Anda di halaman 1dari 4

hBAB II

PEMBAHASAN
HADITS DALAM PERIODE KEDUA
(Masa Khulafa Rasyidin Masa Membatasi Riwayat)
2.1 Sikap Sahabat terhadap Usaha Mengembangkan Hadits Sebelum dan Sesudah Nabi
saw. Wafat
Perintah Mentablighkan Hadits
Diberitakan oleh Abu Daud dan At-Tirmidzy dari riwayat Zaid ibn Tsabit, bahwa Rasulullah
bersabda:
"Mudah-mudahan Allah mengindahkan seseorang yang mendengar ucapanku, lalu dihafalkan
dan dipahamkan dan disampaikan kepada orang lain persis sebagaimana yang dia dengar
karena banyak sekali orang yang disampaikan berita kepadanya, lebih paham daripada yang
mendengarnya sendiri.1
Dalam sebuah hadits yang lain yang diberitakan oleh Ibnu Abdi al- Barr dari Abu
Bakrah bahwa Nabi saw. bersabda:
"Ketahuilah, hendaklah orang yang hadir menyampaikan kepada orang yang tidak hadir
(jauh)."2
Diriwayatkan oleh Al-Bukhary dari Ibnu Amr ibn Ash, bahwa Nabi saw. bersabda:
"Sampaikanlah dariku, walaupun hanya seayat.
Al-Mudhhiry berkata, "Makna hadits ini ialah sampaikanlah dariku segala hadits-haditsku,
walaupun hanya sedikit."
Al-Baidhawy berkata, Nabi saw. berkata, walaupun "seayat" Beliau tidak mengatakan,
walaupun sehadits, karena perintah menyampaikan hadits (mentablighkannya) dapat
dipahamkan dari hadits ini dengan jalan aulmiyah (lebih patut/lebih perlu), lantaran ayat AlOur'an walaupun sudah tersebar dan banyak pendukungnya, Allah sendiri telah menjamin
terpelihara dari hilang dan rusak.
Ancaman terhadap Pendustaan dalam Mentablighkan
Hadits
Nabi memerintahkan para sahabat supaya berhati-hati dan memeriksa benar-benar suatu
hadits yang hendak disampaikan kepada orang lain. Nabi saw. bersabda:
Cukup kiranya dosa bagi seorang manusia yang menceritakan segala apa yang didengarnya.
(HR. Muslim dari Abu Hurairah)
Oleh karena itu, para sahabat pun sesudah Rasul wafat, sedikit demi sedikit menyampaikan
hadits kepada orang lain. Mereka menyamMajdis-majelis Nabi tidak hanya dihadiri oleh kaum lelaki saja, bahkan banyak juga kaum
perempuan yang datang ke masjid dan pertemuan- pertemuan umum untuk mendengar sabda
dan ucapan-ucapan Nabi. Beliau sendiri sering mempergunakan waktu yang khusus untuk
memberikan pelajaran kepada para wanita. Pernah kaum perempuan meminta kepada Nabi
1 Jami Bayani al-llmi 1:41, Hidayah al-Bari 1:287.
2 Irsyad as-Sari 1:34.

supaya mengadakan majelis yang khusus untuk mereka. Juga banyak wanita yang datang ke
rumah Nabi untuk bertanya. Lantaran itu para wanita shahobiyah juga turut mempunyai andil
yang besar dalam mengembangkan hadits. Dalam hal ini Ummahat al-Muminm memegang
peranan yang penting dalam menerima dan menyampaikan hadits kepada masyarakat umum.
Utusan-utusan yang diutus Nabi saw., demikian juga utusan-utusan kabilah yang datang
kepada Nabi saw. seperti Sa'ad ibn Bakr, Abdul Qais dan lain-lain mempunyai andil pula
dalam mengembangkan hadits ke pelosok tanah Arab.
paikan amanah.
2. Hadits di Masa Abu Bakar dan Umar
Para sahabat, sesudah Rasul wafat tidak lagi berdiam di Madinah. Mereka pergi ke kota-kota
lain. Maka penduduk kota-kota lain pun mulai menerima hadits. Para tabiin mempelajari
hadits dari para sahabat itu. Dengan demikian mulailah berkembang periwayatan hadits dalam
kalangan tabiin.
Periwayatan hadits di permulaan masa sahabat masih terbatas sekail Hadits disampaikan
kepada yang memerlukan saja dan apabila perlu saja, belum bersifat pelajaran. Perkembangan
hadits dan memperbanyak riwayatnya, terjadi sesudah masa Abu Bakar dan Umar, yaitu masa
Utsman dan AU Dalam masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadits belum
lagi diluaskan. Beliau-beliau ini mengerahkan minat umat (sahabat) untuk menyebarkan AlOur'an dan memerintahkan para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima riwayat-riwayat
itu.
3. Sebab-sebab pada Masa Abu Bakar dan Umar
Hadits tidak Tersebar dengan Pesat
Dengan tegas, sejarah menerangkan bahwa Umar ketika memegang tampuk kekhalifahan
meminta dengan keras supaya para sahabat menyelidiki riwayat Beliau tidak membenarkan
orang mengembangkan periwayatan hadits. Ketika mengirim para utusan ke lraq beliau
mewasiatkan supaya mereka mengembangkan segi kebagusan tajwid-nya, serta mencegah
mereka memperbanyak riwayat
Diterangkan bahwa pernah orang bertanya kepada Abu Hurairah apakah dia banyak
meriwayatkan hadits di masa Umar. Abu Hurairah menjawab, "Sekitarnya saya
membanyakkan, tentulah Umar akan mencambuk saya dengan cambuknya.3
Satu masalah yang harus kita bahas dengan seksama ialah persoalan Umar mencegah
penyebaran hadits. Apakah Umar pernah memenjarakan beberapa orang sahabat lantaran
membanyakkan riwayat?
Ada dugaan sebagian ahli sejarah hadits bahwa Umar pernah memenjarakan Ibnu Mas'ud dan
Abu Dzar lantaran membanyakkan riwayat hadits. Dugaan ini sebenarnya tidak didapati di
dalam suatu kitab yang
3
Jami' Ahkam al-Bayan II: 121.
Tak. M. Hasbi ash-Shiddieav
38

