Anda di halaman 1dari 19

ASUHAN KEPERAWATAN RESPONS BIOLOGIS (ASPEK FISIK)

Aspek fisik pada PHIV adalah pemenuhan kebutuhan fisik


sebagai akibat dari tanda dan gejala yang terjadi. Aspek perawatan fisik
meliputi (a) universal precautions; (b) Pengobatan Infeksi Skunder dan
Pemberian ARV; (d) Pemberian Nutrisi; dan (e) aktifitas dan istirahat
(Nursalam & Kurniawati, 2013).
A. Universal Precautions
Selama sakit, penerapan universal precautions oleh perawat,
keluarga dan pasien sendiri sangat penting. Hal ini ditujukan untuk
mencegah terjadinya penularan virus HIV. Prinisip-prinsip universal
precautions meliputi (Nursalam & Kurniawati, 2013):
1. Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh. Bila menangani
cairan tubuh pasien gunakan alat pelindung, seperti sarung tangan,
masker, kaca mata pelindung, penutup kepala, apron, sepatu boot.
Penggunaan alat pelindung disesuaikan dengan jenis tindakan yang
dilakukan.
2. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan, termasuk
setelah melepas sarung tangan.
3. Dekontaminasi cairan tubuh pasien.
4. Memakai alat kedokteran sekali pakai atau sterilisasi semua alat
kedokteran yang dipakai (tercemar). Jangan memakai jarum suntik
lebih dari satu kali, dan jangan dimasukkan ke dalam penutup jarum
atau dibengkokkan
5. Pemeliharaan kebersihan tempat pelayanan kesehatan.
6. Membuang limbah yang tercemar berbagai cairan tubuh secara
benar dan aman (Depkes RI, 1997).
B. Peran Perawat dalam Pemberian ARV
Penggunaan obat ARV Kombinasi (Nursalam & Kurniawati, 2013):
1. Tujuan pemberian ARV dan manfaat penggunaan obat dalam bentuk
kombinasi adalah:

a.

Memperoleh

khasiat

yang

lebih

lama

untuk

memperkecil

kemungkinan terjadinya resistensi


b. Meningkatkan efektifitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila
timbul efek samping, bisa diganti obat lainnya dan bila virus mulai
resisten terhadap obat yang sedang digunakan, bisa memakai
kombinasi lain.
c. Menghentikan replikasi HIV.
d. Memperbaiki kualitas hidup.
e. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadinya infeksi
oportunistik.
f. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.
2. Efektivitas obat ARV kombinasi:
a. ARV kombinasi lebih efektif karena mempunyai khasiat ARV yang
lebih tinggi dan menurunkan viral load lebih tinggi dibanding
penggunaan satu jenis obat saja.
b. Kemungkinan terjadinya resistensi virus kecil, akan tetapi bila
pasien lupa minum obat dapat menimbulkan terjadinya resistensi
c. Kombinasi menyebabkan dosis masing-masing obat lebih kecil,
sehingga kemungkinan efek samping lebih kecil.
3. Saat memulai menggunakan ARV
Menurut WHO tahun 2002, ARV bisa dimulai pada orang dewasa
berdasarkan kriteria sebagai berikut:
a. Bila pemeriksaan CD4 bisa dilakukan pada:
1) Pasien stadium IV (menurut WHO), tanpa memperhatikan hasil
tes CD4
2) Pasien stadium I, II, III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan
loimfosit total < 200 /ul Yayasan Kerti Praja, 1992).
b. Bila pemeriksaan CD4 tidak dapat dilakukan:
1) Pasien stadium IV (menurut WHO), tanpa memperhatikan hasil
hitung limfosit
total.
2) Pasien stadium I, II, III (menurut WHO) dengan hasil perhitungan
limfosit total <

1000 1200/ul.

c. Limfosit total < 1000 1200/ dapat diganti dengan CD4 dan
dijumpai tanda-tanda HIV. Hal ini kurang penting pada pasien tanpa
gejala (stadium I menurut WHO) hendaknya jangan dilakukan
pengobatan

karena

belum

ada

petunjuk

tentang

beratnya

penyakit.
d. Pengobatan juga dianjurkan untuk pasien stadium III yang lanjut,
termasuk kambuh, luka pada mulut yang sukar sembuh dan infeksi
pada mulut yang berulang dengan tidak memperhatikan hasil
pemeriksaan CD4 dan limfosit total (Depkes, 2003).
4. Cara memilih obat
Berdasarkan hasil penelitian Europian-Australian DELTA study
thun 1995dan American ACTG 175 study tahun 1996 diketahui bahwa
pemberian ARV kombinasi lebih baik daripada monoterapi (HoffmannRockstroh-Kamps, 2006).
Manfaat penggunaan obat-obatan dalam bentuk kombinasi adalah:
a.

