Tugas Radiologi 2
Tugas Radiologi 2
Tugas Radiologi 2
4. Kelas IV: Penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan
kegiatan apapun tanpa keluhan, gejala sesak napas tetap ada walaupun saat
beristirahat. 3,14
II.
III. ETIOLOGI
Gagal jantung adalah komplikasi tersering dan segala jenis penyakit
jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang
menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-keadaan yang (1)
meningkatkan beban awal, (2) meningkatkan beban akhir, atau (3)
menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang
meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum
ventrikel; dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti
stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat
menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga
2
mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktorfaktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja
sebagai pompa. Faktor-faktor yang mengganggu pengisian ventrikel (misal,
stenosis katup atrioventrikularis) dapat menyebabkan gagal jantung.
Keadaan-keadaan seperti perikarditis konstriktif dan tamponade jantung
mengakibatkan gagal jantung melalui kombinasi beberapa efek seperti
gangguan pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel. Dengan demikian
jelas sekali bahwa tidak ada satupun mekanisme fisiologik atau kombinasi
berbagai mekanisme yang bertanggungjawab atas terjadinya gagal jantung;
efektivitas jantung sebagai pompa dapat dipengaruhi oleh berbagai
gangguan patofisiologis. Penelitian terbaru menekankan pada peranan TNF
dalam perkembangan gagal jantung. Jantung normal tidak menghasilkan
TNF; namun jantung mengalami kegagalan menghasilkan TNF dalam
jumlah banyak. 4
Demikian juga, tidak satupun penjelasan biokimiawi yang diketahui
berperan dalam mekanisme dasar terjadinya gagal jantung. Kelainan yang
mengakibatkan gangguan kontraktilitas miokardium juga tidak diketahui.
Diperkirakan penyebabnya adalah kelainan hantaran kalsium dalam
sarkomer, atau dalam sintesis atau fungsi protein kontraktil. 4
Faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya gagal jantung melalui
penekanan sirkulasi yang mendadak dapat berupa (1) disritmia, (2) infeksi
sistemik dan infeksi paru-paru, dan (3) emboli paru. Disritmia akan
mengganggu fungsi mekanis jantung dengan mengubah rangsangan listrik
yang memulai respons mekanis; respons mekanis yang sinkron dan efektif
tidak akan dihasilkan tanpa adanya ritme jantung yang stabil. Respons
tubuh terhadap infeksi akan memaksa jantung untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh yang meningkat. Emboli paru secara mendadak akan
meningkatkan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kanan, memicu terjadinya
gagal jantung kanan. Penanganan gagal jantung yang efektif membutuhkan
pengenalan dan penanganan tidak saja terhadap mekanisme fisiologis
IV.
ANATOMI
Anatomi jantung dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu anatomi luar dan
anatomi dalam. 5
A. Anatomi luar
Atrium dipisahkan dari ventrikel oleh sulkus koronarius yang
mengelilingi jantung. Pada sulkus ini berjalan arteri koroner kanan dan arteri
sirkumfleks setelah dipercabangkan dari aorta. 5
1. Perikardium
Jantung dibungkus oleh jaringan ikat tebal yang disebut pericardium,
terdiri dari 2 lapisan yaitu pericardium viseral dan pericardium parietal.
Permukaan jantung yang diliputi oleh pericardium viseral lebih dikenal
sebagai epikardium, yang meluas sampai beberapa segmen di atas pangkal
aorta dan arteri pulmonal. Selanjutnya jaringan ini akan berputar-lekuk
(refleksi) menjadi pericardium parietal, sehingga terbentuk ruang pemisah
yang berisi cairan bening licin agar jantung mudah bergerak saat
pemompaan darah. Pada orang normal jumlah cairan perkardium adalah
sekitar 10-20 ml. 5
Gambar 1: Jantung, Cor (kiri) dan Jantung, Cor, dan Pembuluh darah besar
dilihat dari dorsal (kanan)
(dikutip dari kepustakaan 6 )
B. Anatomi dalam
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu atrium kanan dan kiri, serta ventrikel
kanan dan kiri. Belahan kanan dan kiri dipisahkan oleh septum. 5
1. Atrium kanan
Darah vena mengalir ke dalam jantung melalui vena kava superior dan
inferior masuk ke dalam atrium kanan, yang tertampung selama fase sistol
ventrikel. Kemudian selama fase diastol, darah dalam atrium kanan akan
mengalir ke dalam ventrikel kanan melewati katup trikuspid. Secara
anatomis atrium kanan terletak agak ke depan dibanding ventrikel kanan
atau atrium kiri. Pada bagian antero-superior atrium kanan terdapat lekukan
ruang atau kantung berbentuk daun telinga disebut aurikel.
