Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

EKSTROFI BLADDER

Oleh:
Taufan Herwindo Dewangga
131621130506

Program Studi Orthopaedi dan Traumatologi


Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
RSUP Hasan Sadikin Bandung

2014

I.

Pendahuluan
Ekstrofi bladder merupakan suatu kelainan kongenital dimana bayi lahir dengan kandung

kemih yang terekspos. Kelainan ini dapat terlihat dengan jelas dan terjadi karena gagal
menutupnya dinding abdominal infraumbilikus anterior. Walaupun penyebab ekstrofi masih
belum jelas, namun faktor genetik kemungkinan memiliki peran. Kelainan ini bermula kira-kira
antara minggu keempat hingga kesepuluh kehamilan dimana berbagai organ, jaringan dan otot
mulai membentuk lapisan yang terpisah. Sebelum penanganan bedah ditemukan, penderita
ekstrofi bladder harus berhadapan dengan masalah jangka panjang pada inkontinensia urin
kronik, fungsi seksual yang tidak adekuat, meningkatnya resiko adenokarsinoma, dan penurunan
fungsi ginjal. Penatalaksanaan pada penderita ekstrofi bladder bertujuan mempertahankan fungsi
ginjal dan mempertahankan atau menciptakan alat genitalia eksternal yang berfungsi normal.1
II. Anatomi dan Fisiologi Vesica Urinaria
Vesica urinaria adalah sebuah kantong yang dibentuk oleh jaringan ikat dan otot polos,
berfungsi sebagai tempat penyimpanan urine. Apabila terisi sampai 200 300 cc maka timbul
keinginan untuk melakukan miksi. Miksi adalah suatu proses yang dapat dikendalikan, kecuali
pada bayi dan anak-anak kecil merupakan suatu reflex.2
Bentuk, ukuran, lokalisasi dan hubungan dengan organ-organ di sekitarnya sangat
bervariasi, ditentukan oleh usia, volume dan jenis kelamin. Dalam keadaan kosong bentuk vesica
urinaria agak bulat. Terletak di dalam pelvis. Pada wanita letaknya lebih rendah daripada pria.
Dalam keadaan terisi penuh vesica urinaria dapat mencapai umbilicus. Vesica urinaria
mempunyai empat buah dinding, yaitu facies superior, fascies infero-lateralis (dua buah) dan
facies posterior. Facies superior berbentuk segitiga dengan sisi basis menghadap ke arah
posterior. Facies superior dan facies infero-lateralis bertemu di bagian ventral membentuk apex
vesicae. Antara apex vesicae dan umbilicus terdapat ligamentum umbilicale medium, yang
merupakan sisa dari urachus. Facies infero-lateral satu sama lain bertemu di bagian anterior
membentuk sisi anterior yang bulat, dan di bagian inferior membentuk collum vesicae. Collum
vesicae dapat bergerak dengan bebas dan difiksasi oleh diphragma urogenitale. Facies posterior
membentuk fundus vesicae (basis vesicae). Sudut inferior dari fundus berada pada collum
vesicae. Bagian yang berada di antara apex vesicae, di bagian ventral, dan fundus vesicae di
bagian dorsal, disebut corpus vesicae. Facies superior dan bagian superior dari basis vesicae

ditutupi oleh peritoneum, yang membentuk reflexi (lipatan, lengkungan) dari dinding lateral dan
dari dinding ventral abdomen, di dekat tepi cranialis symphysis osseum pubis. Dalam keadaan
vesica urinaria terisi penuh maka peritoneum ditekan ke arah cranial sehingga reflexi tadi turut
terangkat ke cranialis. Di sisi lateral vesica urinaria reflexi peritoneum membentuk fossa para
vesicalis. Di sebelah dorsal vesica urinaria peritoneum membentuk reflexi ke arah uterus pada
wanita dan rectum pada pria. Facies superior vesica urinaria mempunyai hubungan dengan
organ-organ di sekitarnya, melalui peritoneum, yaitu dengan intestinum tenue dan colon
sigmoideum.2
Pada wanita, vesica urinaria dalam keadaan kosong berada di sebelah caudal corpus uteri.
Di antara symphysis osseumpubis dan vesica urinaria terdapat spatium retopubis (spatium
praevesicale Retzii), berbentuk huruf U, dan berisi jaringan ikat longgar, jaringan lemak dan
plexus venosus. Spatium ini dibatasi oleh fascia prevesicalis dan fascia transversalis abdominis.
Facies infero-lateral vesicae dipisahkan dari m.levator ani dan m.obturator internus oleh fascia
pelvis. Di sebelah dorsal dari vesica urinaria feminina terdapat uterus dan vagina. Reflexi
peritoneum dari permukaan superior vesica urinaria meluas sampai pada facies anterior uterus
setinggi isthmus, sehingga corpus uteri terletak di sebelah cranial dari vesica yang kosong. Celah
yang terdapat di antara corpus uteri dan facies superior vesica urinaria dinamakan spatium
uterovaginalis. Di antara basis vesica urinaria dengan vagina dan corpus uteri terdapat jaringan
ikat longgar. Collum vesica urinaria difiksasi oleh penebalan fascia pelvis, disebut ligamentum
pubovesicalis, pada facies dorsalis symphysis osseum pubis, dan melanjutkan diri menjadi
ligamentum pubocervicale yang memfiksasi cervix uteri serta bagian cranial vagina pada
symphysis osseum pubis.2
Pada pria peritoneum yang menutupi facies superior vesica urinaria meluas ke posterior
membungkus ductus deferens dan bagian superior vesicula seminalis, lalu melengkung pada
permukaan anterior rectum, membentuk spatium retrovesicalis, suatu celah yang berada di antara
rectum dan vesica urinaria, berisi interstinum tenue. Ke arah postero-lateral peritoneum
membentuk plica sacrogenitalis, yang berjalan ke dorsal mencapai tepi lateral os sacrum. Basis
vesica urinaria terletak menghadap ke dorsal dan agak ke caudal. Bagian caudalnya dipisahkan
dari rectum oleh vesicula seminalis dan bentuk ductus deferens. Collum vesicae mempunyai
hubungan dengan facies superior atau basis prostat, difiksasi oleh ligamentum puboprostaticum
mediale dan ligamentum puboprostaticum laterale. Ligamentum puboprostaticum mediale

