TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Caring
2.1.1 Pengertian Caring Secara Umum
Caring secara umum dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
berdedikasi bagi orang lain, pengawasan dengan waspada, menunjukkan
perhatian, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau menyayangi
yang merupakan kehendak keperawatan (Potter & Perry, 2005). Selain itu, caring
mempengaruhi cara berpikir seseorang, perasaan dan perbuatan seseorang. Caring
juga mempelajari berbagai macam philosofi dan etis perspektif.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan
suatu cara pendekatan yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih
meningkatkan kepeduliannya kepada klien (Sartika & Nanda, 2011). Dalam
keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik
keperawatan.
Ada beberapa definisi caring yang diungkapkan para ahli keperawatan:
Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Caring, mempertegas
bahwa caring sebagai jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara
pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai
manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh.
Marriner dan Tomey (1994) menyatakan bahwa caring merupakan
pengetahuan kemanusiaan, inti dari praktik keperawatan yang bersifat etik dan
filosofikal. Caring bukan semata-mata perilaku. Caring adalah cara yang
10
sedang
menderita
sakit.
Kemampuan
khusus
tersebut
mencakup
pasien
sebagai
manusia,
dengan
demikian
mempengaruhi
11
bukti/data
dan
mengobati
dengan
patofisiologi
yang
bisa
dipertanggungjawabkan.
Hall (1969) mengemukakan perpaduan kedua aspek tersebut. Menurutnya,
care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu.
Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi dan terapeutik. Dalam
memberikan asuhan keperawatan secara total kepada klien, maka kedua aspek ini
harus dipadukan (Julia, 1995). Namun, tetap ada perbedaan yang jelas diantara
keduanya. Dalam UU no. 23 tahun 1992 menyebutkan bahwa penyembuh
penyakit dilaksanakan oleh tenaga dokter dan perawat melalui kegiatan
pengobatan dan/ atau keperawatan berdasarkan ilmu keperawatan. Dari situ
terlihat bahwa antara caring dan curing terdapat perbedaan. Caring merupakan
12
tugas primer perawat dan curing adalah tugas sekundernya. Begitu pula curing,
curing merupakan tugas primer dokter dan caring sebagai tugas sekundernya.
Curing merupakan komponen dalam caring. Karena di dalam caring termasuk
salah satunya adanya kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk membantu
penyembuhan klien. Jadi, tetap mempunyai hubungan yang saling melengkapi.
Perbedaan antara caring dan curing dapat lebih jelas jika dilihat dari
diagnosis, intervensi, dan tujuannya. Di dalam caring terdapat diagnosis
keperawatan yang merupakan suatu kegiatan mengidentifikasi masalah dan
penyebab berdasarkan kebutuhan dan respon klien. Sedangkan di dalam curing
terdapat diagnosis medis yaitu suatu bentuk kinerja yang mengungkapkan
penyakit yang diderita klien. Dengan kata lain dapat disebut diagnosa penyakit.
Dalam caring lebih dititik-beratkan pada kebutuhan dan respon klien untuk
ditanggapi dengan pemberian perawatan. Berbeda dengan curing lebih
memperhatikan penyakit yang diderita serta penanggulangannya.
Selain itu, dapat juga dilihat dari intervensinya. Intervensi keperawatan
(caring) yaitu membantu klien memenuhi masalah klien baik fisik, psikologis,
sosial, dan spiritual dengan tindakan keperawatan yang meliputi intervensi
keperawatan, observasi, pendidikan kesehatan, dan konseling. Sedangkan
intervensi kedokteran (curing) lebih ke melakukan tindakan pengobatan dengan
obat (drug) dan tindakan operatif. Dari sini dapat dipahami bahwa caring
memperhatikan klien dari aspek fisik, psikologi, sosial, serta spiritualnya
sedangkan curing menekankan pada aspek kesehatan dan fisik kliennya.
13
Satu hal lagi yang dapat dipahami dari perbedaan caring dan curing yaitu
dari aspek tujuan. Tujuan dari perilaku caring, yaitu:
1.
2.
