Anda di halaman 1dari 9

BUDAYA ORGANISASI

Insiden Kasus

Sedikit perusahaan memiliki masa yang lebih sulit untuk beradaptasi dengan
lingkungan disbanding General Motors. Perusahaan itu benar-benar merupakan
contoh buku pelajaran tentang kubu pertahanan perusahaan. Sudah sejak tahun
1960-an, sudah ada tulisan di dinding bahwa cara operasi GM pengambilan
keputusan yang lamban dan tidak tergesa-gesa; lapis demi lapis hierarki;
berfokus pada pemotongan biaya dan bukannya pada rancangan produk baru;
dan manajemen oleh komite telah gagal. Mulai dari pangsa pasar mobil AS
yang hampir 50 persen pada akhir 1950-an itu, perusahaan sudah mengalami
kemerosotan sampai di bawah 30 persen pada tahun 2000. Budaya GM yang
kaku dan picik, yang didorong oleh pertimbangan-pertimbangan keuangan itu,
memungkinkan para pesaing asing dan domestik mencuri semua pelanggan
dengan produk-produk baru, seperti compacts yang hemat energi, minivan, SUV
dan mobil terbuka (raodster) yang menarik perhatian.
Satu bagian yang baik dari budaya GM dapat dijelaskan oleh seleksi historis
perusahaan dan kebijakan promosi. Ia mempekerjakan eksekutif masa depan
yang baru tamat sekolah. Mereka kemudian membentuk rekrutan ini menjadi
bermental GM. Perusahaan menolak gagasan dan inovasi yang ”tidak
dikembangkan di sini”. Para eksekutif sangat yakin, sampai titik arogansi,
bahwa sistem GM itu unggul terhadap sistem yang lain. Promosi-promosi
menyukai jenis finansial dan perekayasaan, dan individu-individu dengan latar
belakang ini bangkit untuk mengisi tempat-tempat di puncak perusahaan. GM
jarang mempekerjakan eksekutif senior dari luar jajaran perusahaan. Selain
tiu, GM mendorong para eksekutifnya untuk mensosialisasikan cuti kerja
dengan ornag GM lain. Ini selanjutnya mengisolasikan para eksekutif puncak
dan mengakibatkan sebuah tim manajemen senior yang melihat dunia melalui
lensa yang sama.
Pada musim gugur tahun 2001, Eksekutif Kepala GM Richard Wagoner
mempekerjakan mantan eksekutif Chrysler Robert Lutz sebagai wakil pimpinan.
Tugas utamanya? Mengubah budaya organisasi GM. Wagoner mengakui bahwa
budaya GM didominasi oleh tipe keuangan, rekayasawan, personil
manufakturing senang menghentikan mobil yang tidak imaginatif. Sistem
komite (yang disusun demi menguntungkan mentalitas akunting perusahaan)
menghindari lebih lanjut usaha-usaha yang kreatif. Sebagai contoh, kapan saja
perancang dan rekayasawan akan tidak sepakat dengan satu rancangan, para
rekayasawan (dan obsesi mereka dengan minimalisasi biaya) akan selalu
menang. Ini pada umumnya menjelaskan mengapa mobil-mobil perusahaan
kelihatan menyerupai kotak dan begitu mirip. Wagoner pada hakikatnya
memberikan Lutz satu keleluasaan untuk melakukan apa saja yang dia inginkan
untuk mengubah GM yang terikat pada tradisi.
Lutz menghadapi tugas yang berat. Ini adalah sebuah perusahaan besar.
Penjualannya US$ 180 miliar setahun. Ia mempekerjakan 363.000 orang. Ini
juga merupakan tempat di mana ”anggukan GM” bersifat endemis: Orang GM
biasanya hanya sekedar mengangguk pada orang baru dan terus melanjutkan
pekerjaannya seperti biasa. Tetapi Lutz mempunyai keuntungan datang ke GM
dengan satu reputasi yang hebat. Dia adalah ”orang mobil” sejati yang
sendirian dengan senang hati mendorong produk-produk baru pada Chrysler
seperti Viper, the Prowler, dan PT Cruiser.
Lutz telah memilih suatu strategi tambahan untuk mengimplementasikan
perubahan. Dia tidak melakukan pemangkasan dan memasaukkan orang-orang
yang loyal. Sebaliknya, dia mengandalkan perancang dan insinyur yang sama,
yang telah menyingkirkan orang-orang yang tidak berbakat selama bertahun-
tahun. Namun dia memberikan lebih banyak kekuasaan kepada para perancang
dan orang-orang pemasaran. Dia mngawasi satu reorganisasi sehingga divisi
rekayasa dan rancangan sekarang melapor hanya kepada satu orang. Dia
mendorong orang untuk mempertanyakan praktik yang lalu, membicarakan isu-
isu, dan menantang doktrin perusahaan. Dan pembesar GM menghabiskan lebih
banyak waktu mengendarai mobil pesaing daripada mobil mereka sendiri.
Sementara Lutz menunjukkan bahwa sebagian terbesar mereka adalah orang-
orang terbaik GM.