melekat pada pertengahan symphysis osseum pubis dan pada pihak lain melekat pada capsula
prostatica, membentuk lantai spatium retropubicum. Ligamentum puboprostaticum laterale
melekat pada ujung anterior arcus tendineus fascia pelvis dan meluas ke arah medial dan dorsal
menuju ke pars superior capsula prostatica.2

Gambar 1. Anatomi Vesica Urinaria3

III.Definisi
Etimologi Yunani, ekstrephein, membalik keluar. Merupakan sebuah malformasi
kongenital dimana organ berongga dindingnya berbalik dari dalam-keluar, membuat hubungan
dengan dunia luar. Ekstrofi adalah suatu kelainan congenital yang menghasilkan defek pada

urogenital dan system musculoskeletal terhadap membrane cloaca. Terdapat tiga macam
kelompok dengan tingkat keparahan dari defek yang berbeda yaitu4 :

Cloacal Ekstrofi (10%).


Cloacal ekstrofi adalah defek yang paling parah yang melibatkan dinding anterior
yang menyebabkan tereksposnya vesika urinaria, usus besar (ileocecal), dan segmen
dari colon dengan imperforate anus. Myelomeningoceles biasa terjadi pada 50%
kasus.

Classic Bladder Ekstrofi (60%)


Bladder ekstrofi merupakan suatu kelainan bawaan dimana kandung kemih terletak
pada bagian luar dari dinding abdomen. Permukaan bagian dalam dinding belakang
kandung kemih berada pada bagian tengah dinding perut bagian bawah dengan
pinggir mukosa yang bersatu dengan kulit.

Epispadia (30%)
Epispadia adalah kelainan defek yang paling ringan dimana hanya uretra yang
terbuka pada dorsum penis. Sekitar 90% mengalami vesicoureteral reflux dan 75%
mengalami inkontinensia.

Gambar 2. Bayi baru lahir dengan classic bladder exstrophy5

IV. Insidens
Ekstrofi bladder marupakan suatu kelainan yang sangat jarang terjadi. Angka kejadiannya
hanya berkisar 1:10.000 hingga 1:50.000 kelahiran hidup. Kelainan ini terjadi 3 hingga 6 kali

lebih sering pada laki-laki dari pada perempuan. Adanya kemungkinan terkait genetik didukung
peningkatan angka kejadian menjadi berkisar 1:275 kelahiran pada orang tua yang memiliki anak
dengan kelainan ini akan memiliki anak dengan kelainan yang sama. Sebagai tambahan, seorang
ibu dengan kelainan ini memiliki resiko 500 kali lebih besar untuk memiliki anak dengan
kelainan yang sama.5
V. Etiopatogenesis
Penyebab pasti ekstrofi bladder tidak diketahui, namun dipercaya telah terjadi gangguan
pembentukan dan perkembangan organ janin selama kehamilan. Pada perkembangan normal,
pertumbuhan mesodermal antara lapisan ektoderm dan endoderm dari membran kloaka bilaminar
menghasilkan suatu formasi otot abdomen bagian bawah dan tulang pelvis. Setelah
berlangsungnya pertumbuhan mesenkim, pertumbuhan ke bawah dari septum rektal membagi
kloaka menjadi bladder di bagian depan dan rektum di bagian belakang. Pada tahap awal
perkembangan, tidak ada pemisah antara saluran kemih dan saluran pencernaan. Membran
kloaka membentuk regio kaudal dari fetus. Pada ujung kaudal dari kloaka, terdapat ektoderm
tepat di atas endoderm membentuk membran kloaka yang tipis. Seiring pertumbuhannya, sebuah
septum terbentuk (lipatan Toureuxs) yang membagi usus bagian belakang dengan ruang anterior,
yang merupakan sinus urogenital. Septum ini terbentuk ke arah kaudal. Dua jaringan melipat
terbentuk dari bagian lateral dari kloaka (plika Rathkes). Lipatan ini bergerak ke medial saling
mendekati untuk melengkapi pemisahan usus bagian belakang dari sinus urogenital. Lipatan
Tourneuxs dan plika Rathkes bersama membentuk septum uro-rektal. Pada gestasi hari
kesepuluh, bladder berbentuk silinder. Bagian kranial silinder tersebut meruncing membentuk
kanalis vesiko-alantoik, yang kemudian menutup sempurna, meninggalkan ligamen umbilikus di
medial.6
Duktus mesonefrik (Wolfian) turun dari mesonefros bergabung dengan sinus urogenital.
Setelah terhubung, urin janin mengalir ke dalam sinus urogenital. Pucuk ureter terbentuk dari
duktus mesonefrik dan berkembang ke lateral, menuju metanefrogenik blastema (prekusor dari
ginjal matang). Seiring perkembangan ginjal, bagian kaudal dari duktus mesonefrik (saluran
pembuangan umum) bergabung ke dalam sinus urogenital. Penggabungan ini pada akhirnya
menyebabkan saluran yang terpisah antara ureter dan duktus mesonerfik ke dalam sinus
urogenital. Pada hari ke 37 gestasi, ureter mengosongkan ke sinus urogenital ke arah atas ke

