan untuk menjalankan usaha nata de coco lembaran ini diperlukan biaya
investasi dan operasional. Dana yang diperlukan bisa berasal dari dana milik sendiri dan dana kredit.
Tabel II.4 menunjukkan rincian kebutuhan dana untuk investasi dan modal kerja dalam setahun.
Untuk investasi dibutuhkan dana sebesar Rp 243.870.000. Pengusaha menggunakan skema kredit
umum yang ditawarkan oleh bank. Untuk kredit investasi, bank mensyaratkan perbandingan 70%
kredit bank dan 30% dana sendiri. Dengan perbandingan tersebut, kredit investasi yang dibutuhkan
adalah Rp 170.709.000. Sedangkan dana sendiri untuk investasi sebesar Rp 73.161.000. Dari
responden yang dijadikan dasar perhitungan di sini didapatkan informasi bahwa kredit modal kerja
saat ini adalah sekitar 12% dan dana sendiri adalah 88% dari total biaya operasional. Angka 12%
disini sesuai dengan perbandingan antara jangka waktu produksi sampai mendapatkan penerimaan
penjualan (1,5 bulan) dengan jumlah hari operasi dalam setahun (313 hari). Dengan perbandingan
tersebut, kredit modal kerja yang dibutuhkan adalah sebesar Rp 151.166.793 sedangkan dana sendiri
untuk biaya operasionalnya adalah Rp 1.108.556.482.
Tabel II.4 Rincian Kebutuhan Dana
No.
Rincian Biaya Proyek
1.
Dana Investasi yang Bersumber dari
a) Kredit
b) Dana sendiri

Total Biaya
170.709.000
73.161.000

2.

3.

Jumlah Dana Investasi


Dana Modal Kerja yang Bersumber dari
a) Kredit
b) Dana sendiri
Jumlah Dana Modal Kerja
Total Dana Proyek yang Bersumber dari
a) Kredit
b) Dana sendiri
Jumlah Dana Proyek

243.870.000
151.166.793
1.108.556.482
1.259.723.275
321.875.793
1.181.717.482
1.503.593.275

(Sumber: Gunadi, 2012)

Secara umum untuk kredit investasi persyaratan yang diajukan yaitu suku bunga 14,5% per
tahun dan efektif/ menurun, tidak terdapat grace period, jangka waktu kredit 3 tahun, persyaratan
dana sendiri sebesar 30% dari plafon, dan periode angsuran adalah bulanan. Dengan menggunakan
informasi tersebut dan kebutuhan dana investasi Rp 170.709.000 besarnya angsuran pokok, angsuran
bunga, total angsuran, saldo awal, dan saldo akhir setiap periode dapat dihitung. Sementara itu, untuk
kredit modal kerja persyaratan yang harus dipenuhi yaitu suku bunga 14,5% per tahun dan efektif/
menurun, tidak ada grace period, jangka waktu kredit satu tahun, tidak terdapat persyaratan dana
sendiri, periode angsuran adalah bulanan. Dengan menggunakan persyaratan tersebut dan dana kredit
modal kerja sebesar Rp 151.166.793, angsuran pokok, angsuran bunga, total angsuran, saldo awal,
dan saldo akhir setiap periode dapat dihitung.
D. Produksi dan Pendapatan
Output dari usaha nata de coco dalam analisis keuangan ini adalah nata de coco kemasan gelas.
Dengan 1,6 ton nata de coco lembaran (1600 nata de coco lembaran) dan dengan kapasitas mesin/
peralatan yang ada (pergantian/shift 2 kali: pagi dan sore), dapat dihasilkan nata de coco kemasan
sebanyak 12.000 gelas (atau 500 karton dimana setiap karton terdiri dari 24 nata de coco gelas).
Karena adanya biaya transportasi maka terdapat perbedaan antara harga di pasar lokal dan di pasar
luar daerah. Harga di pasar lokal adalah Rp 11.500 dan harga di pasar luar daerah adalah Rp 12.500.
Distribusi pemasaran nata de coco adalah 30% untuk pasar local dan 70% untuk pasar luar daerah.
Dengan demikian harga rata-rata tertimbang nata de coco per karton adalah:
(30% X Rp. 11.500) + (70% X Rp. 12.500) = Rp. 12.200
Penerimaan setiap produksi sebanyak 500 karton adalah:
Rp. 12.200 X 500 = Rp. 6.100.000
Dengan asumsi dalam setahun terdapat 313 hari produksi (hari minggu libur), maka penerimaan
dalam setahun adalah:
Rp. 6.100.000 X 313 = Rp. 1.909.300.000
Dengan demikian, aliran penerimaan usaha nata de coco tersebut adalah Rp 1.909.300.000 per tahun.
Sedangkan aliran biaya seperti yang telah dikemukakan di atas terdiri dari biaya investasi dan biaya
operasional. Biaya investasi dalam aliran biaya dinyatakan dalam biaya penyusutan barang-barang
investasi.
E. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point
Analisis keuangan (financial analysis) dari sebuah rencana kegiatan investasi berkaitan dengan
tingkat keuntungan/ profitabilitas yang akan didapat dari kegiatan investasi tersebut. Keuntungan