14
caring yang membuat perawat dan profesi kesehatan klien (Watson, 2006 dalam
Potter dan Perry, 2006). Watson menjelaskan bahwa konsep dia didefinisikan
untuk membawa arti baru untuk paradigma keperawatan adalah berasal dari
pengalaman empiris klinis dilantik dikombinasikan dengan latar belakang filsafat
saya, intelektual dan experiental : dengan demikian pekerjaan awal saya muncul
dari nila sendiri-sendiri, keyakinan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan,
kesehatan, dan persepsi tentang kepribadian, kehidupan, kesehatan, dan
penyembuhan ( Watson, 1997 dalam Tomey & Alligood, 2006).
Dalam pandangan keperawatan Jean Watson, manusia diyakini sebagai
person as a whole, as a fully functional integrated self. Jean Watson
mendefinisikan sehat sebagai kondisi yang utuh dan selaras antara badan, pikiran,
dan jiwa, ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian antara diri yang dipersepsikan
dan diri yang diwujudkan. Dari beberapa konsep sehat sakit di atas dapat
dikemukakan beberapa hal prinsip, antara lain:
1.
2.
3.
Sehat tidak dapat dinyatakan sebagai suatu kondisi yang terhenti pada titik
tertentu, tetapi berubah-ubah tergantung pada kapasitasnya untuk berfungsi
pada lingkungan yang dinamis.
15
b.
c.
d.
e.
f.
g.
16
h.
i.
Membantu pemenuhan kebutuhan dasar manusia dengan antusias (kebutuhankebutuhan survival, fungsional, integratif dan grup)
j.
b.
c.
d.
e.
f.
17
18
4.
caring ditujukan untuk klien baik dalam keadaan sakit maupun sehat.
Maintaining belief
Maintaining belief adalah mempertahankan iman dalam kapasitas orang
lain, untuk mendapatkan melalui suatu peristiwa atau transisi dan menghadapi
masa depan dengan bermakna. Tujuannya adalah untuk memungkinkan yang lain
sehingga dalam batas-batas kehidupannya, ia mampu menemukan makna dan
mempertahankan sikap yang penuh harapan.
b.
Knowing
Knowing adalah berjuang untuk memahami peristiwa seperti yang
Being with
Being with adalah secara emosional hadir untuk yang lain dengan
19
d.
Doing for
Doing for adalah melakukan untuk yang lain apa yang dia akan lakukan
untuk diri sendiri jika hal itu mungkin. Melakukan untuk yang lain berarti
memberikan perawatan yang nyaman, protektif, dan antisipatif, serta menjalankan
tugasnya terampil dan kompeten sambil menjaga martabat orang tersebut.
e.
Enabling
Enabling adalah memfasilitasi bagian yang lain melalui transisi kehidupan
20
b.
Competence (kemampuan)
Competence
adalah
memiliki
ilmu
pengetahuan,
keterampilan,
pengalaman, energi dan motivasi sebagai rasa tanggung jawab terhadap profesi.
Compassion
tanpa
competence akan
terjadi kelalaian
klinis,
sebaliknya
manusia dengan penuh percaya diri. Confidence dapat berupa ekpresi caring yang
meningkatkan kepercayaan tanpa mengabaikan kemampuan orang lain untuk
tumbuh dan menyampaikan kebenaran.
d.
Commitment
Melakukan tugas secara konsekuen dan berkualitas terhadap tugas, orang,
21
22
23
24
Aspek kontrak
Telah diketahui bahwa, sebagai profesional, kita berada di bawah
25
2.
Aspek etika
Pertanyaan etika adalah pertanyaan tentang apa yang benar atau salah,
Aspek spiritual
Di semua agama besar di dunia, ide untuk saling caring satu sama lain
adalah ide utama. Oleh karena itu, berarti bahwa perawat yang religious adalah
orang yang care, bukan karena dia seorang perawat tetapi lebih karena dia adalah
anggota suatu agama atau kepercayaan, perawat harus care terhadap klien.
Caring
mengembangkan
dalam
praktik
hubungan
keperawatan
saling
percaya
dapat
antara
dilakukan
perawat
dan
dengan
klien.
26
Perawat
juga
harus
memberikan
informasi
kepada
klien.
Perawat
Pengkajian
Meliputi observasi, identifikasi, dan review masalah; menggunakan
27
(1979 dalam Julia, 1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat
yaitu:
1.
Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup
meliputi kebutuhan nutrisi, cairan, eliminasi, dan oksigenisasi.
2.
3.
4.
b.
Perencanaan:
Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable-variabel
akan diteliti atau diukur, meliputi suatu pendekatan konseptual atau desain untuk
memecahan masalah yang mengacu pada asuhan keperawatan serta meliputi
penentuan data apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa dan bagaimana data
akan dikumpulkan.
c.