duktus mesonefrik. Sinus urogenital dibagi antara orifisium dari dua saluran ini. Bagian atas dari
sinus ini akan menjadi bladder, dan bagian kaudalnya akan menjadi urethra. Ujung kaudal dari
vesika urinaria yang sedang berkembang ini menebal, membentuk otot halus di pertigaan antara
dua orificium ureterik dan urethra.
Walau terdapat beberapa teori tentang perkembangan ekstrofi bladder, namun tak satu
pun yang dapat menjelaskan secara lengkap tentang penyebab kelainan yang terdapat pada
ekstrofi bladder. Salah satu teori menjelaskan adanya ketidakstabilan serta ruptur lanjut pada
membran kloaka. Pada teori ini dijelaskan adanya pertumbuhan abnormal yang mengakibatkan
menebalnya membran kloaka. Hal ini disebabkan oleh terpotongnya proses migrasi mesenkimal
yang normal antara lembaran membran kloaka. Menurut teori ini, ruptur lanjutan dari membran
kloaka tanpa penguatan lapisan mesoderm, menyebabkan terjadinya ekstrofi. Pemisahan bladder
dari rektum dan perkembangan otot-otot abdominal bagian anterior biasanya terjadi sebelum
terjadi regresi pada membran kloaka. Proses ini menghasilkan dua ruangan yaitu bladder dan
rektum. Jika membran kloaka ruptur sebelum mesoderm memisahkan bagian anterior bladder
dengan dinding abdomen, maka dapat terjadi ekstrofi bladder. Membran kloaka normalnya
ruptur dan hanya meninggalkan sinus urogenital terbuka. Jika mesoderm (yang akan menjadi
otot-otot abdomen) belum memisahkan ektoderm dari endoderm antara alantois dan tuberkel
genital, maka rupturnya membran kloaka meninggalkan urethra dan bladder terbuka sebagai
suatu lapisan mukosa di bagian bawah abdomen. Pada ekstrofi bladder, ruptur terjadi setelah
septum uro-rektal memisahkan sinus urogenital dari rectum.6

Gambar 3.
Pembagian kloaka menjadi sinus urogenital dan rectum. A. pada akhir minggu kelima. B minggu ke tujuh.
C.minggu ke delapan7

VI. Gejala Klinis


Pada pasien dengan ekstrofi bladder akan terjadi inkontinensia total namun umumnya
tidak terjadi infeksi saluran kemih selama pengaliran urin tidak terganggu. Biasanya
pertumbuhan bayi juga tidak terganggu walaupun kelainannya berat dan luka di dinding perut
basah oleh urin dari muara ureter. Sebaiknya diberikan vaselin di pinggir kulit untuk mencegah
terjadinya dermatitis karena basah kemih. Iritasi kronis dapat menyebabkan fibrosis sisa kandung
kemih dan metaplasia yang mungkin dapat menjadi dasar karsinoma di kemudian hari.8
Pada orang dewasa biasanya ereksi dan produksi sperma normal. Pembengkokan penis
yang pendek dengan epispadia tidak memungkinkan koitus berlangsung seperti biasa sedangkan
pada perempuan bentuk dan faal vagina serta alat kelamin tidak terganggu.8
Ekstropi bladder merupakan bagian dari anomali yang melibatkan traktur urinarius,
traktus genital, system musculoskeletal, dan beberapa traktus intestinal.9

Defek pada tulang.


Data oleh Sponsoller dkk menunjukkan bahwa pasien dengan ekstropi bladder klasik
memiliki eksternal rotasi pada aspek posterior dari pelvis sebesar 12 derajat, retroversi dari
acetabulum, dan rotasi eksternal sebesar 18 derajat pada aspek anterior pelvis, pemendekan
30% dari ramus pubis, dan adanya diastasis simpisis pubis. Deformitas pada struktur tulang
pelvis akan memberikan manifestasi pada pemendekan pendular penis. Rotasi eksterna dan
pergeseran ke lateral akan menghasilkan jarak antara pinggul, gaya berjalan seperti
bergoyang-goyang, dan terjadi rotasi ke luar dari tungkai bawah. Hal ini akan menyebabkan
terjadi kelainan dalam gaya berjalan ketika anak sudah mulai belajar jalan. Namun, hal ini
masih dapat dibantu dengan rotasi internal dari tulang panjang tungkai bawah.9