Pertanyaan :
1. Gambarkan budaya GM ”lama”.
2. Kekuatan spesifik apa yg menciptakan budaya ini?
3. Gambarkan budaya baru yang mau diciptakan Lutz.
4. Menurut anda apakah Lutz akan berhasil atau gagal dalam usahanya
mengubah budaya GM ? Mengapa ?
Jawaban :

1. Budaya GM lama dapat digambarkan, sebagai berikut :


a. mempekerjakan eksekutif muda yang baru tamat sekolah.
b. membentuk rekrutan bermental GM.
c. menolak gagasan & inovasi yang tidak dikembangkan.
d. keyakinan eksekutif akan keunggulan sistem GM sampai titik
arogansi.
e. promosi-promosi di GM lebih banyak bersifat finansial dan
perekayasaan, sehingga individu-individu dengan latar belakang
tersebut terpacu untuk mengisi tempat-tempat di puncak
perusahaan.
f. GM jarang mempekerjakan eksekutif senior dari luar jajaran
perusahaan.
g. GM memdorong para eksekutifnya untuk mensosialisasikan cuti
kerja dengan orang GM lain.
h. Mengisolasikan para eksekutif puncak yang mengakibatkan sebuah
tim manajemen senior yang melihat dunia melalui lensa yang sama.

2. Kekuatan spesifik yang terdapat di GM, sehingga menciptakan budaya


lama ini, antara lain: karena GM didominasi oleh tipe keuangan,
rekayasawan, personil manufakturing dan senang menghentikan mobil
yang tidak imaginatif.

3. Budaya baru yang ingin diciptakan oleh Lutz, yaitu : Dia tidak melakukan
pemangkasan dan memasukkan orang-orang yang loyal. Dengan
mengandalkan perancang dan insinyur yang sama, yang telah
menyingkirkan orangorang yang tidak berbakat selama bertahun-tahun.
Memberikan lebih banyak kekuasaan kepada para perancang dan orang-
orang pemasaran. Mengawasi satu reorganisasi sehingga divisi rekayasa
dan rancangan sekarang melapor hanya kepada satu orang. Mendorong
orang untuk mempertanyakan praktik yang lalu, membicarakan isu-isu,
dan menentang doktrin perusahaan. Dan dengan menggunakan produk
perusahaan sendiri bukan produk orang lain.

