Anda di halaman 1dari 60

BAB I

LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS PENDERITA
Nama

: Ny. SM

Umur

: 52 tahun

Jenis Kelamin

: Perempuan

Alamat

: Bandungan, Semarang

Pekerjaan

: Buruh

Agama

: Islam

Suku Bangsa

: Jawa

Masuk RS

: 15 September 2016

Ruang

: Rajawali 6A

No CM

: C602425

II. DAFTAR MASALAH


No
1
2
3

Masalah Aktif
Klinis Hiperkortisolisme
Stomatitis
Pyuria, Proteinuria,

Tanggal
21/09/16
21/09/16
21/09/16

4
5

Bakteriuria
Obesitas
Hipokalemi

21/09/16
21/09/16

III. DATA DASAR


1. Anamnesis

No

Masalah Pasif

Tanggal

Autoanamnesis pada tanggal 21 September 2016 pukul 15.00 WIB di


bangsal Rajawali lantai 6A
Keluhan utama : Sariawan
Riwayat Penyakit Sekarang :
-

Onset dan kronologis :


1 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien sering sariawan (+) pada
mukosa mulut, berpindah pindah tempat, lidah nyeri (+),

sudah diberi obat

sariawan namun tidak membaik.


1 minggu sebelum masuk rumah sakit pasien demam (+) naik turun,
sariawan (+) dirasakan semakin bertambah banyak, perih (+), berdarah (-), plak
warna putih (-)
-

Lokasi
Kualitas

Kuantitas

: Mukosa mulut dan bawah lidah


: Sariawan pada mukosa mulut membuat pasien sulit
makan dan minum.
: Sariawan awalnya berjumlah satu buah berpindah pindah
tempat, kemudian bertambah banyak pada mukosa mulut
dan bawah lidah

Faktor memperberat : tidak ada


Faktor memperingan : tidak ada
Gejala penyerta
:
Pasien juga merasa mudah cemas (+), lemas seluruh tubuh sejak + 1
minggu SMRS, semakin lama semakin memberat, lemas dirasakan terutama saat
beraktivitas berat dan berkurang jika istirahat. Pasien juga merasa demam (+)
nglemeng, 1 bulan, suhu tidak diuku, diberikan kompres dingin membaik.
Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala (-), pandangan mata kabur (-), pandangan
double (-), mual (+), muntah (-), pipi terasa tebal (+) kemerahan, batuk (-), sesak
nafas (-), kenaikan BB (+) namun tidak tau pasti berapa kilo gram kenaikannya,
kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-), nyeri ulu hati (-), kaki bengkak (+/+),
BAK sering 6-7x dalam sehari, BAB (+) dalam batas normal.
Sebelumnya pasien sudah pernah periksa di RS Kensaras dan
diagnosa suspek Cushing sindrom berdasarkan tanda klinis yang
Untuk mendapatkan pengobatan serta pemeriksaan lebih
ke Rumah Sakit dr. Kariadi.

didapat.

lanjut pasien dirujuk

Riwayat Penyakit Dahulu :


-

Riwayat konsumsi jamu jangka panjang (+) dicurigai jamu mengandung steroid
Riwayat darah tinggi (-)
Riwayat kencing manis (-)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :

Riwayat darah tinggi dalam keluarga (-)


Riwayat kencing manis dalam keluarga (-)
Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien dan suami pasien bekerja sebagai buruh, memiliki anak kandung 2
dan sudah mandiri semua. Pasien berobat dengan biaya BPJS PBI.
Kesan sosial

ekonomi kurang.

2. Pemeriksaan Fisik (tanggal 21 September 2016 pukul 13.00 WIB)


Keadaan Umum

: Tampak lemah, terpasang infus NaCL 0,9 % 20 tpm

Kesadaran

: Komposmentis, GCS 15 (E4M6V5) VAS 2

Tanda Vital

TD : 110/80 mmHg
N

: 82 x/menit, reguler, isi dan tegangan cukup.

RR : 20 x/menit, kussmaul (-)


T

: 37,7 C (axiller)

BB

: 63 kg

TB

: 155 cm

BMI

: 26,25 kg/m2

Kesan

: Obesitas I

Lingkar pinggang

: 96 cm

Lingkar panggul

: 114 cm

Kepala

: Turgor dahi cukup, terdapat penipisan rambut

Wajah

: Bundar, Facial plethora (+), lanugo facial hair (-) dan kulit
berminyak (+)

Kulit

: Ekmosis (-), telangiektasis dan purpura (-), acantosis


nigricas (-)

Mata

: Conjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-)

Telinga

: Sekret(-/-), nyeri tekan tragus (-/-)

Hidung

: Nafas cuping hidung (-), sekret(-)

Mulut

: Sianosis (-), pursed lips breathing (-), gusi berdarah (-)


sariawan (+) lesi dangkal, bentuk oval, batas tegas, multiple

Tenggorok

: Tonsil T1-1, faring hiperemis (-), nyeri telan (-)

Leher

: Trakea ditengah, JVP R+0, pembesaran kelenjar getah


bening (-/-), kaku kuduk (-), pembesaran tiroid (-), retraksi
supraklavikula (-), buffalo hump (+) pada leher posterior

Thorax

: Simetris, sela iga tidak melebar, retraksi suprasternal (-),


retraksi epigastrial (-), retraksi intercostal (-), spider naevi
(-), atrofi m. Pectoralis (-)

Cor
Inspeksi

: Iktus cordis tidak tampak

Palpasi

: Iktus cordis teraba di SIC V, 2 cm medial linea


midklavikularis sinistra, kuat angkat, thrill (-), sternal lift
(-), pulsasi epigastrial(-), dan pulsasi

Perkusi

: Batas atas

: SIC II linea parasternalis sinistra

Batas kanan : linea parasternalis dekstra


Batas kiri
Auskultasi

: sesuai ictus cordis

: Bunyi jantung I-II murni, HR 82x/menit (reguler),bising (-),


gallop (-)

Paru depan
Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: SD Vesikuler (+/+), ST (-/-)

Paru belakang

Inspeksi

: Simetris saat statis dan dinamis

Palpasi

: Stem fremitus kanan = kiri

Perkusi

: Sonor seluruh lapangan paru

Auskultasi

: SD Vesikuler (+/+), ST (-/-)

Abdomen
Inspeksi

: Datar, venektasi (-), caput medusae (-), striae (+)

Auskultasi

: Bising usus (+) normal

Perkusi

: Timpani, pekak sisi (+) normal, pekak alih (-)

Palpasi

: Supel, nyeri tekan epigastrium (-), lien tidak teraba, hepar


tidak teraba

Ekstremitas

Oedem
Sianosis
Akral dingin

Superior
-/-/-/-

Inferior
+/+
-/-/-

Capillary refill
Clubbing finger

<2/<2
-/-

<2/<2

Atrofi cutan

(+/+)

(-/-)

Gerak

+/+

+/+

Kekuatan

5/5/5 | 5/5/5

5/5/5 | 5/5/5

Tonus

N/N

N/N

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hematologi

Hasil

Nilai Normal

12.1
36.9
4.7
28

12.0-15.0 g/dl
35-47%
4.4-5.9jt/mm3
27.0-32.0 pg

16 September 2016
Hemoglobin
Hematokrit
Eritrosit
MCH

MCV
MCHC
Leukosit

78
30.1
10.3

76.0-96.0 Fl
29.0-36.0 g/dL
3.6-11 ribu/mm3

Trombosit

304

150-400 ribu/mm3

RDW
MPV

14
8.4

11.6-14.80%
4.00-11.00 fL

Kimia Klinik

Hasil

Nilai Normal

Glukosa sewaktu

76

80-160 mg/dL

SGOT

23

15-35U/L

SGPT
Ureum

41
5

15-60 U/L
15-39 mg/dL

Creatinin

DUOPLO TEST
0,74

0,6-1,3 mg/dL

Natrium

137

136-145 mmol/L

Kalium

3,2

3,5-5,1 mmol/L

Chlorida

107

98-107 mmol/L

16 September 2016

Osmolaritas: 2(Na+K)+(GDS/18)+(ureum/6)
Mikrobiologi

2(137+3.2)+(76/18)+(5/6)=285.45

16 September 2016

Hasil

Nilai rujukan

Swab Lidah
Pengecatan Gram
C. diphteriae

Negatif

Diplococcus

Positif

Kuman batang gram negative

Positif

Kuman batang gram positif

Positif

Yeast cell

Positif

Pseudohifa

Positif

Interpretasi

URINALISIS

Hasil

Nilai Normal

Kuning
Agak keruh
1.020
6
25 mg/dl
NEG
NEG
NEG
150 mg/dl
NEG

1.003-1.025
4.8-7.4
NEG
NEG
NEG
NEG
NEG
NEG

18 September 2016
SEKRESI-EKSKRESI
URIN LENGKAP
Warna
Kejernihan
Berat Jenis
Ph
Protein
Reduksi
Urobilinogen
Bilirubin
Aseton
Nitrit

Leokosit esterase : 500/ul


BLOOD : 10/ul
Sedimen
Epitel
Epitel Tubulus
Lekosit

36 /ul
0.2/ul
1,827.6/ul

0.0-40.0 /uL
0.0-6.0 /uL
0.0-20.0 /uL

Eritrosit
Kristal
Sil. Pathologi
Granula Kasar
Granula Halus
Sil. Hialin
Sil. Epitel
Sil. Eritrosit
Sil. Lekosit
Mucus
Yeast cell
Bakteri
Sperma
Kepekatan

15.5/ul
0.1/ul
0.64/ul
NEG
NEG
0.90/ul
NEG
NEG
NEG
1.28/ul
0.00/ul
165.8/ul
0.00/ul
22.6 mS/cm

0.0-25.0 /uL
0.0-10.0/uL
0.0-0.5/Ul
NEG
NEG
0.00-1.20 /uL
NEG/LPK
NEG/LPK
NEG/LPK
0.00-0.50/uL
0.0-25.0/uL
0.0-100.0/uL
0.00-3.00/uL
3.00-27.00 mS/cm