mu'tabar dan tanda kepalsuan pun nampak. Ibnu Masud seorang yang terdahulu masuk Islam
dan seorang yang dihormati Umar. Sudah dimaklumi pula bahwa dalam urusan hukum,
diperlukan hadits-hadits. Mengenai Abu Darda dan Abu Dzar, sejarah tidak memasukkan

beliau lce dalam golongan orang yang membanyakkan riwayat Abu Darda' diakui menjadi
guru di Syiria, sedangkan Ibnu Mas'ud menjadi guru di Iraq.
Ibnu Hazm telah menegaskan bahwa riwayat yang menyatakan Umar memenjarakan tiga
shahaby besar itu, dusta.4
4. Cara-cara Para Sahabat Meriwayatkan Hadits
Cara sahabat-sahabat Nabi saw. meriwayatkan hadits ada dua:
a.Adakalanya dengan lafal asli, yakni menurut lafal yang mereka terima dari Nabi yang
mereka hafal benar lafal dari Nabi itu.
b.
Adakalanya dengan maknanya saja, yakni mereka meriwayatkan maknanya bukan
lafalnya, karena lafalnya yang asli lagi dari Nabi.
Memang mereka meriwayatkan hadits adakalanya dengan maknanya saja. Yang penting dari
hadits ialah isi. Bahasa dan lafal, boleh disusun dengan kata-kata lain, asal isinya telah ada
dan sama.
Berbeda dengan meriwayatkan Al-Qur'an, yakni harus dengan lafal dan maknanya yang asli
dan sedikit pun tidak boleh diadakan pembahan Halam riwayat itu. Susunan lafal Al-Qur'an
merupakan mukjizat dari Allah nVfalr boleh diganti lafal-lafalnya walaupun dengan
sinonimnya. Walaupun sama isinya, tetapi lain susunannya, tidak dibolehkan.
Karena itu, terdapat hadits-hadits yang diriwayatkan dengan beberapa lafal (matan). Lantaran
hadits-hadits itu diriwayatkan oleh sahabat dengan secara makna.
5. Lafal-lafal yang Dipakai Sahabat dalam Meriwayatkan Hadits dan Derajatnya
Lafal-lafal yang dipakai para sahabat dalam meriwayatkan hadits, baik perkataan Nabi saw.,
maupun perbuatannya, para Ahli Ushul membaginya kepada lima derajat*
a Derajat pertama, dialah yang paling kuat ialah seorang shahaby berkata, Samitu
Rasulullahi yaqulu hadza... (saya dengar Rasul
Al-lhkan fi Ushul d-Ahkam II: 139.

berkata begini...)", atau AkhbanmL.. (mengabarkan kepadaku...), atau HaddatsanL..


(menceritakan kepadaku...), atau ",Syafahani... (berbicara di hadapanku....)"1
Inilah bunyi riwayat yang terpokok dalam menyampaikan hadits. Riwayat yang serupa ini,
tidak memungkinkan kita memahamkan bahwa sahabat itu tidak mendengar sendiri b. Derajat
kedua ialah seorang shahaby berkata, bersabda Rasul saw. begini, atau mengabarkan Rasul
saw. begini atau menceritakan Rasul saw. begini.

Riwayat ini zhahimya, sahabat tersebut mendengar sendiri. Tetapi tidak benar mendengar
sendiri Ada kemungkinan mendengar dari orang lain. Biasa seorang berkata, bersabda
Rasulullah atas dasar berpegang kepada nukilan orang lain, walaupun dia sendiri tidak
mendengarnya.
Diriwayatkan bahwa Ibnu Abbas berkata. Rasul saw. bersabda:
.(U)

.1*J\ CJl

"Sesungguhnya air Itu dari air."


Ketika orang bertanya kepadanya apa benar beliau mendengar sendiri yang tersebut dari Nabi
saw., beliau berkata, diterangkan kepadaku oleh Usamah ibn Zaid.5 6
c Derajat ketiga ialah seorang shahaby berkata, "Rasul saw. menyuruh begini, atau menegah
(melarang) ini.." Ini dihukumi marfu' menurut mazhab Jumhur.
Ada tiga kemungkinan mengenai hal ini.
1)
Mungkin tidak didengar sendiri perintah tersebut
2)
Mungkin perkataan "menyuruh" itu berdasarkan pemahamannya saja.
5) Tentang umum dan khususnya.7 d Derajat keempat ialah seorang shahaby berkata, "Kami
diperintahkan begini, atau kami ditegah (dilarang) begini..."

5
Segala yang diriwayatkan dengan lafal-lafal ini, dipandang sebagai hujjah dengan
tidak adi khilaf (pertentangan).
6
Derajat rri hujjah menurut pendapat Junhur.
1 AtenurU mazhab Daud derajat ini tidak dapat dijadikan hujjah sebelum kita tahu bagaimani
lafal Rasul sendiri.

Anda mungkin juga menyukai