Kedua vena kava bermuara pada tempat yang berbeda, vena kava
superior bermuara pada dinding supero-posterior, sedangkan vena kava
inferior pada dinding infero-latero posterior. 5
2. Ventrikel kanan
Letak ruang ini paling depan di dalam rongga dada, yaitu tepat dibawah
manubrium sterni.sebagian besar ventrikel kanan berada di kanan depan
ventrikel kiri. Perbedaan bentuk kedua ventrikel dapat dilihat pada potongan
5
3. Atrium kiri
Atrium kiri menerima darah dari empat vena pulmonal yang bermuara
pada dinding postero-superior atau postero-lateral, masing-masing sepasang
vena kanan dan kiri. Letak atrium kiri adalah di postero-superior dari ruang
jantung lain, sehingga pada foto sinar tembus dada tidak tampak. Tebal
dindingnya 3 mm, sedikit lebih tebal daripada dinding atrium kanan. 5
4. Ventrikel kiri
Ventrikel kiri berbentuk lonjong seperti tlur, dimana bagian ujungnya
mengarah ke antero-inferior kiri menjadi apeks kordis. Bagian dasar
ventrikel tersebut adalah annulus mitral. Tebal dinding ventrikel kiri adalah
2-3 kali lipat dinding ventrikel kanan, sehingga menempati 75% massa otot
jantung seluruhnya. Tebal dinding ventrikel kiri saat diastol adalah 8-12 mm.
batas dinding medialnya berupa septum interventrikuler yang
memisahkannya dari ventrikel kanan. Rentangan septum ini berbentuk
segitiga, dimana dasar segitiga tersebut adalah pada daerah katup aorta.
Sekat inter-ventrikuler terdiri dari 2 bagian yaitu bagian muskuler
menempati hamper seluruh bagian septum dan bagian membranus. Pada
duapertiga dari dinding septum terdapat serabut otot trabekel karne dan
sepertiga bagian endokardiumnya licin. 5
C. Katup jantung
Antara atrium, ventrikel dan pembuluh darah besar yang keluar dari
jantung terdapat katup-katup jantung, yaitu katup atrio-ventrikuler dan katup
semiluner. 5
1. Katup semiluner
Bentuk katup semiluner aorta dan pulmonal adalah sama, tetapi katup
aorta lebih tebal. Kedua katup ini terletak pada alur keluar dari masingmasing ventrikel dengan katup pulmonal yang terletak lebih antero-superior
dan agak ke kiri. 5
Setiap katup terdiri dari 3 lembar jaringan ikat daun katup atau daun
katup yang berbentuk huruf U. pinggir bawah tiap daun katup melekat dan
bergantung pada annulus aorta dan annulus pulmonal, dimana pinggir atas
mengarah ke lumen. Di belakang tiap daun katup, dinding pembuluh darah
melebar dan berbentuk seperti kantong, dikenal sebagai sinus Valsalva.