Immunoserologi
21 September 2016
HIV Screening

Hasil
Non reaktif

Nilai rujukan

Interpretasi

Non reaktif

Negatif

Rapid test
Anti ds DNA

27.5IU/ml

NEG : 0-200

Equivocal

201-300
Positiif

>

300
ANA

8.8 Unit
NEG : < 20
Equivocal 2060
Positif >60

RESUME
Seorang wanita usia 52 tahun ke RSUP Dr. Kariadi dengan keluhan utama
sarawan. Sariawan dirasakan sejak 1 bulan sebelum masuk RS. sariawan
dirasakan pada pada mukosa mulut, berpindah pindah tempat, lidah nyeri (+),
Sariawan pada mukosa mulut membuat pasien sulit makan dan minum , Sariawan
terasa perih (+) awalnya berjumlah satu buah, kemudian bertambah banyak pada
mukosa mulut dan bawah lidah, sudah diberi obat sariawan

namun tidak

membaik.
Pasien juga merasa mudah cemas (+), lemas seluruh tubuh sejak + 1
minggu SMRS, semakin lama semakin memberat, lemas dirasakan terutama saat
beraktivitas berat dan berkurang jika istirahat. Pasien juga merasa demam (+)
nglemeng, 1 bulan, suhu tidak diukur, membaik dengan kompres dingin. Pasien
merasa mual (+), pipi terasa tebal (+) kemerahan, kenaikan BB (+) namun tidak
tau pasti berapa kilo gram kenaikannya, kaki bengkak (+/+), BAK sering
6-7x/hari dan BAB (+) dalam batas normal.
Sebelumnya pasien sudah pernah periksa di RS Kensaras dan diagnosa
suspek Cushing sindrom berdasarkan tanda klinis yang didapat. Untuk
mendapatkan pengobatan serta pemeriksaan lebih lanjut pasien dirujuk ke Rumah
Sakit DR. Kariadi.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum lemah, kesadaran
compos mentis. Pada Visual Analog Scale dengan score 2. Pada pengukuran BMI
26,25,1 kg/cm2 dan dikategorikan Obesitas I, pada pemeriksaan fisik pasien juga

didapatkan, penipisan rambut (+), wajah bundah (+), facial plethora (+), kulit
wajah tampak berminyak (+), pada mulut terdapat sariawan (+), lesi dangkal,
bentuk oval, batas tegas, multiple. Buffalo hump (+) pada leher posterior. Pada
pepmeriksaan abdomen didapatkan striae (+),. Pada pemeriksaan ekstremitas
didapatkan atrofi cutan pada ekstremitas superior, dan oedema pada ekstremitas
inferior.
Pada pemeriksaan laboratorium darah didapatkan hasil ; GDS 76 mg/dL,
Kalium 3.2 mmol/L, Sedimen Lekosit 1.827/uL, Bakteri 165.8/Ul, pemeriksaan
swab lidah dengan pengecatan gram didapatkan hasil positif terhadap diplococcus
(+), kuman batang gram negative (+), kuman batang gram positif (+), yeast cell
(+), pseudohifa (+).
Gold standard penegakan diagnosis cushing sindrom dengan pemeriksaan
kadar kortisol dengan uji supresi dexamethasone. Namun pada pasin ini belum
dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

V. DAFTAR ABNORMALITAS
1. Sariawan
2. Nyeri di lidah
3. Mudah cemas
4. Demam
5. Lemas
6. Pipi terasa tebal
7. Kenaikan BB
8. poliuri
9. Penipisan rambut
10.

Muka bulat (moon face)

11.

Facial Plethora

12.

Kulit berminyak

13.

Buffalo hump

14.

Striae

15.

Atrofi cutan

16.

Udem

17.

BMI 26.25 Kg/m2 (Obesitas I)

18.

Lingkar perut 96

19.

RPP 0,84

20.

Hipokalemi (3.2 mmol/L)

21.

Sedimen Lekosit (1.827/uL)

22.

Proteinuria 25 mg/dl

23.

Bakteri (165.8/uL)

24. Diplococcus (+), kuman batang gram negative (+), kuman batang gram positif (+),
yeast cell (+), pseudohifa (+).
VI. DAFTAR PROBLEM
No Masalahaktif
1. Hiperkortisolisme

Tgl
21-09-16

2.

Stomatitis

21-09-16

3.

Piuria, proteinuria, bakteriuria

21-09-16

4.

Obesitas I

21-09-16

5.

Hipokalemi

21-09-16

No

Masalah pasif

VII. INITIAL PLANS


Problem 1. Hiperkortisolisme
Assessment

Etiologi : - Tumor adrenal


- Over produksi ACTH : - Tumor dan hipersekresi pituitary
-

Sekresi ektopic ACTH

Pemberian glukokortikoid ( kortisol )

Sintetis berlebihan (Iatrogenic cushing syndrome)

10

Tgl

Diagnosis

: - Kadar kortisol urin (24-h Urinary Free Cortisol)


-

Late-night salivary cortisol

DST (1mg overnight dexamethasone suppression test)

kadar ACTH plasma

USG abdomen

Profil lipid

Terapi

: Inf Nacl 0,9 % 20 tpm

Monitoring

: Keadaan umum, tanda vital, progresivitas penyakit

Edukasi

: Menjelaskan mengenai penyakit yang dialami pasien

Menjelaskan pemeriksaan lanjutan yang akan dilakukan


Problem 2. Stomatitis
Assesment

: Etiologi kuman
Penyakit yang mendasari : HIV, Autoimun

Diagnosis

: Kultur dan Uji sensitifitas Antibiotik

Terapi

: Inf Nacl 0,9 % 20 tpm


Nistatin drop 3x1 cc

Monitoring

: stomatitis

Edukasi

: Jaga kebersihan rongga mulut

Problem 3. Piuria + Proteinuria + bakteriuri


Assesment

: Etiologi kuman

Diagnosis

: kultur urine

Terapi

: Inf Nacl 0,9 % 20 tpm


Inj. Ceftriaxone 2gr/24jam

Monitoring

: Keadaan umun, tanda vital, warna urin

Edukasi

: Menampung kencing pancaran tengah untuk pemeriksaan jenis


kuman

11

Problem 4. Obesitas I
Assesment

: Profil lipid, status glikemik, faty liver

Diagnosis

: Px Profil lipid, GDP GD2PP

Terapi

: Inf Nacl 0,9 % 20 tpm


Diet rendah lemak, rendah kolesterol

Monitoring

: Profil lipid 1 bulan post terapi, BMI, Lingkar perut

Edukasi

: Penjelasan mengenai pola makan hidup sehat, dengan diet rendah


lemak dan rendak kolesterol

Problem 5. Hipokalemi
Assessment

: Absolut
Relatif

IP Dx

: Elektrolit urin

IP Rx

: Infus NaCl 0,9% 30 tpm


KSR tab 600mg/12 jam

IP Mx

: Cek elektrolit 3 hari lagi

IP Ex

: 3 hari lagi akan dilakukan pemeriksaan darah ulang

CATATAN KEMAJUAN
Tgl

Catatan Kemajuan

Program

12

21/9/1

Problem 1.

P:

Klinis Hiperkortisolisme

Inf. Nacl 0,9% 20 tpm

S: kel : mual, lemas

KU,

O: KU: Lemah, komposmentis VAS


2

Progresivitas

penyakit

TD: 120/70 mmHg

TV,

Kadar kortisol urin dan air


liur

HR: 92x/menit

RR: 20x/menit

Uji

supresi

dexamethasone,

T: 36,7C
A: Klinis Hiperkortisolisme

kadar ACTH plasma

USG abdomen

Profil lipid

Problem 2. Stomatitis
S: kel : mual, lemas

P : - Inf Nacl 0,9 % 20 tpm

O: KU: Lemah, komposmentis VAS2

Nistatin drop 3x1 cc


Kultur dan uji sensitifitas
Antibiotik

TD: 120/70 mmHg


HR: 92x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7C

13

A: Stomatitis
Pemeriksaan :
HIV : Non Reaktif
Ds DNA 27.5 mg/dl (neg)
ANA test 8.8 mg/dl (neg)
Problem 3. Piuria + Proteinuria +

P: - Inf Nacl 0,9% 20 tpm

bakteriuria

Inj. Ceftriaxon 2gr/24 jam iv

S: kel : mual, lemas

KU, TV, warna urin

O: KU: Lemah, komposmentis VAS-

Kultur urine

2
TD: 120/70 mmHg
HR: 92x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7C
A: Piuria + Proteinuria + bakteriuria
P:
Problem 4. Obesitas I

Inf Nacl 0,9% 20 tpm

S: kel : mual, lemas

Diet rendah lemak rendah

O: KU: Lemah, komposmentis VAS


2

TD: 120/70 mmHg

kolesterol
Px

profil

lipid,

GDP,

GD2PP, USG Abdomen

HR: 92x/menit

RR: 20x/menit

Dislipidemi + obesitas
sindroma metabolic, fatty liver

T: 36,7C

Profil lipid 1 bulan post


terapi, BMI, Lingkar perut

A: Obesitas I

14

Problem 5. Hipokalemi
S: kel : mual, lemas

P:

O: KU: Lemah, komposmentis VAS-

Inf Nacl 0,9% 20 tpm

KSR tab 600 mg/ 12jam

TD: 120/70 mmHg

Cek eektrolit urin 3 hari lagi

HR: 92x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7C
A: Hipokalemi

22/9/1
6

P: - Inf Nacl 0,9% 20 tpm


Problem 4. Obesitas I

Gemfibrosil 300mg/24 jam


Diet rendah lemak rendah

kolesterol
1386 Kkal
63 gr/hr
Dislipidemi + obesitas

sindroma metabolic, fatty liver gr II


Profil lipid 1 bulan post

S: kel : Nyeri
O: KU: Lemah, komposmentis VAS
2
TD: 110/70 mmHg

terapi, BMI, Lingkar perut


HR: 88x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,3C

A: Obesitas I
P:

15

GDP : 105mg/dl
GD2PP : 178mg/dl

Inf Nacl 0,9% 20 tpm


Gemfibrosil 300mg/24 jam
Simvastatin 20mg/24 jam
Diet rendah lemak rendah

kolestero
1386 kkal
63gr/dl
Profil lipid 1 bulan post

Cholesterol Total 246mg/dl


23/9/1
6

HDL Cholesterol 23mg/dl

terapi, BMI, Lingkar perut , RPP 1


bulan post terapi

LDL direk 212mg/dl

Obat pulang :
USG ABDOMEN :

Nistatin drop 3x1 cc


Simvastatin 20 mg/24 jam
Gemfibrosil 300mg/24 jam
Kontrol Poli Penyakit dalam
4/10/16

Kesan : Fatty liver gr II


Sludge vesica velea

25/9/1
6
Problem 4. Sindroma Metabolik
S: kel : mual
O: KU: Lemah, komposmentis VAS
2
TD: 110/70 mmHg
HR: 88x/menit
RR: 21x/menit

16

T: 36,5C

A: Sindroma Metabolik

BLP

BAB II
PEMBAHASAN
1. HIPERKORTISOLISME
1.1 Definisi
Hiperkortisolisme adalah kondisi kortisol dalam plasma berlebih yang
dapat menyebabkan suatu keadaan yang disebut sebagai Sindrom Cushing.
Sindrom Cushing

merupakan gangguan hormonal yang disebabkan kortisol

plasma berlebihan dalam tubuh (hiperkortisolisme), baik oleh pemberian


17

glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik (iatrogen) atau oleh


sekresi kortisol yang berlebihan akibat gangguan aksis hipotalamus-hipofisisadrenal

(spontan).

Sindrom

cushing

relatif

langka

dan

paling

sering

mempengaruhi orang dewasa berusia 20 tahun sampai 50 tahun. Orang yang


gemuk dan menderita penyakit diabetes tipe 2 dengan hipertensi dan memiliki
control buruk akan kadar gula darah, memiliki peningkatan risiko yang lebih besar
pada gangguan tersebut.1,2,3
Pada sindrom cushing, kadar kortikosteroid berlebihan, biasanya dari
produksi berlebihan pada kelenjar adrenal. Sindrom cushing biasanya diakibatkan
dari tumor yang menyebabkan kelenjar adrenalin menghasilkan kortikosteroid
berlebihan. Orang dengan sindrom cushing biasanya menghasilkan lemak
berlebihan melalui torso dan mempunyai bentuk wajah yang besar.
Sindrom cushing bisa terjadi juga pada orang yang harus menggunakan
kortikosteroid dosis tinggi karena keadaan medis serius. Mereka yang harus
mengggunakan dosis tinggi memiliki gejala yang sama dengan mereka yang
menghasilkan terlalu banyak hormon tersebut. Gejala-gejalanya bisa kadangkala
terjadi bahkan jika kortikosteroid dihirup, seperti untuk asma, atau digunakan
khususnya untuk sebuah kondisi kulit.1,4
Sindrom cushing dibagi menjadi 2 jenis. Yaitu dependen ACTH dan
independen ACTH. Pada jenis dependen ACTH, hormon kortisol yang diproduksi
secara berlebih oleh korteks adrenal disebabkan oleh sekresi ACTH kelenjar
hipofisis yang abnormal dan berlebihan. Keadaan ini juga disebut sebagai
penyakit cushing . Pada 80% pasien ini ditemukan adenoma hipofisis yang
menyekresi ACTH. Sedangkan 20% sisanya terdapat bukti-bukti histology
hyperplasia hipofisis kortikotrop. Pada kasus lain didapatkan kelebihan sekresi
ACTH, hilangnya irama sirkadian normal ACTH dan berkurangnya sensitivitas
sistem control umpan balik ke tingkat kortisol dalam darah.4
Adanya sindrom cushing dapat ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan
dan pemeriksaan fisik pada pasien, Diagnosis umumnya ditegakkan berdasarkan
kadar kortisol yang abnormal dalam darah dan urine. Berbagai macam tes spesifik
dapat menentukan ada tidaknya irama sirkadian normal pelepasan kortisol dan
mekanisme pengaturan umpan balik yang sensitif. Tidak adanya irama sirkadian
atau hilangnya kepekaan system pengaturan umpan balik merupakan cirri sindrom
cushing.1
18

1.2 Klasifikasi
Sindrom Cushing dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu : 2
-

Dependen ACTH, yang terdiri atas :


- Hiperfungsi korteks adrenal tumor.
- Sindrom ACTH ektopik ; bronchial, timus, karsinoma tiroid noduler)
- Independen ACTH, yang terdiri atas :
- Hiperplasi korteks adrenal autonom
- Hiperfungsi korteks adrenal tumor ( adenoma dan karsinoma).
1.3 Etiologi
Penyebab sindrom Cushing dapat berupa : 4
1. Meningginya kadar ACTH ( tidak selalu karena adenoma sel basofil hipofisis).
2. Meningginya kadar ATCH karena adanya tumor di luar hipofisis, misalnya tumor
paru, pankreas yang mengeluarkan ACTH like substance.
3. Neoplasma adrenal yaitu adenoma dan karsinoma.
4. Iatrogenik. Pemberian glukokortikoid jangka panjang dalam dosis farmakologik.
Dijumpai pada penderita artitis rheumatoid, asma, limpoma dan gangguan kulit
umum yang menerima glukokortikoid sintetik sebagai agen antiinflamasi.

1.4 Manifestasi Klinis 4


Manifestasi

klinis

beragam,

bergantung

pada

derajat

beratnya

hiperkortisolisme, lamanya, sensitifitas reseptor glukokortikooid


Gambaran klinis Hiperkostisolisme
Tanda

Gejala

Distribusi lemak

Pada dewasa

Buffalo hump
Obesitas sentral
Facies pletorik
Moon face
Kenaikan BB

Gambaran protein wasting


-

Demineralisasi
osteoporosis

tulang

dan
-

19

Perubahan selera makan


Penurunan konsentrasi berfikir
Penurunan libido
Kelelahan
Gangguan memori jangka pendek
Insomnia
Iritabilitas
Gangguan Menstruasi
Gangguan mood
Osteoporosis

Mudah memar
Gangguan mekanisme pertahanan
Edema tunkai
Kelemahan otot proximal
Purpura
Kulit menipis
Striae rubrae

Pada anak-anak
-

Gambaran tidak sepsifik


-

Hipertensi
Diabetes
Dislipidemi
Perubahan endokrin
Intoleransi glukosa
Kondisi hiperkoagulasi
Manifestasi kulit

Virilasi genital abnormal


Pubertas tertunda
Pertumbuhan terhenti
Pubertas
Pseudoprekoks
Perawatan pendek
Pertumbuhan lambat

Gangguan neuropsikiatri
-

Depresi mayor
Mania
Psikosis

Pada pemeriksaan fisik akan didapatkan :


Obesitas
-

Pasien mengalami peningkatan jaringan adiposa di wajah (moon face), punggung


atas di pangkal leher (buffalo hump), dan di atas klavikula (bantalan lemak

supraklavikularis).
obesitas sentral dengan jaringan adiposa meningkat di mediastinum dan
peritoneum; peningkatan ratio pinggang-pinggul yakni > 1 pada pria dan

> 0,8

pada wanita. Hasil CT scan abdomen, menunjukkan peningkatan lemak visceral


yang jelas. 4
Kulit
-

Facial plethora terutama di pipi.


Violaceous striae (striae ungu) > 0,5 cm, umumnya di abdomen, pantat,

punggung bawah, paha atas, lengan atas, dan payudara.


Terdapat ekimosis.
Pasien dapat mempunyai telangiectasias dan purpura.

20

Atrofi cutaneous dengan eksposur jaringan vaskular subkutan dan kulit

tenting . Kelebihan glucocorticoid menyebabkan peningkatan lanugo facial hair.


Acanthosis nigricans, yang berhubungan dengan resistensi insulin dan
hiperinsulinisme . Umumnya ditemukan di axila, siku, leher, dan di bawah
payudara.

Jantung dan renal


Hipertensi dan edema dapat terjadi karena aktivasi kortisol dari
reseptor mineralokortikoid menuju natrium dan retensi air. 4
Gastroenterologi
- Ulkus peptikum dapat terjadi dengan atau tanpa gejala. Khususnya pada risiko
pasien yang diberi dosis tinggi glukokortikoid.

Endokrin
- Galaktore dapat terjadi ketika tumor hipofisis anterior menghambat tangkai
-

hipofisis yang mengarah ke tingkat prolaktin tinggi.


Rendahnya kadar testosteron pada pria dapat mengakibatkan penurunan volume
testis dari penghambatan LHRH dan LH / FSH fungsi. 4

Rangka / otot
- Dapat terjadi kelemahan otot proksimal.
- Terjadinya osteoporosis dapat menyebabkan patah tulang, kyphosis, kehilangan
tinggi, dan nyeri tulang rangka aksial. 4
Frekuensi Gejala dan tanda Hiperkortisolisme : 1,7
Gejala/Tanda
Obesitas sentral
Moon face
Atrofi kulit dan memar
Hipertensi (TD> 150/90 mmHg)
Diabetes/intoleransi glukosa
Disfungsi gonad
Kelemahan otot
Hirsutisme, jerawat
Gangguan mood
Osteoporosis
Edema
Polidipsi/poliuri
Infeksi jamur

Frekuensi Penderita (%)


97
89
75
76
70
69
68
56
55
40
15
10
8

21

Physical findings in Cushing syndrome. 4

1.5 Patofisiologi
Secara fisiologis hipotalamus berada di otak dan kelenjar hipofisis berada
tepat di bawahnya. Inti paraventrikular (PVN) dari hipotalamus melepaskan
Corticotrophin-releasing hormone (CRH), yang merangsang kelenjar hipofisis
untuk melepaskan adrenocorticotropin (ACTH). ACTH bergerak melalui darah
ke kelenjar adrenal kemudian merangsang pelepasan kortisol. Kortisol disekresi
oleh korteks kelenjar adrenal dari daerah yang disebut zona fasciculata sebagai
respons terhadap ACTH. Peningkatan kadar kortisol menyebabkan umpan balik
negatif (negative feedback) pada hipofisis sehingga menurunkan jumlah ACTH
yang dilepaskan dari kelenjar hipofisis. 5
Hiperkortisolisme berdasarkan

etiologi apapun, baik kelebihan kadar

pemberian glukokortikoid eksogen ataupun overproduksi kortisol endogen.

22

Overproduksi glukokortikoid endogen atau hiperkortisolisme yang independen


ACTH biasanya disebabkan oleh neoplasma yang mensekresi kortisol dalam
4,5

korteks kelenjar adrenal (neoplasma adrenocortical primer).


merupakan

sebuah

adenoma

dan

jarang karsinoma.5

Biasanya

Adenoma ini

menyebabkan kadar kortisol dalam darah sangat tinggi, terjadinya umpan balik
negatif terhadap hipofisis dari tingkat kortisol yang tinggi akan menyebabkan
tingkat ACTH sangat rendah.5
Pada kasus lain dengan dependen ACTH,

sindrom Cushing hanya

merujuk kepada hiperkortisolisme sekunder akibat produksi berlebihan ACTH


dari corticotrophic pituitary adenoma. Hal ini menyebabkan kadar

ACTH

dalam darah meningkat bersamaan dengan kortisol dari kelenjar adrenal. Kadar
ACTH tetap tinggi karena tumor menyebabkan hipofisis menjadi tidak responsif
terhadap umpan balik negatif dari kadar kortisol

yang

tinggi. 5 ACTH juga

dapat disekresi berlebihan pada pasien-pasien dengan neoplasma yang memiliki


kapasitas untuk menyintesis dan melepaskan peptida mirip ACTH baik secara
kimia maupun fisiologik. ACTH berlebihan yang dihasilkan dalam keadaan ini
menyebabkan rangsangan yang berlebihan terhadap sekresi kortisol oleh korteks
adrenal dan disebabkan oleh penekanan pelepasan ACTH hipofisis. Jadi, kadar
ACTH yang tinggi pada penderita ini berasal dari neoplasma dan bukan dari
kelenjar hipofisisnya. 2
Sejumlah besar neoplasma dapat menyebabkan sekresi ektopik ACTH.
Neoplasma-neoplasma ini biasanya berkembang dari jaringan-jaringan yang
berasal

dari

lapisan

neuroektodermal

selama

perkembangan

embrional.