Defek pada dinding pelvis


Pada pasien ekstrofi, musculus levator ani lebih posterior, dimana 68% berada di posterior
rectum dan 32% berada di anterior. Levator juga mengalami rotasi 15,5 derajat dan pada
aspek coronal 31,7 derajat lebih datar dari normal. Deviasi ini menyebabkan musculus
puborectal akan lebih datar dibandingkan pada orang normal. Namun, tidak ada perbedaan
mengenai panjang dan ketebalan otot.9

Defek pada dinding abdominal


Pada defek bagian akhir atas di fascia triangular adalah umbilicus. Pada ekstropi bladder,
jarak antara umbilicus dan anus menjadi lebih pendek. Karena umbilicus berada di bawah

garis horizontal dari puncak iliaka, maka terjadi perluasan hingga ke kulit abdominal.
Walaupun hernia umbilical selalu terjadi, namun dengan ukuran yang tidak significan.
Frekuensi terjadinya hernia inguinal indirek sesuai dengan persisten processus vaginalis,
cincin inguinal interna dan eksterna yang luas, dan kemiringan canalis inguinalis yang
kurang. Connely melaporkan bahwa dari 181 anak dengan ekstropi bladder, dilaporkan
81,8% laki-laki dan 10,5% perempuan yang menderita hernia inguinal9.

Defek anorektal
Perineum pada pasien ekstropi akan lebih pendek dan berada langsung di belakang diafragma
urogenital. Selain itu, perineum juga bergeser ke anterior dan berhubungan dengan batas
posterior dari defek fascia triangular. Perbedaan levator ani dan muskulus puborektal dan
kelainan anatomi dari spinkter external akan memberikan manifestasi pada incontinence anal
dan prolaps rectal. Prolaps rectal lebih sering terjadi pada pasien ekstropi yang tidak diterapi.
Jika prolaps rectal terjadi beberapa waktu setelah penutupan ekstropi, maka obstruksi dari
uretra posterior harus dicurigai dan segera dievalusasi dengan cystoscopy.9

Defek pada genital pria


Defek pada alat genital pria merupakan hal yang cukup berat. Diameter dari segmen posterior
dari corpus lebih besar dibandingkan normal. Diastasis simpisis pubis menyebabkan
peningkatan jarak intrasympisheal dan intracorporal, namun sudut antara corpus cavernosa
tidak berubah. Hal ini akan membuat penis akan tampak pendek karena diastasis dan
defisiensi jaringan pada corpus anterior.5

Defek pada genital wanita


Pada wanita, mons, klitoris, dan labia akan terpisah sedangkan orificum vagina akan bergeser
ke anterior dan stenotic. Uterus dan tuba fallopi akan normal. Karena dinding pelvis pada
ekstrofi terbatas maka semua pasien dengan bladder ekstrofi akan mengalami prolaps uterine
sampai penutupan anterior dilaksanakan.7

Defek pada system urinarius


Adanya mukosa vesika urinaria yang terekspos maka dapat memicu perubahan metaplasia.
Oleh karena itu, harus rutin diirigasi dengan salin dan dilindungi dari trauma serta ekspos
yang berlebihan hingga dilakukan operasi penutupan vesika urinaria. Namun, biasa terjadi
polip vesika urinaria yang terbagi menjadi dua tipe yaitu fibrotic dan edematous. Keduanya
terjadi karena metaplasia skuamosa. Pada ekstropi, kantung peritoneum dari Douglas diantara

vesika urinaria dan rectum menjadi lebar dan dalam, ureter tergeser ke lateral bawah dan
melintasi pelvis. Segmen distal mendekati inferior dari vesika urinaria dan lateral ke
orificium. Hal ini menyebabkan terjadinya vesicoureteral reflux pada 100% kasus ekstropi
vesika urinaria.5
VII.

Diagnosis

1. Diagnosis Prenatal
Ekstrofi bladder jarang didiagnosis dari pemeriksaan ultrasound pada masa prenatal.
Diagnosis prenatal biasa dicurigai jika pada pemeriksaan berulang USG tidak ditemui
pengisian vesika urinaria, letak umbilikus yang lebih rendah dari biasanya, pelebaran ramus
pubis, alat genital yang mengecil, peningkatan massa abdomen bagian bawah yang tidak
sesuai masa kehamilan, dan kesulitan untuk mengetahui jenis kelamin bayi.10

Gambar 4. Gambaran USG pada bladder ekstropi yaitu penampakan abnormal dari dinding anterior
abdomen dan tidak adanya gambaran vesica (minggu ke-25)10

Pada negara maju telah dikembangkan suatu metode MRI pada fetus. MRI pada fetus ini
diambil dengan metode single-shot rapid acquisition sequence dengan echo yang difokuskan
kembali. Dengan demikian proses pengambilan ini meminimalisir efek dari gerakan fetus
dengan menghasilkan gambar dalam waktu kurang dari sedetik. Gambaran MRI pada ekstrofi
bladder mencakup adanya massa jaringan lunak yang memanjang dari suatu defek yang besar
di bagian dinding anterior infra umbilikus. Tidak adanya bladder yang normal, dan insersi tali
pusat letak rendah juga mengindikasikan diagnosis tersebut.