Memperoleh

khasiat

yang

lebih

lama

untuk

memperkecil

kemungkinan terjadinya resistensi.


b. Meningkatkan efektivitas dan lebih menekan aktivitas virus. Bila
timbul efek samping, bisa diganti obatnya dan bila virus resisten
terahadap obat yang sedang digunakan, bisa memakai kombinasi
lain.
c. Pertimbangan dalam memilih obat adalah hasil pemeriksaan CD4,
viral load dan kemampuan pasien mengingat penggunaan obatnya.
Pertimbangan yang baik adalah memilih obat berdasarkan jadwal
kerja dan pola hidup.
d. Kebanyakan orang lebih mudah mengingat obat yang diminum
sewaktu makan.
Kombinasi ARV bisa dipakai antara lain 2 NRTI + 1 NNRTI atau 2
NRTI + 1 PI.
Contoh kombinasi yang baik:
1) AZT + 3TC + NVP/EFV/PI
2) AZT + ddI + NVP/EFV/PI
3) d4T + ddI + NVP/EFV/PI

4) d4T + 3TC + NVP/EFV/PI.

5. Efek samping obat


a. Efek samping jangka pendek adalah: mual, muntah, diare, sakit
kepala, lesu dan susah tidur. Efek samping ini berbeda-beda pada
setiap orang, jarang pasien mengalami semua efek samping
tersebut. Efek samping jangka pendek terjadi segera setelah
minum obat dan berkurang setelah beberap minggu. Selama
beberapa minggu penggunaan ARV, diperbolehkan minum obat
lain untuk mengurangi efek samping.
b. Efek samping jangka panjang ARV belum banyak diketahui.
c. Efek samping pada wanita: efek samping pada wanita lebih berat
dari pada pada laki-laki, salah satu cara mengatasinya adalah
dengan menggunakan dosis yang lebih kecil. Beberapa wanita
melaporkan menstruasinya lebih berat dan sakit, atau lebih
panjang dari biasanya, namun ada juga wanita yang berhenti sama
sekali menstruasinya. Mekanisme ini belum diketahui secara jelas.
6. Kepatuhan minum obat
a. Kepatuhan terhadap aturan pemakaian obat membantu mencegah
terjadinya resistensi dan menekan virus secara terus menerus.
b. Kiat penting untuk mengingat minum obat:
1) Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari
2) Harus selalu tersedia obat di tempat manapun biasanya pasien
berada, misalnya di kantor, di rumah, dll.
3) Bawa obat kemanapun pergi (di kantong, tas, dll asal tidak
memerlukan lemari es)
4) Pergunakan peralatan (jam, HP yang berisi alarm yang bisa
diatur agar berbunyi setiap waktunya minum obat (Yayasan Kerti
Praja, 1992).
C. Pemberian Nutrisi

Pasien dengan HIV/AIDS (ODHA) sangat membutuhkan beberapa


unsur vitamin dan mineral dalam jumlah yang lebih banyak dari apa
yang biasanya diperoleh dalam makanan sehari-hari. Sebagian besar
ODHA

akan

makanan

mengalami

tambahan

defisiensi

(New

vitamin

Mexico

AIDS

sehingga

Infonet,

memerlukan

2004

&

Falma

Foundation, 2004). (Nursalam & Kurniawati, 2013).