Karsinoma sel oat paru, karsinoid bronkus, timoma, dan tumor sel-sel pulau di
pankreas, merupakan contoh-contoh yang paling sering ditemukan. Beberapa
tumor ini mampu menyekresi CRH ektopik. Pada keadaan ini, CRH ektopik
merangsang sekresi ACTH hipofisis, yang menyebabkan terjadinya sekresi
kortisol secara berlebihan oleh korteks adrenal. Jenis
disebabkan

oleh

sekresi

ACTH

yang

sindrom Cushing yang

berlebihan -hipofisis atau ektopik

seringkali disertai hiperpigmentasi. Hiperpigmentasi ini disebabkan oleh sekresi


peptida yang berhubungan dengan ACTH dan kerusakan bagian-bagian ACTH

23

yang memiliki aktivitas melanotropik. Pigmentasi terdapat pada kulit dan selaput
lendir.2
Hiperplasia

bilateral micronodular

dan

hiperplasia

macronodular

merupakan penyebab Cushing sindrom yang langka. 4 Sindrom Cushing juga


merupakan penyakit autoimun pertama kali diidentifikasi pada manusia.
1.6 Pemeriksaan Penunjang
Problem diagnostik utama adalah membedakan pasien dengan sindrom
cushing ringan dari hiperkortisolisme fisiologik ringan yang disebut sebagai
pseudo-Cushing. Keadaan ini bisa mempunyai ganbaran sindrom Cushing,
termasuk peninggian kortisol bebas urin, termasuk gambaran gangguan sekresi
kortisol diurnal, dan gangguan supresi kortisol setelah tes supresi deksametason
tengah malam.
Studi paling definitif yang ada untuk membedakan sindrom Cushing
ringan dari sindrom pseudo- Cushing adalah penggunan tes supresi deksametason
diikuti dengan stimulasi CRH ( Cortocotropin Releasing Hormone). Diagnosis
sindrom Cushing bergantung pada kadar produksi kortisol dan kegagalan
menekan sekresi kortisol secara normal bila diberikan deksametason. Sekali
diagnosis ditegakkan, selanjutnya pemeriksaan dirancang untuk mnentukan
etiologi.( harrison).1
Pengujian skrining lini pertama
-

Uji urinary free cortisol (UFC) 24 jam


Berbeda dengan kadar kortisol dalam plasma yang mengukur kadar
kortisol total, baik yang terikat atau yang tidak, pemeriksaan urin 24 jam tidak
terpengaruh factor factor yang mempengaruhi kadar globulin pengikat
kortikosteroid. Karena ada kemungkinan hiperkortisolisme intermiten, jika
kecurigaan tinggi dan hasil pertama adalah normal maka perlu dillakukan
pemeriksaan sebanyak tiga kali. Jika hasil dari tiga kali pemeriksaan adalah
normal maka bukan sindrom Cushing.
Peningkatan kortisol urinary yang lebih ringa dapat terjadi pada
kecemasan kronis, depresi dan alkoholismeyang semuanya dikenal sebagai pseudo

24

Cushing dan pada kehamilan normal.kortisol urin tidak dapat mengidentifikasi


sindrom Cushing subklinis.
-

Dexamethasone suppression tests (DST) dosis rendah


Uji ini digunakan untuk membedakan sindrom Cushing dari orang normal.
DST dosis rendah malam hari (1 mg) terdiri dari asupan oral 1 mg deksametason
antara jam 11 dan 12, diikuti pengukuran kortisol plasma puasa antara jam 8 dan
jam 9 keesokan harinya.
kriteria awal kadar normal adalah 5 g/dl (138 nmol/liter). Baru baru ini
nilai cut off diturunkan sampai 1,8 g/dl (50 nmol/liter). Meskipun demikian
spesifitas uji ini terbatas, karena kemungkinana adanya misklasifikasi pasiem
dengan CBG penyakit akut dan kronis atau sindrom pseudo Cushing. Kadang
pada orang sehat juga gagal menekan kadar kortisol ke nilai tersebut. Pemberian 2
mg DST selama 2 hari adalah cara lain untuk melakukan tes.

Kortisol Salivari pada Tengah Malam


Konsentrasi kortisol dalam saliva berkorelasi dengan kortisol plasma
bebas, terlepas dari kecepatan aliran saliva, dan stabil pada suhu kamar selama
satu minggu. Rentang nilai referensi normal, bergantung pada alat pemeriksaan
dan harus divalidasi pada tiap laboratorium. Tes ini dilakukan pada penghujung
malam sekitar jam 23.00.1,7
Pengujian skrining lini kedua

Ritme Sirkardian Kortisol Plasma Tengah Malam


Pasien dengan sindrom Cushing sering memiliki konsentrasi serum kortisol di
pagi hari di dalam atau sedikit di ats rentang normal, tetapi tidak memiliki ritme
sirkadian yang normal (7,5 mg/dl, 207 nmol/ L).

DST dosis rendah


Dalam DST dosis rendah selama 2 hari, pasien menggunakan deksametason 0,5
mg oral setiap 6 jam. Urin dikumpulkan untuk UFC pada 2 hari baseline dan pada
hari kedua pemberian deksametason. Atau sebagai alternatif, kortisol serum
diukur pada jam 9 dan 48 jam setelah dosis pertama. Respon normal meliputi
penurunan UFC menjadi kurang dari 10 mg (27nmol) per 24 jam pada hari kedua

25

pemberian deksametason. Atau kortisol plasma menjadi kurang dari 1,8 mg/dl (50
nmol/liter), pada pagi hari setelah dosis terakhir deksametason.7
-

Pemeriksaan kadar ACTH plasma dapat digunakan untuk membedakan berbagai


penyebab Sindrom Cushing, terutama memisahkan penyebab dependen ACTH
dan independen ACTH. Pada sindrom ACTH ektopik,kadar ACTH bisa jadi
meningkat > 110 pmol/L (500pg/mL), dan pada kebanyakan pasien, kadar ACTH
berada di atas 40 pmol/L (200pg/mL). Pada sindrom Cushing sebagai akibat
mikroadenoma atau disfungsi hopotalamik pituitari, kadar ACTH berkisar 6-

30pmol/L (30-150pg/mL) [normal : < 14 pmol/L (< 60pg/mL) ]. 1


Pada pemeriksaan laboratorium juga biasanya ditemukan leukositosis dengan
granulositosis dan limpopenia relatif. Hipokalemia, hipokloremi, dan alkalosis

metabolik biasanya ditemukan pada kasus ACTH ektopik. 1, 6


Diagnosis adenoma adrenal yang menghasilkan kortisol disangkakan dengan
peningkatan tidak proporsional kadar kortisol bebas basal urin dengan hanya
perubahan sedang pada 17-ketosteroid urin atau DHEA sulfat plasma. Sekresi
estrogen adrenal menurun pada pasien ini sehubungan dengan supresi ACTH yang

diinduksi kortisol dan involusi zona retikularis yang menghasilkan androgen. 7


Pemeriksaan radiologik untuk memeriksa adrenal adalah pencitraan tomografi
komputer (CT Scan) abdomen. CT Scan bernilai untuk menentukan lokalisasi
tumor adrenal dan untuk mendiagnosis hiperplasia bilateral.

CT scan resolusi

tinggi pada kelenjar hipofisis dapat menunjukkan daerah-daerah dengan


penurunan atau peningkatan densitas yang konsisten dengan mikroadenoma pada
sekitar 30% dari penderita-penderita ini. CT scan kelenjar adrenal biasanya
menunjukkan pembesaran adrenal pada pasien dengan sindrom Cushing
dependen ACTH dan massa adrenal pada pasien dengan adenoma atau karsinoma
adrenal. 2 7

26

1.7 Diagnosis
Alur diagnosis untuk mengevaluasi pasien tersangka menderita sindrom
Cushing. 1,7

Hasil berbeda

Normal
(bukan sindrom cushing)

ABNORMAL

(anjurkan pemeriksaan tambahan)

SINDROM CUSHING
Kortisol bebas urin 24 jam Overnight 1 mg DST
Late night salivary
(>2 tes)Cortisol (>2 tes)
Pertimbangkan kontra indikasi sebelum melakukan tiap tes
Tanda-tanda klinis
Gunakan 48 jam, 2 mg-DST pada populasi tertentu
Peningkatan kortisol bebas urin (3 kali pengumpulan urin 24 jam)
Kurangnya supresi kortisol setelah uji dexamethasone dosis rendah
Peningkatan kortisol liur larut malam (tes tidak dinilai komplit)
ABNORMAL

Normal ( Bukan sindrom cushing)

Kortisol plasma larut malam


Ritme diural kortisol
Singkirkan kemungkinan penyebab fisiologi
hiperkortisolisme
Tes 2 mg
DST CRH
Hiperkortisolisme

Sindrom Konsultasi
cushing dengan ahli endokrin

Lakukan 1 atau 2 tes diatas


Anjurkan untuk preriksa tes ulang tes dengan hasil abnormal
ACTHHipofisisEktopik
Anjurkan Dex-CRH or midmnight serum cortisol pada populasi tertentu
-ACTHRendahNormal/tingginormal/sangat tinggi
Tes CRHRespon (-)Respon (+)Respon jarang
DEX 8 mg Supresi (-)Supresi (+)Supresi jarang
CT/MRI adrenalMassa (+)normal/hyperplasianormal/hyperplasia
MRI hipofisisNormalTumor (60%)Normal
BIPSSTidak dapatGradien (+) Gradien (-)
Ditetapkan(pituitary/perifer)(pituitary/perifer)
27

1.8 Penatalaksanaan
Neoplasma Adrenal

28

Bila diagnosis adenoma atau karsinoma ditegakkan, dilakukan eksplorasi


adrenal dengan eksisi tumor. Oleh karena

kemungkinan atrofi adrenal

kontralateral, pasien diobati pra- dan pascaoperatif jika akan dilakukan


adrenalektomi total, bila disangkakan lesi unilateral, rutin menjalani tindakan
bedah efektif sama dengan pasien Addison. Obat utama untuk pengobatan
karsinoma kortikoadrenal adalah mitotan, isomer dari insektisida DDT. Obat ini
menekan produksi kortisol dan menurunkan kadar kortisol plasma dan urin. Obat
ini biasanya diberikan dalam dosis terbagi tiga sampai empat kali sehari, dengan
dosis ditingkatkan secara bertahap menjadi 8 sampai 10g per hari. Pada
kebanyakan pasien, mitotan hanya menghambat steroidogenesis dan tidak
menyebabkan regresi metastasis tumor. 1
Hiperplasia Bilateral
Pasien dengan hiperplasia bilateral mengalami peningkatan kadar ACTH
absolut atau relatif. Terapi harus ditujukan untuk mengurangi kadar ACTH,
pengobatan

ideal

adalah

pengangkatan.

Kadang-kadang

eksisi

tidak

memungkinkan oleh karena penyakit sudah lanjut. Pada keadaan ini, medik atau
adrenalektomi

bisa

memperbaiki

hiperkortisolisme.