Implementasi:
Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta
Evaluasi
Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data, juga untuk
meneliti efek dari intervensi berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil,
28
tingkat dimana suatu tujuan yang positif tercapai, dan apakah hasil tersebut dapat
digeneralisasikan.
29
dan prosedur analisis yang sangat ketat juga harus dipatuhi. Dalam studi ini hanya
17 informan yang terlibat. Dua kategori mayor teridentifikasi, yaitu: (1) definisi
caring dan (2) faktor yang mempengaruhi caring.
Kategori pertama definisi caring dibagi lagi menjadi dua sub-kategori:
keterlibatan dan interaksi. Kategori kedua faktor yang mempengaruhi caring,
dibagi lagi menjadi lima tema: diri sendiri, pasien, frustasi, koping, dan
kenyamanan, serta dukungan. Sekali lagi perhatikan bagaimana perbedaan
pendekatan terhadap masalah mempengaruhi tipe data yang muncul dari riset.
Dengan strategi yang sangat kualitatif dan mendalam, muncul gambaran detail
yang menyampaikan beberapa faktor kompleks yang mempengaruhi caring dalam
keperawatan.
30
31
32
bahwa
pengukuran
caring
merupakan
proses
mengurangi
petunjuk
baru
bagi
perkembangan
kurikulum,
keilmuan
33
34
2009) meneliti 288 pasien ruang emergensi. Mereka menggunakan Alpa Cronbach
pada 7 subskala yang berkisar antara 0,66 sampai 0.90.
Selain itu, Schultz, et.al. (1999 dalam Watson 2009) menggunakan alat
ukur ini dengan tes reliabilitas dengan kisaran 0.71 sampai 0,88 pada subskala,
dan Alpa Cronbach 0.93 pada skala total. Penelitian terbaru oleh Manogin,
Bechtel, dan Rami (2000 dalam Watson, 2009) menggunakan CBA, mereka
melaporkan reliabilitas Alpa Cronbach tiap subskala berkisar dari 0,66 sampai
0.90. Cronin dan Harrison (1988 dalam Watson 2009) menemukan dua perilaku
caring paling penting menurut pasien yaitu membuat saya merasa sebagai
seseorang jika saya membutuhkan mereka, dan tahu apa yang mereka lakukan.
Sedangkan perilaku caring yang paling tidak penting menurut pasien adalah
mendatangi saya ketika saya pindah ke rumah sakit lain dan menanyakan
kepada saya apa nama panggilan kesukaan saya. Ini menunjukan bahwa perilaku
caring yang paling penting menurut pasien yaitu bagaimana perawat
menampilkan kemampuan profesionalnya.
Alat ukur caring behavior checklist (CBC) and client percepstion of
caring (CPC) dikembangkan oleh McDaniel (1990 dalam Watson 2009) dengan
dua jenis pengukuran. McDaniel membedakan caring for dan caring about.
CBC didesain untuk mengukur ada tidaknya perilaku caring (observasi). CPC
merupakan kuesioner yang mengukur respon pasien terhadap perilaku caring
perawat. Dua alat ukur ini digunakan bersama-sama untuk melihat proses caring.
CBC terdiri dari 12 item perilaku caring. Alat ukur ini membutuhkan seorang
observer yang menilai interaksi perawat-pasien selama 30 menit. Rentang nilai 0
35
(nol) sampai 12 (dua belas), nilai tertinggi menunjukkan ada perilaku caring yang
ditampilkan. CPC ditunjukkan kepada pasien setelah diobservasi. Alat ukur ini
terdiri dari 10 item dengan 6 rentang skala. Rentang skor 10 sampai 60, dimana
skor tertinggi menunjukkan derajat perilaku caring yang ditunjukkan yang
dipersepsikan pasien bernilai tinggi, begitu juga sebaliknya (McDaniel, 1990
dalam Watson, 2009).
Validitas CBC menggunakan Content Validity Index (CVI) yakni sebesar
0,80. Reliabilitas CPC menggunakan konsistensi internal yakni alpa sebesar 0.81.
reliabilitas CBC menggunakan pernyataan interater dan dihasilkan nilai rentang
0,76 sampai1,00, dimana 8 dari 12 item adalah 0,90 atau di atas rata-rata
(McDaniel, 1990 dalam Watson, 2009).