Dalam beberapa hal, HIV sendiri akan perkembangan lebih cepat
pada ODHA yang mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Kondisi
tersebut sangat berbahaya bagi ODHA yang mengalami defisiensi
vitamin dan mineral. Vitamin dan mineral juga berfungsi untuk
meningkatkan kemampuan tubuh dalam melawan berkembangnya HIV
dalam tubuh menurut Yayasan Kerti Praja, 2002 & William, 2004
(Nursalam & Kurniawati, 2013).
HIV

menyebabkan

hilangnya

nafsu

makan

dan

gangguan

penyerapan nutrient. Hal ini berhubungan dengan menurunnya atau


habisnya cadangan vitamin dan mineral dalam tubuh. Defisiensi vitamin
dan mineral pada ODHA dimulai sejak masih stadium dini. Walaupun
jumlah makanan ODHA sudah cukup dan berimbang seperti orang
sehat, tetapi akan tetap terjadi defisiensi vitamin dan mineral menurut
Anya, 2002 (Nursalam & Kurniawati, 2013).
Berdasarkan

beberapa

hal

tersebut,

selain

mengkonsumsi

jumlah yang tinggi, para ODHA juga harus mengkonsumsi suplementasi


atau nutrisi tambahan. Pemberian nutrisi tambahan bertujuan agar
beban ODHA tidak bertambah akibat defisiensi vitamin dan mineral
(Nursalam & Kurniawati, 2013).
1. Pentingnya Nutrisi bagi pasien HIV/AIDS
Nutrisi yang sehat dan seimbang harus selalu diberikan pada
klien dengan HIV/AIDS pada semua tahap infeksi HIV. Perawatan dan
dukungan nutrisi bagi pasien berfungsi untuk (Nursalam & Kurniawati,
2013).:
a. Mempertahankan kekuatan tubuh dan berat badan.
b. Menggangti kehilangan vitamin dan mineral.

c. Meningkatkan fungsi sistem imun dan kemapuan tubuh untuk


memerangi infeksi.
d. Memperpanjang peridoe dari infeksi hingga berkembang menjadi
penyakit AIDS.
e. meningkatkan responsterhadap pengobatan, mengurangi waktu
dan uang yang dihabiskan untuk perawatan kesehatan.
f. Menjaga orang yang hidup dengan HIV/AIDS agar dapat tetap aktif,
sehingga mungkin mereka untuk merawat diri sendiri, keluarga dan
anak-anak mereka.
g. Menjaga orang dengan HIV/AIDS agar tetap produktif, mampu
bekerja, tumbuh baik dan tetap berkontribusi terhadap pemasukan
keluarga mereka (FAO-WHO, 2002).
Makanan

penting

bagi

tubuh

kita

untuk

(Nursalam

&

Kurniawati, 2013).:
a. Berkembang, mengganti dan memperbaiki sel-sel dan jaringan.
b. Memproduksi energi agar tetap hangat, bergerak dan bekerja.
c. Membawa proses kimia misalnya proses pencernaan makanan.
d.Melindungi, melawan, bertahan terhadap infeksi serta membantu
proses penyembuhan penyakit (FAO-WHO, 2002).
2. Prinsip pemberian nutrisi pada pasien HIV/AIDS, (Nursalam &
Kurniawati, 2013):
Untuk

mengatasi

masalah

nutrisipada

pasien

HIV/AIDS,

mereka harus diberikan makanan tinggi kalori-tinggi protein, kaya


vitamin dan mineral serta cukup air. Syarat diet pasien HIV/AIDS,
yaitu:
a. Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% lebih banyak dari kebutuhan
minimum yang dianjurkan.
b. Berikan dalam porsi kecil tapi teratur.
c. Disesuaikan dengan penyakit infeksi yang menyertai.
d. Mengonsumsi protein yang berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
e. Mengonsumsi sayuran dan buah-buahan dalam bentuk jus.
f. Minum susu tiap har, susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi.

g. Menghindari maknan yang diawetkan dan makanan beragi (tape,


brem).
h. Makanan harus bersih bebas pestisida dan zat kimia.
i.

Bila

pasien

mendapatkan

terapi

Arv,

pemberian

makanan

disesuaikan dengan jadwal minum obat di mana ada obat yang


diberikan saat lambung kosong, pada saat lambung harus penuh
atau diberikan bersama-sama dengan makanan.
j.