Penghambatan

steroidogenesis juga bisa diindikasikan pada subjek cushingoid berat sebelum


intervensi pembedahan. Adrenalektomi kimiawi mungkin lebih unggul dengan
pemberian penghambat steroidogenesis ketokonazol (600-1200 mg/hari). Mitotan
(2-3 g/hari) dan penghambat sintesis steroid aminoglutetimid (1 g/hari) dan
metiraponi (2-3 g/hari) mungkin efektif secara tunggal atau kombinasi.1
Jika Sindrom Cushing merupakan akibat dari pemberian kortikosteroid
eksternal (eksogen), pemberian obat tersebut harus diupayakan untuk dikurangi
atau dihentikansecara bertahap hingga tercapai dosis minimal yang adekuat untuk
mengobati proses penyakit yang ada dibaliknya (misalnya, penyakit otoimun serta
alergi dan penolakan terhadap organ yang ditransplantasikan). Biasanya terapi
yang dilakukan setiap dua hari sekali akan menurunkan gejala Sindrom Cushing
dan memungkinkan pemulihan daya responsif kelenjar adrenal terhadap ACTH.
1.9 Komplikasi
29

Sindrom Cushing, jika tidak diobati, menghasilkan morbiditas serius dan


bahkan kematian. Pasien mungkin menderita dari salah satu komplikasi hipertensi
atau diabetes. Kerentanan terhadap infeksi meningkat. Kompresi patah tulang
belakang osteoporosis dan nekrosis aseptik kepala femoral dapat menyebabkan
kecacatan. Nefrolisiasis dan psikosis dapat terjadi. Setelah adrenalektomi bilateral,
seorang

dengan

adenoma

hipofisis

dapat

memperbesar

progresifitas,

menyebabkan kerusakan lokal (misalnya, penurunan bidang visual) dan


hiperpigmentasi; komplikasi ini dikenal sebagai sindrom Nelson. 8
Penderita bisa memiliki prognosis yang buruk dikarenakan komplikasinya.
Kebanyakan pasien menunjukkan manifestasi dari sindroma metabolik, termasuk
didalamnya adalah resistensi insulin, jaringan lemak di organ dalam (abdomen),
dislipidemia, intoleransi karbohidrat,

dan/atau

diabetes

melitus

tipe

2,

koagulopati, dan hipertensi, yang bias menambah resiko terjadinya penyakit


kardiovaskular. Kelainan reproduksi sering terjadi pada sindrom Cushing, lakilaki

biasanya

terjadi

hipogonadisme,

dan

perempuan

mengalami

oligomenorhea atau tidak terjadi ovulasi. Hiperkortisolisme menyebabkan supresi


TSH dan terganggunya perubahan T4 menjadi T3 yang menyebabkan TSH dan
FT3 rendah, ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa FT4 juga rendah tapi
buktinya belum cukupkuat. Osteoporosis dan fraktur patologis bisa terjadi
di

beberapa

pasien.

Prevalensi osteoporosis di usia dewasa pada pasien

sindroma Cushing adalah sekitar 50%. Dapat pula terjadi

semakin

mudahnya

infeksi dan sering, kelelahan akibat menurunnya masa dan kekuatan otot.
1.10 Prognosis
Adenoma adrenal yang berhasil diobati dengan pembedahan mempunyai
prognosis baik dan tidak mungkin kekambuhan terjadi. Prognosis bergantung
pada efek jangka lama dari kelebihan kortisol sebelum pengobatan, terutama
aterosklerosis dan osteoporosis.
Prognosis karsinoma adrenal adalah amat jelek, disamping pembedahan.
Laporan-laporan memberi kesan survival 5 tahun sebesar 22 % dan waktu tengah
survival adalah 14 bulan. Usia kurang 40 tahun dan jauhnya metastasis
berhubungan dengan prognosis yang jelek.1

30

2. STOMATITIS
2.1 Definisi
Stomatitis merupakan bahasa awam untuk berbagai macam lesi/benjolan
yang timbul di rongga mulut stomatitis adalah radang yang terjadi pada mukosa
mulut, biasanya berupa bercak putih kekuningan. Bercak itu dapat berupa bercak
tunggal maupun berkelompok. Sariawan dapat menyerang selaput lendir pipi
bagian dalam, bibir bagian dalam, lidah, gusi, serta langit-langit dalam rongga
mulut. Meskipun tidak tergolong berbahaya, namun sariawan sangat mengganggu.
2.2 Etiologi
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Kebersihan mulut yang kurang


Letak susunan gigi/ kawat gigi
Makanan /minuman yang panas dan pedas
Rokok
Pasta gigi yang tidak cocok
Lipstik
Infeksi jamur
Overhang tambalan atau karies, protesa (gigi tiruan)
Luka pada bibir akibat tergigit/benturan.

Bagian dari penyakit sistemik antara lain :


a Reaksi alergi : seriawan timbul setelah makan jenis makanan tertentu
b Jenis makanan ini berbeda untuk tiap-tiap penderita
c Hormonal imbalance
d Stres mental
e Kekurangan vitamin B12 dan mineral
f Gangguan pencernaan
g Radiasi
Infeksi virus dan bakteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya sariawan
ini. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik
abnormal pada rongga mulut. Dan imunologik sangat erat hubungannya dengan
psikologis (stress). Faktor psikologis (stress) telah diselidiki berhubungan dengan
timbulnya stomatitis (sariawan) di sebagian besar masyarakat.
2.2 Gambaran Klinis dari Stomatitis
a
b
c
d
e
f

Lesi bersifat ulcerasi


Bentuk oval / bulat
Sifat tersebar
Batasnya jelas
Biasa singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok)
Tepi merah
31

g
h

Lesi dangkal
Lesi sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

2.3 Penatalaksanaan Medis


a Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi
b Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
c Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup,
d
e
f

terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi.


Hindari stress
Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya
Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa
kasus diperlukan antivirus. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama
penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif
adalah menghindari faktor pencetus.

3. INFEKSI SALURAN KEMIH


Infeksi saluran kemih secara umum dapat disebabkan oleh E.coli atau
penyebab yang paling lazim dari infeksi saluran kemih dan merupakan penyebab
infeksi saluran kemih pertama pada sekitar 90% wanita muda. Gejala dan tandatandanya antara lain : sering kencing, disuria, hematuria dan piuria. Adanya
keluhan nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih bagian atas.
Bakteri yang dapat menimbulkan infeksi saluran kemih selain E.coli melalui
infeksi nosokomial Klebsiella, Proteus, Providencia, Citrobacter, P. aeruginosa,
Acinetobacter, Enterococcus faecalis dan Stafilokokus saprophyticus.
Gambaran klinis dari penyakit infeksi saluran kemih umumnya adalah sebagai
berikut:
-

rasa sakit pada punggung


adanya darah pada urin (hematuria)
adanya protein pada urin (proteinuria)
urin yang keruh
ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar
demam
dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia)
tidak nafsu makan
lemah dan lesu (malaise)
rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)
rasa sakit di atas bagian daerah pubis (pada wanita)
32

rasa tidak nyaman pada daerah rectum (pada pria)

Media pembiakan yang sesuai untuk berbagai mikroorganisme penyebab


meningitis adalah media agar darah dan agar mac conkey.
Diagnosa yang dilakukan untuk pendeteksian penyakit infeksi saluran
kemih adalah dengan tujuan untuk mengidentifikasikan adanya infeksi bakteri
yang menyebabkan penyakit tersebut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala
yang ada, namun gejala- gejala dari infeksi saluran kemih, baik akut maupun
kronik sangat sukar dibedakan dengan infeksi saluran kemih yang biasa. Hal ini
dikarenakan gambaran klinik dari infeksi saluran kemih berat mirip dengan
infeksi bakteri biasa.14,15
4. OBESITAS
4.1 Definisi obesitas
Obesitas adalah suatu kelainan akibat penimbunan jaringan lemak tubuh
yang berlebihan. Penyebab obesitas secara pasti belum jelas, tetapi obesitas
umumnya diakibatkan oleh ketidakseimbangan antara asupan dan penggunaan
energi, dimana asupan lebih besar daripada penggunaan energi. Obesitas
disebabkan oleh banyak hal tetapi terutama oleh faktor genetik dan lingkungan. Di
negara yang sedang berkembang, faktor lingkungan agaknya sangat berperan.
Perubahan pola makan dan kurangnya aktivitas tubuh dalam kehidupan seharihari sangat menentukan penimbunan lemak di tubuh.16
4.2 Kriteria Obesitas
Cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak, tetapi cara yang
paling mudah secara medis adalah dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT).
Selain dengan menentukan indeks massa tubuh (IMT), obesitas dapat juga diukur
dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obes sentral atau perifer.
Indeks massa tubuh
Indeks massa tubuh menggambarkan kelebihan jaringan lemak diseluruh
tubuh yang dapat dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram (kg)
dengan tinggi badan dalam meter pangkat dua (m2).
33

4.3 Obesitas sentral


Diatas telah disebutkan bahwa untuk menentukan secara mudah seseorang
obes hanya dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT). Hasil penelitian
membuktikan memang ada korelasi antara indeks massa tubuh (IMT) dan
kejadian morbiditas serta mortalitas akibat obesitas yaitu semakin besar indeks
massa tubuh (IMT) semakin besar pula risiko menderita suatu penyakit,
sedangkan distribusi lemak tubuh lebih berkaitan erat dengan kejadian penyakit
terutama kardiovaskuler. Lemak dalam tubuh kita didistribusikan (ditimbun)
terutama pada dua tempat yang berbeda yaitu di bagian perut (abdomen) dan di
bagian bokong (gluteus). Pada pria, lemak tubuh banyak didistribusikan di bagian
atas tubuh yaitu bagian perut. Oleh karena itu disebut sebagai obes viseral atau
sentral yang dikenal juga dengan nama obes tipe android. Sedangkan pada wanita
cenderung di bagian bawah tubuh yaitu di daerah gluteofemoral, oleh karena itu
disebut obes perifer atau obes tipe ginoid. Secara anatomis, obes sentral
merupakan penimbunan lemak yang terdapat di abdomen baik subkutan maupun
intraabdominal (visceral abdomen). Jaringan intra abdominal terdiri atas lemak
intraperitoneal (omentum dan mesenterik) dan retroperitoneal. Suatu kenyataan
bahwa obes sentral lebih besar hubungannya dengan morbiditas dan mortalitas
akibat obesitas, misalnya diabetes melitus, hipertensi, sindroma metabolik dan
penyakit jantung koroner, maka dalam menentukan seseorang apakah obes atau

34

tidak, mengukur indeks massa tubuh (IMT) saja tidaklah cukup, lebih baik apabila
selain indeks massa tubuh (IMT), juga diukur adanya obes sentral.16,17
Pemeriksaan baku emas obesitas sentral adalah dengan cara pencitraan
yaitu CT-scan, MRI, maupun densitometri (DXA). Sayangnya pemeriksaan
tersebut selain tidak praktis juga membutuhkan biaya mahal. Oleh karena itu
dicari cara lain yaitu dengan cara anthropometris sederhana. Dikenal dua cara
anthropometris yaitu menghitung indeks ratio lingkar pinggang terhadap panggul
(RPP) dan pemeriksaan dengan mengukur lingkar pinggang. Lingkar pinggang
lebih praktis, dan terbukti lebih dapat mendeteksi adanya penimbunan lemak
abdominal dibandingkan RPP . Oleh karena itu, baik WHO maupun National
Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III)
merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang .
Kesepakatan oleh WHO bahwa lingkar pinggang yang abnormal untuk orang Asia
adalah > 90 cm untuk pria, dan > 80 cm untuk wanita.17

Rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul (rasio pinggang terhadap


panggul, RPP) juga merupakan suatu cara untuk menentukan obesitas sentral,
dengan membagi lingkar pinggang dengan lingkar panggul. Disebut obes sentral
bila, RPP > 0,1 pada pria, dan > 0,80 pada wanita
Pemeriksaan lingkar panggul lebih berkorelasi dengan jaringan lemak
subkutan daripada jaringan lemak intraabdomen, lingkar panggul dipengaruhi
oleh massa otot gluteal dan ukuran pelvis yang bervariasi antara subjek dan
lemak. Sedangkan lingkar pinggang lebih menggambarkan lemak tubuh karena

35

tidak dipengaruhi oleh banyak struktur tulang (hanya vertebrae). Depres dkk
mengevaluasi lingkar pinggang dan lingkar panggul,dan mendapatkan bahwa
dalam kurun waktu 20 tahun baik indeks massa tubuh (IMT), lingkar pinggang
dan lingkar panggul bertambah besar, walaupun demikian RPP tetap tidak berubah
sedangkan lingkar pinggang jelas sudah berbeda 20 cm. Dengan demikian jelas
lingkar pinggang lebih menggambarkan perubahan jaringan lemak abdominal
daripada RPP.16

4.4 Sindroma Metabolik


Sindrom metabolik (SM) adalah kondisi dimana seseorang memiliki
tekanan darah tinggi, obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa
hiperglikemik. Kriteria yang sering digunakan untuk menilai pasien SM adalah
NCEP-ATP III, yaitu apabila seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria yang
disepakati, antara lain: lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm;
hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/dL), kadar HDL-C < 40
mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita; tekanan darah > 130/85 mmHg;
dan kadar glukosa darah puasa > 110 mg/dL.20,21,

36

Etiologi Sindrom Metabolik belum dapat diketahui secara pasti. Suatu


hipotesis menyatakan bahwa penyebab primer dari Sindrom Metabolik adalah
resistensi insulin Patofisiologi SM masih menjadi kontroversi, namun hipotesis
yang paling banyak diterima adalah resistensi insulin. Obesitas merupakan
komponen utama kejadian SM, namun mekanisme yang jelas belum diketahui
secara pasti. Obesitas yang diikuti dengan meningkatnya metabolisme lemak akan
menyebabkan produksi Reactive Oxygen Species (ROS) meningkat baik di
sirkulasi maupun di sel adiposa. Meningkatnya ROS di dalam sel adipose dapat
menyebabkan keseimbangan reaksi reduksi oksidasi (redoks) terganggu, sehingga
enzim antioksidan menurun di dalam sirkulasi. Keadaan ini disebut dengan stres
oksidatif. Meningkatnya stres oksidatif menyebabkan disregulasi jaringan adiposa
dan merupakan awal patofisiologi terjadinya SM, hipertensi dan aterosklerosis.
Faktor resiko SM meliputi gaya hidup (pola makan, merokok, aktivitas
fisik), genetic, social ekonomi. 22
5. HIPOKALEMI
5.1 Definisi
Kalium merupakan salah satu dari banyak elektrolit dalam tubuh Anda.
Hal ini ditemukan di dalam sel. Tingkat normal kalium sangat penting untuk
pemeliharaan

jantung,

dan

fungsi

sistem

saraf.

Hipokalemia

adalah

ketidakseimbangan elektrolit dan diindikasikan oleh tingkat rendah kalium dalam


darah. Nilai dewasa normal untuk kalium 3,5-5,3 mEq / L.
5.2 Etiologi
Penyebab lain hipokalemia meliputi:
1 Peningkatan ekskresi (atau kerugian) dari kalium dari tubuh Anda.
2 Beberapa obat dapat menyebabkan kehilangan kalium yang dapat
menyebabkan hipokalemia. Obat yang umum termasuk diuretik loop
(seperti Furosemide). Obat lain termasuk steroid, licorice, kadang-kadang
3

aspirin, dan antibiotik tertentu.


Ginjal (ginjal) disfungsi - ginjal tidak dapat bekerja dengan baik karena
suatu kondisi yang disebut Asidosis Tubular Ginjal (RTA). Ginjal akan
mengeluarkan terlalu banyak kalium. Obat yang menyebabkan RTA
termasuk Cisplatin dan Amfoterisin B.
37

Kehilangan cairan tubuh karena muntah yang berlebihan, diare, atau

berkeringat.
Endokrin atau hormonal masalah (seperti tingkat aldosteron meningkat) aldosteron adalah hormon yang mengatur kadar potasium. Penyakit tertentu
dari sistem endokrin, seperti aldosteronisme, atau sindrom Cushing, dapat
menyebabkan kehilangan kalium.23
Adapun penyebab lain dari timbulnya penyakit hipokalemia : muntah

berulang-ulang, diare kronik, hilang melalui kemih (mineral kortikoid berlebihan


obat-obat diuretik).23
5.3 Patofisiologi
Kalium adalah kation utama cairan intrasel. Kenyataannya 98 % dari
simpanan tubuh (3000-4000 mEq) berada didalam sel dan 2 % sisanya (kira-kira
70 mEq) terutama dalam pada kompetemen ECF. Kadar kalium serum normal
adalah 3,5-5,5 mEq/L dan sangat berlawanan dengan kadar di dalam sel yang
sekitar 160 mEq/L. Kalium merupakan bagian terbesar dari zat terlarut intrasel,
sehingga berperan penting dalam menahan cairan di dalam sel dan
mempertahankan volume sel. Kalium ECF, meskipun hanya merupakan bagian
kecil dari kalium total, tetapi sangat berpengaruh dalam fungsi neuromuskular.
Perbedaan kadar kalium dalam kompartemen ICF dan ECF dipertahankan oleh
suatu pompa Na-K aktif yang terdapat dimembran sel.
Rasio kadar kalium ICF terhadap ECF adalah penentuan utama potensial
membran sel pada jaringan yang dapat tereksitasi, seperti otot jantung dan otot
rangka. Potensial membran istirahat mempersiapkan pembentukan potensial aksi
yang penting untuk fungsi saraf dan otot yang normal. Kadar kalium ECF jauh
lebih rendah dibandingkan kadar di dalam sel, sehingga sedikit perubahan pada
kompartemen ECF akan mengubah rasio kalium secara bermakna. Sebaliknya,
hanya perubahan kalium ICF dalam jumlah besar yang dapat mengubah rasio ini
secara bermakna. Salah satu akibat dari hal ini adalah efek toksik dari
hiperkalemia berat yang dapat dikurangi kegawatannya dengan meingnduksi
pemindahan kalium dari ECF ke ICF. Selain berperan penting dalam
mempertahankan fungsi nueromuskular yang normal, kalium adalah suatu
kofaktor yang penting dalam sejumlah proses metabolik.

38

Homeostasis kalium tubuh dipengaruhi oleh distribusi kalium antara ECF


dan ICF, juga keseimbangan antara asupan dan pengeluaran. Beberapa faktor
hormonal dan nonhormonal juga berperan penting dalam pengaturan ini, termasuk
aldostreon, katekolamin, insulin, dan variabel asam-basa.
Pada orang dewasa yang sehat, asupan kalium harian adalah sekitar 50-100
mEq. Sehabis makan, semua kalium diabsorpsi akan masuk kedalam sel dalam
beberapa menit, setelah itu ekskresi kalium yang terutama terjadi melalui ginjal
akan berlangsung beberapa jam. Sebagian kecil (<20%) akan diekskresikan
melalui keringat dan feses. Dari saat perpindahan kalium kedalam sel setelah
makan sampai terjadinya ekskresi kalium melalui ginjal merupakan rangkaian
mekanisme yang penting untuk mencegah hiperkalemia yang berbahaya. Ekskresi
kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, natrium tubulus distal dan laju
pengeluaran urine. Sekresi aldosteron dirangsang oleh jumlah natrium yang
mencapai tubulus distal dan peningkatan kalium serum diatas normal, dan tertekan
bila kadarnya menurun. Sebagian besar kalium yang di filtrasikan oleh
gromerulus akan di reabsorpsi pada tubulus proksimal.
Aldosteron yang meningkat menyebabkan lebih banyak kalium yang
terekskresi kedalam tubulus distal sebagai penukaran bagi reabsorpsi natrium atau
H+. Kalium yang terekskresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi kalium
dalam tubulus distal juga bergantung pada arus pengaliran, sehingga peningkatan
jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria) juga akan
meningkatkan sekresi kalium.
Keseimbangan asam basa dan pengaruh hormon mempengaruhi distribusi
kalium antara ECF dan ICF. Asidosis cenderung untuk memindahkan kalium
keluar dari sel, sedangkan alkalosis cenderung memindahkan dari ECF ke ICF.
Tingkat pemindahan ini akan meingkat jika terjadi gangguan metabolisme asambasa, dan lebih berat pada alkalosis dibandingkan dengan asidosis. Beberapa
hormon juga berpengaruh terhadap pemindahan kalium antara ICF dan ECF.
Insulin dan Epinefrin merangsang perpindahan kalium ke dalam sel. Sebaliknya,
agonis alfa-adrenergik menghambat masuknya kalium kedalam sel. Hal ini
berperan penting dalam klinik untuk menangani ketoasidosis diabetik.23
5.4 Manifestasi klinik

39

CNS dan neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam

menghilang.
Pernapasan; otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
Saluran cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual mmuntah.
Kardiovaskuler; hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
Ginjal; poliuria,nokturia.23

5.6 Pemeriksaan Diagnostik


1. Kalium serum : penurunan, kurang dari 3,5 mEq/L.
2. Klorida serum : sering turun, kurang dari 98 mEq/L.
3. Glukosa serum : agak tinggi.
4. Bikarbonat plasma : meningkat, lebih besar dari 29 mEq/L.
5. Osmolalitas urine : menurun.
6. GDA : pH dan bikarbonat meningkat (Alkalosit metabolik).
5.7 Penatalaksanaan
a. Pemberian K melalui oral atau Intravena untuk penderita berat.
b. Pemberian kalium lebih disenangi dalam bentuk oral karena lebih mudah.
c. Pemberian 40-60 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L,
sedangkan pemberian 135-160 mEq dapat menaikkan kadar kalium sebesar
2,5-3,5 mEq/L. Bila ada intoksikasi digitalis, aritmia, atau kadar K serum
Bila kadar kalium dalam serum > 3 mEq/L, koreksi K cukup per oral.
d. Monitoring kadar kalium tiap 2-4 jam untuk menghindari hiperkalemia
terutama pada pemberian secara intravena.
e. Pemberian K intravena dalam bentuk larutan KCl disarankan melalui vena
yang besar dengan kecepatan 10-20 mEq/jam, kecuali disertai aritmia atau
kelumpuhan otot pernafasan, diberikan dengan kecepatan 40-100 mEq/jam.
KCl dilarutkan sebanyak 20 mEq dalam 100 cc NaCl isotonic.

40

BAB III
PEMBAHASAN
Problem 1. Hiperkortisolisme
Pasien didiagnosis sebagai Hiperkortisolisme. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang sebagai
gold standard penegakan diagnosis.
Tanda

Gejala

Distribusi lemak

Pada dewasa

Buffalo hump
Obesitas sentral
Facies pletorik
Moon face
Kenaikan BB

Gambaran protein wasting


tulang

dan
-

Perubahan selera makan


Penurunan konsentrasi berfikir
Penurunan libido
Kelelahan
Gangguan memori jangka pendek
Insomnia
Iritabilitas
Gangguan Menstruasi
Gangguan mood
Osteoporosis

Demineralisasi

osteoporosis
Mudah memar
Gangguan mekanisme pertahanan Pada anak-anak
Edema tunkai
Kelemahan otot proximal
- Virilasi genital abnormal
Purpura
- Pubertas tertunda
Kulit menipis
- Pertumbuhan terhenti
Striae rubrae
- Pubertas

41

Gambaran tidak sepsifik


-

Hipertensi
Diabetes
Dislipidemi
Perubahan endokrin
Intoleransi glukosa
Kondisi hiperkoagulasi
Manifestasi kulit

Pseudoprekoks
Perawatan pendek
Pertumbuhan lambat

Gangguan neuropsikiatri
-

Depresi mayor
Mania
Psikosis

Frekuensi Gejala dan tanda Hiperkortisolisme : 1,7


Gejala/Tanda
Obesitas sentral
Moon face
Atrofi kulit dan memar
Hipertensi (TD> 150/90 mmHg)
Diabetes/intoleransi glukosa
Disfungsi gonad
Kelemahan otot
Hirsutisme, jerawat
Gangguan mood
Osteoporosis
Edema
Polidipsi/poliuri
Infeksi jamur

Frekuensi Penderita (%)


97
89
75
76
70
69
68
56
55
40
15
10
8

Pada pasien didapatkan :


Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan tanggal 21 September 2016, di
dapatkan data bahwa pasien telah mengalami sariawan sejak 1 bulan yang lalu,
lidah terasa nyeri (+), lemas (+), mudah cemas (+), Kemerahan (+), pipi terasa

42

tebal (+), Kenaikan BB (+), kaki bengkak (+/+), BAK sering 6-7x/hari dan BAB
(+)dalam batas normal.
Physical findings in Cushing syndrome. 4

Kortisol bebas urin 24 jam Overnight 1 mg DST


Late night salivary
(>2 tes)Cortisol (>2 tes)
Pertimbangkan
Pada pasien
didapatkan : kontra indikasi sebelum melakukan tiap tes
Gunakan 48 jam, 2 mg-DST pada populasi tertentu
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit dan
kesadaran composmentis. BMI 26.25 (Obesitas I), terdapat penipisan rambut pada
kepala (+), wajah tampak bundar, facial plethora (+), kulit berminyak, sariawan
(+) pada mukosa mulut, bercak kehitaman pada kulit, buffalo hump (+) di leher
posterior, pada pemeriksaan abdomen didapatkan striae (+), pada pemeriksaan
ABNORMAL Normal ( Bukan sindrom cushing)
ekstremitas didapatkan atrofi cutan pada ekstremitas superior (+/+) dan edem
pada ekstremitas inferior (+/+)
kemungkinan
penyebab
fisiologi
hiperkortisolisme
Alur Singkirkan
diagnosis untuk
mengevaluasi pasien
tersangka
menderita
sindrom Cushing.
1, 7

Konsultasi dengan ahli endokrin

Lakukan 1 atau 2 tes diatas


Anjurkan untuk preriksa tes ulang tes dengan hasil abnormal
43
Anjurkan Dex-CRH or midmnight
serum cortisol pada populasi tertentu

Hasil berbeda

ABNORMAL

Normal
(bukan sindrom cushing)

(anjurkan pemeriksaan tambahan)

SINDROM CUSHING

Tanda-tanda klinis
Peningkatan kortisol bebas urin (3 kali pengumpulan urin 24 jam)
Kurangnya supresi kortisol setelah uji dexamethasone dosis rendah
Peningkatan kortisol liur larut malam (tes tidak dinilai komplit)

Kortisol plasma larut malam


Ritme diural kortisol
Tes 2 mg DST CRH

Hiperkortisolisme

Sindrom cushing

ACTHHipofisisEktopik
-ACTHRendahNormal/tingginormal/sangat tinggi
Tes CRHRespon (-)Respon (+)Respon jarang
DEX 8 mg Supresi (-)Supresi (+)Supresi jarang
CT/MRI adrenalMassa (+)normal/hyperplasianormal/hyperplasia
MRI hipofisisNormalTumor (60%)Normal
BIPSSTidak dapatGradien (+) Gradien (-)
Ditetapkan(pituitary/perifer)(pituitary/perifer)

44

Pengobatan

Hiperkortisolisme

tergantung

ACTH

tidak

seragam,

bergantung apakah sumber ACTH adalah hipofisis / ektopik. Jika dijumpai tumor
hipofisis. Sebaiknya diusahakan reseksi tumor. Jika terdapat bukti hiperfungsi
hipofisis namun tumor tidak dapat ditemukan maka sebagai gantinya dapat
dilakukan radiasi pada kelenjar hipofisis. Kelebihan kortisol

juga dapat

ditanggulangi dengan adrenolektomi total dan diikuti pemberian kortisol dosis


fisiologik. Bila kelebihan kortisol disebabkan oleh neoplasma disusul kemoterapi
pada penderita

dengan karsinoma/ terapi pembedahan. Digunakan obat dengan

jenis metyropone, amino gluthemide yang bisa mensekresikan kortisol.


Pada pasien ini belum dilakukannya uji kadar kortisol, uji supresi
dexamethasone , dan kadar ACTH plasma maka pada pasien masih suspek
Hiperkortisolisme hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik sehingga
pada pasien ini belum dapat diberikan terapi.
Edukasi yang diberikan pada pasien adalah Menjelaskan mengenai penyakit yang
dialami pasien merupakan suatu kumpulan gejala, dan menjelaskan pemeriksaan
lanjutan yang akan dilakukan.
Problem 2. Stomatitis
Stomatitis ditegakkan berdasar atas anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Gambaran klinis dari Stomatisis : Lesi bersifat ulcerasi, bentuk oval / bulat, Sifat
tersebar, batasnya jelas, biasa singulas (sendiri-sendiri) dan multiple (kelompok),
tepi merah, lesi dangkal, lesi sembuh tanpa meninggalkan jaringan parut

45

46

Infeksi virus dan bakteri juga diduga sebagai pencetus timbulnya sariawan
ini. Ada pula yang mengatakan bahwa sariawan merupakan reaksi imunologik
abnormal pada rongga mulut. Dan imunologik sangat erat hubungannya dengan
psikologis (stress). Faktor psikologis (stress) telah diselidiki berhubungan dengan
timbulnya stomatitis (sariawan) di sebagian besar masyarakat.
Pada pasien Cushing sindrom didapatkan daya imunitas yang rendah
sehingga dapat menjadi factor resiko terjadinya infeksi lebih tinggi.
Pada pasien gejala yang didapatkan adalah. sariawan (+) pada mukosa mulut,
dirasakan terus menerus, berpindah-pindah tempat, dirasakan semakin bertambah
banyak, perih (+), Lidah terasa nyeri (+). Pada pemeriksaan fisik sariawan (+) lesi
dangkal, bentuk oval, batas tegas, ,multiple.
Diagnosis Stomatitis dengan dilakukan swab atau kultur pada rongga mulut
Pada pasien ini sudah dilakukan tes swab rongga mulut pengecatan gram dengan
hasil C. dophteriae (-), diplococcus (+), kuman batang gram negatif (+), kuman
batang gram positif (+), yeast cell (+), pseudohifa (+). Dan pada pemeriksaan
HIV didapatkan hasil non reaktif, ds DNA 27,5 mg//dl (negative), ANA test 8,8
mg/dl (negative)
Penatalaksanaan stomatitis dengan :
a) Hindari makanan yang semakin memperburuk kondisi
b) Sembuhkan penyakit atau keadaan yang mendasarinya.
c) Pelihara kebersihan mulut dan gigi serta mengkonsumsi nutrisi yang cukup,
terutama makanan yang mengandung vitamin 12 dan zat besi.
d) Hindari stress
e) Pemberian Atibiotik
Harus disertai dengan terapi penyakit penyebabnya
f) Terapi
Pengobatan stomatitis karena herpes adalah konservatif. Pada beberapa
kasus diperlukan antivirus. Pengobatan stomatitis aphtosa terutama
penghilang rasa sakit topikal. Pengobatan jangka panjang yang efektif
adalah menghindari faktor pencetus.

47

Assessment yang dilakukan adalah mencari Etiologi kuman, penyakit yang


mendasari seperti HIV dan Autoimun
Pada pasien ini diberikan Nistatin drol 3x 1cc untuk mengurangi gejala yang
dirasakan.
Problem 3. Piuria + Proteinuria + bakteriuri
Diagnosis ISK berdasarkan tanda klinis dan pemeriksaan laboratorium.
Manifestasi klinis pada ISK :
Gambaran klinis dari penyakit infeksi saluran kemih umumnya adalah sebagai
berikut:

rasa sakit pada punggung


adanya darah pada urin (hematuria)
adanya protein pada urin (proteinuria)
urin yang keruh
ketidakmampuan berkemih meskipun tidak atau adanya urin yang keluar
demam
dorongan untuk berkemih pada malam hari (nokturia)
tidak nafsu makan
lemah dan lesu (malaise)
rasa sakit pada saat berkemih (dysuria)
rasa sakit di atas bagian daerah pubis (pada wanita)
rasa tidak nyaman pada daerah rectum (pada pria)
Sedangkan dari hasil pemeriksaan dengan menggunakan kultur urin untuk

melihat adanya kolonisasi infeksi dengan ditemukannya bakteri >10 5 CFU/ml.


kriteria ini terlihat adanya koloni > 100 koloni kuman dalam media kultu.
Sedangkan pada pemeriksaan mikroskopis

urin didapatkan Leukosit dalam urin

lebih dari 20.0 /Ul, terdapat proteinuria dalam urin dan bakteri dalam urin >100/ul
Penyebab ISK bermacam-macam, yaitu dapat disebabkan oleh bakteri masuk ke
dalam uretraKelompok beresiko yang rentan terkena ISK :
1. Penderita batu ginjal dan pria yang mengalami pembengkakan kelenjar
2.
3.
4.
5.

prostat
Pemakaian kateter
Kelainan pada struktur kemih
Wanita
Wanita hamil

48

6.
7.