Ujung bebas tiap daun katup berbentuk konkaf dan terdapat nodul pada
pertengahannya, yang dikenal sebagai nodulus Aranti. Ketiga daun katup
aorta dikenal sebagai daun katup koroner kanan, kiri dan daun katup nonkoroner. Katup pulmonal terdiri dari daun katup anterior, daun katup kanan
dan kiri. 5
2. katup atrio-ventrikuler
Aliran darah yang melewati katup mitral atau trikuspid diatur oleh
interaksi antara atrium, annulus fibrosus, daun katup, korda tendinea, otot
papilaris dan otot ventrikel. Keenam komponen ini membentuk kompleks
mitral dan trikuspid yang secara fungsional harus diperhitungkan sebagai
satu unit. Gangguan salah satu bagian tersebut akan mengakibatkan
gangguan hemodinamik yang serius. 5
Katup mitral terdiri dari daun katup mitral anterior dan daun katup mitral
posterior. Daun katup anterior lebih lebar dan mudah bergerak, melekat
seperti tirai dari bsal ventrikel kiri, dan meluas secara diagonal sehingga
membagi ruang aliran menjadi alur masuk dan alur keluar. Alur masuk
ventrikel kiri berbentuk seperti corong, mulai dari annulus mitral, kemudian
dengan daun katup mitral melekat pada otot papilaris melalui korda
tendinea. Alur keluar ventrikel kiri dibatasi daun katup anterior, septum dan
dinding depan ventrikel kiri. Daun katup anterior berbentuk segitiga,
dihubungkan dengan kedua bibir daun katup posterior melalui komisura,
sedangkan daun katup posterior berbentuk segi empat, lebih panjang, lebih
kaku dan menempati dua pertiga lingkaran cincin mitral. Daun katup
posterior mitral melekat pada otot papilaris melalui korda tendinea. Daun
katup posterior terdiri dari 3 lengkungan yang tidak terpisah satu sama lain,
yaitu skalop lateral, intermedial, dan medial. 5
Katup trikuspid terdiri dari 3 daun katup utama yang ukurannya tidak
sama, yaitu daun katup anterior, septal dan posterior. Daun ketup anterior
berukuran paling lebar, melekat dari daerah infundibuler kearah kaudal
menuju infero-lateral dinding ventrikel kanan. Daun katup septal melekat
pada kedua bagian septum muskuler maupun membranous, yang sering
menutupi VSD kecil tipe alur keluar. Daun katup posterior merupakan yang
terkecil, melekat pada cincin trikuspid pada sisi postero-inferior. 5
Secara keseluruhan terdapat perbedaan bermakna antara anatomi katup
mitral dan trikuspid. Katup trikuspid lebih tipis, lebih bening dan pertautan
antara ketiga daun katup itu dihubungkan oleh komisura. 5
D. Persarafan jantung
Jantung dipersarafi oleh sistem saraf otonom yaitu saraf simpatis dan
parasimpatis. Serabut-serabut saraf simpatis mempersarafi daerah atrium dan
ventrikel termasuk pembuluh darah koroner. Saraf parasimpatis terutama
memberikan persarafan pada nodus sino-atrial, atrio-ventrikuler dan serabutserabut otot atrium, dapat pula menyebar ke dalam ventrikel kiri. 5
Persarafan simpatis eferen preganglionik berasal dari medulla spinalis
torakal atas, yaitu torakal 3 sampai dengan 6, sebelum mencapai jantung
akan melalui pleksus kardialis kemudian berakhir pada ganglion servikalis
superior, medial atau inferior. Serabut post-ganglionik akan menjadi saraf
kardialis untuk masuk ke dalam jantung. Persarafan saraf simpatis berasal
dari pusat nervus vagus di medulla oblongata; serabut-serabutnya akan
bergabung dengan serabut simpatis di dalam pleksus kardialis. Rangsang
simpatis akan dihantar oleh norepinefrin, sedangkan rangsang saraf
parasimpatis akan dihantar oleh asetilkolin. Pada orang normal kerja saraf
simpatis adalah mempengaruhi kerja otot ventrikel sedangkan parasimpatis
mengontrol irama jantung dan laju denyut jantung. 5
E. Perdarahan jantung
1. Arteri
Pendarahan otot jantung berasal dari aorta melalui dua pembuluh
koroner utama, yaitu arteri koroner kanan dan arteri koroner kiri. Kedua
arteri ini keluar dari sinus Valsava aorta. Arteri koroner kiri berjalan di