Menghindari

makanan

yang

merangsang

alat

penciuman

(mencegah mual).
k. Mengonsumsi makanan rendah serat, makanan lunak/cair, jika ada
gangguan saluran pencernaan.
l. Rendah laktosa dan rendah lemak jika ada diare.
m. Menghindari rokok, alkohol, dan kafein.
n. Sesuaikan syarat diet dengan infeksi penyakit yang menyertai (TB,
diare, sarcoma, kandidiasis oral), jika tidak bisa makan secara oral,
berikan dalam bentuk enteral dan parienteral secara aman (NGT
atau IV).
3. Keamanan bahan makanan dan minuman(Nursalam & Kurniawati,
2013):
a. Mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap setelah
buang air besar karena banyak kuman disebarkan melalui feses.
b. Menjaga kebersihan diri dengan cara mencuci tangan dengan
sabun dan air mengalir sebelum dan sesudah mempersiapkan atau
memegang makanan. Menutup luka agar tidak mengkontaminasi
makanan. Menggunakan air bersih dan aman untuk minum dan
memsask.
c. Menjaga kebersihan dapur dengan membersihkan seluruh dapur,
mencuci sayur dan buah dengan air bersih, menjaga makanan agar
tidak dihinggapi lalat dan debu.
d. Makanan harus dimasak dengan air mendidih dan segera dimakan
setelah masak, karena kuman sangat cepat berkembang biak
dalam air hangat.

e. Masak daging dan ikan hingga matang, cuci peralatan masak, telur
harus direbus pada suhu tinggi (FAO-WHO, 2002).
f. Periksa kemasan makanan/kaleng makanan dan minuman kaleng
sebelum dibuka untuk mengetahui kemungkinan adanya kerusakan
makanan (ciri fisik, aroma, warna), periksa tanggal kadaluawarsa
dan buang makanan yang sudah kadaluwarsa.
g. Hindari mengkonsumsi daging, ikan , telur mentah dan daging
ayam: termasuk unggas lain yang masak setengah matang atau
tidak masak dengan benar.
h. Hindari mengonsumsi sayur-sayuran mentah.
i. Mencuci sayur dan buah dengan air bersih dan mengalir untuk
menghindari cemaran pestisida dan bakteri.
j. Hindari susu atau produk susu yang tidak dipasteurisasi.
k. Sebaiknya memanaskan makanan sebelum dimakan.
l. Hindari makanan yang berjamur dan basi.
m. Sebaiknya memisahkan makanan yang belum dimasak dengan
yang sudah dimasak.
n. Selalu minum air yang sudah dimasak atau mineral dalam
kemasan atau boto.
o. Memakai air panas dan sabun untuk membersihkan alat dapur.
p. Sedapat mungkin menghindari jajan, lebih baik makan makanan
yang disiapkan sendiri karena keamanannya lebih terjamin (Dirjen
Pemberantasan Penyakit Menular, 2003).
4. Bahan makanan yang dianjurkan dikonsumsi pasien HIV/AIDS
(Nursalam & Kurniawati, 2013):
Berbagai bahan makanan yang banyak didapatkan di Indonesi
seperti tempe, kelapa, wortel, kembang kol, sayturan dan kacangkacangan dapat diberikan dalam penatalaksanaan gisi pada pasien:
a. Tempe atau produknya mengandung protein dan vitamin B12 untuk
mencukupi kebutuhan pasien dan mengandung bakterisida yang
dapat mengobati dan mencegah diare.
b. Kelapa atau produknya dapat memenuhi kebutuhan lemak
sekaligus sebagai sumber energi karena mengandung medium

chain

trigliserida

(MCT)

yang

mudah

diserap

dan

tidak

menyebabkan diare. MCT merupakan sumber energi yang dapat


digunakan untuk pembentukan sel.
c. Wortel kaya akan kandungan beta karoten sehingga dapat
meningkatkan

daya

tahan

tubuh

dan

sebagai

bahan

pembentukan CD4, vitamin C, vitamin E dan bet karoten berfungsi


sebagai antiradikal bebas yang dilakukan oleh perusakan oleh HIV
pada sel tubuh.
d. Sayuran hijau dan kacang-kacangan, mengandung vitamin
neurotropik yakni vitamin B1, B6, B12 dan zat gizi mikro lainnya
yang berfungsi untuk pembentukan CD4 dan pencegahan anemia.
e. Buah alpukat mengandung banyak lemakyang tinggi dan dapat
dikonsumsi sebagai bahan makanan tambahan. Lemak trsebut
dalam bentuk MUFA yang 60% dari jumlah tersebut berfungsi
sebagai antioksidan dan dapat menurunkan HDL, selain itu
alpukat juga mengandung glutation untuk menghambat replikasi
HIV.
5. Gejala klinis Keterkaitannya dengan HIV/AIDS:
Daftar
pertanyaan

ini

akan

tentang

membantu

toleransi

perawat

makanan

dan

dalam

menjawab

berfungsi

sebagai

panduan untuk membantu pasien yang mengalami gejala infeksi


HIV.AIDS. Efek samping HIV/AIDS dan atau komplikasi yang berkaitan
dengan pengobatan HIV/AIDS dapat mencakup mual, muntah, diare,
penurunan nafsu makan, sariawan di mulut, disfagia, penurunan
berat badan, penambahan berat badan, dislipidemia, resistensi
insulin, akumulasi lemak, infeksi oportunistik, dehidrasi, defisiensi,
mikronutrient malabsorpsi (Herbold & Edelsten, 2014):
N
o
1.

Masalah
Mual

Lakukan

Jangan lakukan

a. Rekomendasikan
pemberian

a.

Jangan

berikan

makanan minuman

dalam

selama waktu makan,


jumlah sedikit tapi

pisahkan zat cair dari

sering.
b.

zat

Coba

makanan

yang

lunak

padat.
b.

Jangan

sajikan

(misalnya, kentang, nasi,

makanan

tinggi

buah yang dikalengkan,

lemak dan makanan-

biskuit kering, atau roti

makan

yang

panggang).

berminyak

atau

c. Perhatikan pola ketika

makanan dengan bau

mual terjadi dan hindari

menyengat,

memberikan makanan

misalnya keju

pada saat tersebut.

matang dan ikan.

d. Atur posisi pasien duduk


tegak,

bukan

berbaring

pada saat makan.


e. Anjurkan makan di
lingkungan yang sejuk,
makan lebih lambat, dan
berikan makanan pada
2.

Muntah

suhu ruang.
a. Anjurkan pemberian
makanan

dan

a.

minuman

Jangan

sajikan

makanan

tinggi

dalam jumlah sedikit tapi

lemak dan makanan-

sering.

makanan

yang

berminyak

atau

b.

Berikan

cairan

yang

jernih dan dingin diantara

makanan dengan bau

waktu makan.

misalnya

c. Coba makanan yanglunak

keju

matang dan ikan.

(misalnya, kentang, nasi,


buah yang dikalengkan).
d.
3.

Diare

Pasien

harus

makan

secara perlahan.
a. Berikan makanan tinggi

a.

Jangan

berikan

serat yang dapat larut

suplemen vitamin C

(misalnya:

dosis

nasi,

bubur

tinggi,

teh

gandum, roti tawar putih,

laksatif, makanan

kentang

tanpa

kulit,

yang mengandung

pisang,

apel

yang

dikupas/saus

apel

dan

mangga.

sorbitol (permen
dan
permen karet

b. Singkirkan makanan yang


memperburuk gejala

bebas gula), produk


susu kaya laktosa,

tersebut, misalnya
produk susu tinggi lemak.

kafein dan makanan


tinggi lemak.

c. Berikan cairan pengganti


elektrolit
kaldu,

(misalnya,
jus

buah

dan

minuman hidrasi oral).


d.

Anjurkan

pemberian

makanan dalam jumlah


sedikit,
Coba

tetapi

sering.

berikan

yogurt

dengan kultur aktif atau


4.

Penurunan

kapsul asidofil.
a.
Anjurkan
pemberian a.

Jangan

nafsu

makanan dalam jumlah

rekomendasikan

makan

sedikit tapi sering.

makanan

b. Berikan makanan yang

dalam

porsi berat.

pada zat gizi (misalnya,


milk shake, daging/
unggas/ ikan tanpa
lemak,

telur,

mentega

kacang, sayuran, buah


5.