Pendeita Diebetes
Orang dengan system kekebalan tubuh rendah

Manifestasi klinik yang didapatkan pada pasien ini : demam (+) dan
didapatkankadar leukosit 1,827.6/uL dan bakteri dalam urin (+)165,8/uL, Protein
dalam urin 25mg/dl
Pada pasien ini diberikan Terapi antibiotik Injeksi ceftriaxon 2gr/24 jam.
Karena pada pasien ini belum dilakukannya uji sensitifitas antibiotik. Ceftriakson
merukapan pilihan yang tepat sebagai antibiotic spectrum luas dan memiliki
efektifitas tinggi terhadap

bakteri gram positif dan gram negative. Serta

diberikan edukasi kepada pasien menampung urin untuk pemeriksaan lebih lanjut
Problem 4. Obesitas
Diagnosis

didasarkan

atas

gejala

klinis

dan

hasil

pemeriksaan

antropometrik, Diagnosis ditegakkan bila ditemkan gejala klinis obesitas, disertai


dengan adanya data antropometrik untuk perbandingan BB dan TB, lingkaran
lengan atas dan tebalnya lapisan kulit, paling sedikit 10% di atas nilai normal.
Cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur indeks massa
tubuh (IMT). Selain dengan menentukan indeks massa tubuh (IMT), obesitas
dapat juga diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu obes sentral
atau perifer.
Indeks massa tubuh
Indeks massa tubuh menggambarkan kelebihan jaringan lemak diseluruh tubuh
yang dapat dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan
tinggi badan dalam meter pangkat dua (m2).

49

Pada pasien didapatkan 26,25 kg/m2 dalam batasan overweight namun


dalam pemeriksaan fisik didapatkan distribusi lemak tubuh yang tidak merata
hanya terdapat di bagian abdomen sedangkan pada ekstremitas didapatkan atrofi
cutan.
Secara anatomis, obes sentral merupakan penimbunan lemak yang terdapat
di abdomen baik subkutan maupun intraabdominal (visceral abdomen). Jaringan
intra abdominal terdiri atas lemak intraperitoneal (omentum dan mesenterik) dan
retroperitoneal.

Obes sentral lebih besar hubungannya dengan morbiditas dan

mortalitas akibat obesitas, misalnya

diabetes melitus, hipertensi, sindroma

metabolik dan penyakit jantung coroner..16,17


Untuk menentukan pasien dalam kategori obes sentral atau tidak dilakukan
dengan menggunakan pemerksaan cara anthropometris sederhana. Dikenal dua
cara anthropometris yaitu menghitung indeks ratio lingkar pinggang terhadap
panggul (RPP) dan pemeriksaan dengan mengukur lingkar pinggang. Lingkar
pinggang lebih praktis, dan terbukti lebih dapat mendeteksi adanya penimbunan
lemak abdominal dibandingkan RPP . Oleh karena itu, baik WHO maupun
National Cholesterol Education Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP
III) merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang .
Kesepakatan oleh WHO bahwa lingkar pinggang yang abnormal untuk orang Asia
adalah > 90 cm untuk pria, dan > 80 cm untuk wanita.17

50

Pemeriksaan baku emas obesitas sentral adalah dengan cara pencitraan


yaitu CT-scan, MRI, maupun densitometri (DXA). Namun pada pasien tidak dapat
dilakukan karena untuk melakukan pemeriksaat tersebut butuh biaya yang cukup
banyak.
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan
Lingkar pinggang 96 cm dan lingkar panggul 114 cm. dengan demikian
memenuhi kriteria

obesitas sentral pada perhitungan lingkar pinggang > 80 cm

untuk wanita dan rasio indeks ratio lingkar pinggang terhadap panggul (RPP) 96
cm : 114 cm didapatkan RPP 0,84 sesuai teori yang menyatakan obes sentral jika
RPP > 0,80 pada wanita
Pada pasien dilakukan evaluasi terhadap kadar lipid dan BMI nya untuk
memantau adanya sindroma metabolic dan Faty liver
Dilakukan evaluasi adanya sindroma metabolic karena Sindrom metabolik (SM)
merupakan suatu kondisi dimana seseorang memiliki tekanan darah tinggi,
obesitas sentral dan dislipidemia, dengan atau tanpa hiperglikemik.

51

Kriteria NCEP-ATP III untuk menilai Sindroma Metabolik, yaitu apabila


seseorang memenuhi 3 dari 5 kriteria

lingkar perut pria > 102 cm atau wanita > 88 cm


hipertrigliseridemia (kadar serum trigliserida > 150 mg/dL),
HDL-C < 40 mg/dL untuk pria, dan < 50 mg/dL untuk wanita
Tekanan darah > 130/85 mmHg
glukosa darah puasa > 110 mg/dL.20,21

Pada pasien didapatkan 3 dari 5 kriteria tersebut, yaitu ; pada pemeriksaan


Lingkar pinggang didapatkan > 88 cm (96 Cm), kadar serum trigliserida > 150
mg/dL(187 mg/dL), HDL-C < 50 mg/dL (23 mg/dl).
Tatalaksana yang diberikan pada pasien yaitu diberi edukasi tentang penyakit
dan komplikasi yang dapat terjadi serta edukasi untuk merubah pola hidup, dan
penatalaksanaan sindrom metabolic Pada pasien diberikan Diet rendah lemak,
rendah kolesterol. Serta dilakukan monitoring terhadap Profil lipid 1 bulan post
terapi, BMI, Lingkar perut 1 bulan post terapi.
Problem 5. Hipokalemi
Hipokalemia adalah ketidakseimbangan elektrolit dan diindikasikan oleh
tingkat rendah kalium dalam darah. Nilai dewasa normal untuk kalium 3,5-5,3
mEq / L. Diagnosis hipokalemi berdasarkan pemeriksaan laboratorium dengan
kadar kalium kurang dari 3.5 mmol/L.
Pada pasien kadar 3.2 mmol/L
Penyebab hipokalemi bermacam-macam, beberapa diantaranya:
a. Gagal ginjal, gagal hati, , malabsorbsi, keganasan
b. Intake makanan yang kurang
c. Proses inflamasi akut atau kronik
d. Efek obat
e. Endokrin atau hormonal
Manifestasi klinis yang didapat pada pasien hipokalemi adalah :

CNS dan neuromuskular; lelah, tidak enak badan, reflek tendon dalam

menghilang.
Pernapasan; otot-otot pernapasan lemah, napas dangkal (lanjut)
Saluran cerna; menurunnya motilitas usus besar, anoreksia, mual, muntah.
Kardiovaskuler; hipotensi postural, disritmia, perubahan pada EKG.
Ginjal; poliuria,nokturia.23

52

Pada pasien didapatkan manifestasi klinis, lelah (+), mual (+), polyuria (+). Dan
diberikan terapi KSR tab 600mg/12 jam, monitoring Cek elektrolit 3 hari lagi.
Serta diberika edukasi 3 hari lagi akan dilakukan pemeriksaan darah ulang

LAMPIRAN
USG ABDOMEN

53

54

KLINIS : CUSGING SINDROM


Hepar

: Ukuran tak membesar, parenkim homogeny, ekogenitas


meningkat, dengan batas vascular kabur, tak tampak nodul, v.
porta tak melebar, v. hepatica tak melebar

Duktus biliaris : Intra dan ekstra hepatal tak meningkat


Vesika velea

: dinding tak menebal, tak tampak batu, tak tampak sludge

Pankreas

: Parenkim homogen, tak tampak masa maupun kalsifikasi

Ginjal kanan

: Bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak


tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tak melebar,
uteroproximal tak melebar

Ginjal kiri

: Bentuk dan ukuran normal, batas kortikomeduler jelas, tak


tampak penipisan korteks, tak tampak batu, PCS tak melebar,
uteroproximal tak melebar

Lien

: Tak melebar, tak tampak masa

Aorta

: tak tampak nodul para aorta

Vesika urinaria: dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak
tampak masa, tak tampak struktur uterus
Tak tampak cairan bebas intra abdomen
Tak tampak cairan bebas supra diagfragma kanan kiri
KESAN :
Fatty liver grade II
Sludge vesika felea
Tak tampak kelainan lain pada sonografi organ-organ intraabdomen lainnya

TANDA KLINIS CUSHING SYNDROM

55

Buffalo hump

Striae abdomen

56

DAFTAR PUSTAKA

1. Piliang S, Bahri C. Hiperkortisolisme. In : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid


III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV FKUI.
2006.halm .1979-1983.

57

2. Schteingart D. Gangguan Hipersekresi Adrenal. In : Price SA, Wilson LM,


editors. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Ed 6. Vol 2. Jakarta: EGC;
2003.hlm.1237-1244.
3. NIDDK. Cushing Syndrome. U.S Department of Health and Human Services.
2010 . http://endocrine.niddk.nih.gov/pubs/cushings/Cushings_Syndrome_FS. pdf
4. Adler GK. Cushing Syndrome. Harvard Medical School. USA 2009. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/117365.
5. The History of Cushings Disease: a controversial tale, J R Soc Med. 2006 June;
84(6): 363366
6. Stephen J, McPhess, Maxine A. Current Medical diagnosis and Treatment 2010.
Chapter 26-Cushing Syndrome. McGraw-Hill : 2010
7. Gordon H, et al. Disorders of the Adrenal Cortex-Cushing syndrome. In: Kasper
D, et al, editors. Harrison Principle Of Internal Medicine Sixteenth Edition.Mc.
Graw-Hill. New York. USA 2005.hlm.2134-2138
8. Chamberlin, Stacey. Narins, Brigham. 2005. Encyclopedia of Neurological
Disorders. Gale Group :131
9.

Judith A. Kaufmann,Low Back Pain : Diagnosis and Management in Primary


care Dalam Lippncotts Primary Care Practice, Vol 3. Number 4. July
2000,Philadelphia : Lippincott William & William Inc.

10. Lumbantobing SM, Tjokronegoro A, Junada A. Nyeri Pinggang BawahJakarta.


Fakultas . Kedokteran Universitas Indonesia.
11. Sidharta, Priguna.2009. Neurologi Klinis dalam Praktek Umum. Dian Rakyat.
Jakarta. 202

58

12. Inayah, Lin. 2004. Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah, Edisi 1. Salemba


Medika : Jakarta
13. Muttaqin dan Sari. 2011. Gangguan Gastrointestinal Medikal Bedah. Salemba
Medika : Jakarta
14. Gupte S : Mikrobiologi dasar. Edisi ketiga, Binarupa aksara Jakarta, 2002.
15. Jawetz. E , Melnick & Adelberg : Mikrobiologi Kedokteran, edisi 20 EGC Jakarta
2005.
16. World Health Organization. Obesity: Preventing and managing the global
epidemic. Report of a WHO Consultation.World Health Organization, Geneva
1999.
17. The Asia-Pacific perspective: Redefining obesity and its treatment. World Health
Organization Collaborating Centre for the Epidemiology of Diabetes Mellitus and
Health Promotion for Noncommunicable Disease. Melbourne 2000.
18. Despres JP, Lemieux S, Prudhomme D. Treatment of obesity:need to focus on
high risk abdominally obese patients. BMJ 2001; 322:716-720
19. Vermunt et al. Effects of Sugar Intake on Body Weight: A Review. Obesity
Reviews (2003) 4, 9199
20. Wamala, S.P. et al. Determinat of Obesity in relation to socioeconomic status
among middle aged Swedish women. Preventive Medicine Vol 26 Issue 5,
September 1997, page 734-744
21. WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing the Global Epidemic. Geneva.
22. Widjaya A, et al, 2004. Obesitas dan Sindrom Metabolik. Forum Diagnosticum.
4:1-16

59

23. Price, S. A. dan Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi : Konsep Klinis ProsesProses


Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta: EGC.

60

Anda mungkin juga menyukai