2. Diagnosis Pascanatal
Ekstrofi bladder dapat terlihat jelas di kamar bersalin. Keadaan umum bayi yang lahir dengan
kelainan ini tampak sebagai bayi yang lahir aterm. Bladder biasa terbuka pada bagian bawah
abdomen, dengan mukosa yang seluruhnya tampak keluar melalui suatu defek fascia
triangular. Dinding abdomen tampak memanjang disebabkan oleh umbilikus letak rendah
pada pinggir atas bladder. Jarak antara umbilikus dan anus memendek. Otot-otot rektus
bercabang ke distal, bersambung dengan tulang pubis yang terpisah lebar. Sering dijumpai
hernia inguinalis indirek (>80% pada laki-laki, >10% pada perempuan) karena lebarnya
cincin inguinalis dan kurangnya kanalis oblikus inguinalis. Pada alat genitalia laki-laki,
phallus memendek dan lebar, dengan lengkungan ke atas (chordee dorsal). Glands penis
terbuka dan mendatar seperti sekop, komponen dorsal dari preputium penis menghilang.
Duktus ejakulatorius tampak antara lapisan prostat-urethra. Anus terletak lebih ke anterior,
dengan fungsi sphingter normal. Pada alat genitalia wanita, klitoris menjadi bifida dengan
labia yang bercabang di bagian superior. Lapisan urethra yang terbuka berhubungan langsung
dengan lapisan bladder. Vagina terletak lebih anterior. Letak anus sama dengan letak anus
pada laki-laki dengan kelainan ini. Simphisis ossis pubis terpisah jauh. Otot-otot rektus yang
bercabang tetap melekat pada pubis. Rotasi eksternal dari tulang-tulang innominatus
menyebabkan posisi kaki-kaki saling menjauh di bagian distal (waddling gait/toe off) namun
pada perkembangannya tidak memberikan kelainan orthopedic.5,9
VIII. Pemeriksaan Penunjang
Setelah

lahir,

pemeriksaan

fisik

secara

menyeluruh

harus

dilakukan

untuk

mempersiapkan untuk pelaksanaan perbaikan defek. Pemeriksaan ini untuk menilai ukuran dari
defek pada kandung kemih dan evaluasi defek genital nya. Renal Ultrasonografi juga dibutuhkan
untuk mengevaluasi apakah ada hidronefrosis atau abnormalitas dari traktus urinarius bagian
atas. Selain itu, pemeriksaan berupa darah rutin juga dibutuhkan untuk pasien dengan anomali
pada system organ. Pada bayi dengan premature, evaluasi untuk kematangan pulmo juga
diperlukan. Pada pasien yang akan melakukan rekonstruksi vesika urinaria dan traktus urinarius
bagian bawah harus dilakukan pemeriksaan renal US, voiding cystourethrography (VCUG), dan
radionuclide serta pemeriksaan urodinamik.7

IX. Tata Laksana


1.

Non-bedah
Penatalaksanaan diawali dengan menangani keadaan umum pasien. Tutupi bladder yang

terbuka dengan menggunakan penutup plastik yang bersih. Hindari dari keadaan lembab dan
munculnya titik-titik air yang dapat mengiritasi mukosa bladder yang tipis. Terapi antibiotik
dapat dimulai segera setelah pesalinan, dan dilanjutkan segera setelah tindakan bedah
dilaksanakan. Antibiotik profilaksis diberikan tiap hari setelah tindakan penutupan bladder.
2.

Bedah
Bedah rekonstruksi dibutuhkan untuk memperbaiki ekstrofi bladder. Jenis penalaksanaan

bergantung kepada tipe dan tingkat kelainan yang terjadi. Saat ini penatalaksanaan yang tersedia
mencakup beberapa jenis tindakan bedah yang dilakukan dalam jangka waktu beberapa tahun.
Tindakan ini dikenal sebagai rekonstruksi fungsional bertahap. Tujuan dari penatalaksanaan
terhadap bayi yang lahir dengan ekstrofi bladder yaitu tertutupnya bladder, rekonstruksi dinding
abdomen, rekonstruksi genital, dan pada akhirnya kontinensia urin. Tindakan ini sebaiknya
dimulai sejak periode neonatus. Pada awalnya penutupan dianggap belum tepat jika ukuran
bladder berdiameter kurang dari 2,5 cm. Namun jika bladder menonjol saat menangis atau dapat
didorong masuk ke rongga abdomen dengan bantuan jari, maka kemungkinan memiliki volume
yang lebih besar dibanding yang terlihat dan dapat berkembang seiring waktu. Lebih jauh lagi,
penutupan bladder yang sangat kecil sekalipun akan menghemat jaringan, dan selanjutnya
bladder tersebut dapat ditambah dengan menggunakan potongan usus. Keuntungan lain dari
penutupan yang dilakukan segera adalah tulang iliaka yang masih fleksibel, yang memungkinkan
penutupan pubis tanpa melakukan osteotomy.7
Penatalaksaanan rekonstruksi fungsional bertahap terdiri dari tiga tahap. Tahap I,
dilakukan saat kelahiran untuk melindungi saluran urinarius bagian atas dan mendukung
rekonstruksi tahap lanjut. Penutupan awal bladder diselesaikan dalam jangka waktu 72 jam
setelah kelahiran. Jika ditunda, maka akan diperlukan suatu tindakan osteotomi untuk
memungkinkan penutupan yang baik, dan untuk memungkinkan bladder diletakkan di dalam
cincin pelvis yang tertutup dan terlindung. Tahap II, dimulai kira-kira pada umur 1 tahun,
memperbaiki struktur genital, dan meningkatkan tahanan saluran keluar untuk mendukung
perkembangan bladder, melalui perbaikan epispadia. Pada akhirnya tahap III, setelah kira-kira
umur 4 tahun. Pada tahap ini dilakukan rekonstruksi leher bladder, untuk memungkinkan