Seriawan
Mulut

dan gandum murni.


a. Sajikan makanan yang a.
lebih
dingin

lunak

dan

serta

Jangan

sajikan

lebih

makanan yang asin,

cairan

panas, pedas, atau

bersamaan makanan.
b. Bantu higiene yang baik.

asam (buah jeruk,


produk

berbahan

dasar tomat, cuka


atau

6.

Disfagia

a.

Lembapkan

produk

yang

berbahan

dasar

cuka.
makanan a.
Jangan

berikan

yang mengandung saus

makanan

lengket

dan

yang

ditelan

sajikan

yang

makanan

lebih

(misalnya,
gandum,

sulit

lunak

(misalnya,

bubur

kacang).

selai

kentang

tumbuk,

puding,

telur

orak-arik, milk shake dan


yougurt.)
b. Berikan cairan bersama
makanan.
c.

Coba

makanan

yang

kering

misalnya

(roti

panggang,
7.

Penurunan

biskuit

dan

keripik).
a. Berikan makanan pada a.

berat badan

nutrien

dalam

Jangan

jumlah makanan diet atau

sedikit tapi sering.

makanan

b. Sajikan makanan tinggi kalori.


protein (misalnya,daging
tanpa

lemak,

unggas,

ikan, telur, susu, yogurt,


keju, tumbuhan polong,
tahu,
kacang

dan

mentega,

seperti

selai

kacang).
c.

Sajikan makanan tinggi


kalori,

izinkan

misalnya

milk

shake, kudapan (trail mix)


dengan buah dan kacang

rendah

dan keju serta cracker.


d. Tambahkan nasi, barley,
dan

tumbuhan

pada

sup.

polong

Tambahkan

susu bubuk kering atau


bubuk

protein

pada

casserole, sereal panas,


milk

shake,

dll.

Untuk

meningkatkan kandungan
kalori protein.
e. Gunakan suplemen oral,
misalnya

carnation

Instant Breakfast, Boost,


dan Ensure.
f. Jika pasien yang terinfeksi
HIV

mengalami

penurunan asupan diet,


rujuk pasien ke ahli gizi
untuk mengkaji apakah
8.

Penambaha
n
badan

berat

suplemen nutrisi tepat.


a. Gunakan pendekatan diet a. Jangan sajikan gula
tradisional dalam

sederhana,

penatalaksanaan
badan

untuk

berat

mencapai

misalnya

permen,

soda, popsicle, jeli,

berat badan yang sehat,

atau

termasuk

tinggi gula lainnya,

yang

asupan kalori

yang

adekuat,

pengurangan kalori yang b.


diperlukan,
protein

yang

asupan
adekuat,

makanan

seperti kue.
Jangan
lemak

berikan

diet

yang

berlebihan,

atau asupan lemak yang

terutama

lemak

rendah atau sedang.

transdan

lemak

b. Siapkan makanan yang

jenuh.

memiliki

sedikit

dengan

lemak

mengukus,

memanggang,
membakar,
atau

merebus,

memasak

microwave

dan

di
bukan

menggorengnya.
c. Lakukan aktivitas fisik.
d.
9.

Dislipidemia

Lihat

tabel

tentang

kontrol berat badan.


a. Ikuti rekomendasi diet a. Jangan sajikan gula
dari National Cholesterol sederhana
Education

Program permen,

(NCEP).
1).

makan

Coba

diet

rendah lainnya,

lemak

atau

lemak cookis).

sedang

(kalori

total

dari lemak sekitar 30%


atau kurang).
2).

Kurangi

asupan

lemak trans dan lemak


jenuh (sampai kurang
dari 10% asupan kalori
total).
3). Tingkatkan lemak tak
jenuh

tunggal

(misalnya,

minyak

zaitun, minyak wijen,


dan

minyak

canola,

dan

kacang)

sampai

10-15%

dari

asupan

kalori total.
4).