belakang arteri pulmonal sebagai arteri koroner kiri utama (LMCA = Left
Main Coronary Artery) sepanjang 1-2 cm. arteri ini bercabang menjadi arteri
sirkumfleks (LCx = Left Circumflex Artery) dan arteri desendens anterior
kiri (LAD = Left Anterior Descendens Artery). LCx berjalan pada sulkus
atrio-ventrikuler mengelilingi permukaan posterior jantung, sedangkan LAD
berjalan pada sulkus interventrikuler sampai ke apeks. Kedua pembuluh
darah ini bercabang-cabang mendarahi daerah antara kedua sulkus tersebut.5
Setelah keluar dari sinus Valsava aorta, arteri koroner kanan (RCA =
Right Coronary Artery) berjalan di dalam sulkus atrio-ventrikuler ke kanan
bawah mencapai kruks. Cabang pertama adalah arteri atrium anterior kanan
(Right Atrial Anterior Branch) untuk mendarahi nodus sino-atrial, dan
cabang lain adalah arteri koroner desenden posterior (PDA = Posterior
Descending Coronary Artery) yang akan mendarahi nodus atrio-ventrikuler.5
2. Vena
Aliran darah balik dari otot jantung dan sekitarnya melalui vena koroner
yang berjalan berdampingan dengan arteri koroner, akan masuk ke dalam
atrium kanan melalui sinus koronarius. Selain itu terdapat juga vena-vena
kecil yang disebut vena Thebesii, yang bermuara langsung ke dalam atrium
kanan. 5
3. Pembuluh Limfe
Pembuluh limfe pada jantung terdiri dari 3 kelompok pleksus, yaitu
subendokardial, miokardial, dan subepikardial. Penampungan cairan limfe
dari kelompok pleksus yang paling besar adalah pleksus subepikardial,
dimana pembuuh-pembuluh limfe akan membentuk satu trunkus yang
berjalan sejajar dengan arteri koroner kemudian meninggalkan jantung
didepan arteri pulmonal dan berakhir pada kelenjar limfe antara vena kava
superior dan arteri inominata. 5
V.
PATOFISIOLOGI
A. Mekanisme Dasar
Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium yang khas pada gagal
jantung akibat penyakit jantung iskemik, mengganggu kemampuan
pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas ventrikel kiri yang
menurun mengurangi volume sekuncup, dan meningkatkan volume residu
ventrikel. Dengan meningkatnya EDV (volume akhir diastolik) ventrikel,
terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri (LVEDP). Derajat
peningkatan tekanan bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan
10
11
12
yang kronis. Dilatasi ruang yang kronis akibat kelebihan volume, misalnya
pada regurgitasi mitral atau aorta yang menahun, mengakibatkan sintesis
sarkomer-sarkomer baru Secara seri dengan sarkomer yang lama. Akibatnya
radius ruang ventrikel membesar dan ini berkembang sebanding dengan
peningkatan ketebalan dinding. Hal ini disebut hipertrofi eksentrik. 4,
Kelebihan tekanan yang kronis, misalnya pada hipertensi atau stenosis
aortik, mengakibatkan sintesis sarkomer-sarkomer baru yang berjalan sejajar
dengan sarkomer lama, sehingga terjadilah hipertrofi konsentrik, dimana tebal
dinding meningkat tanpa adanya dilatasi ruang. Dengan demikian stres
dinding bisa dikurangi secara bermakna. 4,
3. Aktifasi neurohormonal
Perangsangan neurohormonal merupakan mekanisme kompensasi yang
mencakup sistim syaraf adrenergik, sistim renin-angiotensin, peningkatan
produksi hormon antidiuretik, semua sebagai jawaban terhadap penurunan
curah jantung. 4,
Semua mekanisme ini berguna untuk meningkatkan tahanan pembuluh
sistemik, sehingga mengurangi setiap penurunan tekanan darah (ingat rumus
tekanan darah - curah jantung x tahanan perifer total). Selanjutnya semua ini
menyebabkan retensi garam dan air, yang pada awalnya bermanfaat
meningkatkan volume intravaskuler dan beban awal ventrikel kiri, sehingga
memaksimalkan isi sekuncup melalui mekanisme Frank Starling.
Segi negatif aktifasi neurohormonal yang berlebih adalah seringnya terjadi
akibat yang jelek pada jantung yang sudah payah. 4,14
13
14
15
VI.
