Anda di halaman 1dari 5

Analisis 5 Dimensi Budaya menurut Hofstede

Antara Indonesia dan Jerman

No
Dimensi Budaya
Indonesia
1
Power Distance
78
2
Individualism
14
3
Masculinity
46
4
Uncertainty Avoidance
48
5
Long Term Orientation
62
Tabel Perbandingan Dimensi Budaya Indonesia dengan Jerman

Jerman
35
67
66
65
83

1. Power Distance
Berdasarkan data pada diatas, kita dapat melihat bahwa Indonesia mendapatkan angka 78
dan Jerman mendapatkan angka 35 untuk power distancenya. Dari angka tersebut, maka di
Negara Indonesia terjadi ketidak seimbangan terhadap tingkat kepercayaan antar individu. Hal
ini terjadi karena adanya perbedaan status sosial, gender, ras, umur, pendidikan, kelahiran,
pencapaian, dan latar belakang. Pada Negara Indonesia yang memiliki power distance yang
tinggi, masyarakat menerima hubungan kekuasaan yang lebih autokratik dan patrenalistik.
Hal ini bertolak belakang dengan Negara Jerman yang memiliki angka power
distance yang lebih rendah. Maka, Negara Jerman cenderung akan melihat persamaan di
antara orang dan lebih fokus kepada hal yang dicapai. Sebagai contoh, biasanya
karyawan di suatu perusahaan akan menuruti segala perintah atasannya. Hal inilah yang
terjadi di Indonesia. Sebaliknya, di Negara Jerman semua orang memiliki hak yang sama
dalam memutuskan suatu masalah. Di negara Jerman, semua orang, baik karyawan
ataupun direktur dapat memberikan pendapatnya dalam menyelesaikan suatu
permasalahan.
2. Individualism
Berdasarkan tabel diatas, Indonesia memiliki angka individualism yang lebih
rendah dibandingkan Negara Jerman yakni Indonesia mendapat angka 14 dan Jerman
mendapat angka 67. Hal ini berarti di Negara Indonesia, masyarakatnya lebih senang
bekerja secara bersama sama dalam tim, karena apabila masyarakat bekerja dalam tim
maka mereka akan mendapatkan banyak ide dan dapat mengurangi konflik antara pihak
yang setuju dengan dengan pihak yang tidak setuju dalam mengambil suatu keputusan.
Berbeda dengan Negara Jerman yang angka individualismnya 67. Berarti di Negara
tersebut budaya kerjasama masih kurang. Masyarakat disana lebih senang bekerja secara
individu. Namun, keunggulan dari Negara Jerman yang memiliki angka individualism
yang tinggi yaitu tingkat kompetisi antar individu tinggi. Sehingga antar individu akan
termotivasi untuk memperoleh gaji atau keuntungan yang besar.

