FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu
auksin, sitokinin, dan giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan
kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992) Contoh hormon kelompok auksin adalah
2,4 Dikloro Fenoksiasetat (2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau
Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan
merangsang pertumbuhan tunas pucuk. Menurut Gunawan (1992), golongan ini sangat penting
dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam
kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurine (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi
atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah
GA3, GA2, dan GA1.
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika
terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan
berdampak negatif terhadap tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media
sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya
sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakan di tanah. Unsur-unsur hara yang
dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media
kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsur hara
tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya
didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti (Gunawan, 1992).
1.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
2.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
3.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan (1992), sukrosa adalah sumber karbohidrat
penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat
sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup
memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga
berfungsi sebagai tekanan osmotik media.
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya.
Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar-agar adalah
campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur,
diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982
dalam Gunawan, 1992). Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :
1.
Agar-agar membeku pada suhu 45 C dan mencair pada suhu 100 sehingga dalam kisaran
suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2.
3.
1)
2)
Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3g/l
3)
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan,
bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media
harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media.
Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas
air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah
dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda
(akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya
mempunyai alat penyulingan air (water destilator) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion
(deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah
air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata
yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004).
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan
dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai
toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 6,0 (Daisy, 1994). Faktor
pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa
sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma. Pengaturan pH selain
memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor:
1) Kelarutan dari garam-garam penyusun media.
2) Pengambilan (uptake) dari zat pengatur tumbuh dan garam garam lain.
3) Efisiensi pembekuan agar-agar.
Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992, sel-sel tanaman
membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,55,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan
dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua
komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992).
Beberapa formulasi media yang sudah umum digunakan dalam banyak pekerjaan kultur jaringan
antara lain adalah media White, Murashige & Skoog (MS), Gamborg et al. (B5), Gautheret,
Schenk & Hilderbrandt (SH), Nitch & Nitch, Lloyd & McCown (WPM) dll. Media MS, SH dan
B5 merupakan media yang kaya garam-garam makro.
Berikut penjelasan dari masing-masing komposisi media tersebut :
1.
Hara Makro
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
Unsur hara makro. terdiri dari enam unsur utama yang dibutuhkan untuk pertumbuhan
sel dan jaringan tanaman, yaitu: nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium
(Mg) dan sulfur (S). Konsentrasi optimum yang dibutuhkan untuk mencapai pertumbuhan
maksimum bervariasi diantara jenis tanaman.
Media kultur harus mengandung sedikitnya 25-60 mM nitrogen anorganik untuk
pertumbuhan sel tanaman. Sel-sel tanaman mungkin dapat tumbuh pada sumber N dari nitrat
saja, tetapi diketahui bahwa pertumbuhan yang lebih baik adalah apabila mengandung nitrat dan
amonium. Nitrat yang disediakan umumnya berkisar 25-40 mM, konsentrasi amonium berkisar
antara 2-20 mM. Akan tetapi untuk beberapa spesies tanaman konsentrasi amonium > 8 mM
akan menghambat pertumbuhan sel. Sel-sel dapat tumbuh dalam media kultur yang hanya
mengandung amonium sebagai sumber nitrogen jika satu atau lebih terdapat asam-asam yang
terlibat dalam siklus TCA (seperti sitrat, suksinat, atau malat) juga terdapat dalam media pada
konsentrasi sekitar 10 mM. Apabila nitrat dan amonium sebagai sumber nitrogen digunakan
bersama dalam media maka ion-ion amonium akan digunakan lebih cepat dibandingkan dengan
ion-ion nitrat. Kalium dibutuhkan untuk pertumbuhan sel bagi sebagian besar spesies tanaman.
Umumnya media mengandung kalium (dalam bentuk nitrat atau klorida) pada konsentrasi
20-30 mM. Konsentrasi optimum untuk unsur P, Mg, S dan Ca berkisar antara 1-3 mM.