DIAGNOSIS
A. Gejala dan Tanda
Pada awalnya, secara khas gejala hanya muncul saat beraktivitas fisik;
tetapi, dengan bertambah beratnya gagal jantung, toleransi terhadap latihan
semakin menurun dan gejala-gejala muncul lebih awal dengan aktivitas yang
lebih ringan. 4,
-
Batuk nonproduktif
Timbulnya ronki
16
Hemoptisis
Anoreksia, rasa penuh, atau mual dapat disebabkan oleh kongesti hati
dan usus.
Edema perifer
Pada gagal ventrikel kiri yang berat dapat timbul pulsus alternans,
yaitu berubahnya kekuatan denyut arteri.
18
B. Pemeriksaan laboratorium
Tes darah mungkin akan diminta untuk menilai fungsi hati dan ginjal,
level/tingkat sodium dan potassium, jumlah sel darah, dan pengukuranpengukuran lainnya. 7
Pemeriksaan darah perlu dilakukan untuk menyingkirkan anemia sebagai
penyebab susah bernapas, dan untuk mengetahui adanya penyakit dasar serta
komplikasi. Pada gagal jantung yang berat akibat berkurangnya kemampuan
mengeluarkan air sehingga dapat timbul hiponatremia dilusional, karena itu
adanya hiponatremia menunjukkan adanya gagal jantung yang berat.
Pemeriksaan serum kreatinin perlu dikerjakan selain untuk mengetahui
adanya gangguan ginjal, juga mengetahui adanya stenosis arteri renalis
apabila terjadi peningkatan serum kreatinin setelah pemberian angiotensin
converting enzyme inhibitor dan diuretic dosis tinggi. Pada gagal jantung
berat dapat terjadi proteinuria. Hipokalemia dapat terjadi pada pemberian
diuretik tanpa suplementasi kalium dan obat potassium sparring. Pada gagal
jantung kongestif, tes fungsi hati (bilirubin, AST dan LDH) gambarannya
abnormal karena kongesti hati. Pemeriksaan profil lipid, albumin serum
fungsi tiroid dianjurkan sesuai kebutuhan. Pemeriksaan penanda BNP
sebagai penanda biologis gagal jantung dengan kadar BNP plasma 100
pg/ml dan plasma non-proBNP adalah 300 pg/ml. 7
C. Gambaran EKG
Dalam kasus kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat
menunjukkan bukti MI ( Miocardium Infark ) atau iskemia. Dalam kasus
noncardiogenic, EKG biasanya normal. 9,15
19
20
CTR=
a+b
=50
c 1+c 2
21
22
23
24
dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan kurang
tegas/jelas atau densitas perihilar bats wings (Gambar 6).
Gambar 8: Contoh dari congestive cardiac failure dengan densitas ruang udara
(airspace) perihilar di dalam distribusi bat wings mewakili edema paru
(dikutip dari kepustakaan 19 )
Ukuran jantung sesudah itu meningkat dan dapat terjadi efusi (biasanya
lebih besar di kanan). 11
Perkembangan edema paru dapat dikonfirmasi dengan:
-
Peribronchial cuffing
Perihilar kabur
Garis Kerley
Perselubungan alveolar11
sering di kanan. 12
Paru-paru terlihat kabur dan kurang radiolusen dari normal karena
udara). 12
Tanda vascular yang kabur 12
Redistribusi progresif aliran darah vena ke paru (cephalization) 12
Garis Kerley B (septum interlobular yang edematous dan menebal
pada perifer paru). 12
26
2. Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan
manajemen gagal jantung kongestif. 9
Multichannel CT scan berguna dalam menggambarkan kelainan bawaan dan
katup, namun, ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat
memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi
pengion. 9
27
28
29
4. Pencitraan Nuklir
Pencitraan nuklir dapat digunakan dalam penilaian fungsi jantung dan
kerusakan di CHF. 9
-
5. Angiografi
Kateterisasi jantung dan angiografi koroner memiliki peran yang berguna
pada pasien dengan gagal jantung kongestif, orang-orang dengan penyakit
30
jantung katup, dan mereka dengan penyakit jantung bawaan, serta pasien
dengan kondisi lain. 9
Untuk pasien dengan CHF, kateterisasi jantung dan angiografi koroner
secara jelas ditunjukkan dalam situasi berikut:
E. Histopatologi
Rongga jantung yang melemah dilatasi dan biasanya juga hipertrofi. Pada
gagal jantung kiri, paru sembap dan terbendung; irisan pada permukaan akan
menyebabkan pengeluaran campuran berbusa cairan kaya surfaktan dan darah.
Secara mikroskopis, kapiler alveolus mengalami kongesti. Terjadi transudasi
cairan, mula-mula terbatas di ruang interstitium perivaskuler sehingga septum
alveolus mengalami kongesti. Seiring dengan waktu, cairan tumpah ke dalam
alveolus (edema paru). Cairan edema rendah-protein berwarna merah muda
pucat apabila dilihat di bawah mikroskop. Apabila tekanan vena paru terus
meningkat, kapiler dapat menjadi berkelok-kelok dan mungkin pecah
sehingga timbul perdarahan kecil ke dalam ruang alveolus. Makrofag alveolus
memfagosit sel darah merah, dan akhirnya penuh dengan hemosiderin.
Makrofag berpigmen ini disebut sel gagal jantung. Menetapnya edema septum
dapat memicu fibrosis di dinding alveolus yang bersama dengan penimbunan
hemosiderin, merupakan cirri dari kongesti vena kronis di paru. Oleh karena
iu, paru menjadi cokelat tua dan padat, suatu gambaran yang disebut indurasi
cokelat paru. 13
31
STAGING
American
College
of
Cardiology/American
Heart
Association
Stage A pasien beresiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki
penyakit jantung struktural atau gejala-gejala dari gagal jantung
Stage C pasien memiliki penyakit jantung structural dan memiliki gejalagejala dari gagal jantung
33
34
35
36
IX. PENATALAKSANAAN
37
38
Dua golongan obat inotropik dapat dipakai: (1) glikosida digitalis, dan
(2) obat nonglikosida. Obat non glikosida meliputi amin simpatomimetik,
seperti epinefrin dan norepinefrmn, dan penghambat fosfodiesterase,
seperti amrinon dan enoksimon. Amin simpatomimetik meningkatkan
kontraktilitas secara langsung dengan merangsang reseptor beta adrenergik
pada miokardium, dan secara tidak langsung dengan melepaskan
norepinefrin dan medula adrenal. Fosfodiesterase (PDE) adalah enzim
yang menyebabkan pemecahan suatu senyawa, adenosin monofosfat siklik
(cAMP), yang memulai perpindahan kalsium ke dalam sel melalui saluran
kalsium lambat. Penghambatan PDE meningkatkan kadar cAMP dalam
darah, sehingga meningkatkan kadar kalsium intrasel. Penghambat PDE
juga mengakibatkan vasodilatasi. 4,16
C. Pengurangan Beban Akhir
Dua respons kompensatorik terhadap gagal jantung (yaitu aktivasi
sistem saraf simpatis dan sistern reninangiotensin-aldosteron)
menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan selanjutnya meningkatkan
tahanan terhadap ejeksi ventrikel dan beban akhir. Dengan meningkatnya
beban akhir, kerja jantung bertambah dan curah jantung menurun.
Vasodilator arteri akan menekan efek-efek negatif di atas. Vasodilator yang
umurn dipakai mengakibatkan dilatasi anyaman vaskular melalui dua cara:
(1) dilatasi langsung otot polos pembuluh darah, atau (2) hambatan enzim
konversi angiotensin. Vasodilator langsung terdiri dan obat-obatan seperti
hidralazin dan nitrat. Supaya efektif, pemberian hidralazin harus
dikombinasikan dengan nitrat. Kombinasi obat yang paling sering
digunakan adalah hidralazin-isosorbid dinitrat, yang dapat dikombinasikan
dengan terapi penghambat enzim konversi angiotensin atau diberikan
tersendiri apabila penghambat enzim konversi angiotensin tidak dapat
ditoleransi. 4
Penghambat enzim konversi angiotensin (mencakup enalapril dan
kaptopril) menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II.