kontinensia urin dan koreksi refluks vesikoureteral. Rekonstruksi bertujuan untuk mencapai
kontinensia sosial, dan mendukung kepercayaan diri. Kontinensia diartikan sebagai kemampuan
untuk tetap kering sampai setidaknya 3 jam.7
Insisi dilakukan disekitar dasar ekstropi dan diperhatikan agar tidak mengenai kulit
abdomen. Insisi kemudian diperluas ke distal ke kedua sisi veromuntanum dari uretra prostatica,
dan meninggalkan dasar yang luas dari bladder neck dan uretra posterior. Tali umbilicus
dipotong untuk menurunkan resiko infeksi luka dan biasanya umbilicoplasty dilakukan selama
atau setelah prosedur awal. Pada beberapa prosedur juga dibuat flap agar mobilisasi vesika dapat
lebih dalam ke pelvis setelah memisahkan dasar vesika dari penis. Vesika harus dapat mobilisasi
dengan baik dan tetap memperhatikan aliran darahnya. Corpus cavernosum dipotong dari ramus
pubic inferior sejauh mungkin dan tetap memperhatikan neurovascularnya. Corpus kemudian
secara hati-hati kearah midline untuk membentuk elongati penis. Flap paraexstropi mobile, dan
meluas ke sisi uretra proximal. Vesika dan neurouretra kemudian berbentuk tubular setelah
ekstoriosasi dari stent ureteral dan penempatan pipa suprapubic dan stent uretral yang kecil.
Setelah penutupan vesika, pubis diarahkan ke anterior untuk melindungi penutupan vesika dan
rekonstruksi uretra dari tekanan dan disrupsi. Setelah ramus pubis berada di midline, penutupan
vesika dan uretra juga didukung oleh rectus fascia dan kulit dan kadanng-kadang flap fascia.
Bagaimanapun, bayi yang lebih dari 3-4 hari memerlukan osteotomi karena fleksibiltas dari
cincin pelvis kemudian menghilang seiring waktu.7

Gambar 5. Rekonstruksi ekstropi vesika


Perbaikan ekstrofi vesika pada laki-laki. (A) insisi di sekitar vesica dan dasar uretra. (B) inversi dasar vesika dan
corpus sebagai tahap awal untuk perbaikan epispadia. (C)
penutupan corpus dengan kulit dan dari pubis. (D) penempatan suprapubic drainase tube. (E) penutupan kulit ke
arah inferior dan mendekati dasar uretra. (F) dasar uretra dipersiapkan untuk tubularisasi kateter. (G) dasar uretra
sedang ditubularisasi dan kateter ureter ditempatkan bilateral. (H) tubularisasi vesika dan uretra telah selesai dan
ditempatkan drainase tube. (I) setelah penutupan vesika dan dasar uretra, vesika diturunkan ke pelvis dan difiksasi

dengan sutura. (J) sutura ditempatkan untuk mendorong pubis untuk terbagi dua. (K) drainase tube diarahkan ke
superior dan fascia, jaringan subkutan dan kulit. Perkiraan dari pubis membantu untuk melindungi penutupan vesika
dan dinding abdomen.7

Penutupan dari cincin pelvis merupakan suatu hal yang penting untuk mencapai
kontinensia urin dan sebagai suatu kosmetik pada dinding abdomen. Jika operasi dapat dilakukan
72 jam setelah kelahiran, maka penutupan cincin pelvis dapat menutup secara efektif tanpa
memerlukan suatu osteotomi. Namun, ketika terjadi diastasis dari pubis lebih dari 4 cm atau
kondisi dimana terjadi kegagalan dalam penutupan maka osteotomi diperlukan untuk penutupan
cincin pelvis dan harus dilakukan bersamaan dengan penutupan kandung kemih. Teknik
osteotomi pelvis yang banyak digunakan di dunia adalah transversal dari tulang pinggul dan
osteotomi vertical iliaca dan dilakukan dari anterior dan memisahkan tulang pinggul dari
acetabulum. Insisi dilakukan pada hubungan antara trunkus dan kaki, kedua sisi dari tulang
pinggul diekspos secara simultan dan osteotomi horizontal dilakukan dengan menggunakan
gergaji Gigli. Osteotomi meluas dari 5 mm dari anterior inferior spina iliaca ke bagian cranial
dari cekukan tulang pinggul. Pasien diposisikan pada supine dan dipersiapkan agar penutupan
kandung kemih dapat segera dilakukan. Pin digunakan untuk fiksasi eksternal yang dimasukkan
setelah kandung kemuh namun sebelum penutupan luka. Hal ini untuk memperbaiki jarak
simpisis, membuat midline tertutup dengan mudah. Setelah operasi, fiksasi eksternal dilepas
setelah 4 hingga 6 minggu.11