3. Masculinity
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Indonesia masih lemah
dalam masculinity. Hal ini dapat dilihat dari tingkat toleransi orang Indonesia yang lebih
tinggi untuk ketidakpastian. Orang Indonesia cenderung lebih bisa menerima risiko,
memiliki struktur organisasi yang flat, dan memilki toleransi terhadap ambiguitas.
Sebaliknya, apabila kita melihat Negara Jerman yang memiliki nilai masculinity yang
cukup tinggi yakni sebesar 66, berarti negara tersebut cenderung menjunjung tinggi
konformitas dan keamanan, menghindari risiko dan mengandalkan peraturan formal.
4. Uncertainty Avoidance
Berdasarkan data pada tabel diatas, kita dapat melihat bahwa Jerman memliki
angka uncertainty avoidance yang lebih tinggi dibandingkan Indonesia. Jerman memiliki
angka 65, sedangkan Indonesia memiliki angka 48. Maka, Negara Jerman, akan takut
terhadap sesuatu yang tidak pasti dan tidak menyukai ide-ide serta perilaku yang
menyimpang atau berbeda. Orang Jerman akan lebih menerima resiko yang sudah
dikenalnya. Selain itu, mereka jarang melakukan inovasi dikarenakan bagi mereka
sesuatu yang baru merupakan hal yang ditakuti. Individu akan lebih dimotivasi oleh harga
diri dan keamanan. Mereka memiliki prinsip yakni waktu adalah uang atau time is
money
Sebaliknya, Indonesia memiliki karakteristik toleran terhadap aturan. Orang
Indonesia lebih menyukai inovasi dan ide-ide serta memiliki ketertarikan terhadap suatu
hal yang berbeda. Selain itu, orang Indonesia juga memiliki agresi dan emosi yang tidak
diperlihatkan. Individu akan lebih di motivasi oleh suatu prestasi dan harga diri.
5. Long Term Orientation
Berdasarkan tabel diatas, kita dapat melihat bahwa Negara Indonesia dan Jerman
sama sama memiliki budaya pragmatis. Negara Indonesia dan Jerman dengan budaya
yang skornya tinggi, mengambil pendekatan yang lebih pragmatis, sehingga mendorong
penghematan dan upaya pendidikan modern sebagai cara untuk mempersiapkan masa
depan. Dalam masyarakat dengan orientasi pragmatis, orang percaya bahwa kebenaran
sangat tergantung pada situasi, konteks dan waktu. Mereka menunjukkan kemampuan
untuk beradaptasi pada tradisi dengan mudah dengan kondisi berubah, kecenderungan
yang kuat untuk menabung dan berinvestasi dan ketekunan dalam mencapai hasil.
Dampak Dimensi Budaya Hofstede terhadap Bisnis

1. Dampak power distance terhadap bisnis


Apabila nilai power distance dalam suatu bisnis rendah, maka suatu bisnis akan bisa maju
dengan baik, karena semua pihak bisa memberikan pendapatnya. Sehingga bisnis itu akan
maju dengan pesat karena banyaknya pendapat bisa membuat pemilik suatu bisnis dapat
memutuskan suatu hal dengan bijak dan benar.
2. Individualism
Apabila angka individualism tinggi dalam suatu bisnis, maka bisnis itu akan sulit berjalan
dengan baik, karena masing masing individu hanya mementingkan kepentingan sendiri
bukan kepentingan kemajuan bisnis tersebut. Sebaliknya, apabila angka individualism
rendah dalam suatu bisnis, maka bisnis tersebut akan semakin maju. Hal ini dikarenakan
semua pegawai dan staff berusaha untuk memajukan bisnis tersebut.
3. Masculinity
Apabila angka masculinity suatu bisnis tinggi, akan memajukan bisnis tersebut karena
perusahaan tersebut menjunjung tinggi konformitas dan keamanan, menghindari risiko
dan mengandalkan peraturan formal. Sebaliknya, apabila angka masculinity kecil, akan
memperhambat kemajuan suatu bisnis.
4. uncertainty avoidance
Apabila suatu bisnis menggunakan uncertainty avoidance dan nilainya rendah, maka
bisnis tersebut akan lebih cepat berkembang dibandingkan yang nilai uncertainty
avoidancenya tinggi karena bisnis tersebut akan melakukan inovasi terhadap produknya
dan akan meningkatkan penjualan produk tersebut.
5. Long term orientation
Apabila suatu bisnis memikirkan jangka panjang, maka bisnis akan berjalan dengan baik,
karena bisnis tersebut sudah direncanakan dengan baik.

Hal yang harus diperhatikan jika Indonesia ingin melakukan bisnis dengan Jerman :
1. Didalam mengambil keputusan, harus melibatkan orang lain. Jangan mengambil
keputusan secara individual.
2. Indonesia harus mencoba berkerja secara individu sehingga dapat bersaing dengan
negara Jerman dan bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar.
3. Indonesia harus mau menaati semua peraturan dan perjanjian yang telah dibentuk.

4. Indonesia harus mau tepat waktu dalam berbagai hal, karena orang Jerman sangat tidak
suka apabila Indonesia telat dalam suatu hal. Contoh dalam membayar hutang. Maka
orang Indonesia harus mau menepati perjanjian tersebut.

Anda mungkin juga menyukai