39
PROGNOSIS
Prognosis pada pasien dengan gagal jantung kongestif (congestive
heart failure) tergantung dari berat dari gagal jantung kongestif yang dia
diderita, umur, dan jenis kelamin, dengan prognosis yang lebih jelek/buruk
pada pasien pria. Di samping itu, beberapa indeks prognostik dapat
dihubugnkan dengan prognosis yang berlawanan, mencakup kelas dari
NYHA, fraksi ejeksi ventrikel kiri, dan status neurohormonal. 15,18
40
DAFTAR PUSTAKA
1. Hurianti Hartanto, dkk. Kamus kedokteran Dorland. edisi 29. jakarta : EGC;
2002. Hal. 801.
2. Sugeng, Barita Sitompul dan J. Irawan. Buku ajar kardiologi. jakarta : balai
penerbit fakultas kedokteran universitas indonesia, 2004.hal 7 17,115 126.
3. Ioana,Dumitru,MD.HeartFailure.http://emedicine.medscape.com.http://emedic
ine.medscape.com/article/163062-overview#a0101
4. Wilson, Sylvia A. Price dan Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis ProsesProses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC, 2006.hal.633-640.
5. Oemar, Hamed. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : balai penerbit fakultas
kedokteran universitas indonesia. 2004. hal. 7-12.
6. R. Putz, R. Pabst dan Renate Putz. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Batang
Badan, Panggul, Ekstremitas Bawah. [ed.] M. S. PAK dr. Liliana Sugiharto.
Edisi 22. Jakarta : EGC; 2006.. Vol. Jilid 2.hal 74 - 77
7. Harbanu,H.Mariono,SantosoAnwar.Gagaljantung.Denpasar::
http://jurnal.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/91088596.pdf.
8. .Michael S Figueroa MD,Jay I Peters.Congestive heart failure in Respiratory
care.April Vol 51 No 4.hal 403 - 411
9. Vibhuti N Singh, MD, MPH, FACC, FSCAI. Congestive Heart Failure
Imaging. http://reference.medscape.com/.
10. Ronald L. Eisenberg, Alexander R. Margulis. What to Order When: Pocket
Guide to Diagnostic Imaging. 2nd Edition. s.l. : Lippincott Williams &
Wilkins , 1999. Hal.8
11. Anil T. Ahuja, Gregory E. Antonio, K.T. Wong, and H. Y. Yuen. Case Studies
in Medical Imaging: Radiology for Students and Trainees. New York :
Cambridge University Press; 2006. hal. 51-52.
12. Barbara Ritter, EdD, FNP, CNS. Basics of Chest X-Ray Interpretation: An
Introduction to the Principles of Chest X-Ray Interpretation.
41
13. Kumar, Cotran, Robbins. Buku Ajar Patologi. Edisi 7. Jakarta : EGC, 2007.
Vol. Volume 2.
14. Gunderman, Richard B. Essential Radiology: Clinical Presentation,
Patophysiology and Imaging. [ed.] Timothy Hiscock. 2nd edition. New York :
Thieme, 2006; hal. 53 58,72.
15. G Jackson,C R Gibbs, MK Davies, G Y H Lip. ABC of heart failure: History
and epidemiology. hal. 9 - 18
16. Greenberg, Barry H. Congestuve Heart Failure, Philadephia, USA: Lipincott
Williams & Wilkins 2007 ; hal.167-168.
17. Goroll, Allan H., Primary medicine, office evaluation and management of the
adult patient sixth edition, Philadephia, USA: Lipincott Williams & Wilkins
2009;.hal.275-287
18. Davis, Russell C. ABC of heart failure second edition, Australia: Blackwell
publishing 2006;hal. 10-11.
19. Rasad, Sjahriar. Radiologi Diagnostik. [ed.] Iwan Ekayuda. Edisi Kedua.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2010.
20. Nader Kamangar, MD, FACP, FCCP, FCCM; Chief Editor: Zab Mosenifar,
MD.Bacterial Pneumonia. http://emedicine.medscape.com/article/300157overview#showall.
21. Fransiska S.K.Pneumonia. wordpress.com/2009/02/pneumonia.pdf.
22. Lorraine B. Ware, M.D., and Michael A. Matthay, M.D.Acute Pulmonary
Edema.http://www.nejm.org/
42