Gambar 6. Kombinasi antara osteotomi tulang panggul transversal anterior dan anterior vertical iliaca
dengan penempatan pin dan perlindungan posterior periosteum dan kortex.12

Pada tahap 2, dimulai kira-kira pada umur 1 tahun, memperbaiki struktur genital, dan
meningkatkan tahanan saluran keluar untuk mendukung perkembangan bladder, melalui
perbaikan epispadia. Ada lima hal yang harus diperhatikan adalah fungsional dan kosmetik penis,
perbaikan dari chorda dorsal, rekonstruksi uretra, dan penutupan kulit penile dan rekonstruksi
glandular. Pada pasien dengan perbaikan atau penutupan yang terlambat, maka kombinasi antara
perbaikan epispadia dan ekstropi dapat dilakukan dengan modifikasi Cantwella Ransley.12
Modifikasi Cantwella-Ransley dapat memobilisasi uretra penil ke ventrum dan
mengoreksi chorda dengan resiko fistel yang rendah. Pada prosedur ini, corporal body
dimobilisasi ke pubis dan dasar uretra yang intak dimobilisasi dari dorsum dan secara ventral
diantara dua corporal body. Jika dasar uretra tidak memperlihatkan phallus setelah dimobilisasi
maka ini intak. Jika phallus dapat terlihat dan menghasilkan chordae persisten, ini dipisahkan,
dan preputium dalam atau graft dapat ditambahkan ke uretra. Uretra dimasukkan ke dalam tube,
dan corporal body diinsisi transversal di midphallus, dan uretra kemudian berada di ventral.

Cavernocavernistimy dilakukan di atas uretra. Ini menyebabkan corpus berputar internal dan
mencakup uretra yang baru.7
Gambar 7. Langkah-langkah dalam metode cantwell-Ransley. Prosedur ini membuat perpanjangan uretra di sekitar
corpus dengan memperhatikan aliran darah dan mencakup seluruh uretra.7

Tahap akhir dari rekonstruksi ekstropi melibatkan konstruksi dari mekanisme kontinensia
yaitu rekonstruksi bladder neck. Hal biasa dilakukan pada umur 4 tahun. Kapasitas vesika yang
adekuat merupakan suatu indikasi absolute untuk keberhasilan operasi ini. Dibawah anestesi,
kapasitas vesika diukur setelah pasien berumur 4 tahun. Jika kapasitasnya 85 ml atau lebih, maka
rekonstruksi bladder neck dapat dilakukan. Jika kapasitasnya tidak mencapai setelah repair
epispadia, injeksi di sekitar bladder neck atau cytoplasty augmentasi dapat dilakukan. Sebagian
besar anak akan menunjukkan vesicoureteral reflux dan prosedur antirefluks dapat disarankan
pada perbaikan bladder neck.11
Beberapa prosedur dapat dilakukan namun teknik Young-Dees-Leadbetter yang paling
sering digunakan. Pada prosedur ini, ureter dimobilisasi dan diimplantasi pada posisi cephal di
vesika. Dasar vesika posterior diberi tanda seluas 1,5 dan 2 cm. segitiga vesika lateral ke
posterior dibersihkan dari mukosa dan posterior dipindahkan ke tube. Segitiga dari otot vesika
kemudian dimobilisasi secara lateral pada bladder neck yang baru dan menutup seluruh
neurouretra. Hal ini menyebabkan mukosa pada tube dengan dibungkus oleh musculus di seluruh
intraabdominal. Vesika ditutup jika kapasitasnya cukup atau penggunaan intestinal augmentasi
dapat memperbaiki kapasitas. Akhirnya, rekonstruksi bladder neck ditinggikan dengan membagi
bladder neck dan uretra ke pubis secara anterior.7

Gambar 8. Prinsip dari prosedur Young-Dees-Leadbetter untuk rekonstruksi ekstropi. Prosedur ini
membuat ureter ini direimplant intuk mencegah reflux dan dasar vesika diperbaiki untuk pemnjangan uretra dan
memperkuat bladder neck. Hal ini menyebabkan adanya tekanan yang cukup untuk mendorong pembesaran vesica
tanpa prosedur obstruksi uretra.7

Suatu metode terbaru dalam perbaikan ekstrofi bladder yaitu Perbaikan Primer Komplit.
Melalui metode ini penutupan awal bladder, ureteroplasti dan rekonstruksi genital dilakukan
pada satu tahap, pada neonatus. Prosedur ini mencakup perbaikan penis pada laki-laki. Tujuan
dari tindakan ini yaitu untuk memperoleh siklus urin yang lebih awal. Hasil dari tindakan ini
cukup berhasil, dan pada beberapa pasien bahkan tidak memerlukan rekonstruksi lanjutan.7
X. Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi pada penderita ekstrofi bladder yang tidak dirawat. Komplikasi
yang dapat terjadi antara lain abnormalitas fungsi ginjal yang lebih banyak disebabkan
abnormalitas sekunder (90%) dimana refluks vesikoureteral menyebabkan refluks nefropati yang
menyebabkan gagal ginjal sekunder, yang juga di sebabkan tingginya tekanan pada bladder.
Komplikasi lain yaitu gangguan fungsi bladder dimana akan terjadi inkontinensia urin.
Abnormalitas pada bentuk dan ukuran alat genitalia juga dapat terjadi.6