Masukkan

asam

(misalnya
soda,

tinggi

dan
gula

seperti

lemak

omega-3,

misalnya

ikan

berlemak

(contohnya,

salem,

sarden,

dan

makerel) dan kacangkacangan

atau

bijian

biji-

tertentu

(contohnya,

walnut,

flax seed).
b. Siapkan makanan yang
mengandung

sedikit

lemak
dengan
mengukus,memanggang,
membakar atau merebus
bukan
menggorengnya.
c. Lakukan aktivitas fisik.
d. Lihat Apendiks A untuk
menggambarkan masalah
10 Resistensi
.

asupan lemak.
a. Sajikan makanan tinggi a. Jangan siapkan diet

insulin

serat

(buah,

tumbuhan

sayuran, rendah serat

polong,

dan

gandum murni).
b. Berikan makanan dengan
indeks
rendah
gandum

glikemik

yang

(misalnya,
murni,

buah,

sayuran, dan tumbuhan


polong). Lihat Apendiks A
mengenai indeks glikemik
11 Akumulasi

a.

pada beberapa makanan.


Rekomendasikan serat a. Jangan berikan diet

Lemak

yang

adekuat

(20-35

rendah serat.

gram per hariu), kalori


dan

protein

yang

adekuat. Lihat DRI pada


12 Infeksi
.

Apendiks G.
a. Cuci tangan

Oportunistik

sabun

dan

dengan a.

air

hangat

daging,

secara teratur.

ikan,

b. Cuci semua buah dan


c. Hindari kontiminasi silang
dan

13 Dehidrasi

kerang,

mentah

makanan

dan

kurang

matang.
b. Jangan beli produk

yang

dimasak.
d.

unggas,

atau

makanan

sajikan

telur yang mentah

sayuran segar.
pada

Jangan

susu

yang

tidak

dipasteurisasi.

Dinginkan

makanan

sampai kurang dari 40C.


a.
Anjurkan
pemberian -

cairan

yang

elektrolit
kaldu,

penuh
(misalnya,

jus

buah,

dan

minuman hidrasi oral).


b.

Batasi

makanan

yang

tinggi natrium.
14 Defisiensi
.

Unsur Hara/

multivitamin

Mikronutrie

setelah

diri pada ahli gizi atau

15 Malabsorpsi
.

c. Batasi kafein.
a.
Rekomendasikan -

a.

harian

memeriksakan

dokter umum.
Anjurkan diet

rendah -

lemak

minyak

dengan

trigliserida rantai-medium
(medium-chain).
6. Nutrisi untuk wanita dengan HIV/AIDS (Nursalam & Kurniawati, 2013):

a. Wanita HIV/AIDs yang hamil dan menyusui: kehamilan memerlukan


lebih banyak nutrisi untuk ibu dan bayi, kekurangan gizi dapat
meneybabkan wanita hamil rentan terhadap infeksi. Pada saat
hamil, asupan gizi harus ditingkatkan menjadi 300 kalori dan 10
gram protein sehari. Selain itu, sebaiknya berat badan meningkat
25-35 pon selama hamil. Asupan vitaminekstra, mineral, ion,
cairan, dan serat juga diperlukan. Menghindari kopi, teh, coklat,
alkohol, dan minuman bersoda seperti coca-cola, pepsi dan lainlain. Wanita menyususi juga memerlukan lebih banyak asupan
makanan.
b. Wanita HIV/AIDS yang mengalami menstruasi dan sindrom
pramenstriuasi. HIV/AIDS yang dialami pada wanitamungkin akan
mengubah siklus haid dan memperberat sindroma pramenstruasi
misalnya kekakuan payudara, mudah marah, depresi, kram dan
lain-lain. Sebaiknya mengonsumsi makanan rendah gula, tinggi
serat selama

fase sebelum dan saat menstruasi.membatasi

mengonsumsi garam dan makanan ringan dapat membantu


mengurangi kram dan nyeri payudara. Selain itu sebaiknya wanita
tetap melakukan istirahat dan melakukan latihatn teratur (HRSA,
2002).
c. Wanita HIV/AIDS menopause: Wanita menopause sebaiknya
meningkatkan asupan kandungan kalsium dalam makanan 4-5 kali
lebih banyak. Makanan ini misalnya susu, keju, yougrt, jus jeruk,
mustard, dan sardine serta sumber kalsium lain.
d. Wanita HIV/AIDS dengan infeksi dan berat badan: jiuka wanita
mengalami kegemukan, maka berat badan harus diturunkan,
sebaliknya jika sangat kurus harus ditingkatkan asupan nutrisinya.
Pasien dengan infeksi juga harus makan lebih banyak makanan
terutama protei dan vitamin (HRSA, 2003).
7. Suplemen zat gizi mikro (Nursalam & Kurniawati, 2013):
Prinsip pemberian terapigizi adalah pemberian zat gizi untuk
membentuksel-sel

dalam

tubuh.

