Anda di halaman 1dari 16

MONALYTA PANJAITAN

FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

Media Kultur Jaringan


Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Keberhasilan
perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan metode kultur jaringan secara umum
sangat tergantung pada jenis media. Media tumbuh pada kultur jaringan sangat besar
pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya.
Oleh karena itu, macam-macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya
cukup banyak. Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama
penemunya.
Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia yang hampir sama,
hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap persenyawaan. Media dasar yang
sering digunakan dalam kultur jaringan Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya (
Pierik et al.,1974; Pierik dan Steegmans, 1976;Kunisaki, 1980; Kuenhle et al., 1992; Chen et al;
Hamidah et al., 1997; Teng, 1997;2 ; Rachmawati, 2005), media Nitsch dan modifikasinya (Geir,
1986, 1987, 1988).

A. Komposisi Media Tanam Kultur Jaringan


Pada umumnya komposisi utama media tanam kultur jaringan, terdiri dari hormon (zat
pengatur tumbuh) dan sejumlah unsur yang biasanya terdapat di dalam tanah yang
dikelompokkan ke dalam unsur makro, unsur mikro. Hasil yang lebih baik akan dapat kita
peroleh bila, kedalam media tersebut, ditambahkan vitamin, asam amino, dan hormon, bahan
pemadat media (agar), glukosa dalam bentuk gula maupun sukrosa, air destilata (akuades), dan
bahan organik tambahan (Gunawan, 1992).
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam
jumlah yang sedikit (1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan
dan perkembangan tanaman (Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT)
dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur
tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan
organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum,

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu
auksin, sitokinin, dan giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah
2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau
Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan
merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam
kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi
atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah
GA3, GA2, dan GA1.
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika
terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan
berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media
sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya
sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang
dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media
kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara
tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya
didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).

1.

Unsur Hara Makro


adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut
meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan
Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006
dalam Sukarasa, 2007 adalah sebagai berikut:
1) Nitrogen (N)

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

Diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4,NH2SO4.Berfungsi untuk membentuk


protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas),
pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
2) Fosfor (P)
diberikan dalam bentuk KH2PO4.Berfungsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor
membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/amilum, pembentukan
karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta
konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
3 Kalium (K)
diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman,
memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium
ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di
antara se
4) Kalsium (Ca)
diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O.Berfungsi untuk merangsang bulu-bulu akar,
penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran
sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan
makanan.
5) Sulfur (S)
Unsur S merupakan unsur yang penting untuk pembentukan beberapa jenis protein, seperti
asam amino dan vitamin B1. Unsur S juga berperan penting dalam pembentukan bitil-bintil akar.
6) Magnesium (Mg)
diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2O.Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat,
pembentukan protein.
7) Besi (Fe)
diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2O.Berfungsi sebagai penyangga (chelatin
agent) yang sangat penting untuk menyangga kestabilan pH media selama digunakan untuk
menumbuhkan jaringan tanaman.Pada tanaman, Fe berfungsi untuk pernapasan dan
pembentukan hijau daun.

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

2.

Unsur Hara Mikro


Adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini
merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi
lainnya (Gunawan, 1992). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :

a.

Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI.

b.

Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O.

c.

Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O.

d.

Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O.

e.

Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O.

f.

Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O.

g.

Boron (B), diberikan dalam bentuk H3BO3.

3.

Usur Tambahan Lainya


Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah
thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan
vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadangkadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau
penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang
penting, karena terbukti bersinergis dengan zat pengaturtumbuh merangsang pertumbuhan
jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004).
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun
sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber
nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan
adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu
dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004).
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian
tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang
rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat
penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat
sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga
berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya.
Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah
campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur,
diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982
dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :
1.

Agar-agar membeku pada suhu 45 C dan mencair pada suhu 100 sehingga dalam kisaran
suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.

2.

Tidak dicerna oleh enzim tanaman.

3.

Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.


Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite TM
(buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri
Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa.
Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut :

1)

Gelnya lebih jernih.

2)

Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3g/l

3)

Lebih murni dan konsisten dalam kualitas.


Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-agar,
pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran
garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan
kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 ).
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam
kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk
produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal (Yusnita, 2003).
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang
murni (Wetherel, 1976). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat media

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan,
bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media
harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media.
Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas
air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah
dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda
(akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya
mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion
(deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah
air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata
yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan
dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai
toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 6,0 (Daisy, 1994). Faktor
pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain
memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor:
1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam garam lain.
3) Efisiensi pembekuan agar-agar.
Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,55,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan
dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua
komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan
antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret,
Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media MS, SH dan
B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro.
Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :
1.

Hara Makro

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

Unsur hara makro. terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium
(Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan
maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk
pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat
saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan
amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar
antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM
akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya
mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang
terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat dalam media pada
konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen digunakan
bersama dalam media maka ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan
ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi
20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM.
Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi
dari hara yang lain.

2.

Hara Mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman
mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo).
Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam bentuk yang ter chelate.
Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan
untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah
media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men chelate besi
dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang
jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co
yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 M, Fe dan Mo 1 M, I 5M, Zn 5-30 M,
Mn 20-90 M, dan B 25-100 M.

3.

Karbon dan Sumber Energi


Sumber karbohidrat yang biasanya digunakan dalam media kultur adalah sukrosa.
Glukosa dan fruktosa dalam beberapa hal dapat digunakan sebagai pengganti sukrosa, dimana
glukosa mempunyai efektivitas yang sama dengan sukrosa dibanding dengan fruktosa.
Karbohidrat lain yang pernah dicobakan adalah laktosa, galaktosa, rafinosa, maltosa dan pati,
tetapi semua karbohidrat tersebut umumnya mempunyai hasil yang kurang baik dibandingkan
sukrosa atau fruktosa. Konsentrasi sukrosa normal dalam media kultur berkisar antara 2 dan 3%.
Karbohidrat harus tersedia dalam media kultur karena sangat sedikit sel dari jenis
tanaman yang diisolasi dapat bersifat autotropik, yaitu kemampuan menyediakan kebutuhan
karbohidrat sendiri melalui asimilasi CO2 selama proses fotosintesa. Sukrosa dalam media kultur
secara cepat akan diurai menjadi fruktosa dan glukosa. Glukosa adalah yang pertama digunakan
oleh sel, diikuti oleh fruktosa. Saat media disterilisasi dengan autoclave, sebagian sukrosa akan
mengalami hidrolisa. Apabila sukrosa yang diautoklap ada bersama komponen media lain maka
proses hidrolisa akan lebih besar. Kultur dari beberapa spesies tanaman akan tumbuh baik pada
media yang sukrosanya diautoklap dibandingkan dengan media yang sukrosanya disterilisasi
dengan filter. Hal ini dimungkinkan akan menguntungkan sel-sel karena tersedianya glukosa dan
fruktosa.

4.

Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin, asam
folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam paminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas
pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan tanaman.
Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi
thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang
tumbuh masih rendah.

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

5.

Asam Amino dan Sumber Nitrogen Lainnya


Sumber nitrogen organik yang paling banyak digunakan dalam media kultur adalah asam
amino campuran (casein hidrolisat), L-glutamin, L-asparagin, dan adenin. Casein hidrolisat
umumnya digunakan pada konsentrasi antara 0.05-0.1%. Asam amino biasanya ditambahkan
pada media terdiri dari beberapa macam, karena sering diperoleh bahwa penambahan satu jenis
asam amino saja justru dapat menghambat pertumbuhan sel. Contoh penambahan asam amino
dalam media untuk meningkatkan pertumbuhan sel adalah glisin 2 mg/L, glutamin hingga 8mM,
asparagin 100 mg/L, arginin dan sistein 10 mg/L, dan tirosin 100 mg/L. Adenin sulfat juga sering
ditambahkan pada media kultur yang fungsinya dapat menstimulir pertumbuhan sel dan
meningkatkan pembentukan tunas.

6.