Alat ukur caring professional scale (CPS) dikembangkan oleh Swanson
(2000, dalam Watson 2009) dengan menggunakan teori caring Swanson (suatu
middle range theory yang dikembangkan berdasarkan penelitiannya pada 185 ribu
yang mengalami keguguran). CPS terdiri dari dua subskala analitik yaitu
Compassoionate Healer dan Competent Practitioner, yang berasal dari 5
komponen caring Swanson yakni mengetahui, keberadaan, melakukan tindakan,
memampukan, dan mempertahankan kepercayaan.
CPS terdiri dari 14 item dengan 5 skala Likert. Validitas dan reliabilitas
CPS dikembangkan dengan menghubungkan alat ukur CPS dengan subskala
empati The Barret-Lenart Relationship Inventory (r=0,61, p<0,001). Nilai
estimasi
Alpa
Cronbach
untuk
konsistensi
internal
digunakan
untuk
36
37
dengan bantuan program riset dari Inovahealth di Virginia. Alat ukur ini awalnya
terdiri 20 item kemudian direduksi menjadi 10 item pertanyaan, tiap pernyataan
mewakili satu proses caritas. CFS menggunakan skala Likert dari 1 sampai 7.
Skala terendah (1-3) mengindikasi tidak setuju, 7 sangat setuju, dan 4 netral.
Semua item berupa pernyataan positif, ditujukan kepada pasien atau keluarga
pasien. Nilai Alpa Cronbach pada 20 pernyataan adalah 0,70 kemudian 20 item
tersebut direduksi menjadi 10 item untuk menaikkan nilai Alpa Cronbach
(Watson, 2009).
Beberapa alat ukur di atas merupakan instumen yang dapat digunakan
untuk mengukur perilaku caring perawat menurut persepsi pasien. Penilaian ini
tentunya sangat bergantung dari persepsi pasien terhadap tindakan atau pelayanan
yang diterimanya dari perawat.
38
39
2.2.3. Pengkajian
2.2.3.1 Riwayat Keperawatan/Kesehatan
Pengumpulan data subjektif praoperasi meliputi usia, alergi (iodin, medikasi,
lateks, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester), obat dan zat lain
yang sedang dipakai (obat dari dokter, obat dibeli sendiri tanpa resep dari dokter,
rokok, lakohol), tinjauan sistem tubuh, pengalaman pembedahan yang dulu dan
yang sekarang, latar belakang kebudayaan (termasuk kepercayaan, keyakinan,
agama), dan psikososial (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
a. Usia.
Usia bisa mempengaruhi pembedahan dan hasil pascaoperasi. Pada usia 30-40
tahun, kapasitas fungsional dari sistem tubuh menurun sekitar 1% setiap tahunnya.
40
b. Alergi.
Pasien harus dikaji untuk mengetahui adanya alergi terhadap iodin, lateks,
obat-obatan, larutan antiseptik, atau larutan pencuci kulit, plester. Informasi
mengenai alergi penting sekali karena hampir semua bahan tersebut dipakai dalam
pembedahan.
c. Obat dan zat yang digunakan.
Data mengenai pemakaian obat-obatan (yang dibeli sendiri) atau zat tertentu,
rokok, dan alkohol harus dikaji. Data ini penting sekali karena zat atau obatobatan ini dapat menimbulkan efek yang tidak baik pada anestesia dan berisiko
menimbulkan komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi. Penyalahgunaan obat
tertentu atau alkohol dapat mengubah efek anestetik dan analgesik.
d. Riwayat medis.
Pemeriksaan ulang terhadap sistem tubuh sangat penting untuk mengetahui
status imunologis, endokrin, kardiovaskular, pernapasan, ginjal, gastrointestinal,
neurologis, muskuloskeletal, dam dermatologis. Perawat menggali riwayat
penyakit sistemik atau kronis yang perrnah dialami pasien. Pasien kronis atau
sistemik bisa meningkatkan potensi komplikasi intraoperasi dan pascaoperasi.
e. Status nutrisi.
Pasien dengan gangguan nutrisi berisiko tinggi mengalami komplikasi karena
pembedahan atau anestesi. Individu yang cenderung memiliki nutrisi yang tidak
adekuat
adalah
mereka
yang
lanjut
usia,
yang
mengalami
gangguan
41
42
2.2.4
jari kaki). Pada tahap praoperatif, data objektif dikumpulkan dengan dua tujuan,
yaitu memperoleh data dasar (baseline data) untuk digunakan sebagai pembanding
data pada tahap intraoperatif dan tahap pascaoperatif dan mengetahui masalah
potensial yang memerlukan penanganan sebelum pembedahan dilaksanakan
(Gruendemann & Fernsebner, 2006).