Keganasan merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi pada kelainan ini. Namun
pada penderita yang tidak dirawat, komplikasi ini menjadi lebih sering terjadi. Adenokarsinoma
menjadi jenis keganasan yang paling sering dilaporkan. Selain itu pernah juga ditemukan
squamous sel karsinoma maupun rhabdomyosarkoma.5
Pada pasien yang telah menjalani terapi, komplikasi pasca bedah juga dapat terjadi.
Komplikasi pada perbaikan ekstrofi bladder antara lain kegagalan penutupan bladder, cidera pada
alat genitalia, penurunan keadaan traktus urinarius bagian atas, fungsi bladder yang abnormal
yang menyebabkan pengosongan bladder menjadi tidak adekuat, dan prolapsus bladder.13
XI. Prognosis
Prognosis pasien dengan ekstrofi bladder setelah pembedahan sangat baik. Fungsi
bladder dan/atau kontinensia uri dilaporkan bervariasi bergantung dari tipe rekonstruksi. Bukti
objektif maupun subjektif memperlihatkan bahwa bladder dengan ekstrofi pada kebanyakan
pasien, tidak berfungsi normal setelah rekonstruksi dan dapat memburuk seiring waktu.
Kembalinya fungsi kontinensia dapat kembali sampai 75-90% setelah melalui rekonstruksi
bertahap, namun biasanya dibutuhkan lebih dari satu prosedur. Fungsi seksual pada pria secara
umum poten, namun beberapa kasus dilaporkan tidak adekuat karena kelainan kurvatura. Pada
pria dilaporkan memiliki kemampuan seksual yang normal. Ejakulasi rertograd atau obstruksi
iatrogenik pada duktus ejakulatoris atau vas deferens setelah suatu tindakan pembedahan sering
menunjukkan hasil yang abnormal pada analisis semen. Namun demikian, fertilisasi dengan
menghasilkan kehamilan yang viabel dimungkinkan pada pria pasca ekstrofi. Wanita pasca
ekstrofi juga dapat hamil. Disarankan untuk bersalin secara Cesarean Section, untuk menghindari
cidera terhadap mekanisme kontinensia. Prolapsus uteri pasca salin sering terjadi karena kondisi
obnormal pelvis yang sudah ada sebelumnya. 13

DAFTAR PUSTAKA

1.

Tanagho, Emil A. Congenital Anomali of the Bladder . In Smithss General Urology.

2.

Sixteenth Edition. Lange : San Fransisco. 2003 : hal.1.


Luhulima JW. Urogenitalia. Bagian Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin. Makassar. Indonesia. 2002


3. Netter, Frank H dkk. Atlas of Anatomy. Comtan. USA. 2002
4. Macfarlane, Michael. Anomalies of Genitourinary Tract .In Urology. Fourth Edition.
Lippincolt Willliam & Wilkins : California. 2006. Hal.12
5. Palmer Blake, dkk. Bladder Exstrophy. University

of

Oklahoma. Available

http://www.pediatricurologybook.com/bladder exstrophy. htm. Acessed on December


2014
6. Husmann DA. Surgery Insight: Advantages and Pitfalls of Surgical Techniques for the
Correction

of

Bladder

Exstrophy.

Avaliable

at

http://www.medscape.com/viewarticle/523390. Accessed on December 2014


7. ONeill JA, Rowe MI, Grosfeld JL, Fonkaisrud EW, Coran AG. Pediatric Surgery.
Mosby. USA. 1998: Hal.1841-59
8. Sjamsuhidajat R, Jong WD. Buku Ajar Ilmu Bedah. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta. Indonesia. 2005. Hal.859-60.
9. Gearhart , John P. Exstrophy, Epispadia, and Other Bladder Anomalies. In Campbell
Urology. Lippincolt William and Wilkins : California. 2005.
10. Shah AK, Joshi MA, Kumar S. Bladder exstrophy A case report. Avaliable at
http://www.ijri.org/article.asp?issn=0971-3026;year=2006;
volume=16;issue=1;spage=103;epage=106;aulast=Shah. Accessed on December 2014
11. Gearhart John. Bladder/ Cloacal Exstrophy and Prine Bell Syndrome. In Principles and
Practice of Pediatric Surgery. Lippincolt William and Wilkins : California. 2005.
12. Frimbeger Dominique & John P.Gearhart. Bladder Exstrophy and Epispadia. In Glenns
Urologic Surgery. Lippincolt William and Wilkins : California. 2005
13. Yerkes
EB,
Rink
RC.
Extrophy
and
Epispadias.

Avaliable

http://www.medscape.com/ped/topic704.htm. Accessed on December 2014

at

Anda mungkin juga menyukai