Bahan Organik Komplek


Arang aktif (activated charcoal) juga sering digunakan pada media kultur. Beberapa hasil
penelitian menunjukkan pengaruh yang menguntungkan dan juiga dapat merugikan. Pada kultur
beberapa tanaman seperti anggrek, bawang, wortel dan tomat dapat menstimulir pertumbuhan
dan diferensiasi, tetapi pada kultur tanaman tembakau, kedelai dan teh justru akan menghambat
pertumbuhan. Pengaruh arang aktif umumnya diarahkan pada salah satu dari tiga hal berikut:
penyerapan senyawa-senyawa penghambat, penyerapan zat pengatur tumbuh atau menggelapkan
warna media. Penghambatan pumbuhan karena kehadiran arang aktif umumnya karena arang
aktif dapat menyerap ZPT. NAA, kinetin, BAP, IAA dan 2iP semuanya dapat terikat oleh artang
aktif.
IAA dan 2iP merupakan ZPT yang paling cepat terikat oleh arang aktif. Arang aktif dapat
menstimulasi pertumbuhan sel umumnya karena kemampuan arang aktif mengikat senyawa
fenol yang bersifat toksik yang diproduksi biakan selama dalam kultur. Konswentrasi aArang
aktif yang ditambahkan kedalam media kultur umumnya sebanyak 0.5-3%.

7.

Bahan Pemadat dan Penyangga Biakan


Media kultur jaringan tanaman dapat dibuat padat atau semi padat, yaitu dengan
penambahan bahan pemadat berupa agar. Dibandingkan bahan pemadat lain, agar mempunyai

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan
pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu
inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh
ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek
agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur
berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif
(0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.
Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang
penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi
ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan
terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci
dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu
60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi
terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah
dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta
harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.350.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini
bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma
Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan
menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.
Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam
media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat digunakan
untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu
kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah
eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari
spesies tanaman yang dikulturkan.

8.

Zat Pengatur Tumbuh

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan
tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang
pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa
besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin yang
ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis,
meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat
genus, spesies bahkan kultivar.
Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk
menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan
untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui,
namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat
dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan
menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.

B. Nama- Nama Media Dasar Kultur Jaringan


Menurut George dan Sherington (1984) ada media dasar yang pada umumnya diberi
nama sesuai dengan nama penemunya, antara lain:
1.

Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman
terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan
senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.

2.

Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan
legume lain.

3.

Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar
dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.

4.

Medium Vacint Went (VW), digunakan khusus untuk medium anggrek.

5.

Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.

6.

Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.

7.

Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.

8.

Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lain-lain.

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

C. Perbandingan Komposisi Media Kultur Jaringan


Berikut ini adalah perbandingan komposisi beberapa media kultur jaringan, yaitu diantaranya:
1.

Media Murashige & Skoog (media MS)


Media MS paling banyak digunakan untuk berbagai tujuan kultur, merupakan perbaikan
komposisi media Skoog, Pertama kali unsur-unsur makro dalam media MS dibuat untuk kultur
kalus tembakau, tetapi komposisi MS ini sudah umum digunakan untuk kultur jaringan jenis
tanaman lain Media MS mengandung 40 mM N dalam bentuk NO3 dan 29 mM N dalam bentuk
NH4+. Kandungan N ini, lima kali lebih tinggi dari N total yang terdapat pada media Miller, 15
kali lebih tinggi dari media tembakau Hildebrant, dan 19 kali lebih tinggi dari media White.
Kalium juga ditingkatkan sampai 20 mM, sedangkan P, 1.25 mM. Unsur makro lainnya
konsemtrasinya dinaikkan sedikit. Pada tahun-tahun sesudah penemuan media MS,
dikembangkan media-media lain berdasarkan media MS tersebut, antara lain media : 1. Lin &
Staba, menggunakan media dengan setengah dari komposisi unsur makro MS, dan memodifikasi
: 9 mM ammonium nitrat yang seharusnya 10mM, sedangkan KH2 PO4 yang dikurangi menjadi
0.5 Mm, tidak 0.625 mM. Larutan senyawa makro dari media Lin & Staba, kemudian digunakan
oleh Halperin untuk penelitian embryogenesis kultur jaringan wortel dan juga digunakan oleh
Bourgin & Nitsch (1967 dalam Gunawan 1988) serta Nitsch & Nitsch (1969 dalam Gunawan
1988) dalam penelitian kultur anther.
Modifikasi media MS yang lain dibuat oleh Durzan et alI (1973 dalam Gunawan 1988)
untuk kultur suspensi sel white spruce dengan cara mengurangi konsentrasi K+ dan NO3-, dan
menambah konsentrasi Ca2+ nya. 3. Chaturvedi et al (1978) mengubah media MS dengan
menurunkan konsentrasi NO3-, K+, Ca2+, Mg2+ dan SO4-2 untuk keperluan kultur pucuk
Bougainvillea glabra.