Konsentasi yang lebih tinggi dari hara-hara tersebut mungkin diperlukan jika terjadi defisiensi
dari hara yang lain.
2.
Hara Mikro
Unsur hara mikro yang paling dibutuhkan untuk petumbuhan sel dan jaringan tanaman
mencakup besi (Fe), mangan (Mn), seng (Zn), boron (B), terusi (Cu) dan molibdenum (Mo).
Besi dan seng yang digunakan dalam pembuatan media harus dalam bentuk yang ter chelate.
Besi adalah yang paling kritis diantara semua hara mikro. Besi sitrat dan tartrat dapat digunakan
untuk media kultur, tetapi senyawa ini sulit untuk larutdan biasanya akan terpresipitasi setelah
media dibuat. Masalah ini dipecahkan oleh Murashige & Skoog dengan men chelate besi
dengan menggunakan asam etilen diamintetraasetik (EDTA).
Kobal (Co) dan iodin (I) juga dapat ditambahkan dalam media tetapi kebutuhan yang
jelas untuk pertumbuhan sel belum diketahui. Natrium (Na) dan klorida (Cl) juga digunakan
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
pada beberapa media tetapi tidak begitu penting untuk pertumbuhan sel. Konsentrasi Cu dan Co
yang biasanya ditambahkan pada media sekitar 0.1 M, Fe dan Mo 1 M, I 5M, Zn 5-30 M,
Mn 20-90 M, dan B 25-100 M.
3.
4.
Vitamin
Pada beberapa media kultur juga sering ditambahkan vitamin-vitamin seperti biotin, asam
folat, asam askorbat, asam panthotenat, vitamin E (tokoperol), riboflavin, dan asam paminobenzoik. Meskipun vitamin-vitamin tersebut bukan merupakan faktor pembatas
pertumbuhan, tetapi sering memberikan keberhasilan dalam kultur sel dan jaringan tanaman.
Biasanya penambahan vitamin-vitamin tersebut ke dalam media dilakukan apabila konsentrasi
thiamin dianggap dibawah taraf yang diinginkan atau apabila jumlah populasi sel-sel yang
tumbuh masih rendah.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
5.
6.
7.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
beberapa keuntungan, yaitu (i) saat dicampur dengan air, agar akan terbentuk bila dilelehkan
pada suhu 60o-100oC dan memadat pada suhu 45oC; (ii) gel agar bersifat stabil pada suhu
inkubasi; (iii) agar gel tidak bereaksi dengan komponen dalam media dan tidak dicerna oleh
ensim tanaman. Kualitas fisik agar dalam media kultur tergantung pada konsentrasi dan merek
agar yang diguinakan serta pH media. Konsentrasi agar yang digunakan dalam media kultur
berkisar antara 0.5-1%, dengan catatan pH media sesuai dengan aturan. Penggunaan arang aktif
(0.8-1%) dapat mempengaruhi kepadatan agar yang terbentuk.
Kemurnian agar yang digunakan dalam media kultur juga merupakan faktor yang
penting. Agar yang mengandung garam-garam Ca, Mg, K dan Na dapat mempengaruhi
ketersediaan hara dalam media. Oleh karena itu penggunaan agar yang murni sangat diperlukan
terutama untuk tujuan percobaan. Untuk memurnikan agar dapat dilakukan dengan cara mencuci
dengan air destilasi selama 24 jam kemudian dibilas dengan ethanol dan dikeringkan pada suhu
60oC selama 24 jam.