Pengkajian praoperasi mengenai status sistem pernapasan perlu dikaji
dengan teliti. Terganggunya ventilasi karena efek dari anestesia serta
meningkatnya sekresi mukus bisa mengakibatkan atelektasis dan pneumonia.
Untuk menghindari komplikasi dan mengidentifikasi pasien yang berisiko tinggi,
perlu dilakukan pengkajian praoperasi terhadap status pernapasan. Pasien yang
berisiko tinggi ini adalah:
1. Pasien yang akan menjalani pembedahan pada abdomen atas dan pembedahan
toraks
2. Pasien yang akan menerima anestetik inhalasi
3. Pasien obesitas
4. Pasien perokok
5. Pasien dengan penyakit paru kronis
6. Pasien lansia
Pengkajian praoperasi untuk sistem kardiovaskular dilaksanakan guna
mengetahui apakah ada penyakit jantung. Tanda vital harus dikaji, auskultasi
jantung dilakukan dengan memerhatikan adanya murmur atau iregularitas.
43
Ekstremitas juga diperiksa kualitas dan pola perifernya, pengisian kapiler, warna,
dan suhu kulit serta adanya edema.
Fungsi ginjal yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Perawat memantau jumlah urine, warna, bau,
kekeruhan atau kejernihan. Infeksi saluran kemih perlu diobati sebelum
pembedahan dilaksanakan.
Pengkajian muskuloskeletal dilakukan. Abnormalitas pada struktur sendi
atau keterbatasan gerak sendi menjadi masalah dalam memosisikan tubuh saat
pembedahan. Termasuk dalam pengkajian neurologis adalah tingkat kesadaran,
orientasi, fungsi motorik, dan sensorik. Data mengenai status neurologis ini
diperlukan sebagai data dasar untuk mendeteksi apabila ada kelainan yang timbul
selam periode perioperatif.
Gangguan pada intregitas kulit dapat menyulitkan dalam mengatur posisi
tubuh intraoperasi atau meletakkan alat selama pembedahan berlangsung. Status
nutrisi dapat mempengaruhi hasil pembedahan.
Status hidrasi perlu dikaji karena ada kemungkinan terjadi perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit akibat status puasa, pemberian cairan
intravena, perdarahan intraoperasi dan pascaoperasi, dan keluarnya banyak
drainase dari luka.
Pemeriksaan laboratorium dan diagnostik lainnya perlu dilaksanakan
sebelum pembedahan dapat dilakukan. Luasnya pemeriksaan laboratorium
ditentukan oleh usia dan keadaan fisik pasien, jenis pembedahan, anestetik yang
dipakai, dan kebijakan atau protokol rumah sakit tempat pasien dirawat. Protokol
44
yang lazim dilakukan adalah EKG dan cardiac clearance untuk pasien berusia 40
tahun ke atas, dan pemeriksaan darah lengkap (hitung darah lengkap), elektrolit,
dan urinalisis rutin untuk semua pasien. Pemeriksaan tambahan dilakukan sesuai
riwayat medis pasien dan faktor risiko. Apabila diantisipasi kemungkinan adanya
perdarahan intraoperasi, golongan darah dan pencocokan silang harus dilakukan.
Pengkajian ansietas pra operasi perlu dilaksanakan sebelum pembedahan
dapat dilakukan. Pengkajian ansietas ini terdiri dari:
1.
Data subjektif
a.
45
1) Jarak geografis
2) Persepsi pasien tentang dukungan yang bisa diberikan orang berarti
baginya
f. Perubahan pola tidur
2.
Data objektif
a. Pola bicara
1) Topik yang sama diulang
2) Terus-menerus mengubah pembicaraan
3) Menghindari pembicaraan yang menyangkut perasaan
b. Kemampuan berinteraksi dengan orang lain
c. Fisik
1) Kecepatan nadi dan pernapasan meningkat
2) Keringat di telapak tangan
3) Kedua tangan tak bisa diam
4) Sering berkemih (Baradero, Dayrit, Siswadi, 2009).
2.2.5
dan keamanan pemindahan pasien ke ruang bedah. Semua barang milik pasien
harus diidentifikasi dan diamankan. Pasien memakai pakaian rumah sakit dan
semua pakaian pribadinya dilepas. Apabila pasien memakai cat kuku, cat kukunya
harus dihapus agar dapat mengkaji lapisan kapiler dengan akurat. Perhiasan juga
dilepas, kecuali cincin kawin. Kaca mata dan semua prostesis (gigi, bola mata,
46
Premedikasi
Sebelum premedikasi diberikan, perawat harus memeriksa kembali apakah
47
2.2.6
Pengendalian Infeksi
Kebijakan dan prosedur untuk mengendalikan infeksi harus memberi
petunjuk mengenai teknik aseptik di kamar operasi. Kebijakan dan prosedur harus
didasarkan pada prinsip mikrobiologi dan bakteriologi. Semua anggota tim bedah
mempyunyai tangguag jawab untuk mempertahankan teknik aseptik yang ketat.
Sangat penting bagi setiap perawat bedah (perawat kamar operasi) untuk memiliki
surgical conscience (hati nurani bedah). Perawat bedah yang mempunyai
surgical conscience akan mengikuti dan melakasanakan semua prosedur kamar
operasi dengan memperhatikan secara ketat teknik aseptik bedah. Pelanggaran
atau kelalaian betapa pun kecilnya terhadap teknik aseptik dapat membuat ia
merasa bersalah. Perawat bedah yang memiliki surgical conscience juga
mengamati dan mengevaluasi pasien, lingkungan kamar operasi, dan personel. Ia
juga mengerti prinsip aseptik dan teknik steril, serta berani menegur personel yang
tidak memperhatikan prinsip aseptik dan teknik steril (Baradero, Dayrit, Siswadi,
2009).
2.2.7
48
dari filosofi, yang mengacu pada proses pemikiran rasional dalam upaya
menentukan tindakan yang benar. Etik terapan mengarah pada pertanyaan tentang
apa yang sebaiknya individu perbuat dalam situasi tertentu. Individu yang
menghadapi masalah etis tidak mengetahui apakah tindakan yang dilakukannya
benar atau salah (Curtin, 1994 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).
Persoalan moral timbul pada semua aspek keperawatan, dari ruang
kedaruratan sampai fasilitas perawatan tingkat lanjut dan perawatan kesehatan di
rumah. Area perioperatif dinilai lebih nyata dibandingkan area lain karena perawat
merawat klien yang cenderung mengalami ketidaksadaran selama anestesia dan
pembedahan. Berbagai masalah etis antara lain: respek yang kurang terhadap
martabat klien; melakukan tes atau tindakan yang tidak perlu; berbohong pada
klien; kekhawatiran mengenai benar tidaknya klien diberi persetujuan tindakan;
tidak menghormati instruksi do not resuscitate klien; menunda dan
menghentikan hidrasi dan nutrisi; dan menghentikan pada mereka yang tidak lagi
mau mengusahakannya. Kebutuhan akan reformasi perawatan kesehatan telah
meningkatkan kesadaran terhadap persoalan alokasi dan distribusi sumber yang
diperlukan untuk merawat klien dengan aman dan adekuat. Sering kali sumber ini
meliputi waktu perawatan, keterampilan, pengetahuan, dan keahlian, dan ketika
sumber ini kurang, keamanan dan kesejahteraan klien terancam (Reilly &
Behrens-Hanna, 1991 dalam Gruendemann & Fernsebner, 2006).
Konsep caring dalam keperawatan adalah fundamental. Perawat dikatakan
bermoral, jika mereka bertindak menurut aturan yang benar. Caring adalah ide
moral
keperawatan
yang
menghasilkan
perlindungan,
peningkatan,
dan
49
50
memberikan sebuah
kesempatan
ekspekrasi mereka dan menerima informasi. Hal ini dapat mengurangi kecemasan
dan stres yang dialami pasien pada fase perioperatif. Meskipun ekspresi pasien
dan perawat dalam proses ini belum dipelajari sebelumnya (Lindwall, Post,
Bergbom, 2003).
Berdasarkan beberapa penelitian, satu dari alasan mengapa klien dan
perawat memiliki perbedaan persepsi tentang perilaku caring perawat perioperatif
adalah ketidakadekuatan komunikasi (Donmez & Ozbayr, 2010).