Namun

dipihak

lain

HIV

menyebabkan perusakan sel tubuh sehingga terjadi persaingan

dalam tubuh pasien. Apabila hal tersebut diiringi dengan kekurangan


gizi maka fase AIDS akan terjadi lebuh cepat (Nursalam & Kurniawati,
2013)..
a. Vitamin
Vitamin B1 (Tiamin), vitamin B2 (Riboflavin), vitamin B6 (Piridoksin),
vitamin B12 (Kobalamin), Asam Folat (Folat), vitmin K, Antioksidan,
Vitamin C dan vitamin E (Tokoferol).
b. Jus buah dan sayur
Jus pepaya sirsak, jus melon Blewah, jus mentimun, bit dan wortel,
jus alpukat, jus nenas markisa, jus pepaya nenas, jus jambu buji
sirsak, jus tomat wortel, jus brokoli, bit, wortel.
D. Aktivitas dan Istirahat
1. Manfaat Olah Raga Terhadap Imunitas Tubuh
Hampir semua organ berespon terhadap stres olah raga, pada
keadaan akut, olah raga berefek buruk pada kesehatan, sebaliknya,
olah raga yang dilakukan secara teratur menimbulkan adaptasi organ
tubuh yang berefek menyehatkan menurut Simon, 1988 dalam Ader
1991(Nursalam & Kurniawati, 2013).
Olah

raga

yang

dilakukan

secara

teratur

menghasilkan

perubahan pada jaringan, sel, dan protein pada sistem imun menurut
Simon, 1988 dalam Ader 1991 (Nursalam & Kurniawati, 2013).
2. Pengaruh Latihan Fisik Terhadap Tubuh
a. Perubahan Sistem Sirkulasi
Olah raga meningkatkan cardiac output dari 5 lt menjadi 20
lt/menit

pada

orang

dewasa

sehat,

hal

ini

menyebabkan

peningkatan darah ke otot skelet dan jantung (Nursalam &


Kurniawati, 2013).
Latihan yang teratur meningkatkan adaptasi pada sistem
sirkulasi, meningkatkan volume dan massa ventrikel kiri, hal ini
berdampak pada peningkatan isi sekuncup dan cardiac output
sehingga tercapai kapasitas kerja yang maksimal. menurut Ader,
1991 (Nursalam & Kurniawati, 2013).

b. Sistem Pulmoner
Olah raga meningkatkan frekuensi napas, meningkatkan
pertukaran gas serta pengangkutan oksigen, dan penggunaan
oksigen oleh otot menurut Alder, 1991 (Nursalam & Kurniawati,
2013).
c. Metabolisme
Untuk melakukan olah raga, otot memerlukan energi. Pada
olah raga intensitas rendah sampai sedang, terjadi pemecahan
trigliserida dan jaringan adipose menjadi glikogen dan FFA. Pada
olah raga intensitas tinggi kebutuhan energi meningkat, otot makin
tergantung

glikogen

sehingga

metabolisme

berubah

dari

metabolisme aerob menjadi anaerob (Nursalam & Kurniawati,


2013)..
Metabolisme anaerob menghasilkan 2 ATP dan asam laktat
yang menurunkan kerja otot. Pada saat olah raga tubuh juga
meningkatkan

ambilan

glukosa

darah,

hipoglikemia,

tubuh

meningkatkan

untuk

mencegah

glikogenolisis

dan

glukoneogenesis hati untuk mempertahankan gula darah normal


(Nursalam & Kurniawati, 2013)..
Olah raga berlebihan menyebabkan hipernatremia karena
banyak cairan isotonis yang keluar bersama keringat, serta
hiperkalemia karena kalium banyak dilepas dari otot. Selain itu bisa
juga terjadi dehidrasi dan hiperosmolaritas menurut Ader, 1991
(Nursalam & Kurniawati, 2013).

Anda mungkin juga menyukai