Bahan pemadat lain yang pernah dicobakan adalah gelatin pada konsentrasi 10%, akan tetapi
terdapat kesulitan karen gelatin meleleh pada suhu 25oC. Methosel dan alginat juga pernah
dicobakan sebagai bahan pemadat media, tetapi kedua bahan tersebut sulit penanganannya serta
harganya cukup mahal. Bahan lain yang dapat digunakan adalah agarose (konsentrasi 0.350.7%), dimana jenis agar ini banyak digunakan pada pekerjaan teknik kultur protoplas. Saat ini
bahan pemadat yang banyak digunakan adalah agar sintetik yaitu Phytagel (produk Sigma
Chemical) dan Gelrite (produk Kelco Corp.). Agar jenis ini hanya digunakan 2-2.5 g/L dan
menghasilkan gel yang bening yang cocok untuk mendeteksi ada tidaknya kontaminan.
Gel agar juga berfungsi sebagai penopang agar biakan atau eksplan yang ditanam dalam
media tetap pada tempatnya (tidak bergerak atau berpindah). Metoda lain yang dapat digunakan
untuk penopang atau penyangga biakan adalah jembatan kerta filter (filter paper bridges), sumbu
kertas filter (filter paper wick), busa poliuretran, celophane berlubang dan poliester. Apakah
eksplan akan tumbuih lebih baik pada media agar atau dengan penyangga, tergantung dari
spesies tanaman yang dikulturkan.
8.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
Terdapat empat klas zat pengatur tumbuh (ZPT) yang penting dalam kultur jaringan
tanaman, yaitu: auksin, sitokinin, giberelin dan asam absisik. Skoog dan Miller adalah yang
pertama melaporkan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin menentukan jenis dan berapa
besar proses organogenesis dalam kultur jaringan tanaman. Auksin dan sitokinin yang
ditambahkan kedalam media kultur mempunyai tujuan untuk mendapatkan morfogenesis,
meskipun perbandingannya untuk mendapatkan induksi akar dan tunas bervariasi baik ditingkat
genus, spesies bahkan kultivar.
Sitokinin yang ditrambahkan dalam media kultur umumnya ditujukan untuk
menstimulasi pembelahan sel, menginduksi pembentukan tunas dan proliferasi tunas aksiler, dan
untuk menghambat pembentukan akar. Mekanisme kerja sitokinin tidak secara pasti diketahui,
namun demikian beberapa senyawa yang mempunyai aktivitas mirip sitokinin diketahui terlibat
dalam transfer-RNA (t-RNA). Sitokinin juga menunjukkan dapat mengaktivasi sintesa RNA dan
menstimulasi aktivitas protein dan enzim pada jaringan tertentu.
Medium dasar Murashige dan Skoog (MS), digunakan hamper pada semua macam tanaman
terutama herbaceous. Media ini memiliki konsentrasi garam-garam mineral yang tinggi dan
senyawa N dalam bentuk NO3- dan NH4+.
2.
Medium dasar B5 atau Gamborg, digunakan untuk kultur suspense sel kedelai, alfafa dan
legume lain.
3.
Medium dasar white, digunakan untuk kultur akar. Medium ini merupakan medium dasar
dengan konsentrasi garam-garam mineral yang rendah.
4.
5.
Medium dasar Nitsch dan Nitsch, digunakn untuk kultur tepung sari (Pollen) dan kultur sel.
6.
Medium dasar schenk dan Hildebrandt, digunakan untuk tanaman yang berkayu.
7.
Medium dasar Woody Plant Medium (WMP), digunakan untuk tanamn yang berkayu.
8.
Medium dasar N6, digunakan untuk tanaman serealia terutama padi, dan lain-lain.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
2.
Merupakan media yang juga cukup terkenal, untuk kultur kalus tanaman monokotil dan
dikotil (Trigiano & Gray, 2000). Konsentrasi ion-ion dalam komposisi media SH sangat mirip
dengan komposisi pada media Gamborg dengan perbedaan kecil yaitu level Ca2+, Mg2+, dan
PO4-3 yang lebih tinggi. Schenk & Hildebrant mempelajari pertumbuhan jaringan dari 37 jenis
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
tanaman dalam media SH dan mendapatkan bahwa: 32 % dari spesies yang dicobakan, tumbuh
dengan sangat baik, 19% baik, 30% sedang, 14% kurang baik, dan 5% buruk pertumbuhannya.
Tetapi karena zat tumbuh yang diberikan pada tiap jenis tanaman tersebut berbeda. Media SH ini
cukup luas penggunaannya, terutama untuk tanaman legume.
3.
4.
5.
Media Knop
Dapat juga digunakan untuk menumbuhkan kalus wortel. Kultur kalus, biasanya
ditumbuhkan pada media dengan kosentrasi garam-garam yang rendah seperti dalam kultur akar
dengan penambahan suplemen seperti glucosa, gelatine, thiamine, cysteine-HCl dan IAA (Dodds
and Roberts, 1983)
6.
Media White
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
Dikembangkan oleh Hildebrant untuk keperluan kultur jaringan tumor bunga matahari,
ditemukan bahwa unsur makro yang dibutuhkan kultur tersebut, lebih tinggi dari pada yang
dibutuhkan oleh kultur tembakau. Unsur F, Ca, Hg dan S, pada media untuk tumor bunga
matahari ini, sama dengan media untuk jaringan normal yang dikembangkan kemudian.
Konsentrasi NO3- dan K+ yang digunakan Hildebrant ini lebih tinggi dari media white,
tetapi masih lebih rendah dari pada media-media lain yang umum digunakan sekarang.
7.
8.
Media B5(Gamborg)
Dalam metode kultur in vitro dikenal beberapa macam jenis media dasar diantaranya
media Murashige dan Skoog (MS) dan Gamborg (B5). Media B5 dikembangkan oleh Gamborg
et al. pada tahun 1968 untuk kultur suspensi kedelai. Pertama kali dikembangkan untuk kultur
kalus kedelai dengan konsentrasi nitrat dan amonium lebih rendah dibandingkan media MS.
Untuk selanjutnya media B5 dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik
sebagai media dasar untuk meregenerasi seluruh bagian tanaman. Pada masa ini media B5 juga
digunakan untuk kultur-kultur lain.
Media ini dikembangkan dari komposisi PRL-4, menggunakan konsentrasi NH4+ yang
rendah, karena konsentrasi yang lebih tinggi dari 2 mM menghambat pertumbuhan sel kedelai.
Tetapi peneliti lain melaporkan bahwa konsentrasi NH4+ yang tinggi sampai 20 mM
berpengaruh baik dalam kultur jaringan seperti pada kultur kalus tembakau Konsentrasi fosfat
yang diberikan pada media tersebut adalah 1mM , Ca+ antara 1-4 mM, dan Mg antara 0,5-4 mM
lebih mengutamakan kandungan ammonium dibandingkan media MS.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
Meskipun media B5 pada awalnya digunakan untuk menginduksi kalus atau diutamakan
sebagai kultur suspensi, tetapi dapat digunakan pula sebagai media dasar bagi perbanyakan
tanaman pada umumnya. Gamborg (1991) menyatakan bahwa kadar hara anorganik yang
dikandung media dasar Gamborg (B5) umumnya lebih rendah dari pada media dasar MS. Hal
tersebut sering kali lebih baik bagi sel spesies tertentu. Untuk selanjutnya media B5
dikembangkan untuk kultur kalus dan suspensi, serta sangat baik sebagai media dasar untuk
meregenerasi seluruh bagian tanaman.
MONALYTA PANJAITAN
FITRI RAMADHANI
ATRIA KENT
RISKA HARFIANI JUNAID
bodies). Dari protokormus ini nantinya dapat tumbuh menjadi planlet apabila dipindahkan
kedalam media padat yang sesuai.
Pembuatan media cair jauh lebih cepat daripada media padat, karena kita tidak
perlu memanaskannya untuk melarutkan agar-agar. Media cair juga tidak memerlukan zat
pemadat sehingga keadaannya tetap berupa larutan nutrein.