2.

Media Schenk & Hildebrant (media SH)

Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan
dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip
dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan
PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh
dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya.
Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini
cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.

3.

Media WPM (Woody Plant Medium)


Dikembangkan oleh Lioyd & Mc Coen pada tahun 1981, merupakan media dengan
konsentrasi ion yang lebih rendah dari media MS. Media diperuntukkan khusus tanaman
berkayu, dan dikembangkan oleh ahli lain, tetapi sulfat yang digunakan lebih tinggi dari sulfat
pada media WPM. Saat ini WPM banyak digunakan untuk perbanyakan tanaman hias
berperawakan perdu dan pohon-pohon.

4.

Media Nitsch & Nitsch


Menggunakan NO3- dan K+ dengan kadar yang cukup tinggi untuk mengkulturkan
jaringan tanaman artichoke Jerussalem. Penambahan ammonium khlorida sebanyak 0.1 mM,
menghasilkan pertumbuhan jaringan yang menurun. Mereka mengambil kesimpulan, bahwa
NH4+ sangat menunjang pertumbuhan kalus tembakau (Miller et al, (1956 dalam Gunawan
1988).

5.

Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar
dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds
and Roberts, 1983)

6.

Media White

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari,
ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang
dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga
matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white,
tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.

7.

Media Knudson dan media Vacin and Went


Media ini dikembangkan khusus untuk kultur anggrek. Tanaman yang ditanam di kebun
dapat tumbuh dengan baik dengan pemupukan yang hanya mengandung N dari Nitrat. S
Knudson pada tahun 1922, menemukan penambahan 7.6 mM NH4+ disamping 8.5 mM NO3-,
sangat baik untuk perkencambahan dan pertumbuhan biji anggrek. Penambahan NH4+ ternyata
dibutuhkan untuk perkembangan protocorm.

8.

Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg
et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur
kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS.
Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik
sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai.
Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM
berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat
yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM
lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan
sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi perbanyakan
tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang
dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal
tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.

Teknik kultur jaringan dapat dilaksanakan dengan dua metode yaitu:

Metode Padat (Solid Method)


Metode pada dilakukan dengan tujuan mendapatkan kalus dan kemudian dengan medium
diferensiasi yang berguna untuk menumbuhkan akar dan tunas sehingga kalus dapat tumbuh
menjadi planlet. Media padat adalah media yang mengandung semua komponen kimia yang
dibutuhkan oleh tanaman dan kemudian dipadatkan dengan menambahkan zat pemadat. Zat
pemadat tersebut dapat berupa agar-agar batangan, agar-agar bubuk, atau agar-agar kemasan
kaleng yang yang memang khusus digunakan untuk media padat untuk kultur jaringan.
Media yang terlalu padat akan mengakibatkan akar sukar tumbuh, sebab akar sulit untuk
menembus ke dalam media. Sedangkan media yang terlalu lembek akan menyebabkan kegagalan
dalam pekerjaan. Kegagalan dapat berupa tenggelamnya eksplan yang ditanam. Eksplan yang
tenggelam tidak akan dapat tumbuh menjadi kalus, karena tempat area kalus yaitu pada irisan
(jaringan yang luka) tertutup oleh medium.
Metode padat dapat digunakan untuk metode kloning, untuk menumbuhkan protoplas
stelah diisolasikan, untuk menumbuhkan planlet dari protokormus stelah dipindahkan dari
suspensi sel, dan untuk menumbuhkan planlet dari prtoplas yang sudah difusikan (digabungkan).
Metode Cair (Liquid Method)
Penggunaan metode cair ini kurang praktis dibandingkan dengan metode padat, karena
untuk menumbuhkan kalus langsung dari ekspaln sangat sulit sehingga keberhasilannya sangat
kecil dan hana tanaman-tanaman tertentu yang dapat berhasil. Oleh karena itu, penggunaan
media cair lebih ditekankan untuk suspensi sel, yaitu untuk menumbuhkan plb (prtocorm like

MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID

bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan
kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak
perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat
pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.

Anda mungkin juga menyukai