(profit) secara sederhana merupakan selisih antara penerimaan total (total revenue) dan total biaya
produksi (total cost).
Tabel II.5 Profitabilitas laba Rugi dan Break Even Point
No.
Uraian
Tahun 1
Tahun 2
1.
Pendapatan
1.909.300.000 1.909.300.000
2.
Pengeluaran
a) Biaya operasional
1.259.723.275 1.259.723.275
b) Penyusutan
26.508.000
26.508.000
c) Angsuran pokok
208.069.793
56.903.000
d) Bunga bank
32.844.018
12.720.191
Jumlah 1.527.145.086 1.355.854.466
Laba sebelum pajak
382.154.914
553.445.534
e) Pajak 15%
57.323.237
83.016.830
3.
Laba rugi
324.831.677
470.428.704
4.
Profit margin %
24,64%
- BEP (nilai penjualan)
786.032.573
282.558.283
- BEP (produksi nata de
64.429
23.161
coco dalam karton)
- BEP
Rp/
karton
berdasarkan
2.519.447
2.519.447
Biaya operasional
3.054.290
2.711.709
Total Biaya

Tahun 3
1.909.300.000

Tahun 4
1.909.300.000

1.259.723.275
26.508.000
56.903.000
4.469.256
1.347.603.531
561.696.469
84.254.470
477.441.998
25,01%
258.306.320
21.173

1.259.723.275
26.508.000
0
0
1.286.231.275
623.068.725
93.460.309
529.608.416
27,74%
77.914.929
6.386

2.519.447
2.695.207

2.519.447
2.572.463

(Sumber: Gunadi, 2012)

Penerimaan usaha nata de coco merupakan penerimaan dari penjualan nata de coco tersebut
yang secara sederhana merupakan perkalian antara harga per unit dikalikan dengan unit kuantitas
yang terjual. Sedangkan total biaya terdiri dari biaya penyusutan barang investasi, biaya operasional
produksi dan biaya distribusi.
F. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek
Berdasarkan proyeksi arus kas dilakukan perhitungan kelayakan usaha nata de coco dengan
menggunakan kriteria Net Benefit-Cost Ratio (NBCR), Net Present Value (NPV), Internal Rate of
Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP). Sebuah usaha atau proyek layak secara finansial jika
NBCR > 1, NPV > 0, dan IRR > discount rate. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa usaha nata de
coco (lembaran sekaligus kemasan gelas) ini menguntungkan secara finansial karena pada tingkat
suku bunga 14,5% per tahun didapatkan NBCR 1,15 (NBCR > 1) dan NPV sebesar Rp 224.235.166.
Dengan IRR sebesar 21,49% berarti proyek ini secara finansial layak dilaksanakan sampai dengan
tingkat suku bunga 21,49% . Usaha ini juga memiliki PBP usaha 0,69 tahun (8 bulan 8 hari) artinya
seluruh biaya investasi sudah dapat dikembalikan dalam masa 0,69 tahun (8 bulan 8 hari) dan sisa
periode usaha memberikan pendapatan bersih dari kegiatan investasi usaha nata de coco. PBP kredit
0,92 tahun (11 bulan) artinya total kredit (modal kerja dan investasi) sebesar Rp 321.875.793 bisa
dilunasi selama 0,92 tahun (11 bulan). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendirian pabrik ini
dinilai layak.

DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 2013. Perencanaan Produksi Nata De Coco Mentah dan Siap-Santap.
http://tekpan.unimus.ac.id/wp-content/uploads/2013/07/PERENCANAAN-PRODUKSINATA-DE-COCO-MENTAH-DAN-SIAP-SANTAP.pdf. diakses tanggal 21 Juni 2014.
Gunadi. 2012. Pola Pembiayaan Usaha Kecil (PPUK) Industri Pengolahan Nata De Coco.
http://digitalbooks.blogspot.com/2012/01/industri-pengolahan-nata-de-coco-bank.html. diakses
tanggal 21 Juni 2014.
Suliyanto. 2010. Studi Kelayakan Bisnis: Pendekatan Praktis, Edisi Pertama. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai