Anda di halaman 1dari 121

PRESENTASI KASUS ILMU

KESEHATAN ANAK
RSUD KOTABARU

MENINGITIS
Pembimbing:
dr. Eka Yusuf Inra, M.Kes, Sp.A
Oleh:
dr. Tania Dewi
dr. Ivan Danusaputra

I. Data Pasien

Nama
: Helmi Rukmana
Umur : 13 tahun
Jenis Kelamin : Laki laki
Alamat
: Tanjung Tengah, Kec. Tanjung
Selayar
Pekerjaan
: Pelajar
Agama
: Islam
Suku Bangsa : Banjar
Tanggal MRS : 20 Juli 2016

II. Anamnesis
(Alloanamesis dari Ibu dan Ayah Pasien)
II.1. Keluhan Utama:
Demam
II.2. Keluhan Tambahan:
- Nyeri kepala
- Muntah
- Tampak gelisah dan sulit diajak bicara
- Tidak bisa BAB

II. Anamnesis
(Alloanamesis dari Ibu dan Ayah Pasien)

II.3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien dibawa ke RSUD Kotabaru dengan keluhan
demam sejak 3 minggu smrs, demam hilang timbul,
tidak menentu waktunya. Pasien sudah diberi obat
penurun panas sebelumnya (Paracetamol) tetapi
keluhan demam tidak membaik. Kejang (-), menggigil
(-), gusi berdarah (-), mimisan (-), ruam kemerahan
pada kulit (-), riwayat batuk dan pilek sebelumnya (-).
Pasien juga mengeluh nyeri kepala sejak 2
minggu smrs. Nyeri kepala dirasakan hingga ke bagian
belakang leher. Nyeri kepala tidak berdenyut dan tidak
dipengaruhi oleh cahaya terang. Riwayat trauma
kepala disangkal.

II. Anamnesis
(Alloanamesis dari Ibu dan Ayah Pasien)
II.3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien juga tampak gelisah dan sulit diajak bicara
sejak 1 hari smrs, sebelumnya pasien sempat muntah
satu kali, muntah tidak menyembur. Muntah berisi air,
ampas (-), muntah warna kecoklatan (-), darah (-).
Pasien belum BAB sejak 1 minggu smrs, buang
angin (+). Riwayat BAK pasien lancar, jernih, warna
kekuningan, riwayat BAK warna hitam dan cokelat
seperti teh disangkal.
Semenjak sakit, nafsu makan dan minum pasien
menurun.

II. Anamnesis
(Alloanamesis dari Ibu dan Ayah Pasien)

II.4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah sakit berat dan tidak pernah
dirawat di rumah sakit sebelumnya.
Keluhan serupa belum pernah dialami oleh pasien.
II.5. Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat keluhan serupa di keluarga (-)
- Riwayat anggota keluarga yang sedang sakit atau
dalam
pengobatan (-)
II.6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien anak kedua dari tiga bersaudara. Sehari-hari
orang tua pasien bekerja sebagai buruh.

II. Anamnesis
(Alloanamesis dari Ibu dan Ayah Pasien)

II.7. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Selama hamil, ibu pasien rutin memeriksakan diri
ke bidan dan tidak pernah sakit berat atau dirawat.
Pasien
lahir cukup bulan, spontan, ditolong oleh bidan.
Waktu
lahir langsung menangis dan tidak biru. Berat
badan
lahir dan
panjang badan lahir ibu tidak
ingat.
II.8. Riwayat Imunisasi
Riwayat imunisasi pasien tidak lengkap, tetapi ibu
pasien
tidak ingat imunisasi apa yang belum
didapatkan oleh pasien.
II.9. Riwayat Tumbuh Kembang
Pertumbuhan dan perkembangan pasien sesuai

III. Pemeriksaan Fisik


Tanggal 20 Juli 2016

Kesadaran / Keadaan Umum


Delirium, tampak gelisah, tidak sianosis, tidak pucat, tidak
ikterik.

Tanda Vital
Frekuensi nadi
= 60 x/menit reguler, isi cukup
Tekanan darah
= 145 / 90 mmHg
Suhu
= 36,5 C, axilla
Frekuensi napas
= 22 x/menit reguler, abdominotorakal

Data Antropologi
Berat Badan
: 29 kg
Tinggi Badan : tidak dilakukan pengukuran

III. Pemeriksaan Fisik


Kepala : Bentuk dan
ukuran normal, tidak teraba benjolan,
rambut hitam terdistribusi merata tidak
mudah dicabut, kulit kepala
tidak tampak kelainan
Leher : Trakhea di tengah, kelenjar tiroid tidak teraba membesar,
kelenjar getah bening submandibula, supra-infra clavicula, cevical tidak
teraba membesar, kaku kuduk (+)
Mata : Palpebra superior et inferior - dextra et sinistra tidak edem,
konjungtiva anemis - / - , sklera ikterik - / - , pupil bulat anisokor,
diameter 3 mm / 1 mm, reflex cahaya - / Telinga : Bentuk normal, liang telinga lapang, sekret (-) , serumen (-) ,
nyeri tekan tragus (-), nyeri tarik aurikuler (-) , kelenjar getah bening
pre-retro-infra aurikuler tidak teraba membesar.
Hidung : Bentuk normal, tidak ada deviasi, sekret -/-, mukosa
hiperemis, napas cuping hidung (-)

tidak

III. Pemeriksaan Fisik

Mulut : Bibir kering, mukosa pucat (-), sianosis perioral (-), lidah
kotor (-), tonsil dan faring tidak dapat dievaluasi.

Thorax:
Cor
Inspeksi :
Pulsasi ictus kordis tidak tampak
Palpasi :
Pulsasi ictus kordis teraba di ICS V MCL sinistra
Perkusi :
Redup
Batas jantung kanan : sejajar ICS V MCL sinistra
Batas jantung kiri
: di ICS V MCL sinistra
Batas jantung atas
: di ICS III parasternal line sinistra
Auskultasi :
Bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-) gallop (-)

III. Pemeriksaan Fisik


Pulmo
Inspeksi :
Bentuk normal, simetris dalam diam dan pergerakan napas,
Palpasi :
Stem fremitus kanan - kiri, depan - belakang sama kuat
Perkusi :
Sonor, batas paru-hepar di ICS V MCL dextra
Auskultasi :
Suara nafas vesikuler, ronkhi - / - , wheezing - / - ,slym - / -

retraksi (-)

Abdomen
Inspeksi :
Tampak mendatar
Palpasi :
Supel, tidak teraba massa, hepar dan lien tidak teraba membesar, nyeri
tekan
dan nyeri
lepas pada seluruh kuadran abdomen (-), turgor kulit
normal
Perkusi :
Timpani pada seluruh kuadran abdomen
Auskultasi :
Bising usus (+) kesan normal
Anus dan genitalia eksterna: tidak tampak kelainan dari luar
Extremitas : akral hangat, edem (-),sianosis (-), deformitas (-), parese (-), CRT <

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan Neurologis:

N. Cranialis : sulit dievaluasi karena pasien tidak kooperatif


Rangsang meningeal :

Kaku kuduk (+)


Brudzinski I (+)
Brudzinski II (+)

Reflex fisiologis :

Biceps + / + , normal
Triceps + / + , normal
Patella + / + , normal
Achilles + / + , normal

Reflex patologis :

Babinsky - / Chaddock - / Oppenheim - / Gordon - / Schaeffer - / -

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 20 Juli 2016):
Hasil

Satuan

Nilai Rujukan

HEMATOLOGI
Hemoglobin

12.4

g/dL

Pria: 13.0 16.0


Wanita : 12.0 14.0

Hematokrit

33.4

Pria: 40.0 48.0


Wanita : 37.0 43.0

Eritrosit

4.61

10^6/uL

MCV

72.5

fL

82.0 92.0

MCH

26.9

pg

27.0 31.0

MCHC

37.1

g/dL

31.0 36.0

Leukosit

11.7

10^3/uL

Hitung jenis
- Limfosit
- Mid
- Gran

8.9
10.5
80.6

%
%
%

Trombosit

555

10^3/uL

Pria : 4.50 5.50


Wanita : 4.0 5.0

5.0 10.0
20.0 48.0
2.0 10.0
42.0 80.0
150.0 400.0

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Laboratorium (tanggal 20 Juli 2016):

Hasil

Satuan

KIMIA DARAH
Ureum
Kreatinin

18
0.8

mg/dL
mg/dL

SGOT (AST)
SGPT (ALT)

28
37

u/L
u/L

SEROLOGI
IMUNOLOGI
Malaria rapid
Widal
- S. typhi O
- S. typhi H
- S. partyphi AO

Nilai
Rujukan
15-39
Pria: 0.9 1.3
Wanita: 0.6
1.1
40
41

Negatif

Negatif

(-) /
Negatif
(-) /
Negatif

<
<
<
<

1/80
1/80
1/80
1/80

IV. Pemeriksaan Penunjang

Rontgen thorax AP:


Foto thorax kesan normal

V. Resume
An. HR, 13 tahun datang dengan keluhan demam sejak 3
minggu smrs, demam hilang timbul. Nyeri kepala sejak 2 minggu
smrs, dirasakan hingga ke bagian belakang leher. Tampak gelisah dan
sulit diajak bicara sejak 1 hari smrs. Muntah satu kali 1 hari smrs,
tidak menyembur. Belum BAB sejak 1 minggu smrs, buang angin
(+). Semenjak sakit, nafsu makan dan minum menurun.
Pemeriksaan Fisik:
Kesadaran / KU : Delirium, tampak gelisah
Leher : kaku kuduk (+)
Mata : pupil bulat anisokor, diameter 3 mm / 1 mm, reflex cahaya
-/ Mulut : bibir kering
Pemeriksaan neurologis:
Rangsang meningeal :
Kaku kuduk (+)
Brudzinski I (+)
Brudzinski II (+)
Pemeriksaan Penunjang :

VI. Diagnosis
Obs. Febris + penurunan kesadaran
e.c. Meningitis (susp. Meningitis
bakterial DD/ Meningitis TB)

VII. Penatalaksanaan
IVFD NaCl 0.9% : Dextrose 5% = 1 : 1 23 tpm
Inj. Cefriaxone 1450 mg/ 12 jam, bolus I.V. (skin test)
Inj. Dexametason 4,3 mg/ 6 jam, bolus I.V. selama 4
hari (diberikan 15-30 menit sebelum atau pada saat
pemberian antibiotik)
Inj. Paracetamol 290 mg/ 8 jam bolus I.V. jika suhu >
38.5C
Pemasangan kateter urine
Pemasangan NGT jika tidak memungkinkan intake oral
Observasi GCS, TTV dan tanda-tanda kegawatan
Saran: Pemeriksaan CSF dan Rontgen Thorax

20 Juli 2016
(hari perawatan ke I)

FOLLOW UP
21 Juli 2016
(hari perawatan ke II)

S:

S:

S:
Demam (-)
Muntah (-)
Nyeri kepala (-)
Tampak gelisah
Belum BAB > 1 minggu
Makan dan minum

Demam (+) turun naik


Muntah 2x tadi subuh,
tidak menyembur
Nyeri kepala (+)
Tampak gelisah
Belum BAB 1 minggu
Makan dan minum
O:

O:
Kes: Delirium, KU: tampak
gelisah
TD: 145/90 mmHg
N: 60x/menit, P: 22x/menit,
S: 36,5 derajat Celcius
Kepala leher : kaku kuduk
(+), brudzinsky I (+),
brudzinsky II (+)
Mata : CA -/-, pupil bulat
anisokor diameter 3mm /
1mm, reflex cahaya -/Mulut : sianosis perioral (-)
Thorax: cor: BJ I-II reguler,
mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo : suara nafas
vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen : supel, turgor
baik, BU (+) menurun
Ext : akral hangat, edem
(-), sianosis (-), CRT < 2s.

22 Juli 2016
(hari perawatan ke III)
Demam (-)
Muntah (-)
Nyeri kepala (-)
Tampak gelisah
Belum BAB > 1 minggu
Makan dan minum

O:
Kes: Delirium, KU: tampak
gelisah
N: 68x/menit, P: 25x/menit,
S: 36,8 derajat Celcius
Kepala leher : kaku kuduk
(+), brudzinsky I (+),
brudzinsky II (+)
Mata : CA -/-, pupil bulat
anisokor diameter 3mm /
1mm, reflex cahaya -/Mulut : sianosis perioral (-)
Thorax: cor: BJ I-II reguler,
mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo : suara nafas
vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen : supel, turgor baik,
BU (+) menurun
Ext : akral hangat, edem (-),
sianosis (-), CRT < 2s.

Kes: GCS E2V1M4, KU:


tampak sakit berat
N: 59x/menit, P: 20x/menit,
S: 36,8 derajat Celcius, SpO2
98% dengan oksigen 1-2 Lpm
nasal kanule
Kepala leher : kaku kuduk
(+), brudzinsky I (+),
brudzinsky II (+)
Mata : CA -/-, pupil bulat
anisokor diameter 3mm /
1mm, reflex cahaya -/Mulut : sianosis perioral (-)
Thorax: cor: BJ I-II reguler,
mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo : suara nafas
vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen : supel, turgor baik,
BU (+) menurun
Ext : akral hangat, edem (-),
sianosis (-), CRT < 2s.

23 Juli 2016
(hari perawatan ke IV)
S:

24 Juli 2016
(hari perawatan ke V)
S:

Demam (+)
Tidak bisa diajak bicara
(alloanamnesa)
Tangan dan kaki sering
kedutan (alloanamnesa)

O:

S:
Demam (+)
Tidak bisa diajak bicara
pasien tidak sadar
(alloanamnesa)

O:
GCS E2V2M4
TD: 141/94 mmHg
N: 101x/menit, P: 17x/menit
Kepala leher : kaku kuduk
(+), brudzinsky I (+),
brudzinsky II (+)
Mata : CA -/-, pupil bulat
isokor diameter 3mm /
3mm, reflex cahaya -/Mulut : sianosis perioral (-),
bibir kering (+)
Thorax: cor: BJ I-II reguler,
mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo : suara nafas
vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen : supel, turgor
baik, BU (+) menurun
Ext : akral hangat, edem (-),
sianosis (-), CRT < 2s.
Terpasang kateter urine
150cc warna kuning, darah
(-), endapan (-)

25 Juli 2016
(hari perawatan ke VI)
Demam (+)
Tidak bisa diajak bicara
pasien tidak sadar
(alloanamnesa)

O:
GCS E2V2M4
TD: 122/82 mmHg
N: 130x/menit, P:
24x/menit,
Kepala leher : kaku kuduk
(+), brudzinsky I (+),
brudzinsky II (+)
Mata : CA -/-, pupil bulat
isokor diameter 3mm /
3mm, reflex cahaya -/Mulut : sianosis perioral (-),
bibir kering (+)
Thorax: cor: BJ I-II reguler,
mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo : suara nafas
vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen : supel, turgor
baik, BU (+) menurun
Ext : akral hangat, edem (-),
sianosis (-), CRT < 2s.
Terpasang kateter urine
190cc warna kuning, darah
(-), endapan (-)

GCS E1V1M4
TD: 123/78 mmHg
N: 130x/menit, P: 25x/menit
Kepala leher : kaku kuduk
(+), brudzinsky I (+),
brudzinsky II (+)
Mata : CA -/-, pupil bulat
anisokor diameter 2mm /
4mm, reflex cahaya -/Mulut : sianosis perioral (-),
bibir kering (+)
Thorax: cor: BJ I-II ireguler,
mur-mur (-), gallop (-).
Pulmo : suara nafas
vesikuler, rh -/-, wh -/Abdomen : supel, turgor
baik, BU (+) menurun
Ext : akral hangat, edem (-),
sianosis (-), CRT < 2s.
Terpasang kateter urine
100cc warna kuning, darah
(-), endapan (-)

TINJAUAN PUSTAKA

KESADARAN
Kesadaran (consciousness) mengacu pada
kesadaran subjektif mengenai dunia luar dan
diri, termasuk kesadaran mengenai dunia
pikiran sendiri; yaitu, kesadaran mengenai
pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya.
Tingkat akhir dari kesadaran berada di korteks
serebrum.
Sensasi kesadaran kasar dideteksi oleh
talamus.
Pengalaman di alam sadar bergantung pada
integrasi fungsi berbagai bagian sistem saraf.

MEKANISME SADAR
Sebagian besar dari berbagai jalur sensorik
memancarkan impuls dari organ-organ indera melalui
rantai neuron-3 dan -4 ke lokus tertentu di korteks
serebrum.
Impuls-impuls ini berperan untuk persepsi dan
lokalisasi masing-masing sensasi.
Impuls dari sistem-sistem ini juga memancar melalui
kolateral ke reticular activating system (RAS) di
formasio retikularis batang otak.
Aktivitas di sistem ini menghasilkan keadaan sadar &
waspada sehingga persepsi dapat terjadi.
Sistem lain berperan untuk rasa mengantuk dan tidur.

FORMASIO RETIKULARIS &


RETICULAR ACTIVATING SYSTEM
Formasio retikularis, ini retikular otak yang secara
filogenetis berusia tua, menempati bagian midventral
medula oblongata dan otak tengah (midbrain).
Bagian ini terdiri dari banyak sekali neuron kecil,
yang banyak diantaranya membentuk sarang-sarang
kompleks dan saling menjalin.
Suatu daerah anatomik yg tersusun oleh seratserat & kelompok-kelompok saraf dgn fungsi
tersendiri.
Juga mengandung banyak daerah yg berperan dlm
pengaturan kecepatan denyut jantung, tek. darah,
dan pernapasan.

FORMASIO RETIKULARIS &


RETICULAR ACTIVATING SYSTEM
Sebagian serat-serat desendens di
dalamnya menghambat penyaluran
di jalur sensorik medula spinalis.
Berbagai daerah retikular & jalurjalur dari daerah-daerah tsb
berperan dlm spastisitas &
penyesuaian refleks regang.
RAS & komponen retikular
terkait berperan dlm kesadaran
& tidur.

RAS

RAS: Suatu jalur polisinaps yg kompleks.


Corong-corong kolateral yg masuk ke dalamnya tdk saja dari
traktus sensorik asendens panjang tetapi juga dari:
Sistem trigeminus
Pendengaran
Penglihatan
Sistem penciuman
Sebagian RAS melewati talamus utk berproyeksi secara difus ke
korteks.
Sebagian lain berakhir di nukleus intralaminar & nukleus
talamus terkait.
Dari nukleus-nukleus tsb, berproyeksi secara difus & nonspesifik
ke seluruh neokorteks.
RAS berkaitan erat dgn aktivitas listrik korteks.

TALAMUS & KORTEKS


SEREBRUM
NUKLEUS TALAMUS
Talamus dpt dibagi menjadi 3 bagian:
Epitalamus pnya hub. ke sistem penciuman
Talamus dorsal
Talamus ventral

Talamus dorsal dpt dibagi menjadi:


Nukleus-nukleus yg berproyeksi secara difus ke seluruh
neokorteks Nukleus intralaminar (N. grs tengah)
Nukleus-nukleus yg berproyeksi ke bagian-bagian
neokorteks & sistem limbik spesifik

TALAMUS & KORTEKS


SEREBRUM

Nukleus talamus dorsal yg berproyeksi ke daerah-daerah spesifik dibagi mjd


3 kelompok:
Nukleus pemancar sensorik spesifik (+korpus genikulatum lateral &
medial):
Memancarkan impuls pendengaran & penglihatan ke korteks
pendengaran & penglihatan.
Kelompok nukleus ventrobasal memancarkan informasi
somatestetik ke girus pascasentralis.
Nukleus yg berperan dlm mekanisme kontrol eferen :
Menerima masukan dari ganglia basalis & serebelum & berproyeksi
ke korteks motorik.
Nukleus anterior menerima aferen dari korpus mamilaris &
berproyeksi ke korteks limbik (merupakan bagian dari sirkuit limbik
berperan dlm ingatan baru & emosi).
Nukleus yg berperan dlm fungsi integratif kompleks Nukleus-nukleus
dorsolateral yg berproyeksi ke daerah asosiasi korteks, terutama fungsi
bahasa.

ORGANISASI KORTEKS
Neokorteks secara umum tersusun
dlm 6 lapisan.
Neuron yg plg byk adalah sel
piramidal dengan percabangan
dendritik vertikal yg luas yg mungkin
mencapai permukaan korteks.
Aferen dari nukleus-nukleus spesifik
talamus terutama berakhir di lapisan
korteks 4
Aferen nonspesifik tersebar di lapisan

TINGKAT KESADARAN
Tingkat kesadaran diurutkan
berdasarkan penurunan tingkat
keadaan terjaga/bangun (arousal),
berdasarkan seberapa intensif
interaksi antara rangsangan perifer &
otak:
Ketajaman perhatian maksimum
(maximum alertness)
Keadaan terjaga penuh (wakefulness)
Tidur (dibedakan menjadi beberapa
jenis)

CARA MENGUKUR TINGKAT KESADARAN


Salah satu cara untuk mengukur tingkat kesadaran dengan
hasil seobjektif mungkin adalah menggunakan GCS (Glasgow
Coma Scale). GCS dipakai untuk menentukan derajat cidera
kepala. Reflek membuka mata, respon verbal, dan motorik
diukur dan hasil pengukuran dijumlahkan jika kurang dari 13,
maka dikatakan seseorang mengalami cidera kepala, yang
menunjukan adanya penurunan kesadaran.
Metode lain adalah menggunakan sistem AVPU, dimana
pasien diperiksa apakah sadar baik (alert), berespon dengan
kata-kata (verbal), hanya berespon jika dirangsang nyeri
(pain), atau pasien tidak sadar sehingga tidak berespon baik
verbal maupun diberi rangsang nyeri (unresponsive).
Ada metode lain yang lebih sederhana dan lebih mudah dari
GCS dengan hasil yang kurang lebih sama akuratnya, yaitu
skala ACDU, pasien diperiksa kesadarannya apakah baik
(alertness), bingung / kacau (confusion), mudah tertidur

TINGKAT KESADARAN
1. Kompos mentis: adalah suatu derajat optimal dari
kesigapan mental individu dalam menanggapi rangsang
dari luar maupun dari dalam dirinya. Individu mampu
memahami apa yang terjadi pada diri dan lingkungannya
serta bereaksi secara memadai.
2. Apatis: adalah suatu derajat penurunan kesadaran, yakni
individu berespons lambat terhadap stimulus dari luar.
Orang dengan kesadaran apatis tampak tak acuh terhadap
situasi disekitarnya.
3. Somnolen: adalah suatu keadaan kesadaran menurun
yang cenderung tidur. Orang dengan kesadaran somnolen
tampak selalu mengantuk dan bereaksi lambat terhadap
stimulus dari luar.
4. Sopor: adalah derajat penurunan kesadaran berat. Orang
dengan kesadaran sopor nyaris tidak berespons terhadap
stimulus dari luar, atau hanya memberikan respons minimal
terhadap perangsangan kuat.
5. Koma: adalah derajat kesadaran paling berat. Individu
dalam keadaan koma tidak dapat bereaksi terhadap

6. Kesadaran berkabut: suatu perubahan kualitas kesadaran yakni


individu tidak mampu berpikir jernih dan berespons secara
memadai terhadap situasi di sekitarnya. Seringkali individu
tampak bingung, sulit memusatkan perhatian dan mengalmi
disorientasi.
7. Delirium: suatu perubahan kualitas kesadaran yang disertai
gangguan fungsi kognitif yang luas. Perilaku orang yang dalam
keadaan delirium dapat sangat berfluktuasi, yaitu suatu saat
terlihat gaduh gelisah lain waktu nampak apatis. Keadaan delirium
sering disertai gangguan persepsi berupa halusinasi atau ilusi.
Biasanya orang dengan delirium akan sulit untuk memusatkan,
mempertahankan dan mengalihkan perhatian ( 3 P terganggu)
8. Kesadaran seperti mimpi (Dream like state): adalah
gangguan kualitas kesadaran yang terjadi pada serangan epilepsi
psikomotor. Individu dalam keadaan ini tidak menyadari apa yang
dilakukannya meskipun tampak seperti melakukan aktivitas
normal. Perlu dibedakan dengan tidur berjalan (sleep walking)
yang akan tersadar bila diberikan perangsangan (dibangunkan),
sementara pada dream like state penderita tidak bereaksi
terhadap perangsangan.
9. Twilight state: keadaan perubahan kualitas kesadaran yang
disertai halusinasi. Seringkali terjadi pada gangguan kesadaran
oleh sebab gangguan otak organik. Penderita seperti berada

Trauma

intrakranial
Infeksi
Vaskular

Penurunan
kesadaran

Keganasa
n
Lain lain
ekstrakrani
al

Diffuse aksonal injury


Epidural
Hematoma
Subarakhnoid
hematoma
Subdural
Hematoma
meningitis
encephalitis
Meningoencephalit
is
abses
Epilepsi
hidrocephalu
s
Metabolik endokrin
Gangguan respirasi
Obat obatan dan
toksin
Gangguan psikiatrik
Gangguan vaskular

Apa?

Bagaimana?

Apa Yang Terjadi?

Kelainan pada Otak


Kejang

Kejang berulang atau yang


berlangsung lama dapat
menyebabkan:
Jaringan otak yang terlalu
terstimulasi, menyebabkan
kelainan penghantaran
impuls
Dapat menyebabkan demam
yang merusak jaringan otak

Gangguan kesadaran

Stroke

Stroke dapat menyebabkan


gangguan aliran darah ke
otak, termasuk batang otak

Apabila aliran darah ke


batang otak terhambat, dapat
terjadi penurunan kesadaran
dan kemudian koma; apabila
tidak dikoreksi terjadi
kerusakan batang otak dan
kematian
Dapat menyebabkan
penurunan kesadaran
kemudia koma, bahkan
apabila perdarahannya hanya
berjumlah sedikit

Stroke dapat disebabkan


oleh perdarahan (subaraknoid
atau intraserebral); darah
dapat mengiritasi jaringan
otak atau meningkatkan TIK

Tumor atau Abses

Meningkatkan TIK,
mendorong otak mendesak
tengkorak

Apabila daerah yang


mengatur kesadaran terkena,
koma dapat terjadi

Apa?

Bagaimana?

Apa Yang Terjadi?

Kelainan Lain
Serangan Jantung

Terjadi hipoksia jaringan


otak akibat kurangnya
alirang darah yang
mengalir ke otak

Kehilangan kesadaran
dalam satu atau dua
menit pertama, sel-sel
saraf mati pada menit ke
empat dan lima: terjadi
koma yang dapat bersifat
ireversibel

Kelainan jantung atau


paru yang parah

Gagal jantung dapat


menyebabkan kurangnya
aliran darah ke otak

Terjadi hipoksia otak dan


koma

Pada penyakit paru


kronik (COPD, asma dll),
konsentrasi oksigen
dalam darah berkurang
Gagal Ginjal
Gagal hepar atau
ensefalopati hepar

Ketidakmampuan ginjal
atau hati untuk
membersihkan darah dari
racun menyebabkan
akumulasi zat-zat toksik
pada darah dan dapat
menyebabkan kerusakan
otak

Koma yang terjadi akibat


GGK atau gagal hepar
kronik: biasa reversibel
Pada koma yang terjadi
akibat gagal hepar yang
akut dan parah: udem
otak dan kematian

Apa?

Bagaimana?

Apa Yang Terjadi?

Abnormalitas Metabolik
Hiperglikemi

Konsentrasi glukosa yang


terlalu tinggi pada darah
menyebabkan peningkatan
osmolaritas darah sehingga
CIS pada otak akan
berdifusi untuk
menyeimbangkan
konsentrasi

Terjadi stupor atau koma

Hipoglikemi

Konsentrasi glukosa darah


yang terlampau rendah,
terjadi kerusakan otak
akibat kurangnya asupan
energi

Terjadi koma; pemberian


glukosa IV segera setelah
terjadi koma dapat
mencegah kerusakan otak
permanen

Hiponatremia

Kadar natrium darah


sangat rendah yang dapat
disebabkan oleh:
Asupan air yang terlalu
banyak
Terjadi retensi cairan
Kehilangan natrium lewat
urin atau faeces yang
terlalu banyak (pada diare)

Menyebabkan peningkatan
air pada CIS otak

Hipotiroid

Kadar tiroid yang rendah


dapat menyebabkan
gangguan fungsi mental,
seperti delirium

Delirium dapat berkembang


menjadi stupor dan koma

Apa?

Bagaimana?

Apa Yang Terjadi?

Trauma dll
Asfiksia

Otak tidak menerima suplai


oksigen yang adekwat

Kehilangan kesadaran dalam


waktu singkat diikuti koma dan
kematian

Trauma Kapitis

Komusio otak (gegar otak)


Kontusio otak (memar otak)
Laserasi jaringan otak
Terjadi perdarahan intraserebral
atau subaraknoid dll)
Darah dapat secara langsung
mengiritasi jaringan otak,
berakumulasi menjadi
hematoma yang meningkatkan
TIK (pada hematoma subdural
atau epidural)

Tergantung jenis trauma, koma


dapat terjadi segera atau dalam
waktu beberapa jam

Hipertermia

Suhu tubuh diatas 40 derajat


Celcius, pada demam tinggi atau
heatstroke, dapat merusak
jaringan otak

Terjadi koma; sel saraf lebih


cepat mati pada suhu tubuh
yang sangat tinggi

Hipotermia

Suhu tubuh dibawah 31.1


derajat Celcius memperlambat
fungsi otak.
-Akan tetapi, suhu yang sangat
rendah juga dapat melindungi
otak dari kerusakan akibat
hipoksia dengan cara
memperlambat proses
kerusakan; sel saraf lebih lama
bertahan dalam suhu dingin

Dapat terjadi stupor atau koma


yang biasanya tanpa kerusakan
permanen

Apa?

Bagaimana?

Apa Yang Terjadi?

Infeksi
Infeksi

Terjadi gangguan fungsi otak


apabila terjadi infeksi seperti
ensefalitis dan meningitis
Infeksi lain dapat menyebabkan
sepsis, yang dapat menyebabkan
demam tinggi: merusak jaringan
otak

Dapat terjadi koma

Substansi

Alkohol

Alkohol memperlambat fungsi


otak
Pada konsumsi yang berlebihan
dapat memperlambat laju
pernafasan yang menyebabkan
penurunan kadar oksigen pada
darah yang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan otak

Kadar alkohol darah yang tinggi


(melebihi 0.2%) dapat
menyebabkan stupor atau koma

Karbon monoksida dan substansi


sejenis yang terinhalasi dalam
jumlah besar

CO berikatan pada hemoglobin


dan menyebabkan penurunan
konsentrasi oksigen yang
berikatan dengan darah untuk
dibawa ke seluruh tubuh
termasuk otak

Keracunan CO yang sangat


parah dapat menyebabkan koma
atau kerusakan otak ireversibel
akibat hipoksia

Obat-obatan

Banyak jenis obat yang


meskipun tidak diberikan dalam
jumlah yang banyak dapat
mengganggu fungsi otak.
Contoh:
Barbiturat
Opioid
Obat-obat penenang

Dapat menyebabkan koma, yang


kalau ditangani dengan cepat
bersifat reversibel

MENINGITIS

DEFINISI
peradangan yang
terjadi pada
meninges (radang
pada arachnoid
dan piamater).
yaitu membrane
atau selaput yang
melapisi otak

Otak dan sumsum otak belakang


diselimuti meningea yang melindungi
struktur saraf yang halus, membawa
pembuluh darah dan dengan sekresi
sejenis cairan yaitu cairan
serebrospinal.

ANATOMI
Meningea terdiri dari tiga lapis, yaitu :

Piamater
Yang menyelipkan dirinya ke dalam celah pada otak
dan sumsum tulang belakang dan sebagai akibat
dari kontak yang sangat erat akan menyediakan
darah untuk struktur-struktur ini.

Arachnoid
Merupakan selaput halus yang memisahkan
piameter dan duramater.

Duramater
Merupakan lapisan paling luar yang padat dan keras
berasal dari jaringan ikat tebal dan kuat.

EPIDEMIOLOGI
Mortality/Morbidity
- pneumococcal meningitis mortality
(21%) and morbidity (15%)
Ras
- kulit hitam > drpd ras lain nya
Umur
- male : female = 3:1

FAKTOR RESIKO
umur > 60th
Umur < 5 tahun , terutama anak dgn DM,
insufisiensi adrenal atau ginjal, hipoparatiroidisme
atau cystic fibrosis.
Pasien imunosupresi resiko terkena infeksi
oportunistik dan meningitis bakterial akut. Tdk
menunjukkan tanda yg mencolok sprti demam atau
inflamasi meningeal.
Infeksi HIV predisposisi bacterial meningitis ( S
pneumoniae )
Splenectomy & sickle cell disease resiko
meningitis sekunder
Alkohol and sirosis

FAKTOR RESIKO
Diabetes Mellitus
Terpapar org lain yg terkena meningitis,
dgn atau tanpa profilaksis
Thalassemia major
Intravenous (IV) drug abuse
Bacterial endocarditis
Ventriculoperitoneal shunt

Faktor maternal : ruptur membran


fetal, infeksi maternal pada minggu
terakhir kehamilan
Faktor imunologi : defisiensi
mekanisme imun, defisiensi
imunoglobulin.
Kelainan sistem saraf pusat,
pembedahan atau injury yang
berhubungan dengan sistem
persarafan.

ETIOLOGI
Kasus meningitis disebabkan oleh
mikroorganisme, seperti virus, bakteri,
jamur, atau parasit yang menyebar dalam
darah ke cairan otak.
Penyebab infeksi ini dapat diklasifikasikan
atas :
Bakteri:

Virus :
Enterovirus

Pneumococcus
Meningococcus
Jamur :
Haemophilus influenza
Cryptococcus
Staphylococcus
neoformans
Escherichia coli
Coccidioides
Salmonella
immitris
Mycobacterium tuberculosis

PREVALENSI ETIOLOGI
BERDASARKAN USIA
Neonatus Group B or D streptococci,
nongroup B streptococci, Escherichia coli, and
L. monocytogenes
Infants and children H influenzae (48%), S
pneumoniae (13%), and N meningitidis
Adults S pneumoniae, (30-50%), H
influenzae
(1-3%), N meningitidis (10-35%), gramnegative bacilli (1-10%), staphylococci (5-15%),
streptococci (5%), and Listeria species (5%)

PATOFISIOLOGI

KLASIFIKASI
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan
perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu :
1. Meningitis serosa
radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak
yang jernih.
- Penyebab terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa.
- Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma gondhii dan Ricketsia.
2. Meningitis purulenta
radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis.
- Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok),
Neisseria meningitis (meningokok), Streptococus haemolyticuss,
Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia coli,
Klebsiella pneumoniae, Peudomonas aeruginosa.

TANDA DAN GEJALA

Demam
Nausea & vomiting
Penurunan kesadaran
Photophobia
Sakit kepala hebat atau nyeri di bagian
belakang leher
Agitasi
Iritabilitas & malas makan minum ( bayi )
Nafas cepat

TANDA DAN GEJALA


Keluhan pertama biasanya nyeri kepala.
Rasa ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung.
Tengkuk menjadi kaku. Kaku kuduk
disebabkan oleh mengejangnya otot-otot
ekstensor tengkuk.
Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk
kaku dalam sikap kepala tertengadah dan
punggung dalam sikap hiperekstensi.
Kesadaran menurun, tanda Kernigs dan
Brudzinsky positif.

Iritasi meningen mengakibatkan


sejumlah tanda sbb :
Rigiditas nukal (kaku leher). Upaya untuk fleksi
kepala mengalami kesukaran karena adanya
spasme otot-otot leher.
Tanda kernik positip: ketika pasien dibaringkan
dengan paha dalam keadan fleksi kearah
abdomen, kaki tidak dapat di ekstensikan
sempurna.
Tanda brudzinki : bila leher pasien di fleksikan
maka dihasilkan fleksi lutut dan pinggul. Bila
dilakukan fleksi pasif pada ekstremitas bawah
pada salah satu sisi maka gerakan yang sama
terlihat peda sisi ektremita yang berlawanan.

Kejang akibat area fokal kortikal


yang peka dan peningkatan TIK
akibat eksudat purulen dan edema
serebral dengan tanda-tanda
perubahan karakteristik tanda-tanda
vital(melebarnya tekanan pulsa dan
bradikardi), pernafasan tidak teratur,
sakit kepala, muntah dan penurunan
tingkat kesadaran.

DIAGNOSIS PADA ANAK


Lihat apakah ada riwayat:
Demam
Muntah
Tidak bisa minum atau menyusu
Sakit kepala atau nyeri di bagian belakang leher
Penurunan kesadaran
Kejang
Gelisah
Cedera kepala yang baru dialami

Dalam pemeriksaan apakah ada:


Tanda rangsang meningeal
Kejang
Letargis
Gelisah
Ubun-ubun cekung (bulging fontanelle)
Ruam : petekiae atau purpura
Bukti adanya trauma kepala yang menunjukkan kemungkinan
fraktur tulang tengkorak yang baru terjadi

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Analisis CSF dari fungsi lumbal :
Meningitis bakterial : tekanan , cairan keruh/berkabut, jumlah sel
darah putih dan protein , glukosa , kultur positif terhadap beberapa
jenis bakteri.
Meningitis virus : tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel
darah putih , glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya dengan prosedur khusus.

Glukosa serum : (meningitis)


LDH serum : (meningitis bakteri)
Sel darah putih : sedikit dengan peningkatan neutrofil (infeksi
bakteri)
Elektrolit darah : Abnormal

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine :
dapat mengindikasikan daerah pusat
infeksi atau mengindikasikan tipe
penyebab infeksi.
MRI/ scan CT : dapat membantu dalam
melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak
ventrikel; hematom daerah serebral,
hemoragik atau tumor.
Rontgen dada/kepala/sinus : mungkin
dapat dilakukan jika ada indikasi (sumber

Value of CSF analysis findings in predicting the


most likely organism causing meningitis
Type of
meningitis

Leucocyte
cell type

Glucose

Stain

Bacterial
meningitis

PMN

<50% of
blood

Gram

Tuberculous
meningitis

Lymphocytes*

<50% of
blood

Acid-fast
stain

Fungal
meningitis

Lymphocytes

Low

India ink

Viral
meningitis

Lymphocytes

Normal

Carcinomato
us meningitis

Lymphocytes,
tumor cells

Very low

* PMN at early stage

Other test
Culture
PCR for
some
Culture
PCR
Culture
Antigen
Antibody
CSF culture
PCR
Stool culture

Cytologic
exam

MENINGITIS BAKTERIAL
(PIOGENIK)

MENINGITIS BAKTERIAL
Meningitis bakterialis adalah suatu peradangan selaput
jaringan otak dan medulla spinalis yang disebabkan oleh
bakteri patogen. Peradangan tersebut mengenai
araknoid, piamater, dan cairan serebrospinalis.
Peradangan ini dapat meluas melalui ruang subaraknoid
sekitar otak, medulla spinalis, dan ventrikel.
Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup
tinggi (5-10%). Hampir 40% diantara pasien meningitis
mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran
dan defisit neurologis. Meningitis harus ditangani sebagai
keadaan emergensi. Kecurigaan klinis meningitis sangat
dibutuhkan untuk diagnosis karena bila tidak terdeteksi
dan tidak diobati, dapat mengakibatkan kematian.

ETIOLOGI MENINGITIS BAKTERIAL


1. Streptococcus pneumoniae (pneumococcus).
Bakteri ini yang paling umum menyebabkan meningitis pada
bayi ataupun anak-anak. Jenis bakteri ini juga yang bisa
menyebabkan infeksi pneumonia, telinga dan rongga hidung
(sinus).
2. Neisseria meningitidis (meningococcus).
Bakteri ini merupakan penyebab kedua terbanyak setelah
Streptococcus pneumoniae, Meningitis terjadi akibat adanya
infeksi pada saluran nafas bagian atas yang kemudian bakterinya
masuk kedalam peredaran darah.
3. Haemophilus influenzae (haemophilus).
Haemophilus influenzae type b (Hib) adalah jenis bakteri yang
juga dapat menyebabkan meningitis. Pemberian vaksin (Hib
vaccine) telah membuktikan terjadinya angka penurunan pada
kasus meningitis yang disebabkan bakteri jenis ini.
4. Listeria monocytogenes (listeria).
Ini merupakan salah satu jenis bakteri yang juga bisa
menyebabkan meningitis. Bakteri ini dapat ditemukan dibanyak
tempat, dalam debu dan dalam makanan yang terkontaminasi.
Makanan ini biasanya yang berjenis keju, hot dog dan daging
sandwich yang mana bakteri ini berasal dari hewan lokal
(peliharaan).

ETIOLOGI BERDASARKAN
USIA
Usia 0-2 bulan: Streptococcus group
B, Escherichia coli
Usia 2 bulan-5 tahun: Streptococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis,
Haemophillus influenzae
Usia diatas 5 tahun: Streptococcus
pneumoniae, Neisseria meningitidis

PATOGENESIS

DIAGNOSIS
Anamnesis
Seringkali didahului infeksi pada saluran napas atas
atau saluran cerna seperti demam, batuk, pilek, diare,
dan muntah.
Gejala meningitis adalah demam, nyeri kepala,
meningismus dengan atau tanpa penurunan kesadaran,
letargi, malaise, kejang, dan muntah merupakan hal
yang sangat sugestif meningitis tetapi tidak ada satu
gejala pun yang khas.
Banyak gejala meningitis yang berkaitan dengan usia,
misalnya anak kurang dari 3 tahun jarang mengeluh
nyeri kepala. Pada bayi gejala hanya berupa demam,
iritabel, letargi, malas minum, dan high pitched-cry

DIAGNOSIS
Pemeriksaan Fisik
Gangguan kesadaran dapat berupa penurunan
kesadaran atau iritabilitas.
Dapat juga ditemukan ubun-ubun besar yang
membonjol, kaku kuduk, atau tanda rangsang
meningeal lain (Bruzinski dan Kernig), kejang, dan
defisit neurologis fokal.
Tanda rangsang meningeal mungkin tidak ditemukan
pada anak berusia kurang dari 1 tahun.
Dapat juga ditemukan tanda-tanda peningkatan
tekanan intrakranial.
Cari tanda infeksi di tempat lain (infeksi THT, sepsis,
pneumonia)

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Darah perifer lengkap dan kultur darah. Pemeriksaan gula darah dan
elektrolit jika ada indikasi.
Pungsi lumbal sangat penting untuk menegakkan diagnosis dan
menentukan etiologi:
Didapatkan cairan keruh atau opalesence dengan Nonne (-)/(+)
dan Pandy (+)/ (++).
Jumlah sel 100-10.000/mm3 dengan hitung jenis predominan
polimorfonuklear, protein 200-500 mg/dl, glukosa < 40 mg/dl,
pewarnaan gram, biakan dan uji resistensi. Pada stadium dini
jumlah sel dapat normal dengan predominan limfosit.
Apabila telah mendapat antibiotik sebelumnya, gambaran LCS
dapat tidak spesifik.
Pada kasus berat, pungsi lumbal sebaiknya ditunda dan tetap dimulai
pemberian antibiotik empirik (penundaan 2-3 hari tidak mengubah
nilai diagnostik kecuali untuk identifikasi kuman, itu pun jika
antibiotiknya sensitif)
Jika memang kuat dugaan kearah meningitis, meskipun terdapat
tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial, pungsi lumbal masih
dapat dilakukan asalkan berhati-hati. Pemakaian jarum spinal dapat

PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan computed tomography
(CT scan) dengan kontras atau
magnetic resonance imaging(MRI)
kepala (pada kasus berat atau curiga
ada komplikasi seperti empiema
subdural, hidrosefalus, dan abses otak)
Pada pemeriksaan elektroensefalografi
dapat ditemukan perlambatan umum.

BACTERIAL MENINGEAL
SCORE
Prediktor

Ada

Tidak
ada

Pengecatan gram positif

Protein cairan serebrospinal 80


mg/dL

Neutrofil darah tepi 10.000 sel/mm3

Riwayat kejanh

Neutrofil cairan serebrospinal 1000 sel/mm3

BMS < 2 pasien mempunyai risiko rendah untuk


menderita meningitis bakteri
BMS 2 pasien mempunyai risiko tinggi untuk
menderita meningitis bakteri.

CSF CHANGES DURING


INFECTION

TATALAKSANA

Medikamentosa
Diawali dengan terapi empiris, kemudian disesuikan dengan
hasil biakan dan uji resistensi.

Terapi empirik antibiotik


Usia1-3 bulan :
Ampisilin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis,
atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 2 dosis
Usia > 3 bulan :
Sefotaksim 200-300 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 3-4
dosis, atau
Seftriakson 100 mg/kgBB/hari IV dibagi 2 dosis, atau
Ampisislin 200-400 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis +
kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis.

TATALAKSANA
Deksametason
Deksametason 0,6 mg/kgBB/hari IV dibagi dalam 4 dosis
selama 4 hari. Injeksi deksametason diberikan 15-30
menit sebelum atau pada saat pemberian antibiotik.
Lama pengobatan
Tergantung dari kuman penyebab, umumnya 10-14 hari.
Bedah
Umumnya tidak diperlukan tindakan bedah, kecuali jika
ada komplikasi seperti empiema subdural, abses otak,
atau hidrosefalus.

PENATALAKSANAAN SUPORTIF

Periode kritis pengobatan meningitis bakterialis adalah hari ke3 dan ke-4. Tanda vital dan evaluasi neurologis harus dilakukan
secara teratur. Guna mencegah muntah dan aspirasi
sebaiknya pasien dipuasakan lebih dahulu pada awal sakit.
Lingkar kepala harus dimonitor setiap hari pada anak dengan
ubun-ubun besar yang masih terbuka.
Peningkaan tekanan intrakranial, Syndrome Inappropriate
Antidiuretic Hormone(SIADH), kejang dan demam harus
dikontrol dengan baik. Restriksi cairan atau posisi kepala lebih
tinggi tidak selalu dikerjakan pada setiap anak dengan
meningitis bakterial.
Perlu dipantau adanya komplikasi SIADH. Diagnosis SIADH
ditegakkan jika terdapat kadar natrium serum yang < 135
mEq/L (135 mmol/L), osmolaritas serum < 270 mOsm/kg,
osmolaritas urin > 2 kali osmolaritas serum, natrium urin > 30
mEq/L (30 mmol/L) tanpa adanya tanda-tanda dehidrasi atau
hipovolemia. Beberapa ahli merekomendasikan pembatasan
jumlah cairan dengan memakai cairan isotoni, terutama jika
natrium serum < 130 mEq/L (130 mmol/L). Jumlah cairan

Tatalaksana

PEMANTAUAN
Terapi
Untuk
memantau
efek
samping
penggunaan antibiotik dosis tinggi,
dilakukan pemeriksaan darah perifer
secara serial, uji fungsi hati, dan uji
fungsi ginjal bila ada indikasi.

PEMANTAUAN
Tumbuh kembang
Gangguan pendengaran sebagai gejala sisa
meningitis bakterialis terjadi pada 30%
pasien, karena itu uji fungsi pendengaran
harus segera dikerjakan setelah pulang.
Gejala sisa lain seperti retardasi mental,
epilepsi,
kebutaan,
spastisitas,
dan
hidrosefalus. Pemeriksaan penunjang dan
konsultasi
ke
departemen
terkait
disesuaikan dengan temuan klinis pada saat
follow-up

PENCEGAHAN
Vaksinasi utk H. influenzae & N.
meningitidis.
Terapi untuk ibu hamil yg terinfeksi
sebelum partus utk mencegah
meningitis neonatus oleh
streptococcus group B.

PROGNOSIS
Mortalitas lebih tinggi pada S.
pneumoniae
Pneumokokus sering
meninggalkan gejala sisa jangka
panjang

MENINGITIS
TUBERKULOSIS
Meningitis tuberkulosis adalah
radang selaput otak yang disebabkan
oleh Mycobacterium tuberculosis.
Biasanya jaringan otak ikut terkena
sehingga disebut sebagai
meningoensefalitis tuberkulosis.

PREVALENSI
Angka kejadian jarang dibawah usia 3
bulan dan mulai meningkat dalam 5 tahun
pertama. Angka kejadian tertinggi pada
usia 6 bulan sampai 2 tahun.
Angka kematian berkisar antara 10-20%.
Sebagian besar memberikan gejala sisa,
hanya 18% pasien yang normal secara
neurologis dan intelektual. Anak dengan
meningitis tuberkulosis bila tidak diobati,
akan meninggal dalam waktu 35 minggu

Pertimbangkan meningitis
Tuberkulosis jika:
Demam berlangsung selama 14 hari
Demam timbul lebih dari 7 hari dan ada anggota keluarga
yang menderita TB
Hasil foto dada menunjukkan TB
Pasien tetap tidak sadar
CSS tetap mempunyai sel darah putih yang tinggi (tipikal <
500 sel darah putih per ml, sebagian besar berupa
limfosit), kadar protein meningkat (0.8 4 g/L) dan kadar
gula rendah (< 15 mmol/liter).
Pada pasien yang diketahui atau dicurgai menderita HIVpositif, perlu pula dipertimbangkan adanya TB atau
meningitis kriptokokal
Bila ada konfirmasi epidemi meningitis meningokokal dan
terdapat petekie atau purpura, yang merupakan
karakteristik infeksi meningokokal, tidak perlu dilakukan
pungsi lumbal dan segera berikan Kloramfenikol

DIAGNOSIS
Anamnesis
Riwayat demam yang lama/kronis, dapat pula
berlangsung akut
Kejang, deskripsi kejang (jenis, lama, frekuensi,
interval) kesadaran setelah kejang
Penurunan kesadaran
Penurunan berat badan (BB), anoreksia,
muntah, sering batuk dan pilek
Riwayat kontak dengan pasien tuberkulosis
dewasa
Riwayat imunisasi BCG

DIAGNOSIS

PEMERIKSAAN FISIK
Manifestasi klinis dibagi menjadi 3 stadium :
Stadium I (inisial)
Pasien tampak apatis ,iritabel, nyeri kepala, demam, malaise,
anoreksia, mual dan muntah. Belum tampak manifestasi kelainan
neurologi.
Stadium II
Pasien tampak mengantuk, disorientasi, ditemukan tanda
rangsang meningeal, kejang, defisit neurologis fokal, paresis
nervus kranial, dan gerakan involunter (tremor,koreoatetosis,
hemibalismus).
Stadium III
Stadium II disertai dengan kesadaran semakin menurun sampai
koma, ditemukan tanda-tanda peningkatan tekanan intrakranial,
pupil terfiksasi, pernapasan ireguler disertai peningkatan suhu
tubuh, dan ekstremitas spastis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan meliputi darah perifer lengkap, laju endap


darah, dan gula darah.
Lekosit darah tepi sering meningkat (10.000
20.000 sel/mm3).
Sering ditemukan hiponatremia dan hipokloremia
karena sekresi antidiuretik hormon yang tidak adekuat.
Pungsi lumbal:
Liquor serebrospinal (LCS) jernih, cloudy atau
santokrom,
Jumlah sel meningkat antara 10250 sel/mm3 dan
jarang melebihi 500 sel/mm3 hitung jenis
predominan sel limfosit walaupun pada stadium awal
dapat dominan polimorfonuklear.
Protein meningkat di atas 100 mg/dl sedangkan
glukosa menurun di bawah 35 mg/dl, rasio glukosa
LCS dan darah dibawah normal.
Pemeriksaan BTA (basil tahan asam) dan kultur M. Tbc
tetap dilakukan.