4. Menurut kami Lutz akan berhasil dalam mengubah budaya GM. Organisasi
memiliki kultur melalui proses belajar, pewarisan, hasil adaptasi dan
pembuktian terhadap nilai yang dianut atau diistilahkan Schein (1992)
dengan considered valid yaitu nilai yang terbukti manfaatnya. selain itu
juga bisa melalui sikap kepemimpinan sebagai teaching by example atau
menurut Amnuai (1989) sebagai “through the leader him or herself”
yaitu pendirian, sikap dan prilaku nyata bukan sekedar ucapan, pesona
ataupun kharisma. Dan Lutz menerapkan hal tersebut dengan cara
misalnya, memakai produk sendiri yang tidak dilakukan oleh pembesar
GM. Bambang Tri Cahyono (1996) dengan mengutip pemikiran Alan Kennedy
dalam bukunya Corporate Culture mengemukan bahwa terdapat lima alasan
untuk membenarkan perubahan budaya secara besar-besaran : (1) Jika
organisasi memiliki nilai-nilai yang kuat namun tidak cocok dengan lingkungan
yang berubah; (2) Jika organisasi sangat bersaing dan bergerak dengan
kecepatan kilat; (3) Jika organisasi berukuran sedang-sedang saja atau lebih
buruk lagi; (4) Jika organisasi mulai memasuki peringkat yang sangat besar;
dan (5) Jika organisasi kecil tetapi berkembang pesat. Kemudian Kennedy
mengemukakan bahwa jika tidak ada satu pun alasan yang cocok dengan di
atas, jangan lakukan perubahan. Analisisnya terhadap sepuluh kasus usaha
mengubah budaya menunjukkan bahwa hal ini akan memakan biaya antara 5
sampai 10 persen dari yang telah dihabiskan untuk mengubah perilaku orang.
Meskipun demikian mungkin hanya akan didapatkan setengah perbaikan dari
yang diinginkan. Dia mengingatkan bahwa hal itu akan memakan biaya lebih
banyak lagi. dalam bentuk waktu, usaha dan uang. Jika dianalisis kasus Lutz ini
sesuai dengan alasan yang pertama bahwa nilai-nilai yang tertanam kuat, tapi
sudah tidak cocok dengan lingkungan sekarang. Maka perubahan budaya itu
dilakukan oleh Lutz, dengan pertimbangan budaya yang ada sekarang ini bahwa
masyarakat lebih menjunjung tinggi HAM, sehingga jika ditekan dengan sikap
otoriter maka akan banyak pertentangan.
Karena peningkatan kualitas kinerja seorang karyawan bisa dilakukan
dengan memperhatikan kepuasan kerja secara intensif baik kepuasan
intrinsik maupun kepuasan ekstrinsik dan memperbaiki budaya organisasi
yang hanya berorientasi tugas semata dengan menerapkan budaya kerja
yang berorientasi kinerja, persaingan, yang di sinergiskan dengan upaya
re-inveting organisasi dan pengembangan jenjang karier secara berkala
atau memperbaiki budaya organisasi yang berpola paternalistik dengan
budaya organisasi berpola profesionalisme. Sehingga karyawan memiliki
kemampuan untuk mengkomunikasikan secara langsung kepada rekan
kerja ataupun kepada pihak pimpinan mengenai hal-hal yang menjadi
hambatan psikologis dan komunikasi yang berhubungan dengan
pemenuhan kebutuhan baik instrinsik maupun ekstrinsik dan pihak
pimpinan senantiasa memperhatikan dan memegang teguh prinsip
keadilan dan humanitas dalam pengembangan diri dimasa yang akan
datang. Agar membentuk kesadaran untuk tetap meningkatkan semangat
dan budaya kerja yang inisiatif, kreatif dan penuh inovasi dan pihak
pimpinan dapat mengembangkan budaya terbuka dan dorongan terhadap
seluruh aktifitas yang didukung oleh adanya penghargaan, pengakuan
dan bersifat reaktif dan pro-aktif terhadap permasalahan yang terjadi
dikalangan karyawan yang sebenarnya bisa berakibat menurunnya citra
dan semangat kekeluargaan antara para karyawan dengan pihak
pimpinan perusahaan. Peningkatan kepuasan kerja berupa materi
maupun non-materi untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan,
kemudian tingkatkan budaya perusahaan yang berbasis pada peningkatan
penelitian, pengembangan jenjang karir yang diseimbangkan dengan
ketegasan dan control sehingga tercipta budaya perusahaan yang
kondusif. Serta Tingkatkan profesionalisme kerja dalam pemberian
jenjang jabatan tanpa menghilangkan budaya kekeluargaan yang kuat
dan didasari adanya control dan penghargaan serta pengakuan yang
proforsional.
BUDAYA ORGANISASI

Budaya Organisasi merupakan system makna bersama yang dianut oleh anggota-
anggota yang membedakan organisasi itu dari organisasi-organisasi lain. Tujuh
karakteristik primer dalam menangkap hakikat dari budaya organisasi, antara
lain :
1. Inovasi dan pengambilan resiko.
2. Perhatian terhadap detail.
3. Orientasi hasil.
4. Orientasi orang.
5. Orientasi tim.
6. Keagresifan.
7. Kemantapan.
Budaya dominan merupakan budaya yang mengungkapkan nilai-nilai inti yang
dianut bersama oleh mayoritas anggota organisasi itu. Sedangkan sub-budaya
cenderung berkembang dalam organisasi besar untuk mencerminkan masalah,
situasi, atau pengalaman bersama yang dihadapi para anggotanya.

a. Fungsi Budaya
Budaya menjalankan sejumlah fungsi di dalam organisasi, yaitu :
1. Budaya berperan menetapkan tapal batas
2. Budaya memberikan rasa identitas ke anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang
lebih daripada kepentingan diri pribadi seseorang.
4. Budaya meningkatkan kemantapan sistem sosial.
5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan mekanisme
pengendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para
karyawan.

Ada aspek budaya yang berfungsi disfungsional, yang justru mengganggu fungsi
keefektifan organisasi dan menimbulkan hambatan-hambatan, antara lain :
1. Hambatan terhadap perubahan
2. Hambatan terhadap keanekaragaman
3. Hambatan terhadap merger dan akuisisi

Menciptakan dan mempertahankan budaya


a. Asal mula budaya
Proses penciptaan budaya terjadi dalam tiga cara. Pertama, para pendiri
hanya memperkerjakan dan mempertahankan karyawan yang berpikir dan
merasakan cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan
dan mensosialisasikan para karyawan ini dengan cara berpikir dan cara
berperasaan mereka. Ketiga, perilaku pendiri itu sendiri bertindak sebagai
model peran yang mendorong karyawan mengidentifikasikan diri dengan
mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai, dan
asumsi-asumsi mereka.

b. Menjaga budaya agar tetap hidup


Tiga bagian yang sangat penting dalam mempertahankan budaya :
- praktik seleksi
- tindakan manajemen puncak, dan
- metode sosialisasi

Anda mungkin juga menyukai