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan PENUNJANG
polymerase chain reaction

(PCR),
enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) dan
latex particle agglutination dapat mendeteksi
kuman Mycobacterium di cairan serebrospinal
(bila memungkinkan).
Pemeriksaan pencitraan (computed tomography
(CT Scan)/magnetic resonance imaging/(MRI)
kepala dengan kontras) dapat menunjukkan lesi
parenkim pada daerah basal otak, infark,
tuberkuloma, maupun hidrosefalus. Pemeriksaan
ini dilakukan jika ada indikasi, terutama jika
dicurigai terdapat komplikasi hidrosefalus.
Foto rontgen dada dapat menunjukkan gambaran
penyakit tuberkulosis.
Uji tuberkulin dapat mendukung diagnosis

PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
Pengobatan medikamentosa diberikan sesuai rekomendasi American
Academy of Pediatrics 1994, yakni dengan pemberian 4 macam obat
selama 2 bulan, dilanjutkan dengan pemberian INH dan Rifampisin
selama 10 bulan.

Dosis obat antituberkulosis adalah sebagai berikut :


Isoniazid (INH) 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 300 mg/hari.
Rifampisin 10-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 600 mg/hari.
Pirazinamid 15-30 mg/kgBB.hari, dosis maksimal 2000 mg/hari.
Etambutol 15-20 mg/kgBB/hari, dosis maksimal 1000 mg/hari atau
streptomisin IM 20 30 mg/kg/hari dengan maksimal 1 gram

PENATALAKSANAAN
Bedah
Hidrosefalus terjadi pada 2/3 kasus dengan lama sakit >3
minggu dan dapat diterapi dengan asetazolamid 30-50
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis.
VP-shunt jika terdapat hidrosefalus obstruktif
dengan gejala ventrikulomegali disertai peningkatan
tekanan intraventrikel atau edema periventrikuler.

Suportif
Jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan
konsultasi ke Departemen Rehabilitasi Medik untuk
mobilisasi bertahap, mengurangi spastisitas, serta
mencegah kontraktur.

MENINGITIS VIRAL

MENINGITIS VIRAL
Terjadi sebagai akibat akhir / sequel
dari berbagai penyakit yang
disebabkan oleh virus seperti campak,
mumps, herpes simpleks dan herpes
zooster.
Pada meningitis virus ini tidak
terbentuk eksudat dan pada
pemeriksaan cairan cerebrospinal
tidak ditemukan adanya organisme.

Viruses

DIAGNOSIS

Pungsi lumbal
LCS :
Tekanan meningkat
Sel meningkat (awal PMN limfositer)
Warna jernih
Peotein normal/ sedikit meningkat
Glukosa normal
Periksa :
PCR ( Polymerase Chain Reaction ) : DNA /
RNA virus
Kultur virus
Titer antibodi
Darah
Titer antibodi
Swab orofaring, feses

MENINGITIS JAMUR

ETIOLOGI
FUNGAL INFECTIONS THAT MAY BE MANIFEST
AS CHRONIC MENINGITIS OR BRAIN ABSCESS

Cryptococcus neoformans
Coccidioides immitis
Histoplasma capsulatum
Candida albicans
Blastomyces dermatitidis*
* Disease manifest as brain abscess

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis infeksi jamur pada susunan saraf
pusat tidak spesifik seperti akibat infeksi bakteri.

Pasien paling sering mengalami gejala sindroma


meningitis atau sebagai meningitis yang tidak
ada perbaikan atau semakin progresif selama
observasi (paling kurang empat minggu).

Manifestasi klinis lainnya dapat berupa kombinasi


beberapa gejala seperti demam, nyeri kepala,
lethargi, confuse, mual, muntah, kaku kuduk atau
defisit neurologis.
Sering kali hanya satu atau dua gejala utama
yang dapat ditemukan pada gejala awal.

DIAGNOSIS
berdasarkan gejala klinis
cairan cerebrospinal.
Gambaran sama dengan meningitis
tuberculosa
menemukan Cryptococcus dalam cairan
cerebrospinal dengan pewarnaan tinta India,
kultur dalam media sabouraud dan
berdasarkan hasil inokulasi pada hewan
percobaan.

Pemeriksaan antigen Cryptococcus pada


serum dan cairan cerebrospinal
Kultur dari urine, darah, feses, sputum,
dan sumsum tulang

Karakteristik LCS yang


ditemukan pada meningitis jamur
10-500 sel/mm3 (dengan dominasi
limfosit)
Peningkatan kadar protein
Penurunan kadar gula biasanya sekitar 1535 mg
Kultur bakteri yang negatif membedakan
dengan meningitis bakterial

TERAPI
Terapi dengan Amfoterisin B memperlihatkan
hasil yang baik.
Amfoterisin B diberikan tiap hari intravena
dengan dosis 0,5 mg/Kg, diberikan enam sampai
sepuluh minggu, tergantung dari perbaikan klinis
dan kembalinya cairan cerebrospinal ke arah
normal.
Amfoterisin B dapat diberikan dengan 5flurocytosine 150 mg/Kg per hari (dalam empat
dosis). Kombinasi ini memberikan hasil yang baik.

MENINGITIS KRONIK

ETIOLOGI MENINGITIS
KRONIK

KOMPLIKASI MENINGITIS
Hidrosefalus obstruktif
MeningococcL Septicemia (mengingocemia)
Sindrome water-friderichen (septik syok, DIC,perdarahan
adrenal bilateral)
SIADH (Syndrome Inappropriate Antidiuretic hormone)
Efusi subdural
Kejang
Edema dan herniasi serebral
Cerebral palsy
Gangguan mental
Gangguan belajar
Attention deficit disorder.

PROGNOSIS

DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Aminoff, MJ et al. 2005. Lange medical book : Clinical


Neurology, Sixth Edition, Mcgraw-Hill.
Ropper, AH., Brown, Robert H. 2005. Adams & Victors
Principles of Neurology, Eight Edition, McGraw-Hill.
Ellenby, M., Tegtmeyer, K., Lai, S., and Braner, D. 2006.
Lumbar Puncture.The New England Journal of Medicine.
Harsono. 2003. Meningitis. Kapita Selekta Neurologi.
Nelson WE, Measles, Ilmu Kesehatan Anak bagian II,
edisi 12, penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Chusid J.G, Neuro Anatomi Korelatif dan Neurologi
Fungsional, Bagian Satu, 1990.
Mansjoer, Arif. Suprohata. Wardhani, Wahtu Ika
Setiowulan, Wiwiek. Kapita Selekta Kedokteran, edisi
ketiga, jilid 2.Media Aesculapius, FK UI. Jakarta, 2000.

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai