Anda di halaman 1dari 158

2016

Elektronika 1

Sekolah Tinggi Teknologi Bontang

Buku ini membahas tentang teori, konsep dan penerapan elektronika


dasar yang bertujuan untuk menganalisa dan mendesain sebuah
rangkaian elektronika. Pengetahuan awal dalam menganalisa sebuah
rangkaian adalah pemahaman tentang teori Thevenin, Norton dan
Superposisi.

STITEK-Bontang
Jl. H. Juanda

Daftar Isi
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

iii
v

1. DIODA SEMIKONDUKTOR
1.1. Pendahuluan
1.2. Teori Semikonduktor
1.3. Semikonduktor Type N
1.4. Semikonduktor Type P
1.5. Dioda Semikonduktor
1.6. Bias Mundur (Reverse Bias)
1.7. Bias Maju (Forward Bias)
1.8. Kurva Karakteristik Dioda
1.9. Resistansi Dioda
1.10. Rangkaian Ekivalen Dioda
1.11. Ringkasan
1.12. Soal Latihan

1
1
1
7
9
12
13
14
15
19
22
24
25

2. RANGKAIAN DIODA
2.1. Pendahuluan
2.2. Penyearah Setengah Gelombang
2.3. Penyearah Gelombang Penuh
2.4. Penyearah Gelombang Penuh Sistem Jembatan
2.5. Rangkaian Clipper (Pemotong)
2.6. Rangkaian Clamper (Penggeser)
2.7. Dioda Zener
2.8. Perencanaan Penyetabil Tegangan
2.9. Rangkaian Pelipat Tegangan
2.10. Ringkasan
2.11. Soal Latihan

27
27
27
32
34
36
39
41
46
48
51
52

3. TRANSISTOR BIPOLAR
3.1. Pendahuluan
3.2. Konstruksi Transistor Bipolar
3.3. Kerja Transistor
3.4. Konfigurasi Transistor
3.5. Kurva Karakteristik Transistor
3.6. Pengaruh Temperatur
3.7. Ringkasan
3.8. Soal Latihan

55
55
55
56
60
64
69
72
73

4. BIAS DC TRANSISTOR BIPOLAR


4.1. Pendahuluan
4.2. Pengertian Titik Kerja
4.3. Rangkaian Bias Tetap

75
75
75
77
v

Bias Umpan Balik Tegangan


Bias Pembagi Tegangan
Garis Beban DC dan AC
Analisa dan Desain
Ringkasan
Soal Latihan

86
89
96
101
109
110

5. PENGUAT TRANSISTOR BIPOLAR


5.1. Pendahuluan
5.2. Parameter Penguat
5.3. Model Hibrid
5.4. Parameter H
5.5. Analisa Penguat CE
5.6. Penguat CE dengan Resistor RE
5.7. Rangkaian Pengikut Emitor
5.8. Penguat Basis Bersama (CB)
5.9. Perencanaan Penguat Transistor
5.10. Ringkasan
5.11. Soal Latihan

115
115
115
117
122
128
134
140
146
149
153
154

4.4.
4.5.
4.6.
4.7.
4.8.
4.9.

vi

Bab

Dioda Semikonduktor

1.1 Pendahuluan
Dioda merupakan komponen elektronika non-linier yang sederhana. Struktur dasar
dioda berupa bahan semikonduktor type P yang disambung dengan bahan type N. Pada ujung
bahan type P dijadikan terminal Anoda (A) dan ujung lainnya katoda (K), sehingga dua terminal inilah yang menyiratkan nama dioda. Operasi dioda ditentukan oleh polaritas relatif
kaki Anoda terhadap kaki Katoda.
Pada bab ini akan dibahas prinsip kerja dan karakteristik dioda. Karakteristik dioda
terdiri atas kurva maju dan kurva mundur. Pada bias maju arus mengalir dengan besar sedangkan pada bias mundur yang mengalir hanya arus bocor kecil.
1.2 Teori Semikonduktor
Operasi semua komponen benda padat seperti dioda, LED, Transistor Bipolar dan FET
serta Op-Amp atau rangkaian terpadu lainnya (solid state) didasarkan atas sifat-sifat semikonduktor. Secara umum semikonduktor adalah bahan yang sifat-sifat kelistrikannya terletak antara sifat-sifat konduktor dan isolator. Sifat-sifat kelistrikan konduktor maupun isolator tidak
mudah berubah oleh pengaruh temperatur, cahaya atau medan magnit, tetapi pada semikonduktor sifat-sifat tersebut sangat sensitif.
Elemen terkecil dari suatu bahan yang masih memiliki sifat-sifat kimia dan fisika yang
sama adalah atom. Suatu atom terdiri atas tiga partikel dasar, yaitu: neutron, proton, dan elektron. Dalam struktur atom, proton dan neutron membentuk inti atom yang bermuatan positip
dan sedangkan elektron-elektron yang bermuatan negatip mengelilingi inti. Elektron-elektron
ini tersusun berlapis-lapis. Struktur atom dengan model Bohr dari bahan semikonduktor yang
paling banyak digunakan, silikon dan germanium, terlihat pada gambar 1.1.

elektron
valensi

inti

Gambar 1.1 Struktur Atom (a) silikon; (b) germanium

Seperti ditunjukkan pada gambar 1.1 atom silikon mempunyai elektron yang mengorbit (yang mengelilingi inti) sebanyak 14 dan atom germanium mempunyai 32 elektron. Pada
atom yang seimbang (netral) jumlah elektron dalam orbit sama dengan jumlah proton dalam
inti. Muatan listrik sebuah elektron adalah: - 1.602
1.602

-19

-19

C dan muatan sebuah proton adalah: +

C.

Elektron yang menempati lapisan terluar disebut sebagai elektron valensi. Atom silikon dan germanium masing-masing mempunyai empat elektron valensi. Oleh karena itu baik
atom silikon maupun atom germanium disebut juga dengan atom tetra-valent (bervalensi empat). Empat elektron valensi tersebut terikat dalam struktur kisi-kisi, sehingga setiap elektron
valensi akan membentuk ikatan kovalen dengan elektron valensi dari atom-atom yang bersebelahan. Struktur kisi-kisi kristal silikon murni dapat digambarkan secara dua dimensi guna
memudahkan pembahasan. Lihat gambar 1.2.

Bab 1. Dioda Semikonduktor

Si

Si

Si

elektron
valensi

ikatan
kovalen

Si

Si

Si

Si

Si

Si

Gambar 1.2 Struktur kristal silikon dengan ikatan kovalen

Meskipun terikat dengan kuat dalam struktur kristal, namun bisa saja elektron valensi
tersebut keluar dari ikatan kovalen menuju daerah konduksi apabila diberikan energi panas.
Bila energi panas tersebut cukup kuat untuk memisahkan elektron dari ikatan kovalen maka
elektron tersebut menjadi bebas atau disebut dengan elektron bebas. Pada suhu ruang terdapat
10

kurang lebih 1.5 x 10 elektron bebas dalam 1 cm bahan silikon murni (intrinsik) dan 2.5 x
10

13

elektron bebas pada germanium.

Semakin besar energi panas yang diberikan semakin

banyak jumlah elektron bebas yang keluar dari ikatan kovalen, dengan kata lain konduktivitas
bahan meningkat.
Setiap elektron yang menempati suatu orbit tertentu dalam struktur atom tunggal (atau
terisolasi) akan mempunyai level energi tertentu. Semakin jauh posisi orbit suatu elektron,
maka semakin besar level energinya. Oleh karena itu elektron yang menduduki posisi orbit
terluar dalam suatu struktur atom atau yang disebut dengan elektron valensi, akan mempunyai
level energi terbesar. Sebaliknya elektron yang paling dekat dengan inti mempunyai level
energi terkecil. Level energidari atom tunggal dapat dilihat pada gambar 1.3.

energi
celah energi

orbit ketiga (terluar)


orbit kedua
orbit pertama (terdalam)

inti
Gambar 1.3 Level energi
Di antara level energi individual yang dimiliki elektron pada orbit tertentu terdapat celah energi yang mana tidak dimungkinkan adanya elektron mengorbit. Oleh karena itu celah
ini disebut juga dengan daerah terlarang. Suatu elektron tidak dapat mengorbit pada daerah
terlarang, tetapi bisa melewatinya dengan cepat. Misalnya bila suatu elektron pada orbit tertentu mendapatkan energi tambahan dari luar (seperti energi panas), sehingga level energi
elektron tersebut bertambah besar, maka elektron akan meloncat ke orbit berikutnya yang lebih luar yakni dengan cepat melewati daerah terlarang. Hal ini berlaku juga sebaliknya, yaitu
apabila suatu elektron dipaksa kembali ke orbit yang lebih dalam, maka elektron akan mengeluarkan energi. Dengan kata lain, elektron yang berpindah ke orbit lebih luar akan membutuhkan energi, sedangkan bila berpindah ke orbit lebih dalam akan mengeluarkan energi.
Besarnya energi dari suatu elektron dinyatakan dengan satuan elektron volt (eV). Hal
ini disebabkan karena definisi energi merupakan persamaan:
W = Q.V

.................. (1.1)

dimana: W = energi [Joule (J)]


Q = muatan (Coulomb)
V = potensial listrik [Volt (V)]

Dengan potensial listrik sebesar 1 V dan muatan elektron sebesar 1.602


ri sebuah elektron dapat dicari:

-19

C, maka energi da-

Bab 1. Dioda Semikonduktor


W = (1.602-19 C) (1 V) =

1.602-19 J

Hasil tersebut menunjukkan bahwa untuk memindahkan sebuah elektron melalui beda potensial sebesar 1 V diperlukan energi sebesar 1.602
1 eV =

-19

J. Atau dengan kata lain:

1.602-19 J

Bila atom-atom tunggal dalam suatu bahan saling berdekatan (dalam kenyatannya
memang mesti demikian) sehingga membentuk suatu kisi-kisi kristal, maka atom-atom akan
berinteraksi dengan mempunyai ikatan kovalen. Karena setiap elektron valensi level energinya tidak tepat sama, maka level energi jutaan elektron valensi dari suatu bahan akan membentuk range energi atau yang disebut dengan pita energi valensi atau pita valensi. Gambar
1.4 menunjukkan diagram pita energi dari bahan isolator, semikonduktor dan konduktor.
Suatu energi bila diberikan kepada elektron valensi, maka elektron tersebut akan meloncat keluar. Oleh karena elektron valensi terletak pada orbit terluar dari struktur atom, maka elektron tersebut akan meloncat ke daerah pita konduksi. Pita konduksi merupakan level
energi dimana elektron terlepas dari ikatan inti atom atau menjadi elektron bebas. Jarak energi antara pita valensi dan pita konduksi disebut dengan pita celah atau daerah terlarang.
Seberapa besar perbedaan energi, Eg, (jarak energi) antara pita valensi dan pita konduksi pada suatu bahan akan menentukan apakah bahan tersebut termasuk isolator, semikonduktor atau konduktor. Eg adalah energi yang diperlukan oleh elektron valensi untuk berpindah dari pita valensi ke pita konduksi. Eg dinyatakan dalam satuan eV (elektron volt). Semakin besar Eg, semakin besar energi yang dibutuhkan elektron valensi untuk berpindah ke
pita konduksi.
Pada bahan-bahan isolator jarak antara pita valensi dan pita konduksi (daerah terlarang) sangat jauh. Pada suhu ruang hanya ada sedikit sekali (atau tidak ada) elektron valensi
yang sampai keluar ke pita konduksi. Sehingga pada bahan-bahan ini tidak dimungkinkan
terjadinya aliran arus listrik. Diperlukan Eg paling tidak 5 eV untuk mengeluarkan elektron
valensi ke pita konduksi.

energi

energi

pita konduksi
pita konduksi

elektron
bebas
Eg

daerah terlarang
Eg > 5eV
elektron
valensi

hole
pita valensi
Eg = 1.1 eV (Si)
Eg = 0.67 eV(Ge)

pita valensi
(a)

(b)

energi

pita konduksi
pita valensi dan
konduksi saling
tumpang tindih
pita valensi

(c)
Gambar 1.4 Diagram pita energi (a) isolator;(b) semikonduktor dan
(c) konduktor

Pada bahan semikonduktor lebar daerah terlarang relatif kecil. Pada suhu mutlak 0

Kelvin, tidak ada elektron valensi yang keluar ke pita konduksi, sehingga pada suhu ini bahan
semikonduktor merupakan isolator yang baik. Namun pada suhu ruang, energi panas mampu
memindahkan sebagian elektron valensi ke pita konduksi (menjadi elektron bebas). Pada bahan silikon dan germanium masing-masing Eg-nya adalah 1.1 eV dan 0.67 eV.
Tempat yang ditinggalkan elektron valensi ini disebut dengan hole. Pada gambar 1.4
dilukiskan dengan lingkaran kosong. Meskipun hole ini secara fisik adalah kosong, namun
secara listrik bermuatan positip, karena ditinggalkan oleh elektron yang bermuatan negatip.
Level energi suatu hole adalah terletak pada pita valensi, yaitu tempat asalnya elektron valensi. Apabila ada elektron valensi berpindah dan menempati suatu hole dari atom sebelahnya,
6

Bab 1. Dioda Semikonduktor

maka hole menjadi tersisi dan tempat dari elektron yang berpindah tersebut menjadi kosong
atau hole. Dengan demikian arah gerakan hole (seolah-olah) berlawanan dengan arah gerakan
elektron.
Sedangkan pada bahan konduktor pita valensi dan pita konduksi saling tumpang tindih. Elektron-elektron valensi sekaligus menempati pada pita konduksi. Oleh karena itu pada
o

bahan konduktor meskipun pada suhu O K, cukup banyak elektron valensi yang berada di pita konduksi (elektron bebas).
1.3 Semikonduktor type n
Apabila bahan semikonduktor intrinsik (murni) diberi (didoping) dengan bahan bervalensi lain maka diperoleh semikonduktor ekstrinsik. Pada bahan semikonduktor intrinsik,
jumlah elektron bebas dan holenya adalah sama. Konduktivitas semikonduktor intrinsik sangat rendah, karena terbatasnya jumlah pembawa muatan yakni hole maupun elektron bebas
tersebut.
Jika bahan silikon didoping dengan bahan ketidak murnian (impuritas) bervalensi lima
(penta-valens), maka diperoleh semikonduktor tipe n. Bahan dopan yang bervalensi lima ini
misalnya antimoni, arsenik, dan pospor. Struktur kisi-kisi kristal bahan silikon type n dapat
dilihat pada gambar 1.5.
Karena atom antimoni (Sb) bervalensi lima, maka empat elektron valensi mendapatkan pasangan ikatan kovalen dengan atom silikon sedangkan elektron valensi yang kelima
tidak mendapatkan pasangan. Oleh karena itu ikatan elektron kelima ini dengan inti menjadi
lemah dan mudah menjadi elektron bebas. Karena setiap atom dopan ini menyumbang sebuah elektron, maka atom yang bervalensi lima disebut dengan atom donor. Dan elektron
bebas sumbangan dari atom dopan inipun dapat dikontrol jumlahnya atau konsentrasinya.

Si

Si

Si

Si

Sb

Si
elektron
valensi
kelima

atom
antimoni
(Sb)
Si

Si

Si

Gambar 1.5 Struktur kristal semikonduktor (silikon) tipe n


Meskipun bahan silikon type n ini mengandung elektron bebas (pembawa mayoritas)
cukup banyak, namun secara keseluruhan kristal ini tetap netral karena jumlah muatan positip
pada inti atom masih sama dengan jumlah keseluruhan elektronnya. Pada bahan type n disamping jumlah elektron bebasnya (pembawa mayoritas) meningkat, ternyata jumlah holenya
(pembawa minoritas) menurun. Hal ini disebabkan karena dengan bertambahnya jumlah
elektron bebas, maka kecepatan hole dan elektron ber-rekombinasi (bergabungnya kembali
elektron dengan hole) semakin meningkat. Sehingga jumlah holenya menurun.
Level energi dari elektron bebas sumbangan atom donor dapat digambarkan seperti
pada gambar 1.6. Jarak antara pita konduksi dengan level energi donor sangat kecil yaitu 0.05
eV untuk silikon dan 0.01 eV untuk germanium. Oleh karena itu pada suhu ruang saja, maka
semua elektron donor sudah bisa mencapai pita konduksi dan menjadi elektron bebas.

Bab 1. Dioda Semikonduktor

energi

pita konduksi
0.01eV (Ge); 0.05eV (Si)
level energi donor
Eg = 0.67eV (Ge); 1.1eV (Si)

pita valensi

Gambar 1.6 Diagram pita energi semikonduktor type n


Bahan semikonduktor type n dapat dilukiskan seperti pada gambar 1.7. Karena atomatom donor telah ditinggalkan oleh elektron valensinya (yakni menjadi elektron bebas), maka
menjadi ion yang bermuatan positip. Sehingga digambarkan dengan tanda positip. Sedangkan elektron bebasnya menjadi pembawa mayoritas. Dan pembawa minoritasnya berupa
hole.
pembawa minoritas

+
pembawa mayoritas

ion donor

+
+

+
+

Gambar 1.7 Bahan semikonduktor type n


1.4 Semikonduktor type P
Apabila bahan semikonduktor murni (intrinsik) didoping dengan bahan impuritas (ketidak-murnian) bervalensi tiga, maka akan diperoleh semikonduktor type p. Bahan dopan
yang bervalensi tiga tersebut misalnya boron, galium, dan indium. Struktur kisi-kisi kristal
semikonduktor (silikon) type p adalah seperti gambar 1.8.
Karena atom dopan mempunyai tiga elektron valensi, dalam gambar 1.8 adalah atom
Boron (B) , maka hanya tiga ikatan kovalen yang bisa dipenuhi. Sedangkan tempat yang se9

harusnya membentuk ikatan kovalen keempat menjadi kosong (membentuk hole) dan bisa ditempati oleh elektron valensi lain. Dengan demikian sebuah atom bervalensi tiga akan menyumbangkan sebuah hole. Atom bervalensi tiga (trivalent) disebut juga atom akseptor, karena atom ini siap untuk menerima elektron.
Seperti halnya pada semikonduktor type n, secara keseluruhan kristal semikonduktor
type n ini adalah netral. Karena jumlah hole dan elektronnya sama. Pada bahan type p, hole
merupakan pembawa muatan mayoritas. Karena dengan penambahan atom dopan akan meningkatkan jumlah hole sebagai pembawa muatan. Sedangkan pembawa minoritasnya adalah
elektron.

Si

Si

Si

Si

Si
hole

atom
Boron (B)

Si

Si

Si

Gambar 1.8 Struktur kristal semikonduktor (silikon) type p

10

Bab 1. Dioda Semikonduktor

energi

pita konduksi
Eg = 0.67eV (Ge); 1.1eV (Si)
level energi akseptor
0.01eV (Ge); 0.05eV (Si)
pita valensi

Gambar 1.9 Diagram pita energi semikonduktor type p


Level energi dari hole akseptor dapat dilihat pada gambar 1.9. Jarak antara level energi akseptor dengan pita valensi sangat kecil yaitu sekitar 0.01 eV untuk germanium dan 0.05
eV untuk silikon. Dengan demikian hanya dibutuhkan energi yang sangat kecil bagi elektron
valensi untuk menempati hole di level energi akseptor. Oleh karena itu pada suhur ruang banyak sekali jumlah hole di pita valensi yang merupakan pembawa muatan.
Bahan semikonduktor type p dapat dilukiskan seperti pada gambar 1.10. Karena
atom-atom akseptor telah menerima elektron, maka menjadi ion yang bermuatan negatip. Sehingga digambarkan dengan tanda negatip. Pembawa mayoritas berupa hole dan pembawa
minoritasnya berupa elektron.
pembawa minoritas

pembawa mayoritas

ion akseptor

Gambar 1.10 Bahan semikonduktor type p

11

1.5 Dioda Semikonduktor


Dioda semikonduktor dibentuk dengan cara menyambungkan semikonduktor type p
dan type n. Pada saat terjadinya sambungan (junction) p dan n, hole-hole pada bahan p dan
elektron-elektron pada bahan n disekitar sambungan cenderung untuk berkombinasi. Hole
dan elektron yang berkombinasi ini saling meniadakan, sehingga pada daerah sekitar sambungan ini kosong dari pembawa muatan dan terbentuk daerah pengosongan (depletion region).
ion donor

ion akseptor

(a)

+
+
+

tipe p

tipe n
elektron dan hole
berkombinasi
daerah pengosongan

(b)

tipe p

+
+
+

tipe n

(c)
Anoda (A)

Katoda (K)

Gambar 1.11 Struktur Dioda Semikonduktor (a) pembentukan sambungan; (b)


daerah pengosongan; (c) simbol dioda

Oleh karena itu pada sisi p tinggal ion-ion akseptor yang bermuatan negatip dan pada
sisi n tinggal ion-ion donor yang bermuatan positip. Namun proses ini tidak berlangsung terus, karena potensial dari ion-ion positip dan negatip ini akan mengahalanginya. Tegangan
atau potensial ekivalen pada daerah pengosongan ini disebut dengan tegangan penghalang

12

Bab 1. Dioda Semikonduktor

(barrier potential). Besarnya tegangan penghalang ini adalah 0.2 untuk germanium dan 0.6
untuk silikon. Lihat gambar 1.11.
1.6 Bias Mundur (Reverse Bias)
Bias mundur adalah pemberian tegangan negatip baterai ke terminal anoda (A) dan tegangan positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda. Dengan kata lain, tegangan anoda katoda VA-K adalah negatip (VA-K < 0). Gambar 1.12 menunjukkan dioda diberi bias mundur.
daerah pengosongan
A

--- tipe p

+
+
+
+

+
+
+
+

+ +
+
+
++ +
+
+
tipe n

Is

K
+

Gambar 1.12 Dioda diberi bias mundur


Karena pada ujung anoda (A) yang berupa bahan tipe p diberi tegangan negatip, maka
hole-hole (pembawa mayoritas) akan tertarik ke kutup negatip baterai menjauhi persambungan. Demikian juga karena pada ujung katoda (K) yang berupa bahan tipe n diberi tegangan
positip, maka elektron-elektron (pembawa mayoritas) akan tertarik ke kutup positip baterai
menjauhi persambungan. Sehingga daerah pengosongan semakin lebar, dan arus yang disebabkan oleh pembawa mayoritas tidak ada yang mengalir.
Sedangkan pembawa minoritas yang berupa elektron (pada bahan tipe p) dan hole
(pada bahan tipe n) akan berkombinasi sehingga mengalir arus jenuh mundur (reverse saturation current) atau Is. Arus ini dikatakan jenuh karena dengan cepat mencapai harga maksimum tanpa dipengaruhi besarnya tegangan baterai. Besarnya arus ini dipengaruhi oleh temperatur. Makin tinggi temperatur, makin besar harga Is. Pada suhu ruang, besarnya Is ini dalam skala mikro-amper untuk dioda germanium, dan dalam skala nano-amper untuk dioda silikon.

13

1.7 Bias Maju (Foward Bias)


Apabila tegangan positip baterai dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan negatipnya
ke terminal katoda (K), maka dioda disebut mendapatkan bias maju (foward bias). Dengan
demikian VA-K adalah positip atau VA-K > 0. Gambar 1.13 menunjukan dioda diberi bias maju.
daerah pengosongan
A

- -

tipe p

+ +
+
+
+
+
+
+ +
+
+ +
tipe n

ID

Gambar 1.13 Dioda diberi bias maju


Dengan pemberian polaritas tegangan seperti pada gambar 1.13, yakni VA-K positip,
maka pembawa mayoritas dari bahan tipe p (hole) akan tertarik oleh kutup negatip baterai melewati persambungan dan berkombinasi dengan elektron (pembawa mayoritas bahan tipe n).
Demikian juga elektronnya akan tertarik oleh kutup positip baterai untuk melewati persambungan. Oleh karena itu daerah pengosongan terlihat semakin menyempit pada saat dioda diberi bias maju. Dan arus dioda yang disebabkan oleh pembawa mayoritas akan mengalir, yaitu ID.
Sedangkan pembawa minoritas dari bahan tipe p (elektron) dan dari bahan tipe n
(hole) akan berkombinasi dan menghasilkan Is. Arah Is dan ID adalah berlawanan. Namun
karena Is jauh lebih kecil dari pada ID, maka secara praktis besarnya arus yang mengalir pada
dioda ditentukan oleh ID.

14

Bab 1. Dioda Semikonduktor

1.8 Kurva Karakteristik Dioda


Hubungan antara besarnya arus yang mengalir melalui dioda dengan tegangan VA-K
dapat dilihat pada kurva karakteristik dioda (gambar 1.14).
Gambar 1.14 menunjukan dua macam kurva, yakni dioda germanium (Ge) dan dioda
silikon (Si). Pada saat dioda diberi bias maju, yakni bila VA-K positip, maka arus ID akan
naik dengan cepat setelah VA-K mencapai tegangan cut-in (V). Tegangan cut-in (V) ini kira-kira sebesar 0.2 Volt untuk dioda germanium dan 0.6 Volt untuk dioda silikon. Dengan
pemberian tegangan baterai sebesar ini, maka potensial penghalang (barrier potential) pada
persambungan akan teratasi, sehingga arus dioda mulai mengalir dengan cepat.
Bagian kiri bawah dari grafik pada gambar 1.14 merupakan kurva karakteristik dioda
saat mendapatkan bias mundur. Disini juga terdapat dua kurva, yaitu untuk dioda germanium
dan silikon. Besarnya arus jenuh mundur (reverse saturation current) Is untuk dioda germanium adalah dalam orde mikro amper dalam contoh ini adalah 1 A. Sedangkan untuk dioda
silikon Is adalah dalam orde nano amper dalam hal ini adalah 10 nA.
Apabila tegangan VA-K yang berpolaritas negatip tersebut dinaikkan terus, maka suatu saat akan mencapai tegangan patah (break-down) dimana arus Is akan naik dengan tibatiba. Pada saat mencapai tegangan break-down ini, pembawa minoritas dipercepat hingga
mencapai kecepatan yang cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron valensi dari atom. Kemudian elektron ini juga dipercepat untuk membebaskan yang lainnya sehingga arusnya semakin besar. Pada dioda biasa pencapaian tegangan break-down ini selalu dihindari karena
dioda bisa rusak.

15

ID (mA)

Ge

Si

VA-K (Volt)

Is(Si)=10nA
0.2

0.6

Is(Ge)=1A
Si

Ge

Gambar 1.14 Kurva karakteristik dioda


Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan dalam persamaan matematis yang dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu:

ID = Is [e

(VD/n.VT)

- 1]
.......(1.2)

dimana:
ID = arus dioda (amper)
Is = arus jenuh mundur (amper)
e

= bilangan natural, 2.71828...

VD = beda tegangan pada dioda (volt)


n

= konstanta, 1 untuk Ge; dan

2 untuk Si

VT = tegangan ekivalen temperatur (volt)


Harga Is suatu dioda dipengaruhi oleh temperatur, tingkat doping dan geometri dioda. Dan
konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan parameter fisik dioda. Sedangkan harga VT
ditentukan dengan persamaan:

16

Bab 1. Dioda Semikonduktor

kT
VT =
q

......................(1.3)

dimana:
k

= konstanta Boltzmann, 1.381 x 10-23 J/K


(J/K artinya joule per derajat kelvin)

= temperatur mutlak (kelvin)

= muatan sebuah elektron, 1.602 x 10-19 C

Pada temperatur ruang, 25 C atau 273 + 25 = 298 K, dapat dihitung besarnya VT yaitu:
-23

J/K)(298K)
(1.381 x 10
VT =
-19
C
1.602 x 10
= 0.02569 J/C
26 mV

Harga VT adalah 26 mV ini perlu diingat untuk pembicaraan selanjutnya.


Sebagaimana telah disebutkan bahwa arus jenuh mundur, Is, dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: doping, persambungan, dan temperatur. Namun karena dalam pemakaian
suatu komponen dioda, faktor doping dan persambungan adalah tetap, maka yang perlu mendapat perhatian serius adalah pengaruh temperatur. Gambar 1.15 menunjukan kurva bias maju untuk beberapa macam temperatur.

17

ID (mA)
o

35 C
o

45 C

25 C

untuk ID tertentu,
VD turun bila suhu
dinaikkan
VD (Volt)

0.66

0.68

0.70

Gambar 1.15 Pengaruh temperatur pada kurva bias maju

Apabila temperatur dioda dinaikkan, maka tegangan cut-in (V) turun. Sebaliknya bila temperatur turun, maka V naik. Dengan asumsi bahwa ID tetap, hubungan antara temperatur dengan tegangan cut-in (V) dapat dinyatakan dengan persamaan:

.......(1-4)

V(T1) - V(To) = k(T1 - To)

dimana:
O

To

= temperatur ruang, atau 25

T1

= temperatur dioda yang baru (OC)

V(T1)

= tegangan cut-in pada temperatur ruang (volt)

V(To)

= tegangan cut-in yang baru (volt)

O
= koefisien temperatur dalam V/ C

Harga k umumnya oleh para ahli dianggap tetap, yaitu:


k = -2.5 mV/OC

untuk dioda germanium

k = -2.0 mV/OC

untuk dioda silicon

Selain mempengaruhi tegangan cut-in (V), temperatur dioda juga mempengaruhi arus
O

jenuh mundur, Is. Arus Is kira-kira naik dua kali lipat apabila temperatur dioda naik 10 C.
Gambar 1.16 menunjukkan perubahan kurva bias mundur untuk beberapa macam temperatur.
18

Bab 1. Dioda Semikonduktor

Secara matematis pengaruh temperatur terhadap arus Is dapat dinyatakan:

Is(T2) = Is(T1).2

(T2 - T1)/10

.......(1.5)

ID

VD
25 OC

-1
-2

35 C
O
45 C

-4

55 OC

-8
(A)

Gambar 1.16 Pengaruh temperatur terhadap kurva bias mundur

1.9 Resistansi Dioda


Karena kurva karakteristik dioda tidak linier, maka resistansi dioda berbeda-beda antara satu titik operasi ke titik operasi lainnya. Pemberian tegangan dc kepada suatu rangkaian
yang ada dioda semikonduktornya akan menentukan titik kerja dioda tersebut pada kurva karakteristik. Apabila tegangan dc yang diberikan tidak berubah maka titik kerja dioda juga tidak berubah. Perbandingan antara tegangan pada titik kerja dengan arus yang mengalir pada
dioda disebut dengan Resistansi DC atau Resistansi Statis.
VD
RD =
ID

......................(1.6)

Resistansi dc pada daerah bias maju akan lebih kecil dibanding dengan resistansi pada
daerah bias mundur. Untuk lebih jelasnya dapat diperhatikan contoh 1.1 di bawah ini.

19

Contoh 1.1:
Tentukan resistansi dc dioda dengan kurva karakteristik seperti gambar 1.17 pada:
(a) ID = 2 mA
(b) ID = 20 mA
(a) VD = -10 V
ID (mA)

-10 V

VD (Volt)
-1A

Gambar 1.17

0.5

0.8

Contoh 1.1

Penyelesaian:
(a) Pada ID = 2 mA, VD = 0.5 V (dari kurva), maka
VD
RD = =
ID

0.5V
= 250
2mA

(b) Pada ID = 20 mA, VD = 0.8 V (dari kurva), maka


VD
RD = =
ID

0.8V
= 40
20mA

20

Bab 1. Dioda Semikonduktor

(a) Pada VD = -10 V, ID = Is = -1A (dari kurva), maka


VD
RD = =
ID

10V
= 10 M
1A

Apabila sinyal sinus diberikan di sekitar titik kerja, maka titik kerja akan berayun ke
atas dan ke bawah. Perbandingan antara perubahan tegangan dengan perubahan arus disekitar
titik kerja disebut dengan Resistansi AC atau Resistansi Dinamik. Perubahan tegangan
maupun arus harus dibuat sekecil mungkin serta titik-Q merupakan titik tengahnya perubahan
tersebut.

Vd
rd =
Id

Id

titik-Q

karakteristik
dioda

Vd
Gambar 1.18 Menentukan Resistansi ac atau resistansi dinamik

Menetukan resistansi dinamik secara grafis seperti diuraikan di atas diperlukan adanya
kurva karakteristik dengan skala pengukuran yang benar. Cara lain untuk menentukan resistansi dinamik adalah melalui persamaan matematis. Yaitu dengan mendiferensialkan persamaan 1.2, maka diperoleh:

d
d
(VD/n.VT)
(iD) = {Is[e
- 1]}
dVD
dVD
21

diD
(iD + Is)
=
dVD
n.VT
Resistansi dinamik adalah kebalikan dari persamaan tersebut, yaitu:
n.VT
rd =
(iD + Is)
Karena iD >> Is, dan dianggap n = 1 dan VT = 26mV, maka:
rd =

26 mV

iD

rd =

26 mV

iD

.................(1.7)

Persamaan (1.7) ini akan valid (tepat) hanya untuk bagian kurva yang mendekati vertikal. Apabila harga ID cukup kecil dan harga n = 2, maka hasilnya perlu dikalikan 2. Resistansi total dari komponen dioda adalah rd ditambah dengan resistansi bahan semikonduktor
(bulk resistansi) serta resistansi karena hubungan konektor dengan bahan (contact resistansi).

1.10 Rangkaian Ekivalen Dioda


Rangkaian ekivalen adalah gabungan dari beberapa elemen yang dianggap paling mewakili karakteristik suatu komponen atau sistem yang sesungguhnya. Oleh karena itu suatu
komponen dapat diganti dengan rangkaian elkivalennya tanpa mempengaruhi keseluruhan sistem dimana komponen tersebut berada. Dalam banyak hal, penggantian komponen dengan
ekivalennya akan memudahkan dalam analisis rangkain. Istilah rangkaian ekivalen dioda ini
sering juga disebut dengan model dioda.
Secara umum terdapat tiga macam pendekatan yang digunakan untuk membuat rangkaian ekivalen suatu dioda semikonduktor. Pendekatan yang paling sederhana adalah model
dioda ideal. Gambar 1.19 menunjukkan model dioda ideal dan karakteristiknya.

22

Bab 1. Dioda Semikonduktor

ID

VD

ID

VD

(a)
(b)

Gambar 1.19 Model dioda ideal (a) dan karakteristiknya (b)

Dioda ideal menyerupai suatu saklar, bila VD positip saklar akan menutup (dioda ON)
sehingga arus ID besar dan bila VD negatip saklar akan membuka (dioda OFF) sehingga arus
ID = 0. Model dioda ideal dipakai terutama dalam kondisi apabila tegangan dan resistansi jaringan sangat besar, misalnya dalam power supply.
Pendekatan kedua adalah lebih lengkap dari model ideal yaitu model dioda sederhana.
Gambar 1.20 menunjukkan model dioda sederhana dan karakteristiknya. Rangkaian ekivalennya terdiri atas dioda ideal yang diseri dengan tegangan baterai sebesar 0.7 V (untuk dioda
silikon). Tegangan baterai ini sebesar tegangan cut-in dari dioda yang bersangkutan.
Pendekatan ketiga adalah yang paling komplek yaitu rangkaian ekivalen piecewiselinier. Meskipun rangkaian ekivalen ini dianggap paling akurat, namun bagian nonlinier dari
kurva bias maju tetap dianggap sebagai linier. Sehingga diperoleh seperti gambar 1.21.

23

ID
+

VD

tegak lurus

V=0.7V
ID
dioda ideal

VD
(b)

(a

V=0.7

Gambar 1.20 Model dioda sederhana (a) dan karakteristiknya (b)


ID

VD

rd

V=0.7V
ID
VD

dioda ideal
(b)

(a)

V=0.7V

Gambar 1.21 Model dioda sederhana (a) dan karakteristiknya (b)

1.11 Ringkasan
Dioda semikonduktor dibentuk dengan menyambungkan dua buah bahan semikonduktor tipe P dan tipe N. Bahan semikonduktor tipe P mempunyai pembawa muatan mayoritas
hole, sedangkan pada tipe N pembawa muatan mayoritasnya adalah elektron. Dengan demikian pada persambungan dua bahan tersebut timbul daerah pengosongan.
Apabila dioda semikonduktor diberi bias maju, maka arus akan mengalir. Namun
apabila dioda diberi bias mundur, maka dioda tidak mengalirkan arus, hanya terdapat arus
yang sangat kecil yang disebut dengan arus bocor.

24

Bab 1. Dioda Semikonduktor

1.12 Soal Latihan


1.

Jelaskan karakteristik bahan konduktor, semikonduktor, dan isolator!

2.

Mengapa atom silikon dan atom germanium disebut dengan atom tetra-valen?

3.

Jelaskan bahan semikonduktor intrinsik dan ekstrinsik!

4.

Berapa joule energi yang dibutuhkan untuk memindahkan muatan sebesar 6 Coulomb
melalui beda potensial sebesar 3V?

5.

Jelaskan bagaimana cara memperoleh bahan semikonduktor tipe N dan jelaskan karakteristiknya!

6.

Jelaskan bagaimana cara memperoleh bahan semikonduktor tipe P dan jelaskan karakteristiknya!

7.

Apa yang dimaksud dengan ikatan kovalen?

8.

Jelaskan struktur dan karakteristik dioda semikonduktor!

9.

Parameter dioda apa saja yang diperngaruhi oleh perubahan temperatur? Jelaskan!

10. Jelaskan definisi resistansi dinamik dioda!

25

Bab

Rangkaian Dioda

2.1 Pendahuluan
Penerapan dioda semikonduktor dalam bidang elektronika sangatlah luas. Hal ini karena sifat dioda yang sangat mendasar yaitu hanya dapat melewatkan arus dalam satu arah saja. Rangkaian penyearah merupakan penerapan dioda yang sangat penting untuk dibahas lebih dahulu. Sesuai dengan bentuk gelombang outputnya, maka penyearah terdapat dua macam yaitu setengah gelombang dan gelombang penuh.
Rangkaian pemotong dan penggeser merupakan penerapan lain yang juga banyak digunakan dalam teknik pulsa. Jenis dioda semikonduktor yang khusus dioperasikan pada bias
mundur yang pada titik break-down-nya sering disebut dengan dioda Zener. Zener ini merupakan inti dari rangkaian penyetabil tegangan. Disamping itu juga dibahas beberapa macam
rangkaian pelipat tegangan.
2.2 Penyearah setengah gelombang
Penerapan dioda yang paling banyak dijumpai adalah sebagai penyearah. Penyearah
berarti mengubah arus bolak-balik (ac) menjadi arus searah (dc). Sebagian besar peralatan
elektronik membutuhkan sumber daya yang berupa arus searah. Untuk kebutuhan daya dan
tegangan yang kecil biasanya cukup digunakan baterai atau accu, namun untuk lebih dari itu
diperlukan power supply yang berupa penyearah.
Penyearah yang paling sederhana adalah penyearah setengah gelombang, yaitu yang
terdiri dari sebuah dioda. Melihat dari namanya, maka hanya setengah gelombang saja yang
akan disearahkan. Gambar 2.1 menunjukkan rangkaian penyearah setengah gelombang.
Rangkaian penyearah setengah gelombang mendapat masukan dari skunder trafo yang
berupa sinyal ac berbentuk sinus, vi = Vm Sin t (gambar 2.1 (b)). Dari persamaan tersebut,
Vm merupakan tegangan puncak atau tegangan maksimum. Harga Vm ini hanya bisa diukur
dengan CRO yakni dengan melihat langsung pada gelombangnya. Sedangkan pada umumnya

harga yang tercantum pada skunder trafo adalah tegangan efektif. Hubungan antara tegangan
puncap Vm dengan tegangan efektif (Veff) atau tegangan rms (Vrms) adalah:
Vm
Veff = Vrms = = 0.707 Vm
2

...... (2.1)

Tegangan (arus) efektif atau rms (root-mean-square) adalah tegangan (arus) yang terukur oleh voltmeter (amper-meter). Karena harga Vm pada umumnya jauh lebih besar dari
pada V (tegangan cut-in dioda), maka pada pembahasan penyearah ini V diabaikan.
Prinsip kerja penyearah setengah gelombang adalah bahwa pada saat sinyal input berupa siklus positip maka dioda mendapat bias maju sehingga arus (i) mengalir ke beban (RL),
dan sebaliknya bila sinyal input berupa siklus negatip maka dioda mendapat bias mundur sehingga tidak mengalir arus. Bentuk gelombang tegangan input (vi) ditunjukkan pada (b) dan
arus beban (i) pada (c) dari gambar 2.1.
Resistansi dioda pada saat ON (mendapat bias maju) adalah Rf, yang umumnya nilainya lebih kecil dari RL. Pada saat dioda OFF (mendapat bias mundur) resistansinya besar
sekali atau dalam pembahasan ini dianggap tidak terhigga, sehingga arus dioda tidak mengalir
atau i = 0.
Arus yang mengalir ke beban (i) terlihat pada gambar (c) bentuknya sudah searah (satu
arah) yaitu positip semua. Apabila arah dioda dibalik, maka arus yang mengalir adalah negatip. Frekuensi sinyal keluaran dari penyearah setengah gelombang ini adalah sama dengan
frekuensi input (dari jala-jala listrik) yaitu 50 Hz. Karena jarak dari puncak satu ke puncak
berikutnya adalah sama.

28

Bab 2. Rangkaian Dioda

vd

masukan
sinyal ac

RL

vi

(a)

vi

i
Vm

Im

Id c
0

(c)

(b)

Gambar 2.1 Penyearah setengah gelombang (a) rangkaian; (b) tegangan


skunder trafo; (c) arus beban
Arus dioda yang mengalir melalui beban RL (i) dinyatakan dengan:
i = Im Sin t
i = 0
dimana:

.
,jika 0 t (siklus positip)
,jika t 2 (siklus negatip)

Vm
Im =
Rf + RL

................(2.2)

Bila diperhatikan meskipun sinyal keluaran masih berbentuk gelombang, namun arah
gelombangnya adalah sama, yaitu positip (gambar c). Berarti harga rata-ratanya tidak lagi nol
seperti halnya arus bolak-balik, namun ada suatu harga tertentu. Arus rata-rata ini (Idc) secara matematis bisa dinyatakan:

29

1
2
Idc =
i dt
0
2

............(2.3)

Untuk penyearah setengah gelombang diperoleh:


1

Idc =
Im Sin t dt
0
2

Im
.................(2.4)
Idc = 0.318
Im

Tegangan keluaran dc yang berupa turun tegangan dc pada beban adalah:

Vdc = Idc.RL

Im.RL
Vdc =

.................(2.5)

Apabila harga Rf jauh lebih kecil dari RL, yang berarti Rf bisa diabaikan, maka:
Vm = Im.RL
Sehingga:

Vm
Vdc =

0.318 Vm

30

.......(2.6)

Bab 2. Rangkaian Dioda


Apabila penyearah bekerja pada tegangan Vm yang kecil, untuk memperoleh hasil yang lebih
teliti, maka tegangan cut-in dioda (V) perlu dipertimbangkan, yaitu:

Vdc = 0.318 (Vm - V)

............(2.7)

Dalam perencanaan rangkaian penyearah yang juga penting untuk diketahui adalah berapa tegangan maksimum yang boleh diberikan pada dioda. Tegangan maksimum yang harus
ditahan oleh dioda ini sering disebut dengan istilah PIV (peak-inverse voltage) atau tegangan
puncak balik. Hal ini karena pada saat dioda mendapat bias mundur (balik) maka tidak arus
yang mengalir dan semua tegangan dari skunder trafo berada pada dioda. Bentuk gelombang
dari sinyal pada dioda dapat dilihat pada gambar 2.2. PIV untuk penyearah setengah gelombang ini adalah:

PIV = Vm

......................(2.8)

Vd

Gambar 2.2 Bentuk gelombang sinyal pada dioda


Bentuk gelombang sinyal pada dioda seperti gambar 2.2 dengan anggapan bahwa Rf
dioda diabaikan, karena nilainya kecil sekali dibanding RL. Sehingga pada saat siklus positip
dimana dioda sedang ON (mendapat bias maju), terlihat turun tegangannya adalah nol. Sedangkan saat siklus negatip, dioda sedang OFF (mendapat bias mundur) sehingga tegangan
puncak dari skunder trafo (Vm) semuanya berada pada dioda.

31

2.3 Penyearah gelombang penuh


Rangkaian penyearah gelombang penuh ada dua macam, yaitu dengan menggunakan
trafo CT (center-tap = tap tengah) dan dengan sistem jembatan. Gambar 2.3 menunjukkan
rangkaian penyearah gelombang penuh dengan menggunakan trafo CT.
D1

i1

iL

Vi

masukan
sinyal ac

D2

Vi

RL

i2

VL

(a)
i1

vi

Im

Vm

0
i2

(b)

Im

iL
Im
Id c

Gambar 2.3 (a) Rangkaian penyearah gelombang


penuh dengan trafo CT; (b) sinyal input; (c) arus
dioda dan arus be-ban

(c)

Terminal skunder dari Trafo CT mengeluarkan dua buah tegangan keluaran yang sama
tetapi fasanya berlawanan dengan titik CT sebagai titik tengahnya. Kedua keluaran ini masing-masing dihubungkan ke D1 dan D2, sehingga saat D1 mendapat sinyal siklus positip maka D1 mendapat sinyal siklus negatip, dan sebaliknya. Dengan demikian D1 dan D2 hidup32

Bab 2. Rangkaian Dioda


nya bergantian. Namun karena arus i1 dan i2 melewati tahanan beban (RL) dengan arah yang
sama, maka iL menjadi satu arah (gambar 2.3 c).
Terlihat dengan jelas bahwa rangkaian penyearah gelombang penuh ini merupakan
gabungan dua buah penyearah setengah gelombang yang hidupnya bergantian setiap setengah
siklus. Sehingga arus maupun tegangan rata-ratanya adalah dua kali dari penyearah setengah
gelombang. Dengan cara penurunan yang sama, maka diperoleh:
2Im
Idc = 0.636 Im

.......(2.9)

2Im.RL
Vdc = Idc.RL =

......(2.10)

dan

Apabila harga Rf jauh lebih kecil dari RL, maka Rf bisa diabaikan, sehingga:
2Vm
Vdc =

0.636 Vm

......(2.11)

Apabila penyearah bekerja pada tegangan Vm yang kecil, untuk memperoleh hasil yang lebih
teliti, maka tegangan cut-in dioda (V) perlu dipertimbangkan, yaitu:

Vdc = 0.636 (Vm - V)

...........(2.12)

Tegangan puncak inverse yang dirasakan oleh dioda adalah sebesar 2Vm. Misalnya
pada saat siklus positip, dimana D1 sedang hidup (ON) dan D2 sedang mati (OFF), maka
jumlah tegangan yang berada pada dioda D2 yang sedang OFF tersebut adalah dua kali dari
tegangan skunder trafo. Sehingga PIV untuk masing-masing dioda dalam rangkaian penyearah dengan trafo CT adalah:

33

PIV = 2Vm

.....................(2.13)

2.4 Penyearah gelombang penuh sistem jembatan


Penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan ini bisa menggunakan sembarang trafo baik yang CT maupun yang biasa, atau bahkan bisa juga tanpa menggunakan trafo.
rangkaian dasarnya adalah seperti pada gambar 2.4.
Prinsip kerja rangkaian penyearah gelombang penuh sistem jembatan dapat dijelaskan
melalui gambar 2.4. Pada saat rangkaian jembatan mendapatkan bagian positip dari siklus sinyal ac, maka (gambar 2.4 b):
- D1 dan D3 hidup (ON), karena mendapat bias maju
- D2 dan D4 mati (OFF), karena mendapat bias mundur
Sehingga arus i1 mengalir melalui D1, RL, dan D3.
Sedangkan apabila jembatan memperoleh bagian siklus negatip, maka (gambar 2.4 c):
- D2 dan D4 hidup (ON), karena mendapat bias maju
- D1 dan D3 mati (OFF), karena mendapat bias mundur
Sehingga arus i2 mengalir melalui D2, RL, dan D4.
Arah arus i1 dan i2 yang melewati RL sebagaimana terlihat pada gambar 2.4 b dan c
adalah sama, yaitu dari ujung atas RL menuju ground. Dengan demikian arus yang mengalir
ke beban (iL) merupakan penjumlahan dari dua arus i1 dan i2, dengan menempati paruh waktu masing-masing (gambar 2.4 d).
Besarnya arus rata-rata pada beban adalah sama seperti penyearah gelombang penuh
dengan trafo CT, yaitu: Idc = 2Im/ = 0.636 Im (persamaan 2.8). Untuk harga Vdc dengan
memperhitungkan harga V adalah:

Vdc = 0.636 (Vm - 2V)


...........(2.14)

34

Bab 2. Rangkaian Dioda

D1

D4
masukan
sinyal ac

RL
D3

D2

(a)

i2

D1

D4
i1
i2
RL
D3

Im
(b)

D2

D4

i2

D1
i1

Im

(c)
D3
i1

RL

D2

iL
Im
Id c
(d)

Gambar 2.4 Penyearah gelombang penuh dengan jembatan (a) rangkaian dasar; (b) saat siklus positip; (c) saat siklus negatip; (d) arus beban

35

Harga 2V ini diperoleh karena pada setiap siklus terdapat dua buah dioda yang berhubungan
secara seri.
Disamping harga 2V ini, perbedaan lainnya dibanding dengan trafo CT adalah harga
PIV. Pada penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan ini PIV masing-masing dioda adalah:
PIV = Vm

.....................(2.15)

2.5 Rangkaian Clipper (pemotong)


Rangkaian clipper (pemotong) digunakan untuk memotong atau menghilangkan sebagian sinyal masukan yang berada di bawah atau di atas level tertentu. Contoh sederhana dari
rangkaian clipper adalah penyearah setengah gelombang. Rangkaian ini memotong atau
menghilangkan sebagian sinyal masukan di atas atau di bawah level nol.
Secara umum rangkaian clipper dapat digolongkan menjadi dua, yaitu: seri dan paralel. Rangkaian clipper seri berarti diodanya berhubungan secara seri dengan beban, sedangkan clipper paralel berarti diodanya dipasang paralel dengan beban. Sedangkan untuk masing-masing jenis tersebut dibagi menjadi clipper negatip (pemotong bagian negatip) dan clipper positip (pemotong bagian positip). Dalam analisa ini diodanya dianggap ideal.
Petunjuk untuk menganalisa rangkaian clipper seri adalah sebagai berikut:
1. Perhatikan arah dioda
- bila arah dioda ke kanan, maka bagian positip dari sinyal input akan dilewatkan, dan bagian
negatip akan dipotong (berarti clipper negatip)
- bila arah dioda ke kiri, maka bagian negatip dari sinyal input akan dilewatkan, dan bagian
positip akan dipotong (berarti clipper positip)
2. Perhatikan polaritas baterai (bila ada)
3. Gambarlah sinyal output dengan sumbu nol pada level baterai (yang sudah ditentukan pada langkah 2 di atas)
4. Batas pemotongan sinyal adalah pada sumbu nol semula (sesuai dengan sinyal input)
Rangkaian clipper seri positip adalah seperti gambar 2.5. dan rangkaian clipper seri negatip
adalah gambar 2.6.

36

Bab 2. Rangkaian Dioda

vi

VB

vO

Vo

Vm
RL

VB

vO

Vo
RL

+V

Gambar 2.5 Rangkaian clipper seri positip


vi

VB

vO

Vo

Vm
RL
-

VB

vO
Vo
+VB
RL

Gambar 2.6 Rangkaian clipper seri negatip

37

Petunjuk untuk menganalisa rangkaian clipper paralel adalah sebagai berikut:


1. Perhatikan arah dioda.
-

bila arah dioda ke bawah, maka bagian positip dari sinyal input akan dipotong (berarti
clipper positip)

bila arah dioda ke atas, maka bagian negatip dari sinyal input akan dipotong (berarti clipper negatip)

2. Perhatikan polaritas baterai (bila ada).


3. Gambarlah sinyal output dengan sumbu nol sesuai dengan input.
4. Batas pemotongan sinyal adalah pada level baterai.
Rangkaian clipper paralel positip adalah seperti gambar 2.7 dan rangkaian clipper paralel negatip adalah gambar 2.8.
vi

R
V

vO

Vo

Vm
D

+V

VB

R
V

vO

Vo
D
VB

Gambar 2.7 Rangkaian clipper paralel positip

38

Bab 2. Rangkaian Dioda


R
vi

vO

Vo
D

Vm

VB

R
V

vO

Vo
D

+V

VB

Gambar 2.8 Rangkaian clipper paralel negatip

2.6 Rangkaian Clamper (Penggeser)


Rangkaian Clamper (penggeser) digunakan untuk menggeser suatu sinyal ke level dc
yang lain. Rangkain Clamper paling tidak harus mempunyai sebuah kapasitor, dioda, dan resistor, disamping itu bisa pula ditambahkan sebuah baterai. Harga R dan C harus dipilih sedemikian rupa sehingga konstanta waktu RC cukup besar agar tidak terjadi pengosongan
muatan yang cukup berarti saat dioda tidak menghantar. Dalam analisa ini dianggap didodanya adalah ideal.
Sebuah rangkaian clamper sederhana (tanpa baterai) terdiri atas sebuah R, D, dan C
terlihat pada gambar 2.9.

39

vi

Vo

+V
Vo

Vi
D
0

T/2

T/2

-V
(a)

(b)
-2V
(c)
C

C
+

Vo

Vo
+

V
+

(d)

(e)
Gambar 2.9 Rangkaian Clamper sederhana

Gambar 2.9 (a) adalah gelombang kotak yang menjadi sinyal input rangkaian clamper
(b). Pada saat 0 - T/2 sinyal input adalah positip sebesar +V, sehingga Dioda menghantar
(ON). Kapasitor mengisi muatan dengan cepat melalui tahanan dioda yang rendah (seperti
hubung singkat, karena dioda ideal). Pada saat ini sinyal output pada R adalah nol (gambar
d).
Kemudian saat T/2 - T sinyal input berubah ke negatip, sehingga dioda tidak menghantar (OFF) (gambar e). Kapasitor membuang muatan sangat lambat, karena RC dibuat cukup lama. Sehingga pengosongan tegangan ini tidak berarti dibanding dengan sinyal output.
Sinyal output merupakan penjumlahan tegangan input -V dan tegangan pada kapasitor -V,
yaitu sebesar -2V (gambar c).
Terlihat pada gambar 2.9 c bahwa sinyal output merupakan bentuk gelombang
kontak (seperti gelombang input) yang level dc nya sudah bergeser kearah negatip sebesar -V.
Besarnya penggeseran ini bisa divariasi dengan menambahkan sebuah baterai secara seri dengan dioda. Disamping itu arah penggeseran juga bisa dinuat kearah positip dengan cara
40

Bab 2. Rangkaian Dioda


membalik arah dioda. Beberapa rangkaian clamper negatip dan positip dapat dilihat pada
gambar 2.10.
C

Vo
Vo

Vi
D

VB

T/2

T
2V

VB

Vo
C
Vo

Vi
D

2V
0

VB

T/2

VB

Gambar 2.10 Rangkaian Clamper negatip dan positip

2.7 Dioda Zener


Struktur Dioda zener tidaklah jauh berbeda dengan dioda biasa, hanya tingkat dopingnya saja yang sangat berbeda. Kurva karakteristik dioda zener juga sama seperti dioda biasa,
namun perlu dipertegas adanya daerah breakdown dimana pada saat bias mundur mencapai
tegangan breakdown maka arus dioda naik dengan cepat (gambar 2.11). Daerah breakdown
inilah titik fokus penerapan dari dioda zener. Sedangkan pada dioda biasa tidak diperbolehkan pemberian tegangan mundur sampai pada daerah breakdown, karena bisa merusak dioda.

41

ID (mA)

daerah
bias maju

daerah bias mundur

Vz
VD (Volt)
V=0,7

daerah
breakdown

IZmin

K
simbol
dioda zener

IZmax
Gambar 2.11 Kurva karakteristik dioda Zener
Titik breakdown dari suatu dioda zener dapat dikontrol dengan memvariasi tingkat
dopingnya. Tingkat doping yang tinggi, akan meningkatkan jumlah pengotoran sehingga tegangan zenernya (Vz) akan kecil. Demikian juga sebaliknya, dengan tingkat doping yang
rendah diperoleh Vz yang tinggi. Pada umumnya dioda zener dipasaran tersedia mulai dari
Vz 1,8 V sampai 200 V, dengan kemampuan daya dari hingga 50 W. Karena temperatur
dan kemapuan arusnya yang tinggi, maka jenis silikon sering dipakai pada dioda zener.
Penerapan dioda zener yang paling penting adalah sebagai penyetabil tegangan (voltage regulator). Rangkaian dasar penyetabil tegangan adalah pada gambar 2.12. Agar rangkaian ini dapat berfungsi sebagai penyetabil tegangan, maka dioda zener harus bekerja pada
daerah breakdown. Dengan kata lain, apabila dilihat pada gambar 2.11, maka tegangan
sumber (Vi) yang diberikan pada rangkaian harus lebih besar dari Vz atau arus pada dioda
zener harus lebih besar dari Iz minimum.

42

Bab 2. Rangkaian Dioda


IR

IL

Rs
Iz

+
Vi

RL

Gambar 2.12 Rangkaian dasar penyetabil tegangan

Oleh karena itu persyaratan yang harus dipenuhi agar rangkaian berfungsi sebagai penyetabil tegangan adalah berkenaan dengan nilai RL dan Vi. Pertama, RL harus lebih besar
dari RL minimum. RL ini berhubungan dengan Iz, karena bila RL minimum, maka IL menjadi maksimum, sehingga Iz menjadi minimum. Kedua, Vi harus lebih besar dari Vi minimum. Vi minimum ini akan menjamin bahwa dioda mendapatkan tegangan breakdown.

Kasus pertama: Resistansi beban RL harus lebih besar dari RL minmum. Apabila RL kecil
sekali sehingga kurang dari RLmin, maka turun tegangan pada RL (juga pada zener) akan kecil sehingga kurang dari Vz. Oleh karena itu zener tidak berfungsi, karena tidak bekerja pada
daerah breakdown. Untuk menghitung harga RLmin dari gambar 2.10 adalah menghitung
harga RL saat diperoleh VL = Vz, yaitu:
RL.Vi
VL = Vz =
RL + Rs
sehingga diperoleh:

................(2.16)

Rs.Vz
RLmin =
Vi - Vz

Harga RLmin ini akan menjamin bahwa dioda zener bekerja. Dengan RLmin maka diperoleh
ILmax, yaitu:

43

VL
Vz
ILmax = =
RL
RLmin

.............(2.17)

Bila zener sudah bekerja, berarti VL = Vz = konstan, dan dengan menganggap Vi tetap maka
turun tegangan pada RS (VR) juga tetap, yaitu:

VR = Vi - Vz

...........(2.18)

dan arus yang mengalir pada Rs juga tetap, yaitu sebesar (IR):
VR
IR =
Rs

................(2.19)

Arus zener dapat dihitung dengan,

................(2.20)

Iz = IR - IL

Karena IR tetap, maka Iz akan maksimum bila IL minimum dan sebaliknya. Agar Iz tidak
melebihi harga Izm yang sudah titentukan oleh pabrik, maka IL harus tidak boleh kurang dari
IL minimum. Jika Izm terlampaui, zener akan panas dan bisa rusak. ILmin ini adalah:

................(2.21)

ILmin = IR - Izm

Dengan diperoleh IL minimum, maka RL akan maksimum, yaitu:


Vz
RLmax =
ILmin

................(2.22)

44

Bab 2. Rangkaian Dioda

Contoh 2.1:
Rangkaian penyetabil tegangan seperti gambar 2.10 mempunyai data sbb: Vi = 50 Volt, Rs =
1 K, Vz = 10 Volt, dan Izm = 32 mA. Tentukan variasi harga RL (min dan max) agar tegangan output masih stabil 10 Volt. Dan hitung daya pada zener maksimum.
Penyelesaian:
Rs.Vz
RLmin =
Vi - Vz

(1K).(10)
10K
= = = 250
50 - 10
40

VR = Vi - Vz = 50 -10 = 40 Volt
IR = VR / Rs = 40 / 1K = 40 mA
ILmin = IR - Izm = 40mA - 32mA = 8 mA
RLmax = Vz / ILmin = 10 / 8mA = 1,25 K

Daya maksimum pada dioda zener:


Pzmax = Vz. Izm = 10 . 32mA = 320mW

Kasus kedua: Agar dioda zener dapat berfungsi sebagai penyetabil tegangan, maka turun tegangan pada RL harus lebih besar dari Vz. Dengan kata lain Vi harus lebih besar dari Vimin.
Namun bila Vi terlalu besar sehingga arus pada zener melebihi Izm, maka zener bisa rusak.
Oleh karena itu Vi harus lebih kecil dari Vimax.
Dengan menganggap harga RL tetap, maka tegangan sumber minimum (Vimin) adalah:
(RL+Rs).Vz
Vimin =
RL

................(2.23)

Sedangkan harga maksimum tegangan sumber (Vimax) adalah:

Vimax = IRmax.Rs + Vz

45

...........(2.24)

dimana harga IRmax adalah arus maksimum yang mengalir melalui Rs, yaitu IRmax = Izm +
IL.

Contoh 2.2:
Rangkaian penyetabil tegangan seperti gambar 2.12 mempunyai data sbb: RL = 1,2 K, Rs =
220 , Vz = 20 Volt, dan Izm = 60 mA. Tentukan variasi harga Vi (min dan max) agar tegangan output masih stabil sebesar 20 Volt. Dan hitung daya pada zener maksimum.
Penyelesaian:
(RL+Rs).Vz
(1200+220).(20)
Vimin = = = 23,67 Volt
RL
1200
IL = VL / RL = 20V / 1,2K = 16,67 mA
IRmax = Izm + IL = 60mA + 16,67mA = 76,67 mA
Vimax = IRmax.Rs + Vz
= (76,67mA)(0,22K) + 20V

= 36,87 Volt

2.8 Perencanan Penyetabil Tegangan


Perencanaan suatu rangkaian penyetabil tegangan dimulai dari spesifikasi yang diharapkan dari rangkaian terbut, kemudian dihitung harga-harga komponen yang diperlukan. Dalam praktek spesifikasi yang diinginkan adalah arus beban (IL) dan tegangan sumber (Vi) serta tegangan keluaran (Vz).

Sedangkan komponen yang harus direncanakan adalah Rs dan

Dioda zener.
Dari persamaan 2.3; 2.4 dan 2.5 diperoleh harga Rs:

Rs =

Vi - Vz

Iz + IL

................(2.25)

Karena dalam perencanaan harga IL, Vi dan Vz sudah diketahui (sesuai dengan permintaan
perencana), agar rangkaian bisa berfungsi dengan benar, maka pada dua kondisi ekstrem dapat diperoleh Rs:
Rs =

Vimin - Vz

Izmin + ILmax

.....................(2.26)

46

Bab 2. Rangkaian Dioda


Vimax - Vz

Izmax + ILmin

Rs =

.....................(2.27)

Dari dua persamaan tersebut yang belum diketahui adalah harga Izmin dan Izmax (dan tentu
saja Rs). Dalam praktek berlaku Izmin = 0,1 Izmax. Sehingga dengan menggabungkan persamaan 2.26 dan 2.27, diperoleh:

Izmax =

ILmin(Vz - Vimin) + ILmax(Vimax - Vz)

Vimin - 0,9Vz - 0,1Vimax

..(2.28)

Contoh 2.3:
Rencanakan suatu rangkaian penyetabil tegangan sebesar 10 Volt apabila arus beban bervariasi dari 100mA hingga 200mA dan tegangan sumber bervariasi dari 14 Volt sampai 20 Volt.
Penyelesaian:
Arus pada dioda zener maksimum adalah:
ILmin(Vz - Vimin) + ILmax(Vimax - Vz)

Vimin - 0,9Vz - 0,1Vimax

Izmax =

0,1(10 - 14) + 0,2(20 - 10)

14 - 0,9(10) - 0,1(20)

1,6
= = 0,533 A
3
Disipasi daya maksimum pada dioda zener adalah:
Pz = Vz.Izmax = (10).(0.533) = 5,3 Watt

Rs dihitung dengan persamaan 2.12 (atau 2.11 dengan hasil yang


sama):
Rs =

Vimax - Vz

Izmax + ILmin

47

20 - 10
= = 15,8
0,533 + 0,1
Disipasi daya maksimum pada resistor ini adalah:
PR = IRmax(Vimax - Vz)
= (Izmax + ILmin)(Vimax - Vz)
= (0,633 A)(10 V) = 6,33 Watt

Contoh 2.4:
Rencanakan suatu rangkaian penyetabil tegangan sebesar 10 Volt apabila arus beban bervariasi dari 20mA hingga 200mA dan tegangan sumber bervariasi dari 10,2 Volt sampai 14 Volt.
Penyelesaian:
Arus pada dioda zener maksimum adalah:
ILmin(Vz - Vimin) + ILmax(Vimax - Vz)

Vimin - 0,9Vz - 0,1Vimax

Izmax =

0,02(10 - 10,2) + 0,2(14 - 10)


= - 4 A
10,2 - 0,9(10) - 0,1(14)

Izmax bernilai negatip berarti jarak antara Vimin dengan Vz kurang (tidak cukup) besar untuk
mengatasi variasi arus beban. Pada kondisi terjelek, yakni Vi = 10,2 V dan IL = 200mA, tegangan output tidak bisa konstan 10 V. Oleh karena itu rangkaian penyetabil tidak berfungsi
dengan baik untuk semua kemungkinan harga Rs.

2.9 Rangkaian Pelipat Tegangan


Dengan menggunakan rangkaian pelipat tegangan (voltage multiplier) pada skunder
trafo yang relatif kecil dapat diperoleh tegangan searah keluaran sebesar dua, tiga, empat atau
lebih kali lipat tegangan input. Rangkaian ini banyak digunakan pada pembangkit tegangan
tinggi namun dengan arus yang kecil seperti pada catu daya tabung gambar.

48

Bab 2. Rangkaian Dioda


D2

C1
+

Vm

D1

Vm

2Vm

2Vm

C
+

+
(a)
D2

C1
+
Vm

Dioda D2
tidak menghantar

D1

Vm

Dioda D1
menghantar
(b)

D2

C1
+
Vm

2Vm
+

D1

Vm

Dioda D2
menghantar

2Vm

+
(c)

Dioda D1
tidak menghantar

Gambar 2.13 (a) Rangkaian pelipat tegangan dua kali setengah gelombang; (b)
kondisi pada saat siklus positip; (c) kondisi pada saat siklus negatip

Gambar 2.13 merupakan rangkaian pelipat tegangan dua kali setengah gelombang.
Pada saat tegangan skunder trafo berpolaritas positip (setengah siklus positip), maka dioda D1
menghantar dan dioda D2 tidak menghantar. Secara ideal dioda yang sedang menghantar dianggap hubung singkat. Oleh karena itu C1 diisi tegangan melalui D1 hingga mencapai Vm
dengan polaritas seperti ditunjukkan pada gambar 2.13 b.

49

Pada saat setengah siklus berikutnya yaitu siklus negatip, maka dioda D1 tidak menghantar dan dioda D2 menghantar. Oleh karena itu kapasitor C2 diisi tegangan dari skunder
trafo sebesar Vm dan dari C1 sebesar Vm, sehingga total sebesar 2 Vm.
Apabila pada output diberi resistor beban (RL), maka tegangan pada ujung C2 turun
selama siklus positip dan diisi kembali hingga 2 Vm selama siklus negatip. Bentuk gelombang output pada ujung C2 adalah seperti bentuk output penyearah setengah gelombang dengan filter C. Tegangan puncak inverse (PIV) untuk setiap dioda adalah 2 Vm.
Rangkaian yang ditunjukkan pada gambar 2.14 adalah pelipat tegangan dua kali gelombang penuh. Selama siklus positip dari skunder trafo dioda D1 menghantar dan C1 mengisi tegangan hingga Vm, sedangkan dioda D2 tidak menghantar (gambar 2.14 b). Selama
siklus negatip dioda D2 menghantar dan C2 mengisi tegangan hingga Vm, sedangkan dioda
D1 tidak menghantar (gambar 2.14 c). Tegangan puncak inverse (PIV) untuk setiap dioda
adalah 2 Vm.
Jika tidak ada beban, maka tegangan pada ujung C1 dan C2 adalah 2 Vm. Jika beban
dipasang pada output, maka bentuk gelombang pada ujung C1 dan C2 adalah seperti halnya
pada kapasitor yang diumpankan dari penyearah gelombang penuh. Perbedaannya adalah
bahwa pada rangkaian pelipat tegangan ini C1 dan C2 berhubungan secara seri, sehingga nilainya lebih kecil dari masing-masing C.
Dari rangkaian pelipat tegangan dua kali seperti yang sudah dijelaskan di depan kemudian dapat dikembangkan rangkaian pelipat tiga, empat kali tegangan input. Gambar 2.15
merupakan rangkaian pelita tegangan tersebut. Dari penjelasan di depan kiranya sudah cukup
jelas bagaimana prinsip kerja rangkaian ini.
D1
+
+
Vm

Vm

C
2Vm
+

Vm

C2
-

D2
(a)
50

Bab 2. Rangkaian Dioda


D1
(tidak menghantar)

D1
(menghantar)
-

+
Vm

Vm

Vm

Vm

C
-

+
Vm

Vm

C2
-

(b)

C2
-

(c)

D2
(menghantar)

D2
(tidak menghantar)

Gambar 2.14 (a) Rangkaian pelipat tegangan dua kali gelombang penuh;
(b) kondisi saat siklus positip; (c) kondisi saat siklus negatip

pelipat tiga (2Vm)


2Vm

Vm
+
+

C3

C1

Vm

D1

D2

D3

D4
C

C
-

2Vm
pelipat dua (2Vm)

2Vm

pelipat empat (4Vm)


Gambar 1.15 Rangkaian pelipat tegangan dua, tiga, dan empat kali

2.10 Ringkasan
Penerapan Dioda semikonduktor yang sangat penting adalah sebagai penyearah, yaitu
suatu rangkaian yang dapat mengubah sinyal bolak balik menjadi arus searah. Hal ini karena
karakteristik dioda yang hanya dapat melewatkan arus pada satu arah saja. Rangkaian penyearah yang sederhana adalah penyearah setengah gelombang. Namun untuk mendapatkan
hasil penyearahan yang baik diperlukan rangkaian penyearah gelombang penuh.

51

Untuk mendapatkan stabilisasi hasil penyearahan diperlukan rangkaian regulator tegangan. Komponen dasar untuk stabilisasi tegangan adalah dioda Zener. Rangkaian stabilisasi tegangan diharapkan mampu mengatasi variasi sinyal input dan variasi beban.

2.11 Soal Latihan


1.

Bila sinyal sinus sebesar 6 Vp-p dimasukkan ke input rangkaian di bawah, tentukan sinyal outputnya!
3K3

1N4001
output

6Vp-p

input

3K3

2.

Ulangi soal no.1 dengan mengubah arah dioda pada rangkain tersebut!

3.

Jelaskan prinsip kerja penyearah gelombang penuh dengan sistem jembatan dan tunjukkan pula proses pembentukan sinyal outputnya.

4.

Apabila sinyal ac sebesar 12 Veff dimasukkan ke penyearah setengah gelombang tentukan Vdc outputnya!

5.

Apabila sinyal ac sebesar 9 Veff dimasukkan ke penyearah gelombang penuh tentukan


Vdc outputnya!

6.

Jelaskan apa yang dimaksud dengan istilah PIV (peak-inverse voltage) pada dioda!

7.

Apabila sinyal input sinus sebesar 10 Vp-p dimasukkan ke input rangkaian pemotong
(clipper) di bawah, dengan VB = 4 Volt, gambarkan bentuk sinyal outputnya!
VB

Vo
RL

8.

Apabila sinyal input sinus sebesar 10 Vp-p dimasukkan ke input rangkaian pemotong
(clipper) di bawah, dengan VB = 4 Volt, gambarkan bentuk sinyal outputnya!

52

Bab 2. Rangkaian Dioda


R
V

Vo
D
VB

9.

Rangkaian penyetabil tegangan di bawah diharapkan menghasilkan tegangan output 6


Volt. Apabila tegangan input bervariasi dari 10 hingga 15 Volt dan arus beban bervariasi dari 100 hingga 500 mA, tentukan komponen-komponen yang diperlukan (Rs dan Zener)!
IR

IL

Rs
Iz

+
Vi

RL

10. Rangkaian penyetabil tegangan seperti gambar di atas (soal no.9) mempunyai data sbb:
RL = 1 K, Rs = 220 , Vz = 12 Volt, dan Izm = 40 mA. Tentukan variasi harga Vi
(min dan max) agar tegangan output masih stabil sebesar 12 Volt. Dan hitung daya pada
zener maksimum!

53

Bab

Transistor Bipolar

3.1 Pendahuluan
Walter H. Brattain dan John Bardeen pada akhir Desember 1947 di Bell Telephone
Laboratories berhasil menciptakan suatu komponen yang mempunyai sifat menguatkan yaitu
yang disebut dengan Transistor. Keuntungan komponen transistor ini dibanding dengan pendahulunya, yakni tabung hampa, adalah ukuran fisiknya yang sangat kecil dan ringan. Bahkan dengan teknologi sekarang ini ratusan ribu transistor dapat dibuat dalam satu keping silikon. Disamping itu komponen semikonduktor ini membutuhkan sumber daya yang kecil serta
serta efesiensi yang tinggi.
Pada bab ini akan dibahas struktur transistor bipolar dan karakteristiknya. Pemberian
bias yang benar akan dapat menentukan daerah kerja transistor. Beberapa macam konfigurasi
transistor juga dikenalkan, sebelum nanti pada bab berikutnya akan sampai pada analisis yang
lebih mendetail.
3.2 Konstruksi Transistor Bipolar
Transistor adalah komponen semikonduktor yang terdiri atas sebuah bahan type p dan
diapit oleh dua bahan tipe n (transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan tipe n dan diapit
oleh dua bahan tipe p (transistor PNP). Sehingga transistor mempunyai tiga terminal yang berasal dari masing-masing bahan tersebut. Struktur dan simbol transistor bipolar dapar dilihat
pada gambar 3.1.
Ketiga terminal transistor tersebut dikenal dengan Emitor (E), Basis (B) dan Kolektor
(C). Emitor merupakan bahan semikonduktor yang diberi tingkat doping sangat tinggi. Bahan kolektor diberi doping dengan tingkat yang sedang. Sedangkan basis adalah bahan dengan dengan doping yang sangat rendah. Perlu diingat bahwa semakin rendah tingkat doping

suatu bahan, maka semakin kecil konduktivitasnya. Hal ini karena jumlah pembawa mayoritasnya (elektron untuk bahan n; dan hole untuk bahan p) adalah sedikit.
C
Emitor
(E)

Kolektor
(C)

E
Basis
(B)
C
Emitor
(E)

Kolektor
(C)

E
Basis
(B)

Gambar 3.1 Struktur dan simbol transistor bipolar


Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah bahwa ukuran basis sangatlah tipis dibanding emitor dan kolektor. Perbandingan lebar basis ini dengan lebar emitor dan kolektor
kurang lebih adalah 1 : 150. Sehingga ukuran basis yang sangat sempit ini nanti akan mempengaruhi kerja transistor.
Simbol transitor bipolar ditunjukkan pada gambar 3.1. Pada kaki emitor terdapat tanda panah yang nanti bisa diketahui bahwa itu merupakan arah arus konvensional. Pada transistor npn tanda panahnya menuju keluar sedangkan pada transistor pnp tanda panahnya menuju kedalam.
3.3 Kerja Transitor
Apabila pada terminal transistor tidak diberi tegangan bias dari luar, maka semua arus
akan nol atau tidak ada arus yang mengalir. Sebagai mana terjadi pada persambungan dioda,
maka pada persambungan emiter dan basis (JE) serta pada persambungan basis dan kolektor
(JC) terdapat daerah pengosongan. Tegangan penghalang (barrier potensial) pada masing-

56

Bab 3. Transistor Bipolar


masing persambungan dapat dilihat pada gambar 3.2. Penjelasan kerja berikut ini didasarkan
pada transistor jenis PNP (bila NPN maka semua polaritasnya adalah sebaliknya).
daerah
pengosongan
C

B
potensial,V

P
(emitor)

Vo

N
(basis)

P
(kolektor)

Gambar 3.2. Diagram potensial pada transistor tanpa bias


Pada diagram potensial terlihat bahwa terdapat perbedaan potensial antara kaki emitor
dan basis sebesar Vo, juga antara kaki basis dan kolektor. Oleh karena potensial ini berlawanan dengan muatan pembawa pada masing-masing bahan tipe P dan N, maka arus rekombinasi hole-elektron tidak akan mengalir. Sehingga pada saat transistor tidak diberi tegangan bias,
maka arus tidak akan mengalir.
Selanjutnya apabila antara terminal emitor dan basis diberi tegangan bias maju (emitor
positip dan basis negatip) serta antara terminal basis dan kolektor diberi bias mundur (basis
positip dan kolektor negatip), maka transistor disebut mendapat bias aktif (lihat gambar 3.3).
Pada bab selanjutnya juga akan dibahas pemberian tegangan bias selain bias aktif seperti misalnya bias mati (cut-off) dan saturasi (jenuh).
Setelah transistor diberi tegangan bias aktif, maka daerah pengosongan pada persambungan emitor-basis menjadi semakin sempit karena mendapatkan bias maju. Sedangkan
daerah pengosongan pada persambungan basis-kolektor menjadi semakin melebar karena
mendapat bias mundur.
Pemberian tegangan bias seperti ini menjadikan kerja transistor berbeda sama sekali
bila dibanding dengan dua dioda yang disusun berbalikan, meskipun sebenarnya struktur

57

transistor adalah mirip seperti dua dioda yang disusun berbalikan, yakni dioda emitor-basis
(P-N) dan dioda basis-kolektor (N-P).
daerah
pengosongan
C

B
VCB

VEB

Gambar 3.3. Transistor dengan tegangan bias aktif


Bila mengikuti prinsip kerja dua dioda yang berbalikan, maka dioda emitor-basis yang
mendapat bias maju akan mengalirkan arus dari emitor ke basis dengan cukup besar. Sedangkan dioda basis-kolektor yang mendapat bias mundur praktis tidak mengalirkan arus. Dengan
demikian terminal emitor dan basis akan mengalir arus yang besar dan terminal kolektor tidak
mengalirkan arus.
Namun yang terjadi pada transistor tidaklah demikian. Hal ini disebabkan karena dua
hal, yaitu: ukuran fisik basis yang sangat sempit (kecil) dan tingkat doping basis yang sangat
rendah. Oleh karena itu konduktivitas basis sangat rendah atau dengan kata lain jumlah pembawa mayoritasnya (dalam hal ini adalah elektron) sangatlah sedikit dibanding dengan pembawa mayoritas emitor (dalam hal ini adalah hole). Sehingga jumlah hole yang berdifusi ke
basis sangat sedikit dan sebagian besar tertarik ke kolektor dimana pada kaki kolektor ini terdapat tegangan negatip yang relatif besar.
Prinsip kerja transistor ini akan lebih jelas lagi apabila dilihat diagram potensial pada
gambar 3.4.

58

Bab 3. Transistor Bipolar


potensial,V

VEB

Vo

Vo

VCB

P
(emitor)

N
(basis)

P
(kolektor)

Gambar 3.4 Diagram potensial pada transistor dengan bias aktif


Tegangan bias maju yang diberikan pada dioda emitor-basis (VEB) akan mengurangi
potensial penghalang Vo, sehingga pembawa muatan mayoritas pada emitor akan mudah untuk berekombinasi ke basis. Namun karena konduktivitas basis yang rendah dan tipisnya basis, maka sebagian besar pembawa muatan akan tertarik ke kolektor. Disamping itu juga dikuatkan oleh adanya beda potensial pada basis-kolektor yang semakin tinggi sebagai akibat
penerapan bias mundur VCB.
Dengan demikian arus dari emitor (IE) sebagian kecil dilewatkan ke basis (IB) dan sebagian besar lainnya diteruskan kolektor (IC). Sesuai dengan hukum Kirchhoff maka diperoleh persamaan yang sangat penting yaitu:

IE = IC + IB

...................(3.1)

Karena besarnya arus IC kira-kira 0,90 sampai 0,998 dari arus IE, maka dalam praktek
umumnya dibuat IE IC.
Disamping ketiga macam arus tersebut yang pada dasarnya adalah disebabkan karena
aliran pembawa mayoritas, di dalam transistor sebenarnya masih terdapat aliran arus lagi yang
relatif sangat kecil yakni yang disebabkan oleh pembawa minoritas. Arus ini sering disebut

59

dengan arus bocor atau ICBO (arus kolektor-basis dengan emitor terbuka). Namun dalam berbagai analisa praktis arus ini sering diabaikan.
Seperti halnya pada dioda, bahwa dalam persambungan PN yang diberi bias mundur
mengalir arus bocor Is karena pembawa minoritas. Demikian juga dalam trannsistor dimana
persambungan kolektor-basis yang diberi bias mundur VCB akan mengalir arus bocor (ICBO).
Arus bocor ini sangat peka terhadap temperatur, yakni akan naik dua kali untuk setiap kenaiO

kan temperatur 10 C.
Diagram aliran arus IE, IB, IC dan ICBO dalam transistor dapat dilihat pada gambar
3.5. Dari gambar tersebut terlihat bahwa arus kolektor merupakan penjumlahan dari arus
pembawa mayoritas dan arus pembawa minoritas, yaitu IC = ICmayoritas + ICBOminoritas.
Pembawa
mayoritas
p

p
C

E
ICBO
B
VEB

VCB
Pembawa
minoritas

Gambar 3.5. Diagram aliran arus dalam transistor

3.4 Konfigurasi Transistor


Secara umum terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan istilah konfigurasi, yaitu konfigurasi basis bersama (common-base configuration), konfigurasi
emitor bersama (common-emitter configuration), dan konfigurasi kolektor bersama (commoncollector configuration). Istilah bersama dalam masing-masing konfigurasi menunjuk pada
terminal yang dipakai bersama untuk input (masukan) dan output (keluaran). Gambar 3.6
menunjukkan tiga macam konfigurasi tersebut.

60

Bab 3. Transistor Bipolar


E
Sinyal
Input

C
B

Sinyal
Output

(a)

B
Sinyal
Input

C
E

Sinyal
Output

(b)
B
Sinyal
Input

E
C

Sinyal
Output

(c)
Gambar 3.6. Konfigurasi transistor; (a) basis bersama; (b) emitor bersama; (c) kolektor bersama
Pada konfigurasi basis bersama (common base = CB) sinyal input dimasukkan ke emitor dan sinyal output diambil pada kolektor dengan basis sebagai ground-nya. Faktor penguatan arus pada basis bersama disebut dengan ALPHA (). dc (alpha dc) adalah perbandingan arus IC dengan arus IE pada titik kerja. Sedangkan ac (alpha ac) atau sering juga disebut alpha () saja merupakan perbandingan perubahan IC dengan IE pada tegangan VCB tetap.
IC
=
IE

VCB = konstan

61

..........(3.2)

Dari diagram aliran arus pada gambar 3.5 dapat diketahui bahwa harga adalah kurang dari satu, karena arus IE sebagian dilewatkan menjadi IB dan lainnya menuju kolektor
menjadi IC. Harga tipikal dari adalah 0,90 hingga 0,998. Umumnya harga untuk setiap
transistor dicantumkan dalam buku data.
Dengan memasukan arus bocor ICBO kedalam perhitungan, maka besarnya arus IC
menjadi:

IC = IE + ICBO

.............. (3.3)

Pada konfigurasi emitor bersama (common emitter = CE) sinyal input diumpankan
pada basis dan output diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya. Faktor penguatan arus pada emitor bersama disebut dengan BETA (). Seperti halnya pada , istilah
juga terdapat dc (beta dc) maupun ac (beta ac). Definisi ac (atau saja) adalah:
IC
=
IB

VCE = konstan

..........(3.4)

Istilah sering dikenal juga dengan hfe yang berasal dari parameter hibrid untuk faktor penguatan arus pada emitor bersama. Data untuk harga hfe maupun ini lebih banyak dijumpai dalam berbagai buku data dibanding dengan . Umumnya transistor mempunyai harga dari 50 hingga lebih dari 600 tergantung dari jenis transistornya.
Dalam perencanaan rangkaian transitor perlu diperhatikan bahwa harga dipengaruhi
oleh arus kolektor. Demikian pula variasi harga juga terjadi pada pembuatan di pabrik. Untuk dua tipe dan jenis transistor yang sama serta dibuat dalam satu pabrik pada waktu yang
sama, belum tentu mempunyai yang sama.
Hubungan antara dan dapat dikembangkan melalui beberapa persamaan berikut:
= IC/IB

>

IB = IC/

= IC/IE

>

IE = IC/

62

Bab 3. Transistor Bipolar


Apabila dimasukan kedalam persamaan:
IE = IC + IB
maka diperoleh:

=
1 -

.....................(3.5)

=
+ 1

.....................(3.6)

Dengan memasukan arus bocor ICBO kedalam perhitungan, maka besarnya arus IC dalam kaitannya dengan adalah seperti dalam persamaan 3.3, yaitu: IC = IE + ICBO. Sedangkan arus IC dalam hubungannya dengan dapat dijelaskan sebagai berikut.
Dengan memasukkan persamaan 3.1: IE = IC + IB ke dalam persamaan 3.3 tersebut
diperoleh:
IC = (IC + IB) + ICBO
= IC + IB + ICBO

ICBO
= IB +
1 -
1 -
Bila persamaan 3.5 dan 3.6 dimasukkan, maka diperoleh harga IC sebesar:

IC = IB + ( + 1)ICBO

.............. (3.7)

Dalam persamaan 3.7 di atas terdapat arus bocor sebesar

( + 1)ICBO atau sering disebut

dengan istilah ICEO. Arus bocor ICEO ini adalah arus kolektor ke emitor dengan basis terbuka. Arus bocor ICBO dan ICEO dapat dilukiskan seperti pada gambar 3.7.

63

IE = 0
IB = 0
Emitor
terbuka

ICBO

Basis
terbuka

VBC

ICEO

VCE

(b)

(a)

Gambar 3.7 Diagram arus bocor (a) ICBO dan (b) ICEO

3.5 Kurva Karakteristik Transistor


Seperti halnya dioda semikonduktor, sebagai komponen non-linier transistor bipolar
mempunyai karakteristik yang bisa dilukiskan melalui beberapa kurva. Namun karena transistor mempunyai tiga terminal, maka karakteristik transistor tersebut biasanya dilukiskan dalam bentuk kurva parametrik. Kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah karakteristik input dan karakteristik output.
Kurva karakteristik input untuk transistor dengan konfigurasi basis bersama (CB) untuk transistor npn bahan silikon dapat dilihat pada gambar 3.8. Kurva ini menggambarkan
hubungan antara arus input IE dengan tegangan input VBE untuk berbagai variasi tegangan
output VCB. Dalam hal ini tegangan VCB sebagai parameter.
Apabila kurva karakteristik input CB ini diperhatikan, maka bentuknya hampir menyerupai kurva dioda pada saat mendapat bias maju. Hal yang terjadi pada transistor juga demikian, karena persambungan emitor-basis mendapat bias maju. Pada saat tegangan VBE sekitar 0,7 Volt (tegangan cut-in) arus IE akan naik dengan cepat.
IE (mA)

VCB= 10V

VCB= 20 V

VCB=1 V

7
6
5
4
3
2
1

VBE (Volt)
0 0.2 0.4

0.6

0.8

Gambar 3.8 Kurva karakteristik input untuk CB

64

Bab 3. Transistor Bipolar


Perubahan tegangan VCB dari 1 Volt ke 20 Volt mempunyai pengaruh yang sangat
sedikit terhadap kurva. Sehingga secara pendekatan dapat dikatakan bahwa arus emitor hanya
dipengaruhi oleh tegangan VBE. Disamping itu karena bentuk kurvanya hampir tegak lurus,
maka pada saat transistor aktif tegangan VBE bisa dianggap sebesar 0,7 Volt.
Masih dalam konfigurasi basis bersama (CB), gambar 3.9 menunjukkan kurva karakteristik output. Kurva ini menggambarkan hubungan antara arus output IC dengan tegangan
output VCB untuk berbagai variasi arus input IE. Dalam hal ini arus IE disebut sebagai parameter.
Dalam kurva output ditunjukkan adanya tiga daerah kerja transistor, yaitu daerah aktif,
daerah jenuh (saturasi) dan daerah mati (cut-off). Daerah kerja transistor ini ditentukan berdasarkan pemberian tegangan bias pada masing-masing persambungannya. Tabel 3.1 menunjukkan kaitan daerah kerja dan tegangan bias tersebut. Agar dapat digunakan sebagai penguat
linier transistor perlu diberi tegangan bias sedemikian rupa sehingga bekerja pada daerah aktif.
IC (mA)

daerah
jenuh

daerah
aktif
IE= 8 mA

8
7
6
5
4
3
2
1

IE= 6 mA
IE= 4 mA
IE= 2 mA
IE= 0 mA

10

15

20

VCB (Volt)
daerah
mati

Gambar 3.9 Kurva karakteristik output untuk CB

65

Tabel 3.1 Daerah kerja transistor berdasarkan tegangan bias


Daerah kerja
Bias
Bias
emitor basis

kolektor basis

Aktif

Maju

Mundur

Mati (cut-off)

Mundur

Mundur

Jenuh (saturasi)

Maju

Maju

Pada daerah aktif, kurva terlihat mendatar dan lurus. Hal ini sesuai dengan kurva input bahwa kenaikan tegangan VCB akan berpengaruh sedikit sekali terhadap arus IE. Padahal
arus IE adalah hampir sama dengan arus IC yaitu IC/IE = , dimana bernilai hampir satu.
Dengan demikian pada masing-masing kurva dengan harga IE tertentu besarnya arus IC terlihat sama dengan IE tersebut.
Apabila arus bocor ikut diperhitungkan, maka menurut persamaan 3.3 besarnya arus
IC adalah sama dengan IC = IE + ICBO. Sehingga pada saat IE = 0, yaitu pada daerah mati,
maka sebenarnya pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICBO. Lihat gambar 3.7 (a)
Selanjutnya untuk kurva karakteristik input pada konfigurasi emitor bersama (CE) untuk transistor npn bahan silikon dapat dilihat pada gambar 3.10. Kurva ini menunjukkan hubungan antara arus input IB dengan tegangan input VBE untuk berbagai variasi tegangan output VCE. Dalam hal ini VCE disebut sebagai parameter.
VCE= 10 V
IB (A)
VCE= 1 V
VCE= 20 V
70
60
50
40
30
20
10

VBE (Volt)
0 0.2

0.4 0.6

0.8

Gambar 3.10 Kurva karakteristik input untuk CE


Bentuk kurva input CE ini hampir sama dengan kurva input pada CB. Pada tegangan
VBE sekitar 0,7 Volt transistor diangap bekerja pada daerah aktif. Hal ini terlihat bahwa arus
66

Bab 3. Transistor Bipolar


IB bergerak naik dengan cepat. Dan perubahan tegangan VCE juga tidak begitu mempengaruhi kurva ini.
Kurva karakteristik output untuk konfigurasi emitor bersama adalah pada gambar
3.11. Kurva ini menunjukkan hubungan antara arus output IC dengan tegangan output VCE
untuk berbagai variasi harga arus IB. Dalam kurva ini juga terlihat adanya tiga daerah kerja
transistor, yaitu: aktif, jenuh dan mati.
Dari kurva terlihat bahwa meskipun arus basis IB = 0 yakni pada saat transistor mati,
pada kolektor masih mengalir arus bocor ICEO sebesar ( + 1)ICBO (lihat persamaan 3.7).
Hal ini juga sesuai dengan diagram arus bocor pada gambar 3.7 (b). Namun dalam analisis
praktek, nilai arus bocor ini cukup kecil sehingga bisa diabaikan.
IC (mA)
daerah
jenuh

8
7
6
5
4
3
2
1

daerah
aktif
IB= 80 A
IB= 60 A
IB= 40 A
IB= 20 A
IB= 0 A VCE (Volt)

10

15

20

ICEO ICBO

daerah
mati

Gambar 3.9 Kurva karakteristik output untuk CE

Satu lagi kurva untuk emitor bersama yang juga penting untuk diperhatikan adalah
kurva transfer yang melukiskan hubungan antara arus output IC dengan tegangan input VBE.
Gambar 3.10 menunjukkan kurva karakteristik tersebut untuk transistor npn bahan silikon.

67

IC (mA)

ICEO
ICES
VBE (Volt)

Cut-off
(mati)

0 0.2

0.4 0.6 0.8


daerah daerah
Cut-in
aktif
saturasi

basis
terbuka

tegangan
cut-in V

Gambar 3.10 Kurva transfer untuk CE transistor silikon


Transistor silikon akan mati (cut-off) apabila tegangan VBE = 0 Volt atau basis dalam
keadaan hubung singkat (dengan emitor). Pada saat ini pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICES. Apabila basis terbuka (tergantung) yang berarti IB = 0 dimana sebenarnya VBE
= 0.06 Volt, maka pada kolektor mengalir arus bocor sebesar ICEO. Dalam gambar terlihat
bahwa ICES dan ICEO hampir sama. Dan bahkan karena kecilnya nilai arus bocor ini, biasanya dalam perhitungan praktis sering diabaikan.
Tegangan cut-in V adalah tegangan VBE yang menyebabkan arus kolektor kira-kira
mengalir sebesar 1 persent dari arus maksimum. Besarnya V ini untuk silikon adalah 0.5
Volt dan untuk germanium adalah 0.1 Volt. Besarnya arus kolektor pada saat VBE belum
mencapai tegangan cut-in adalah sangat kecil, yakni dalam orde nanoamper untuk silikon dan
mikroamper untuk germanium.
Setelah VBE mencapai tegangan cut-in ini transistor masuk ke daerah aktif dimana
arus IC mulai naik dengan cepat. Untuk silikon daerah aktif ini antara 0.5 - 0.8 Volt, dan pada umumnya tegangan VBE aktif dianggap sebesar 0.7 Volt. Tegangan VBE lebih besar dari
0,8 Volt (atau 0,3 Volt untuk germanium) menyebabkan transistor masuk daerah jenuh (saturasi).
Tabel 3.2 memberikan beberapa tegangan pada persambungan transistor baik untuk
germanium maupun silikon.
68

Bab 3. Transistor Bipolar

Tabel 3.2 Berbagai tegangan persambungan transistor npn pada suhu 25 C


VCE

VBE

VBE

VBE

VBE

saturasi

saturasi

aktif

cut-in

cut-off

Silikon

0.2

0.8

0.7

0.5

0.0

Germanium

0.1

0.3

0.2

0.1

-0.1

3.6 Pengaruh Temperatur


Mengingat bahwa sifat-sifat kelistrikan bahan semikonduktor sangat peka terhadap
temperatur, maka demikian juga transistor yang terbuat dari bahan semikonduktor. Semua
karakteristik transistor yang dibicarakan di depan sangat dipengaruhi oleh perubahan temperatur.
Apabila temperatur naik, maka arus bocor ICBO, ICEO, dan ICES akan cenderung uno

tuk naik. Arus-arus bocor ini akan naik dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 C.
Pada transistor silikon dimana harga arus bocornya dalam orde nanoampere umumnya mampu
o

untuk dipakai sampai temperatur 200 C. Sedangkan transistor germanium yang arus bocoro

nya dalam orde mikroamper mampu untuk dipakai hingga suhu 100 C.
Akibat kenaikan arus bocor ini, maka arus kolektor juga cenderung untuk naik apabila
temperatur naik. Pengaruh perubahan temperatur terhadap arus kolektor IC dapat dilihat pada
gambar 3.11. Demikian juga faktor penguatan arus dan akan cenderung untuk naik terhadap perubahan temperatur. Pengaruh temperatur terhadap atau hfe dapat dilihat pada gambar 3.12.

69

IC (mA)
25
50

IB= 60 A
IB= 40 A
IB=20 A
IB= 0 A
VCE (Volt)

Gambar 3.11 Pengaruh perubahan temperatur terhadap arus kolektor IC.


Disamping itu perubahan temperatur juga mempengaruhi besarnya tegangan VBE.
Apabila temperatur naik, maka tegangan bias maju VBE untuk menghasilkan arus kolektor IC
tertentu akan menurun. Koefisien perubahan temperatur terhadap tegangan VBE ini adalah
o

sebesar -2.5 mV/ C. Artinya bahwa untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu tegangan
o

VBE yang diperlukan akan turun sebesar 2,5 mV setiap kenaikan suhu 1 C.

atau hfe
o

T = 125
T = 25

IC

Gambar 3.12: Variasi (hfe) terhadap IC dan temperatur

70

Bab 3. Transistor Bipolar


o

Apabila pada temperatur T1 = 25 C tegangan VBE suatu transistor 0,7 Volt dapat
menghasilkan IC sebesar 10 mA, maka untuk mencapai arus IC yang sama pada temperatur
o

T2 = 50 C diperlukan tegangan VBE sebagai berikut.


o

VBE(T2)

= VBE(T1) - (T2 - T1)(2.5mV/ C)


o

VBE (50 C)= 0.7 V - (50 - 25)(2.5mV/ C)


= 0.7 V - 0.0625 V
= 0.637 V = 637 mV
o

Jadi pada suhu 50 C dibutuhkan tegangan VBE = 0.637 V untuk menghasilkan arus IC = 10
mA. Lihat gambar 3.13.
IC (mA)
o

50 C

25 C

10
VBE (mV)
637

700

Gambar 3.13 Pengaruh temperatur terhadap VBE

Masalah pengaruh temperatur terhadap berbagai karakteristik transistor sungguh tidak


dapat diabaikan begitu saja. Perubahan temperatur akan bisa merubah titik kerja yang sudah
ditetapkan pada suhu ruang. Hal ini bisa jadi akan juga mempengaruhi faktor penguatan tegangan dari suatu rangkaian penguat. Disamping itu sinyal output akan bisa menjadi cacat
atau distorsi karena perubahan temperatur yang meyakinkan.

Olehkarena itu dalam rang-

kaian penguat transistor perlu adanya berbagai kompensasi, yang nanti akan dijelaskan dalam
bab berikutnya.

71

3.7 Ringkasan
Struktur transistor terdiri atas sebuah bahan type p yang diapit oleh dua bahan tipe n
(transistor NPN) atau terdiri atas sebuah bahan tipe n yang diapit oleh dua bahan tipe p (transistor PNP). Meskipun strukturnya mirip seperti dua buah dioda yang disambung berbalikan,
namun prinsip kerjanya sama sekali berbeda. Hal ini disebabkan karena ukuran fisik basis
yang sangat sempit (kecil) dan tingkat doping basis yang sangat rendah.
Terdapat tiga macam variasi rangkaian transistor yang dikenal dengan istilah konfigurasi, yaitu konfigurasi basis bersama (CB), konfigurasi emitor bersama (CE), dan konfigurasi
kolektor bersama (CC). Pada konfigurasi CE sinyal input diumpankan pada basis dan output
diperoleh dari kolektor dengan emitor sebagai groundnya. Faktor penguatan arus pada emitor
bersama disebut dengan BETA (). Kurva karakteristik transistor yang paling penting adalah
karakteristik input dan karakteristik output.
Apabila temperatur naik, maka arus bocor ICBO, ICEO, dan ICES akan cenderung uno

tuk naik. Arus-arus bocor ini akan naik dua kali lipat untuk setiap kenaikan temperatur 10 C.
Akibatnya maka arus kolektor juga cenderung untuk naik apabila temperatur naik. Disamping
itu perubahan temperatur juga mempengaruhi besarnya tegangan VBE. Apabila temperatur
naik, maka tegangan bias maju VBE untuk menghasilkan arus kolektor IC tertentu akan menurun.

72

Bab 3. Transistor Bipolar

3.8 Soal Latihan


1. Jelaskan struktur dan prinsip kerja transistor bipolar!
2. Bagaimana memberikan bias kepada transistor agar dapat bekerja pada daerah aktif?
3. Jelaskan macam-macam konfigurasi rangkaian transistor serta gambarkan masingmasing!
4. Jelaskan istilah arus bocor ICBO dan ICEO secara diagram dan jelaskan pula hubungan
keduanya!
5. Gambarkan kurva karakteristik output transistor untuk konfigurasi CE!
6. Dalam kurva karakteristik output CE, jelaskan transistor dalam kondisi: aktif, jenuh, dan
mati.
7. Bagaimana perubahan temperatur bisa mempengaruhi titik kerja transistor?
8. Jelaskan instilah (beta) dalam transistor!
9. Jelaskan istilah tegangan Cut-in dan tegangan Cut-off dalam transistor!
10. Apa perbedaan transistor dengan bahandari germanium dan silikon?

73

Bab

Bias DC Transistor Bipolar

4.1 Pendahuluan
Pengetahuan tentang tanggapan ac dan dc suatu sistem sangat diperlukan baik dalam
analisis maupun perencanaan rangkaian penguat transistor. Rangkaian penguat dapat melipat
gandakan sinyal input ac yang kecil disebabkan karena rangkaian tersebut mendapatkan tegangan dc dari luar. Oleh karena itu setiap analisis maupun perencanaan rangkaian penguat
terdapat dua komponen, yakni ac dan dc. Dengan teori superposisi, kondisi level dc dan ac
dapat dipisahkan.
Level dc dari suatu rangkaian menentukan titik kerja transistor yang dipakai. Bab ini
akan membahas berbagai bentuk rangkaian bias dan menganalisa titik kerja rangkaian penguat
transistor. Disamping analisis diberikan pula cara perencanaan suatu titik kerja, sehingga
transistor dapat bekerja sesuai keinginan.
4.2 Pengertian Titik Kerja
Istilah bias dc pada judul bab empat ini menyangkut pemberian tegangan dc kepada
transistor untuk mendapatkan level tegangan dan arus yang tetap. Dalam penguat transistor
level tegangan dan arus yang tetap tersebut akan menempatkan suatu titik kerja pada kurva
karakteristik sehingga menentukan daerah kerja transistor. Oleh karena titik kerja tersebut
merupakan titik yang tetap dalam kurva karakteristik, maka biasanya disebut dengan titik-Q
(atau Quiescent Point).
Gambar 4.1 menunjukkan kurva karakteristik output dengan empat buah contoh titik
kerja yang diberi nama A, B, dan C. Pada dasarnya titik kerja suatu rangkaian penguat bisa
diletakkan dimana saja di kurva karakteristik tersebut. Namun agar rangkaian penguat dapat
menguatkan sinyal dengan linier atau tanpa cacat, maka titik kerja diusahakan ditempatkan di

tengah daerah aktif. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah agar titik kerja tidak diletakkan diluar batas maksimum dari arus maupun tegangan yang sudah ditentukan oleh pabrik.
Apabila hal ini dilanggar transistor akan panas dan cepat rusak.
IC (mA)
PCmaks
ICmaks

40

daerah
jenuh

30

IB= 80
IB= 60

A
A
A

IB= 40

20

IB= 20

10

IB= 0
0

10

15

daerah mati

20

VCE (Volt)

VCEmaks

Gambar 4.1 Daerah pada kurva karakteristik output


Pada gambar 4.1 tersebut terlihat arus IC maksimum adalah 40 mA dan tegangan VCE
maksimum sebesar 20 Volt. Disamping harga arus dan tegangan maksimum tersebut yang tidak boleh dilampaui adalah daya kolektor maksimum PCmaks. Dalam gambar PCmaks ini
ditunjukkan oleh garis lengkung putus-putus.

PCmaks atau disipasi daya kolektor maksi-

mum ini merupakan perkalian IC dengan VCE. Dengan demikian titik kerja harus diletakkan di
dalam batas-batas tersebut.
Tampak pada gambar 4.1 bahwa ketiga titik kerja A, B dan C terletak pada daerah kerja transistor yang diijinkan. Transistor dengan titik kerja A kira-kira mempunyai VCE = 2
Volt dan IC = 7 mA. Titik kerja B mempunyai VCE = 10 Volt, IC = 21 mA dan titik kerja C
adalah VCE = 19 Volt, IC = 11 mA.
Transistor yang bekerja pada titik A kurang begitu memuaskan karena termasuk pada
kurva non-linier, sehingga sinyal output akan cenderung untuk cacat. Demikian juga pada titik C, karena terletak hampir pada batas kemampuan VCE transistor. Disamping itu transistor
juga akan cepat panas. Titik B merupakan pilihan terbaik sebagai titik kerja transistor sebagai

76

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

penguat, karena terletak di tengah-tengah, sehingga memungkinkan transistor dapat menguatkan sinyal input secara maksimum.
Agar transistor bekerja pada suatu titik kerja tertentu diperlukan rangkaian bias.
Rangkaian bias ini akan menjamin pemberian tegangan bias persambungan E-B dan B-C dari
transistor dengan benar. Transistor akan bekerja pada daerah aktif bila persambungan E-B diberi bias maju dan B-C diberi bias mundur (lihat tabel 3.1).
Dalam praktek dikenal berbagai bentuk rangkaian bias yang masing-masing mempunyai keuntungan dan kerugian. Kemantapan kerja transistor terhadap pengaruh temperatur
merupakan faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan bentuk rangkaian bias. Karena
perubahan temperatur akan mempengaruhi (faktor penguatan arus pada CE) dan arus bocor
ICBO.
4.3 Rangkaian Bias Tetap
Gambar 4.2 menunjukkan rangkaian transistor dengan bias tetap. Rangkaian bias ini
cukup sederhana karena hanya terdiri atas dua resistor RB dan RC. Kapasitor C1 dan C2 merupakan kapasitor kopling yang berfungsi mengisolasi tegangan dc dari transistor ke tingkat
sebelum dan sesudahnya, namun tetap menyalurkan sinyal ac-nya.
VCC

IC
Sinyal
input

RB
C1

RC

C2

Sinyal
output

IB
VCE
VBE

Gambar 4.2 Rangkaian bias tetap


Pada analisis dc, semua kapasitor dapat diganti dengan rangkaian terbuka. Hal ini karena sifat kapasitor yang tidak dapat melewatkan arus dc. Dengan demikian untuk keperluan
analisis dc rangkaian dapat disederhanakan menjadi seperti pada gambar 4.3.

77

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input (basis-emitor), maka
diperoleh persamaan:
IB.RB + VBE = VCC

VCC - VBE
IB =
RB

............(4.1)

Persamaan ini cukup mudah untuk diingat karena sesuai dengan hukum Ohm, yakni arus yang
mengalir pada RB adalah turun tegangan pada RB dibagi dengan RB. Karena VCC dan VBE
tetap, maka RB adalah penentu arus basis pada titik kerja.
VCC

VCC

IC
RB

RC
IB
VCE
VBE

Gambar 4.3 Rangkaian ekivalen dc dari gambar 4.2


Setelah arus IB ditentukan, maka arus IC dengan mudah dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

IC = IB

......................(4.2)

78

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Dengan menggunakan hukum Kirchhoff pada ikal output (kolektor-emitor), maka diperoleh persamaan:
IC.RC + VCE = VCC

.................(4.3)

VCE = VCC - IC.RC

Ketiga harga yang baru saja diperoleh, yaitu IB, IB dan VCE inilah yang menentukan
titik kerja transistor. Oleh karena itu dalam penulisan sering ditambah huruf Q di belakangnya, yakni berturut-turut IBQ, ICQ dan VCEQ. Harga ICQ dan VCEQ merupakan koordinat
dari titik kerja Q pada kurva karakteristik output CE.
Titik kerja Q dalam kurva karakteristik selalu terletak pada garis beban. Hal ini karena harga VCEQ diperoleh dari persamaan 4.3 yakni yang disebut dengan persamaan garis beban. Untuk menggambar garis beban pada kurva, ditentukan dua titik yang berpotongan dengan masing-masing sumbu x (VCE) dan sumbu y (IC).
Persamaan garis beban:
VCE = VCC - IC.RC
Garis beban akan memotong sumbu x (VCE), apabila arus IC adalah nol. Dalam hal ini transistor dalam keadaan mati (IC = 0), sehingga tegangan VCE adalah maksimum, yaitu:

.................(4.4)

VCEmaks = VCC

Garis beban akan memotong sumbu y (IC), apabila tegangan VCE adalah nol. Dalam hal ini
transistor dalam keadaan jenuh (VCE = 0), sehingga arus IC adalah maksimum, yaitu:
VCE = VCC - IC.RC
0

= VCC - ICmaks. RC

VCC
ICmaks =
RC

.................(4.5)

79

Apabila kedua titik ekstrem (VCEmaks dan ICmaks) ini dihubungkan maka diperoleh
garis beban dimana titik Q berada. Garis beban ini disebut dengan garis beban dc, karena
hanya berkaitan dengan parameter dc dari rangkaian. Lihat gambar 4.4. Nanti pada pembahasan rangkaian bias yang lain akan dianalisa juga garis beban ac.
IC
ICmaks

Q
IBQ

ICQ

Garis beban
dc
VCE
VCEmaks
VCEQ
Gambar 4.4 Kurva output dengan garis beban dc

Contoh 4.1
Suatu rangkaian penguat menggunakan bias tetap seperti pada gambar 4.5. Tentukan
titik kerja (IBQ, ICQ, VCEQ) dan gambarkan garis beban dc-nya.
VCC = 12 V

RB
240 K
Sinyal
input

RC
2,2 K

C2

Sinyal
output

10 F

C1

= 50

10 F

Gambar 4.5 Rangkaian penguat untuk contoh 4.1

80

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Penyelesaian:
a) Titik kerja:
VCC - VBE
IBQ =
RB
12V - 0,7V
IBQ = = 47,08 A
240 K
ICQ = IBQ = (50)(47,08 A) = 2,35 mA
VCEQ = VCC - ICRC
= 12V - (2,35mA)(2,2K) = 6,83 Volt
b) Garis beban:
VCC
ICmaks =
RC
12V
ICmaks =
2,2 K

= 5,45 mA

VCEmaks = VCC = 12 Volt


IC (mA)
5,45

2,35

Q
A

47,08
Garis beban
dc
VCE (Volt)
12

6,83
Gambar 4.6 Garis beban dc untuk contoh 4.1

81

Titik kerja dari rangkaian bias tetap sangat dipengaruhi oleh harga . Oleh karena
sangat peka terhadap perubahan temperatur, maka stabilitas kerja dari rangkaian bias tetap kurang baik. Untuk memperbaiki stabilitas terhadap variasi , maka diberikan resistor pada kaki
emitor (RE). Lihat gambar 4.7.
VCC

IC
Sinyal
input

RB
C1

RC

C2

Sinyal
output

IB
VCE
VBE
RE

IE

Gambar 4.7 Rangkaian bias tetap dengan stabilisasi emitor


Dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan, dari ikal input (basis-emitor) dapat
diturunkan persamaan sebagai berikut:
IB.RB + VBE + IE.RE = VCC
karena:
IE = ( + 1)IB
maka:
IB.RB + VBE + ( + 1)IB.RE = VCC
IB {RB + ( + 1)RE} + VBE = VCC
IB {RB + ( + 1)RE} = VCC - VBE
sehingga diperoleh:
VCC - VBE
IB =
RB + ( + 1)RE

.......(4.6)

Besarnya arus IC dapat dicari dengan persamaan 4.2, yaitu: IC = IB.

82

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Persamaan garis beban dapat diturunkan dengan menggunakan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal output (kolektor-emitor) dari gambar 4.7, yaitu:

IC.RC + VCE + IE.RE = VCC


karena IE IC, maka:

IC.RC + VCE + IC.RE = VCC


IC(RC + RE) + VCE = VCC

sehingga diperoleh:

VCE = VCC - IC(RC + RE)

.............(4.7)

Persamaan ini akan menentukan garis beban dc pada kurva output. Pada saat arus IC
= 0 (transistor mati), maka tegangan VCE akan maksimum, yaitu (persmaan 4.4):

VCEmaks = VCC

Pada saat tegangan VCE = 0 (transistor jenuh), maka arus IC akan maksimum, yaitu:

VCC
ICmaks =
RC + RE

.................(4.8)

83

Contoh 4.2
Suatu rangkaian penguat menggunakan bias tetap dengan stabilisasi emitor seperti pada gambar 4.8. Tentukan titik kerja (IBQ, ICQ, VCEQ) dan gambarkan garis beban dc-nya.
VCC = 20 V

RC
2 K

RB
430 K
Sinyal
input

C2

Sinyal
output

10 F

C1

= 50

10 F
RE
1 K

10 F

Gambar 4.8 Rangkaian penguat untuk contoh 4.2


Penyelesaian:
a) Titik kerja:
VCC - VBE
IBQ =
RB + ( + 1)RE
20V - 0,7V
IBQ = = 40,1 A
430K + (50+1)(1K)
ICQ = IBQ = (50)(40,1 A) = 2,01 mA
VCEQ = VCC - IC(RC + RE)
= 20V - (2,01mA)(2K + 1K) = 13,97 Volt
b) Garis beban:
VCC
ICmaks =
RC + RE
20V
ICmaks =
2,2K + 1K

= 6,67 mA

84

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCEmaks = VCC = 20 Volt


IC (mA)
6,67

Q
A

2,01

40,01
Garis beban
dc
VCE (Volt)
20

13,97
Gambar 4.9 Garis beban dc untuk contoh 4.2

Apabila contoh 4.1 di atas diulangi lagi untuk harga (beta) dua kali lipat, yakni 100,
maka diperoleh harga IB, IC, dan VCE sebagai berikut:

IB (A)

IC(mA)

VCE(V)

50

47,08

2,35

6,83

100

47,08

4,70

1,64

Terlihat bahwa apabila (beta) dinaikkan 100 %, maka arus kolektor IC naik 100 %.
Jadi arus IC sangat tergantung pada besarnya . Karena sangat peka terhadap temperatur,
maka rangkaian bias tetap (gambar 4.2) juga sangat peka terhadap perubahan temperatur.
Sekarang apabila contoh 4.2 diulangi lagi untuk harga (beta) dua kali lipat, yakni
100, maka diperoleh harga IB, IC, dan VCE sebagai berikut:

85

IB (A)

IC(mA)

VCE(V)

50

40,1

2,01

13,97

100

36,3

3,63

9,11

Terlihat bahwa apabila (beta) dinaikkan 100 %, maka arus IC naik 81 %. Perubahan
ini lebih kecil dari contoh sebelumnya. Dari dua contoh tersebut dapat disimpulkan bahwa
rangkaian bias tetap dengan stabilisasi emitor (gambar 4.7) ternyata lebih stabil terhadap perubahan dari pada rangkaian bias tetap pada tanpa RE.

4.4 Bias Umpan Balik Tegangan


Untuk memperbaiki stabilitas titik kerja terhadap perubahan , digunakan rangkaian
bias dc dengan menggunakan umpan balik tegangan. Gambar 4.10 merupakan penguat transistor dengan menggunakan bias umpan balik tegangan.
VCC
RC

RB
Sinyal
input

C1

IC

C2

Sinyal
output

IC

IB

VBE

RE

Gambar 4.10 Rangkaian bias umpan balik tegangan


Untuk mendapatkan arus IB, diterapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input
(basis-emitor), yaitu:

VCC = IC.RC + IB.RB + VBE + IE.RE

86

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Perlu diperhatikan bahwa arus yang mengalir pada RC bukanlah IC melainkan IC, dimana
IC = IC + IB. Tetapi karena harga IC dan IC jauh lebih besar dibanding IB, maka secara
pendekatan IC dapat dianggap sama dengan IC (IC IC = IB). Demikian juga bahwa IE
IC.
Sehingga diperoleh:
VCC = IB.RC + IB.RB + VBE + IB.RE
VCC - VBE = IB(RC + RE) + IB.RB
VCC - VBE = IB{RB + (RC + RE)}

VCC - VBE
IB =
RB + (RC + RE)

............(4.9)

Arus IC dapat diperoleh dengan mengalikan IB dengan , yaitu: IC = IB. Selanjutnya harga VCE dapat dihitung dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal output (kolektor-emitor), yaitu:

VCC = IC.RC + VCE + IE.RE


kembali dengan asumsi bahwa: IC IC dan IE IC, maka:
VCC = IC.RC + VCE + IC.RE
VCC = IC(RC + RE) + VCE

VCE = VCC - Ic(RC + RE)

87

...........(4.10)

Contoh 4.3
Tentukan titik kerja (ICQ dan VCEQ) dari rangkaian seperti pada gambar 4.11.
VCC = 10V
4,7K
250K
Sinyal
input

C1

C2

Sinyal
output

= 90

1,2K

Gambar 4.11 Rangkaian untuk contoh 4.3

Penyelesaian:
VCC - VBE
IB =
RB + (RC + RE)
10V - 0,7V
= = 11.91 A
250K + (90)(4,7K + 1,2K)
ICQ = IB
= (90)(11.91 A) = 1,07 mA

VCEQ = VCC - IC(RC + RE)


= 10V - 1,07mA)(4,7K + 1,2K)
= 3,69 Volt

88

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Apabila contoh 4.3 tersebut diulangi lagi dengan harga dinaikkan menjadi 135, maka hasilnya dapat dibandingkan sebagai berikut:

ICQ(mA)

VCEQ(V)

90

1,07

3,69

135

1,2

2,92

Terlihat bahwa apabila dinaikkan 50 %, arus ICQ naik 12,1% dan VCEQ turun sekitar
20,9%. Perubahan titik kerja karena pengaruh perubahan pada rangkaian bias ini ternyata
lebih kecil dibanding pada rangkaian bias tetap maupun bias tetap dengan stabilisasi emitor.
Dengan kata lain rangkaian bias dengan umpan balik tegangan mempunyai stabilitas yang lebih baik dari pada rangkaian bias sebelumnya.

4.5 Bias Pembagi Tegangan


Rangkaian bias pembagi tegangan sering juga disebut dengan bias sendiri (self-bias).
Penguat transistor pada umumnya lebih banyak menggunakan rangkaian bias jenis ini, karena
stabilitasnya sangat baik. Stabilitasnya lebih baik dari pada rangkaian bias yang sudah dibahas sebelumnya. Gambar 4.12 menunjukkan rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan.
Rangkaian bias pembagi tegangan terdiri atas empat buah resistor, yaitu: R1, R2, RC,
dan RE. Resistor R1 (yang berada di atas) akan menjamin bahwa persambungan kolektor basis mendapatkan bias mundur, sedangkan resistor R2 (yang berada di bawah) akan menjamin bahwa persambungan basis - emitor mendapatkan bias maju. Oleh karena itu dengan
adanya pembagi tegangan R1 dan R2 akan menjamin bahwa transistor dapat bekerja pada
daerah aktif. RC sebagai resistansi beban kolektor, dan RE sebagai stabilisasi dc.

89

VCC

RC

R1
Sinyal
input

Sinyal
output

C2

C1
VCE
VBE

R2

RE

Gambar 4.12 Rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan


Analisis dc rangkaian bias pembagi tegangan ini dimulai dengan menggambar lagi bagian input dari rangkaian tersebut seperti pada gambar 4.13.

R1

VCC

B
R2

RE

Thevenin
Gambar 4.13 Penggambaran kembali bagian input dari gambar 4.12
Jaringan input dari rangkaian gambar 4.13 diselesaikan dengan metode Thevenin, yaitu menggantinya dengan sebuah sumber tegangan VTH dan sebuah resistansi RTH. Hubungan
90

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

antara VTH dan RTH adalah seri, sehingga diperoleh rangkaian ekivalen yang sederhana. Dalam analisa penguat transistor tegangan Thevenin (VTH) sering disebut dengan VBB dan resistansi Thevenin (RTH) sering disebut dengan RB. Lihat gambar 4.14.
RTH atau RB

B
IB
E

VTH atau VBB

RE

Gambar 4.14 Rangkaian ekivalen Thevenin pada input transistor


Harga resistansi dan tegangan Thevenin dari rangkaian ekivalen adalah sebagai berikut.
Resistansi Thevenin:

RTH

= RB = R1R2

RB

R1.R2
=
R1 + R2

................(4.11)

Tegangan Thevenin:
R2
VTH = VBB = VR2 = VCC
R1 + R2

R2. VCC
VBB =
R1 + R2

................(4.12)

91

Dengan menerapkan hukum Kirchhoff tegangan pada ikal input rangkaian ekivalen
Thevenin gambar 4.14, dapat ditentukan harga IB, yaitu:

VBB = IB.RB + VBE + IE.RE


karena,
IE = ( + 1)IB
maka:
VBB = IB.RB + VBB + ( + 1)IB.RE
VBB = IB {RB + ( + 1)RE} + VBB
VBB - VBE = IB {RB + ( + 1)RE}
sehingga diperoleh:
VBB - VBE
IB =
RB + ( + 1)RE

............(4.13)

dimana harga VBE ini sama seperti pembahasan yang lalu yaitu dianggap VBE aktif = 0,7
Volt. Harga IB yang diperoleh ini merupakan titik kerja transistor yang biasanya disebut dengan IBQ.
Apabila IB = IC/ dimasukkan pada persamaan 4.13 tersebut, maka harga IC dapat diperoleh, yaitu:
VBB - VBE
IC =
RB/ + (1 + 1/)RE

.........(4.14)

Analisis pendekatan dapat dilakukan apabila IE IC, yaitu apabila arus IE dianggap sama
dengan arus IC, maka dapat diperoleh:
VBB - VBE
IC =
RB/ + RE

...............(4.15)

Harga arus IC ini merupakan titik kerja transistor yang sering disebut dengan ICQ.

92

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Persamaan garis beban dapat diperoleh dengan menerapkan hukum Kirchhoff pada ikal output kolektor - emitor, yaitu:

VCC = IC.RC + VCE + IE.RE

karena:
IE = IC + IB
IE = IC + IC/
IE = (1 + 1/)IC
maka:
VCC = IC.RC + VCE + (1 + 1/)IC.RE

sehingga diperoleh:

VCE = VCC - IC.RC - (1 + 1/)IC.RE

..(4.16)

Harga arus IC ini merupakan titik kerja transistor yang sering disebut dengan ICQ.
Analisis pendekatan dapat dilakukan apabila IE IC, yaitu arus IE dianggap sama
dengan arus IC, maka diperoleh:

VCE = VCC - IC(RC + RE)

93

...........(4.17)

Contoh 4.3
Suatu rangkaian penguat menggunakan bias pembagi tegangan seperti pada gambar
4.15. Tentukan titik kerja (ICQ, VCEQ) rangkaian penguat tersebut.
VCC = 22 V

Sinyal
input

R1
39K

RC
10K

10 F

10 F

Sinyal
output

=140
R2
3,9K

RE
1,5K

10 F

Gambar 4.15 Rangkaian penguat untuk contoh 4.3


Penyelesaian:

RB

R1.R2
=
R1 + R2
(39K)(3,9K)
= = 3,55 K

39K + 3,9K

R2. VCC
VBB =
R1 + R2
(3,9K)(22V)
= = 2 Volt
39K + 3,9K

94

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

ICQ

VBB - VBE
=
RB/ + (1 + 1/)RE
2V - 0,7V
= = 0,85 mA
3,55K/140 + (1 + 1/140)(1,5K)

VCEQ = VCC - IC.RC - (1 + 1/)IC.RE


= 22V-(0,85mA)(10K)-(1+1/140)(0,85mA)(1,5K)
= 22V - (8,5V) - (1.28V)
= 12,22 V

Perhitungan pendekatan:
VBB - VBE
ICQ
=
RB/ + RE
2V - 0,7V
= = 0,86 mA
2K/140 + 1,5K

VCE

= VCC - IC(RC + RE)


= 22V - (0,86mA)(10K + 1,5K)
= 22V - 9,86V
= 12,14 Volt

Perbandingan hasil antara analisis tepat dan pendekatan untuk ICQ adalah 0,85 mA dan 0,86
mA, sedangkan untuk VCEQ adalah 12,22 V dan 12,14 V. Terlihat bahwa perbedaanya sangat kecil. Semakin besar harga beta () semakin kecil perbedannya.

Sebagaimana telah dilakukan pada rangkaian bias tetap yakni membuktikan pengaruh
perubahan beta () terhadap titik kerja transistor, maka apabila contoh 4.3 diulangi lagi tetapi
untuk harga sebesar 70, maka diperoleh hasil sebagai berikut:

95

ICQ(mA)

VCEQ(V)

140

0.85

12,22

70

0,83

12,46

Hasil tersebut menunjukkan bahwa meskipun harga turun setengahnya, ternyata titik
kerja transistor hampir sama. Hal ini terbukti bahwa stabilitas rangkaian bias pembagi tegangan terhadap perubahan sangat baik.

4.6 Garis Beban DC dan AC


Sebagaimana telah disinggung sebelumnya bahwa titik kerja suatu transistor dalam
rangkaian penguat selalu terletak pada garis beban. Garis beban dc dibuat berdasarkan tanggapan rangkaian terhadap tegangan dc (tegangan catu daya), dan garis beban ac diperoleh karena tanggapan rangkaian terhadap sinyal ac. Dengan adanya garis beban dc dan ac pada kurva karakteristik, maka kondisi kerja transistor dapat diketahui dan penerapan sinyal ac pada
penguat dapat dianalisis dengan mudah.
Perhatikan rangkaian penguat Emitor Bersama (Common Emitter = CE) dengan bias
pembagi tegangan pada gambar 4.14. Tanggapan rangkaian penguat tersebut terhadap tegangan dc lebih sederhana karena semua kapasitor diganti dengan rangkaian terbuka. Beban pada ikal kolektor-emitor adalah RC dan RE. Oleh karena itu beban ini disebut dengan beban
dc (Rdc).

Rdc = RC + RE

Sedangkan tanggapan terhadap sinyal ac, semua kapasitor (C kopling dan C by-pass)
dan catu daya dc (VCC) dianggap hubung singkat. Dengan demikian karena terminal untuk
VCC terhubung ke tanah (ground) dan kapasitor C2 dianggap hubung singkat, maka resistor
RC dan resistor RL terhubung paralel (RC RL). Beban pada ikal kolektor-emitor adalah resistor RC RL dan resistor RE. Beban ini disebut dengan beban ac (Rac).
Rac = (RC RL) + RE

96

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCC

RC

R1
Sinyal
input

Sinyal
output

C2

C1

RL

R2

RE

Gambar 4.16 Rangkaian penguat CE dengan bias pembagi tegangan


Untuk mendapatkan garis beban dc beban yang digunakan adalah beban dc (Rdc).
Kemiringan garis beban dc adalah -1/Rdc. Demikian pula bila ingin mendapatkan garis beban
ac, maka yang digunakan adalah beban ac (Rac). Kemiringan garis beban ac adalah -1/Rac.
Persamaan garis beban dc untuk rangkaian CE dari gambar 4.16 adalah:

VCE = VCC - IC(RC + RE)

...........(4.18)

Untuk menggambarkan persamaan garis beban ini kedalam kurva karakteristik output,
maka perlu dicari dua titik ekstrem dan menghubungkan keduanya. Dua titik ini adalah satu
titik berada di sumbu X (tegangan VCE) yang berarti arus ICnya menjadi nol dan satu titik
lainnya berada di sumbu Y (arus IC) yang berarti bahwa tegangan VCEnya menjadi nol.
Titik pertama, pada saat arus IC = 0, maka diperoleh tegangan VCE maskimum (transistor dalam keadaan mati). Dengan memasukkan harga IC = 0 ini ke persamaan garis beban
dc diperoleh:
VCEmaks = VCC

................(4.19)

97

Titik kedua, pada saat tegangan VCE = 0, maka diperoleh arus IC maksimum (transistor dalam keadaan jenuh). Dengan memasukkan harga VCE = 0 ini ke persamaan garis beban
dc diperoleh:
VCC
ICmaks =
RC + RE
VCC
ICmaks =
Rdc

................(4.20)

Selanjutnya adalah menentukan garis beban ac. Oleh karena titik nol (titik awal) dari
sinyal ac yang diumpankan ke penguat selalu berada pada titik kerja (titik Q), maka garis beban ac selalu berpotongan dengan garis beban dc pada titik Q tersebut. Dengan demikian cara
yang paling mudah untuk mendapatkan garis beban ac adalah dengan memasukkan harga ac
dari arus IC dan tegangan VCE kedalam persamaan garis beban dc.
Harga ac dari besaran arus dalam hal ini adalah IC dapat dilihat pada gambar 4.15.
Dengan cara yang sama dapat diperoleh harga besaran tegangan VCE.

ic = harga sesaat
iC = harga total sesaat
ICQ = harga tetap (dc)
t
Gambar 4.17 Notasi besaran arus pada sinyal ac
Besaran arus:
ic = iC - ICQ
Besaran tegangan:
vce = vCE - VCEQ

98

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Oleh karena C2 dan VCC dianggap hubung singkat (VCC = 0), maka rangkaian ekivalen ac dari gambar 4.16 adalah seperti pada gambar 4.18 dan diperoleh persamaan umum
garis beban ac, yaitu:
vce = 0 - ic (Rac)
vce = -ic (Rac)

dimana: Rac = RE + RCRL


vce
RB

RE

RCRL

Gambar 4.18. Rangkaian ekivalen ac dari gambar 4.16


Apabila besaran arus dan tegangan ac dimasukkan pada persaaan tersebut, maka diperoleh
persamaan garis beban ac:
vce = -ic (Rac)

(vCE - VCEQ) = -(iC - ICQ)(Rac)

.....(4.21)

Cara menggambar garis beban ac adalah seperti halnya menggambar garis beban dc,
yakni dengan melalui dua titik ekstrem.
Titik pertama, pada saat iC = 0, maka diperoleh harga vCE maksimum. Dengan memasukkan
harga iC = 0 ini kedalam persamaan garis beban ac diperoleh:
(vCE - VCEQ) = -(iC - ICQ)(Rac)
(vCEmaks - VCEQ) = -( 0 - ICQ)(Rac)
(vCEmaks - VCEQ) = (ICQ)(Rac)

vCEmaks =

VCEQ + (ICQ)(Rac)

99

......(4.22)

Titik kedua, pada saat vCE = 0, maka diperoleh harga iC maksimum. Dengan memasukkan
harga vCE = 0 ini kedalam persamaan garis beban ac diperoleh:

(vCE - VCEQ) = -(iC - ICQ)(Rac)


(0 - VCEQ) = -(iCmaks - ICQ)(Rac)
-(VCEQ) = -(iCmaks - ICQ)(Rac)
-(VCEQ) = -(iCmaks)(Rac) + (ICQ)(Rac)
(iCmaks)(Rac) = (ICQ)(Rac) + (VCEQ)

iCmaks = ICQ

VCEQ
+
Rac

...........(4.23)

Garis beban dc dan ac dapat digambarkan pada kurva karakteristik output penguat CE
seperti pada gambar 4.19.

iCmaks = ICQ

VCEQ
+
Rac

IC

Garis beban
ac
VCC
ICmaks =
Rdc

Q
IBQ

ICQ

Garis beban
dc
VCE

VCEQ
vCEmaks =

VCEmaks = VCC

VCEQ + (ICQ)(Rac)

Gambar 4.19. garis beban dac dan ac pada penguat CE

100

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

4.7 Analisis dan Desain


Menganalisis titik kerja suatu rangkaian penguat berarti menentukan posisi titik Q
dengan menghitung arus ICQ dan VCEQ dari suatu rangkaian yang sudah diketahui spesifikasi komponen-komponennya. Pada penguat CE dengan bias pembagi tegangan, harga-harga
R1, R2, RE, RC, VCC, VBE, dan RL sudah diketahui, sehingga bisa dihitung IB dengan bantuan Thevenin. Selanjutnya bisa ditentukan ICQ dan VCEQnya. Garis beban dc dan ac dapat
digambarkan pada kurva output. Dengan melihat posisi titik Q pada garis beban, maka sinyal
output maksimum tanpa cacat bisa dihitung.
Sedangkan dalam mendesain, urutan proses adalah kebalikan dari menganalisa, karena
akhir dari perencanaan adalah menentukan komponen-komponen rangkaian penguat. Permasalahan dimulai dari kondisi penguat yang diinginkan, kemudian bekerja dari ikal emitorkolektor, sampai diperoleh harga R1 dan R2 yang sesuai. Namun biasanya harga VCC, VBe,
, dan RL bisa ditentukan lebih dahulu. Sedangkan RC dan RE berhubungan dengan penguatan tegangan (arus), dan impedansi input (output) yang akan dibahas pada bab berikutnya.

Prosedur analisis titik kerja rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan (gambar 4.12).
Langkah 1.
Menggunakan R1 dan R2 untuk menentukan ekivalen Thevenin RB dan VBB. Persamaan
4.11 dan 4.12
RB

R1.R2
=
R1 + R2

R2. VCC
VBB =
R1 + R2

Langkah 2.
Menggunakan persamaan bias untuk menghitung ICQ. Persamaan 4.14 (tepat) atau 4.15 (pendekatan).

VBB - VBE
ICQ =
RB/ + (1 + 1/)RE

101

atau
VBB - VBE
ICQ =
RB/ + RE

Langkah 3.
Menghitung VCEQ dengan menggunakan persamaan garis beban dc. Persamaan 4.16 (tepat)
atau 4.17 (pendekatan).
VCE = VCC - IC.RC - (1 + 1/)IC.RE
atau
VCE = VCC - ICQ(Rdc)
Langkah 4.
Menentukan garis beban dc dan ac pada kurva karakteristik output. Persamaan 4.19 dan 4.20
untuk garis beban dc
VCEmaks = VCC
VCC
ICmaks =
Rdc
dan persamaan 4.22 dan 4.23 untuk garis beban ac.
vCEmaks =

VCEQ + (ICQ)(Rac)

iCmaks = ICQ

VCEQ
+
Rac

Langkah 5.
Menentukan sinyal output maksimum tanpa cacat dari posisi titik Q pada kurva output.

Vomaks(p-p) = 2ic(p) x (RCRL)

.....(4.24)

dimana:
Vomaks(p-p) adalah tegangan output (sinyal ac) maksimum tanpa cacat yang merupakan harga dari puncak ke puncak.

102

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

ic(p) adalah arus output (sinyal ac) maksimum tanpa cacat yang merupakan harga puncak.
Harga ic(p) sesuai dengan posisi titik Q pada garis beban ac, yaitu:
ic(p) = ICQ, apabila titik Q terletak pada kurang dari setengah garis beban ac.
ic(p) = iCmaks - ICQ, apabila titik Q terletak pada lebih dari setengah garis beban
ac.
Apabila titik Q tepat ditengah garis beban ac, boleh pakai salah satu, karena iCmaks =
2ICQ.

Contoh 4.4
Diketahui rangkaian penguat CE seperti gambar 4.20. Tentukan

: a. Titik kerja rangkaian

(ICQ dan VCEQ)


b. Garis beban dc dan ac
c. Tegangan output maksimum yang dimungkinkan
dari penguat tersebut.
VCC = 5 V

Sinyal
input

R1
6K

RC
1K

10 F

10 F

Sinyal
output

=140
R2
1,5K

RE
100

RL
1K
10 F

Gambar 4.20. Rangkaian penguat CE untuk contoh 4.4

103

Penyelesaian:
a. Titik kerja
RB

R1.R2
=
R1 + R2
(6K)(1,5K)
= = 1,2 K

6K + 1,5K

R2. VCC
VBB =
R1 + R2
(1,5K)(5V)
= = 1 Volt
6K + 1,5K

Perhitungan pendekatan untuk ICQ dan VCEQ:

ICQ

VBB - VBE
=
RB/ + RE
1V - 0,7V
= = 2,76 mA
1,2K/140 + 0,1K

Rdc = RC + RE = 1K + 100 = 1,1 K


Rac = RCRL = 1K1K = 0,5 K

VCEQ = VCC - ICQ(Rdc)


= 5V - (2,76mA)(1,1K)
= 1,96 Volt

104

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

b. Garis beban dc
VCEmaks = VCC = 5 Volt
VCC
5V
ICmaks = = = 4.55 mA
Rdc
1,1 K
Garis beban ac
vCEmaks =

VCEQ + (ICQ)(Rac)

= 1,96V + (2,76mA)(0,5K) = 3.34 Volt

iCmaks = ICQ

VCEQ
+
Rac

1,96V
= 2,76mA + = 6,68 mA
0,5K
Gambar garis beban dc dan ac adalah seperti pada gambar 4.21.

IC (mA)
iCmaks = 6,68

Garis beban
ac

ICmaks = 4,55

ICQ =2,76

IBQ
Garis beban
dc
VCE (Volt)
VCEmaks
= 5

VCEQ
=1,96
vCEmaks =

3,34

Gambar 4.21. Gambar garis beban dc dan ac

105

c. Tegangan output maksimum


Persamaan 4.24
Vomaks(p-p) = 2ic(p) x (RCRL)
Karena ICQ = 2,76mA < (1/2)(iCmaks) = 3.34mA
maka:
Vomaks(p-p) = 2(ICQ)(RCRL)
= 2(2,76mA)(0,5K) = 2,76 Vp-p

Prosedur desain titik kerja rangkaian penguat dengan bias pembagi tegangan (gambar 4.16).
Langkah 1.
Menentukan atau memilih titik Q sesuai kebutuhan. Apabila diinginkan agar penguat dapat
menghasilkan sinyal output (ac) semaksimum mungkin tanpa adanya cacat, maka titik Q harus diletakkan ditengah garis beban ac. Dengan demikian iCmaks = 2ICQ, dan bila ini dimasukkan pada persamaan 4.23 maka:
iCmaks = ICQ

2ICQ = ICQ

ICQ

VCEQ
+
Rac
VCEQ
+
Rac

VCEQ
=
Rac
................(4.25)

VCEQ = (ICQ)(Rac)

Apabila persamaan 4.25 ini dimasukkan ke persamaan garis beban dc, maka:
VCC = VCEQ + (ICQ)(Rdc)
VCC = (ICQ)(Rac) + (ICQ)(Rdc)

VCC
ICQ =
(Rac + Rdc)

................(4.26)

106

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Setelah harga ICQ diketahui, maka VCEQ dapat dihitung dengan persamaan 4.22. Apabila
penguat tidak diinginkan untuk menghasilkan sinyal output maksimum, maka persamaan 4.25
dan 4.26 pada langkah 1 ini tidak berlaku.
Langkah 2.
Menentukan harga RB
Agar diperoleh stabilitas bias yang baik, maka harga RB paling tinggi harus sebesar 0.1RE,
yaitu:

RB 0.1RE

.....................(4.27)

Langkah 3.
Menentukan harga VTH atau VBB dengan menggunakan persamaan bias (persamaan 4.15)
VBB - VBE
ICQ =
RB/ + RE

VBB = VBE + ICQ (RB/ + RE)

Langkah 4
Menentukan R1 dan R2 dari VBB dan RB (persamaan 4.11 dan 4.12)
RB

R1.R2
=
R1 + R2

R2. VCC
VBB =
R1 + R2
Dari kedua persamaan tersebut dapat diturunkan harga R1 (yang berada di atas) dan R2 (yang
berada di bawah) dari gambar 4.16, yaitu:
R2. VCC
VBB =
R1 + R2

107

(R1).R2
VCC
VBB =
R1 + R2 (R1)

VBB = RB

VCC

R1

RB.VCC
R1 =
VBB

.....................(4.28)

Selanjutnya mencari R2:


R2. VCC
VBB =
R1 + R2
R2.VCC = R1.VBB + R2.VBB
R2.VCC = RB.VCC + R2.VBB
R2.(VCC - VBB) = RB.VCC

RB.VCC
R2 =
VCC - VBB

.....................(4.29)

Langkah 5.
Menentukan sinyal output maksimum tanpa cacat dari posisi titik Q pada kurva output, sebagaimana langkah 5 pada prosedur analisa titik kerja.

Contoh 4.5
Dari contoh 4.4 ternyata bahwa penguat pada gambar 4.20 belum menghasilkan sinyal
output yang maksimum, terlihat dari letak titik Q-nya yang tidak ditengah garis beban ac.
Oleh karena itu rencanakan agar penguat tersebut dapat menghasilkan sinyal output maksimum, tentunya hanya dengan mengganti harga R1 dan R2 yang sesuai.
Penyelesaian:
Persamaan 4.26
VCC
5V
ICQ = = = 3.13 mA
(Rac + Rdc)
(0,5K + 1,1K)
108

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

Persamaan 4.25
VCEQ = (ICQ)(Rac) = (3.13mA)(0,5K) = 1,56 Volt

Persamaan 4.27
RB 0.1RE
Untuk mendapatkan stabilitas bias yang baik RB dibuat sama dengan 0.1RE
RB = (0,1)(140)(100) = 1,4 K

dan
VBB = VBE + ICQ (RB/ + RE)
= 0,7V + (3.13mA){(1,4K/140) + 0,1K)
= 1,044 Volt
Dengan demikian bisa diperoleh R1 dan R2 dengan persamaan 4.28 dan 4.29.
RB.VCC
(1,4K)(5V)
R1 = = = 6,7 K

VBB
1,044
RB.VCC
(1,4K)(5V)
R2 = = = 1,77 Volt
VCC - VBB
5V - 1,044V

4.8 Ringkasan
Pemberian tegangan bias merupakan syarat mutlak agar rangkaian transistor dapat bekerja. Rangkaian bias tetap merupakan cara pemberian tegangan bias yang sangat sederhana.
Kerugiannya adalah bahwa stabilitas biasnya sangat jelek, sehingga perlu diberi stabilisasi berupa resistor emitor.
Rangkaian bias yang paling banyak digunakan dalam rangkain penguat transistor adalah bias pembagi tegangan atau sering juga disebut dengan self-bias. Stabilitas biasnya sangat
baik, sehingga titik kerja transistor hampir tidak dipengaruhi oleh besarnya .

109

4.10 Soal Latihan


1.

Perhatikan rangkaian penguat transistor di bawah. Bila diketahui R1 = 22 K, R2 = 10


K, RC = 1 K, RE = 560 , = 100, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 12 Volt, tentukan titik
kerja transistor dan gambarkan garis beban dc-nya. Periksa juga apakah stabilitas biasnya
mantap!
VCC

RC

R1
Sinyal
input

Sinyal
output

C1

R2

2.

C2

RE

Perhatikan soal no.1, apabila diinginkan agar rangkaian tersebut dapat menghasilkan sinyal output yang maksimum, hitung kembali harga R1 dan R2. Spesifikasi rangkaian kecuali R1 dan R2 adalah sama seperti soal no.1.

3.

Perhatikan rangkaian penguat seperti gambar di bawah. Apabila diketahui: R1 = 82 K,


R2 = 27 K, RC = 1,2 K, RE = 560 , RL = 2 K, = 150, VBEaktif = 0,7 V, VCC =
12 Volt, tentukan titik kerja transistor dan gambarkan garis beban dc dan ac-nya. Tentukan pula kemungkinan tegangan output maksimum yang bisa dihasilkan rangkaian tersebut.

110

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCC

R1
Sinyal
input

RC

C1

RL

R2

4.

Sinyal
output

C2

RE

Agar rangkaian dari soal no. 3 dapat menghasilkan sinyal maksimum, hitunglah kembali
nilai R1 dan R2. Spesifikasi komponen lainnya adalah sama seperti soal no.3.

5.

Ulangi soal no.3 tetapi dengan menambahkan sebuah kapasitor paralel dengan RE. Semua spesifikasi komponen adalah sama. Dari hasil ini, jelaskan perbedaanya bila RE diparalel dengan kapasitor.

6.

Ulangi soal no.3 tetapi dengan mengganti harga sebesar 300 dan komponen lainnya tetap. Bandingkan titik kerja kedua soal tersebut, yakni dengan mengubah harga dua kali
lipat.

7.

Perhatikan rangkaian penguat dibawah. Bila diinginkan harga VCEQ = 1.14 Volt dan diketahui RC = 1,5 K, RE = 480 , RL = 5 K, = 250, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 15
Volt, tentukan (a) harga R1 dan R2, (b) garis beban dc dan ac, (c) tegangan output maksimum (Vp-p).

111

VCC

R1
Sinyal
input

Sinyal
output

C2

C1

R2

8.

RC

RL
RE

Perhatikan soal no.7 kembali. Apabila diinginkan agar tegangan output bisa semaksimum mungkin (VCEQ tidak diketahui), dan spesifikasi rangkaian sama (kecuali harga
VCEQ yang tidak diketahui), tentukan nilai R1 dan R2.

9.

Perhatikan rangkaian penguat dibawah (halaman sebaliknya). Bila diinginkan harga


VCEQ = 5 Volt dan diketahui RE = 680 , RL = 5 K, = 150, VBEaktif = 0,7 V, VCC
= 15 Volt, tentukan (a) harga R1 dan R2, (b) garis beban dc dan ac, (c) tegangan output
maksimum (Vp-p).

10. Perhatikan soal no.9 kembali. Apabila diinginkan agar tegangan output bisa semaksimum mungkin (VCEQ tidak diketahui), dan spesifikasi rangkaian sama (kecuali harga
VCEQ yang tidak diketahui), tentukan nilai R1 dan R2.

112

Bab 4. Bias DC Transistor Bipolar

VCC

R1
Sinyal
input

C1
C2
R2

RE

113

Sinyal
output

RL

Bab

Penguat Transistor Bipolar

5.1 Pendahuluan
Bada bab 4 telah dibahas rangkaian bias yang menentukan titik kerja transistor. Transistor diberi tegangan bias sedemikian rupa sehingga dapat dihasilkan sinyal output maksimum. Dalam bab ini pembahasan akan dikonsentrasikan pada analisa penguat sinyal kecil
dengan menggunakan rangkaian ekivalen. Metode rangkaian ekivalen yang dipakai adalah
parameter hibrid. Parameter hibrid ini banyak dipakai baik di kalangan industri maupun akademisi.
5.2 Parameter Penguat
Sebelum masuk rangkaian ekivalen transistor secara rinci, terlebih dahulu akan dibahas beberapa parameter yang penting dalam pembicaraan tentang penguat. Rangkaian penguat pada dasarnya merupakan jaringan dengan dua pasang terminal (two-port network). Satu
pasang pada sisi input yang terletak di sebelah kiri merupakan terminal untuk jalan masuk sinyal input dan satu pasang lainnya pada sisi output di sebelah kanan merupakan jalan keluar
sinyal output. Lihat gambar 5.1.
Pada sisi input terdapat impedansi input, Zi, yang menurut hukum Ohm adalah:
Vi
Zi =
Ii

......................(5.1)

Io

Ii

+
Vi

Two-Port
Network

Vo
-

Gambar 5.1 Jaringan dengan dua pasang terminal


Pada frekuensi rendah hingga menengah (umumnya kurang dari 100 KHz), impendansi input
suatu transistor bipolar adalah resistif murni. Nilai resistansinya berkisar antara beberapa
Ohm hingga mega Ohm tergantung dari konfigurasi rangkaian transistor yang dipakai. Nilai
Zi ini tidak bisa diukur dengan Ohmmeter.
Pentingnya parameter Zi bagi suatu sistem akan sangat terasa apabila sumber sinyal
yang dimasukkan tidak ideal. Sumber sinyal yang tidak ideal adalah yang tahanan dalamnya
tidak nol. Apabila sumber sinyalnya ideal, maka semua sinyal dari sumber akan diterima oleh
sistem penguat. Namun bila sumber sinyal tidak ideal, maka tahanan dalam dari sumber akan
terhubung seri dengan Zi, sehingga sinyal yang diterima sistem penguat mengikuti hukum
Kirchhoff tegangan.
Parameter kedua adalah Impedansi Output, Zo. Impedansi output ditentukan pada
terminal output melihat belakang ke dalam sistem dengan sinyal input dibuat nol. Untuk
memperoleh Zo, sumber sinyal diberikan pada terminal output dan sesuai dengan hukum
Ohm, yaitu:
Vo
Zo =
Io

......................(5.2)

Pada frekuensi rendah hingga menengah (umumnya kurang dari 100 KHz), impendansi output suatu transistor bipolar adalah resistif murni. Nilai resistansinya berkisar antara beberapa Ohm hingga 2 MOhm tergantung dari konfigurasi rangkaian transistor yang dipakai.
Sebagaimana nilai Zi, nilai Zo ini juga tidak bisa diukur dengan Ohmmeter.

116

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


Impedansi output Zo perlu diperhatikan sehubungan dengan rangkaian penguat pada
tingkat berikutnya. Untuk penguat arus diharapkan mempunyai impedansi output sebesarbesarnya agar semua arus output bisa mencapai beban atau tingkat berikutnya.
Parameter ketiga adalah Penguatan Tegangan, Av, yang merupakan salah satu karakteristik penguat yang sangat penting. Definisi penguatan tegangan adalah:
Vo
Av =
Vi

......................(5.3)

Misalnya sinyal input sebesar 1 mV diumpankan ke rangkaian penguat dan menghasilkan sinyal output sebesar 100 mV, maka Av dari penguat tersebut adalah 100. Jadi Av adalah perbandingan sinyal output (tegangan) dengan sinyal input (tegangan).
Parameter keempat yang juga sangat penting adalah Penguatan Arus, Ai. Definisi
penguatan arus adalah:
Io
Ai =
Ii

......................(5.4)

Penguatan arus adalah perbandingan antara sinyal output (arus) dengan sinyal input (arus).

5.3 Model Hibrid


Pada jaringan dua pasang terminal (two-port network) seperti gambar 5.1 terdapat empat variabel, yakni: arus input (ii), tegangan input (vi), arus output (io) dan tegangan output
(vo). Empat variabel ini dapat saling berhubungan dalam berbagai macam persamaan. Dalam
kaitannya dengan rangkaian transistor, variabel vi dan io diberlakukan sebagai variabel bebas
dan lainnya sebagai variabel tergantung.

Dengan demikian karakteristik jaringan tersebut

dapat dinyatakan dengan dua buah persamaan berikut:

.................(5.5)

vi = h11 ii + h12 vo

117

.................(5.6)

io = h21 ii + h22 vo

Parameter yang menghubungkan empat variabel tersebut disebut dengan parameter-h


(atau hibrid), yaitu h11, h12, h21, dan h22. Istilah hibrid dipilih karena dalam persamaan
tersebut terdapat campuran variabel v dan i, yang mengakibatkan kombinasi satuan pengukuran untuk parameter-h.
Dari dua persamaan tersebut (5.5 dan 5.6) dapat ditentukan definisi masing-masing parameter-h. Apabila terminal output dibuat hubung singkat (atau vo = 0), maka dari persamaan
5.5 diperoleh h11, yaitu:
vi

h11 =
ii
vo =0

(Ohm)

.......(5.7)

Perbandingan ini menunjukkan bahwa h11 adalah parameter impendansi dengan satuan Ohm.
Karena merupakan perbandingan tegangan input dan arus input dengan terminal output dihubung singkat, maka h11 disebut dengan impedansi input hubung singkat.
Apabila terminal input dibuka (atau ii = 0), maka dari persamaan 5.5 diperoleh h12,
yaitu:
vi

h12 =
vo
ii =0

(tanpa satuan)

.......(5.8)

Parameter h12 disebut dengan penguatan tegangan balik rangkaian terbuka. Karena merupakan perbandingan dua level tegangan, maka h12 tidak mempunyai satuan.
Parameter h21 diperoleh dengan cara menghubung singkatkan terminal output (atau vo
= 0), sehingga dari persamaan 5.6 diperoleh:

118

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

io

h21 =
ii
vo =0

(tanpa satuan)

.......(5.9)

Parameter h21 yang merupakan perbandingan arus output dan arus input dengan terminal output hubung singkat disebut dengan penguatan arus maju hubung singkat. Karena merupakan
perbandingan dua level arus, maka h21 tidak mempunyai satuan.
Terakhir adalah parameter h22 yang diperoleh dengan membuka terminal input (atau ii
= 0), maka dari persamaan 5.6 didapatkan:
io

h22 =
vo
ii =0

(Siemen)

......(5.10)

Paramater h22 disebut konduktansi output rangkaian terbuka dengan satuan siemen atau mho.
Apabila jaringan yang dimaksud merupakan rangkaian transistor, maka pada umumnya keempat parameter h11, h12, h21, dan h22 tersebut diubah menjadi berturut-turut hi, hr,
hf, dan ho.
h11

hi

Resistansi input dari transistor

h12

hr

Penguatan tegangan balik dari transistor

h21

hf

Penguatan arus maju dari transistor

h22

ho

Konduktansi output dari transistor

Oleh karena itu apabila digunakan untuk menjelaskan rangkaian transistor, maka persamaan 5.5 dan 5.6 dapat dituliskan kembali menjadi persamaan 5.11 dan 5.12 di bawah:

vi = hi ii + hr vo

................(5.11)

io = hf ii + ho vo

................(5.12)

119

Karena setiap faktor dalam persamaan 5.11 mempunyai satuan tegangan, maka dengan
menerapkan hukum Kirchhoff tegangan akan diperoleh suatu rangkaian yang dapat menghasilkan persamaan tersebut. Rangkaian tersebut merupakan rangkaian ekivalen input dari jaringan transistor, yaitu seperti pada gambar 5.2.
ii
+
hi
vi

h r vo

vi = hi ii + hr vo

Gambar 5.2 Rangkaian ekivalen input dari transistor


Sedangkan dalam persamaan 5.12 karena setiap faktornya mempunyai satuan arus,
maka dengan menerapkan hukum Kirchhoff arus akan diperoleh suatu rangkaian yang dapat
menghasilkan persamaan tersebut. Rangkaian tersebut merupakan rangkaian ekivalen output
dari jaringan transistor, yakni seperti gambar 5.3.
io
+
hf ii

ho

vo

io = hf ii + ho vo
-

Gambar 5.3 Rangkaian ekivalen output dari transistor


Rangkaian ekivalen ac dengan parameter-h dari transistor secara keseluruhan merupakan gabungan bagian input dan bagian output. Gambar 5.4 merupakan rangkaian ekivalen secara lengkap. Namun rangkaian transistor tersebut belum menunjuk pada salah satu konfigurasi. Untuk menunjuk pada konfigurasi tertentu, parameter-h diberi dengan tambahan huruf
kecil dibelakangnya, misalnya hfe adalah penguatan arus maju untuk transistor dengan konfigurasi emitor bersama (CE). Gambar 5.5, 5.6 dan 5.7 berturut-turut adalah rangkaian ekivalen untuk CE, CB dam CC.

120

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

io

ii

+
hi
vi

hf ii

hr vo

ho

vo

Gambar 5.4 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor

ib
c

c
hie

vb

ic

b
hre vc

hfe ib

hoe

vc

Gambar 5.5 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor dengan konfigurasi CE


(emitor bersama)

ie

ic

c
hib

ve

hrb vc

hfb ie

hob

vc

Gambar 5.6 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor dengan konfigurasi CB


(basis bersama)

121

ib
e

e
h ic

vb

ie

b
hrc ve

hfc ib

hoc

ve

Gambar 5.7 Rangkaian ekivalen hibrid untuk transistor dengan konfigurasi CC


(kolektor bersama)

5.4 Parameter-h
Parameter-h untuk rangkaian ekivalen (model) transistor sinyal kecil dalam konfigurasi emitor bersama (CE), yakni hie , hre , hfe , hoe, secara pendekatan dapat ditentukan melalui
persamaan-persamaan 5.13 sampai 5.16.
Dalam setiap persamaan tersebut simbol berarti perubahan kecil di sekitar titik-Q,
sehingga parameter-h diperoleh dari daerah kerja transistor. Parameter hie dan hre diperoleh
dari kurva karakteristik input penguat CE. Sedangkan parameter hfe dan hoe diperoleh dari
kurva karakteristik output penguat CE.
Gambar 5.8 menunjukkan contoh menetukan parameter hie dari kurva karakteristik input penguat CE.
vbe
hie
ib vCE =0

(Ohm)

122

......(5.13)

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

iB (A)
VCE= konstan

ib

Q
VBE (Volt)

vbe
Gambar 5.8. Contoh menentukan hie dari kurva input CE
Gambar 5.9 menunjukkan contoh menetukan parameter hre dari kurva karakteristik
input penguat CE.

vbe
hre
vce iB =0

(tanpa satuan)

.....(5.14)

iB (A)
vce

ib = konstan

VBE (Volt)

vbe
Gambar 5.9. Contoh menentukan hre dari kurva input CE

123

Gambar 5.10 menunjukkan contoh menetukan parameter hfe dari kurva karakteristik
output penguat CE.

ic
hfe
ib

(tanpa satuan)
vCE =0

.....(5.15)

iC(mA)

ic

ib

vCE (Volt)
vCE = konstan
Gambar 5.10. Contoh menentukan hfe dari kurva output CE
Gambar 5.11 menunjukkan contoh menetukan parameter hoe dari kurva karakteristik
output penguat CE.

ic
hoe
vce iB =0

(Siemen)

124

....(5.16)

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

iC(mA)

ic

iB

= konstan

vCE (Volt)
vce
Gambar 5.11. Contoh menentukan hoe dari kurva output CE
Harga tipikal parameter-h suatu transistor untuk ketiga macam konfigurasi CE, CC
dan CB dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5.1 Harga tipikal parameter-h untuk CE, CC, CB
Parameter

CE

hi

1 K

hr

2.5 x 10
50

hf

CC

CB

1 K

20

1
- 50

-4

3.0 x 10
- 0.98

-4

ho

25 A/V

25 A/V

0.5 A/V

1/ ho

40 K

40 K

2 M

Dari tabel 5.1 terlihat adanya perbedaan dan juga persamaan harga tipikal parameter-h
untuk ketiga jenis konfigurasi transistor. Resistansi input transistor pada CE dan CC jauh lebih besar dibanding pada CB, yakni sekitar 40 : 1. Parameter hr untuk CE dan CB bernilai
sangat kecil, sehingga dalam berbagai analisa praktis parameter hr ini sering diabaikan, yakni
dianggap nol. Namun parameter hr untuk CC sekitar satu, sehingga tidak boleh diabaikan.
Penguatan arus maju atau hf untuk CE dan CC relatif besar. Parameter hfe atau sering
disebut dengan (beta) suatu transistor sangat bervariasi, yakni berkisar antara 20 sampai 600
atau bahkan lebih tergantung dari jenis penggunaannya. Sedangkan hf untuk CB berharga
mutlak kurang dari satu.

125

Parameter ho untuk semua konfigurasi transistor berharga sangat kecil, sehingga dalam berbagai analisa praktis parameter ho ini sering diabaikan atau dianggap nol. Karena parameter ho ini merupakan konduktansi, maka kebalikannya disebut dengan resistansi. Apabila ho ini diabaikan berarti harga 1/ ho dianggap tak terhingga.
Parameter-h suatu transistor sangat peka terhadap perubahan temperatur persambungan, arus Ic dan tegangan VCE. Oleh karena itu suatu pabrik memberikan harga tipikal parameter-h adalah pada suatu kondisi temperatur dan arus tertentu. Harga tipikal seperti pada taO

bel 5.1 adalah dengan kondisi temperatur ruang 25 C dan arus Ic = 1 mA. Variasi harga parameter-h terhadap arus kolektor ditunjukkan pada gambar 5.11.

Relatif thd harga pd IC = 1 mA


hoe

50
10

hre

2
1

hfe

0,5
hie

0,2
0,1

IC (mA)

0,0
0,1

0,2

0,5

Gambar 5.11 Variasi harga parameter h terhadap arus Ic


Variasi harga parameter-h terhadap temperatur ditunjukkan pada gambar 5.12.

126

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


o

Relatif thd harga pd T= 25 C

hie
hfe

hre
50
10

hoe

2
1
0,5
0,2
0,1
0,0
-100

-50

25
o

Temperatur( C)
Gambar 5.12 Variasi harga parameter h terhadap temperatur

Salah satu alasan praktis mengapa parameter-h banyak dipakai baik di kalangan industri maupun akademisi adalah karena parameter ini selalu terdapat dalam buku (atau lembaran)
data. Namun sering kali yang tercantum dalambuku data tersebut adalah harga parameter-h
untuk konfigurasi CE saja. Sehingga apabila ingin memperoleh data untuk jenis konfigurasi
yang lain (CC dan CB) perlu dilakukan konversi.

Tabel 5.2 menunjukkan beberapa formula

pendekatan untuk mengkonversi dari parameter-h CE ke CC dan CB.

127

Tabel 5.2 Formula konversi pendekatan parameter-h


Konversi dari CE ke CC
hic = hie

hrc = 1

hfc = -(1 + hfe)

hoc = hoe

Konversi dari CE ke CB
hie
hib =
1 + hfe

hie hoe
hrb = - hre
1 + hfe

hfe
hib = -
1 + hfe

hoe
hob =
1 + hfe

5.5 Analisa Penguat CE


Rangkaian penguat CE seperti pada gambar 5.13 akan dianalisa untuk mendapatkan
beberapa parameter penguat seperti: resistansi input (Ri), penguatan tegangan (Av), penguatan arus (Ai), dan resistansi output (Ro). Oleh karena itu rangkaian penguat tersebut perlu diubah menjadi rangkaian ekivalen ac menggunakan parameter-h. Sebagaimana tercantum dalam tabel 5.1 bahwa harga tipikal parameter hre dan hoe sangat kecil, sehingga dalam berbagai
analisa kedua parameter-h tersebut sering diabaikan atau dianggap nol. Dalam pembahasan
inipun, kedua parameter-h tersebut juga diabaikan.

128

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


VCC

RC

R1
Sinyal
input

Sinyal
output

C2

C1

RL

R2

RE

Gambar 5.13 Rangkaian penguat CE


Dalam membuat rangkaian ekivalen ac yang perlu diperhatikan adalah bahwa sumber
tegangan dc (power supply ideal) dianggap hubung singkat dan semua kapasitor (dalam frekuensi menengah) dianggap hubung singkat. Dengan demikian R1 dan R2 terhubung secara
paralel pada basis-emitor, dan juga antara RC dan RL terhubung paralel pada kolektor-emitor.
Pada rangkaian ekivalen ac, resistor RE tidak tampak karena telah dihubung singkat oleh C
by-pass. Rangkaian ekivalen ac dari penguat CE gambar 4.13 adalah seperti ditunjukkan pada
gambar 4.14.
vin

iin

ic

ib

vout

iL
Rin

R1

R2

hie

hfe ib

RC

RL

E
Gambar 5.14 Rangkaian ekivalen ac dari gambar 5.13

129

Setelah rangkaian ekivalen ac dapat digambar dengan benar, maka analisis selanjutnya
hanya terfokus pada rangkaian ekivalen tersebut. Pemakaian hukum Kirchhoff baik tegangan
maupun arus dalam analisi ini sangat dominan demikian juga dengan hukum Ohm.
Analisis pertama adalah menetukan Resistansi input (Rin). Sesuai dengan hukum
Ohm, maka dari rangkaian ekivalen tesrebut diperoleh:
vin
Rin =
iin
iin (R1R2 hie)
Rin =
iin
R1 . R2
karena: R1R2 = RB =
R1 + R2
maka diperoleh:

Rin = (RB hie)

....................(5.17)

Jadi harga Rin adalah jumlah paralel dari R1, R2, dan hie.

Hal

ini terlihat dengan jelas dari gambar rangkaian ekivalen ac bahwa Rin merupakan resistansi
total yang dipandang dari depan rangkaian tersebut (tanda panah Rin). Oleh karena itu resistansi totalnya adalah paralel dari R1, R2, dan hie.
Selanjutnya adalah menentukan penguatan tegangan (Av). Definisi penguatan tegangan (Av) adalah seperti pada persamaan 5.3, yaitu:
vout
Av =
vin
- ic (RCRL)
Av =
ib hie

130

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

- hfe ib (RCRL)
Av =
ib hie
sehingga diperoleh:

hfe (RCRL)

Av = -
hie

...........(5.18)

Tanda negatip di depan persamaan 5.18 artinya bahwa sinyal output dan sinyal input pada
o

penguat CE berlawanan fasa (atau berbeda fasa 180 ).


Apabila dalam rangkaian penguat gambar 5.12 tersebut resistor beban (RL) tidak ada
atau dilepas, maka persamaan 5.18 menjadi:
hfe RC
Av = -
hie

................(5.19)

Berikutnya adalah menentukan penguatan arus (Ai). Persamaan 5.4 mendefinisikan


bahwa penguatan arus (Ai) adalah perbandingan arus output dengan arus input. Dalam rangkaian penguat ini arus output adalah iL dan arus input adalah iin, sehingga diperoleh:
iL
Ai =
iin
- ic RC/(RC + RL)

Ai =
iin
- ic RC

Ai =
iin (RC + RL)

131

- (hfe ib)

RC

Ai =
iin
(RC + RL)
karena :
maka

ib = iin RB/(RB + hie)

:
iin = ib (RB + hie)/RB

dimana :
R1 . R2
RB =
R1 + R2
selanjutnya dengan memasukkan harga iin diperoleh:
- (hfe ib)
Ai =
ib (RB + hie)/RB

- (hfe ib) RB
Ai =
ib (RB + hie)

RC

(RC + RL)

RC

(RC + RL)

sehingga diperoleh:

hfe RB
RC
Ai = -
(RB + hie) (RC + RL)

......(5.20)

Seperti halnya pada penguatan tegangan, tanda negatip di depan persamaan 5.19 artinya baho

wa sinyal output dan sinyal input pada penguat CE berlawanan fasa (atau berbeda fasa 180 ).
Apabila dalam rangkaian penguat gambar 5.12 tersebut resistor beban (RL) tidak ada
atau dilepas, maka persamaan 5.19 menjadi:

132

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

hfe RB
Ai = -
(RB + hie)

................(5.21)

Impedansi output (Zo) dari transistor pada penguat tersebut adalah tak terhingga. Hal
ini disebabkan karena parameter hoe dalam pembahasan ini diabaikan atau dianggap nol karena nilainya sangat kecil. Akan tetapi impedansi output (Ro) dari rangkaian penguat CE tersebut adalah jumlah paralel RC dengan RL, yakni Ro = RCRL. Sedangkan apabila RL tidak
ada, maka impedansi output (Ro) dari rangkaian penguat tersebut adalah Ro = RC.

Contoh 5.1
Perhatikan rangkaian penguat CE gambar 5.13. Apabila diketahui R1 = 68 K, R2 = 27 K,
RC = 1,2 K, RE = 680 , RL = 5 K, hfe = 100, hie = 1 K, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 12
Volt, tentukan Av, Ai, Ri, dan Ro.

Penyelesaian:
R1 . R2
68K . 27K
RB = = = 19,33 K

R1 + R2
68K + 27K
RC . RL
1,2K . 5K
= = 967
RC + RL
1,2K + 5K
Menentukan Av dengan persamaan 5.18
(100)(967)
hfe (RCRL)
Av = - = - = - 96,7
hie
1000
Menentukan Ai dengan persamaan 5.20
hfe RB
RC
Ai = -
(RB + hie) (RC + RL)

133

(100)(19.33K)

1,2K

Ai = - = - 18,4
(19,33K + 1K) (1,2K + 5K)

Menentukan Rin dengan persamaan 5.17


Rin = (RB hie)
RB . hie
19,33K . 1K
Rin = = = 950
19,33K + 1K
R1 + hie
Menentukan Ro adalah RCRL, yaitu 967

5.6 Penguat CE dengan Resistor RE


Resistor RE pada rangkaian penguat CE gambar 5.12 diparalel dengan C by-pass, sehingga kerugian sinyal ac pada resistor tersebut dianggap tidak ada. Akan tetapi pengaruh
terhadap bias dc tetap ada, yang berguna untuk stabilisasi bias. Dalam bagian ini yang akan
dibahas adalah penguat CE dengan resistor RE. Maksudnya adalah bahwa C by-pass yang
memparalel RE telah dilepas, sehingga RE berpengaruh baik pada sinyal ac maupun bias dc.
Lihat gambar 5.15.

134

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


VCC

Sinyal
input

R1

RC

R2

RE

Sinyal
output

C2

C1

Gambar 5.15 Rangkaian penguat CE dengan RE


Rangkaian ekivalen ac dari penguat CE dengan RE dibuat dengan parameter-h dimana
hre dan hoe diabaikan. Gambar 5.16 menunjukkan rangkaian ekivalen ac tersebut. Resistor
RE terlihat dipasang antara kaki emitor dengan tanah (ground). Arus yang mengalir pada RE
ini adalah jumlah arus dari basis ib dan arus dari kolektor hfe ib
yaitu sebesar (hfe + 1) ib.
vin

iin

ic

ib

vout
iL

Rin

hie

RB

hfe ib

RC

Zin
E
(hfe + 1) ib

RE

Gambar 5.16 Rangkaian ekivalen ac dari gambar 5.15

135

Setelah rangkaian ekivalen ac dapat digambar dengan benar, maka analisis selanjutnya
hanya terfokus pada rangkaian ekivalen tersebut. Pemakaian hukum Kirchhoff baik tegangan
maupun arus dalam analisis ini sangat dominan demikian juga dengan hukum Ohm.
Analisis pertama adalah menentukan impedansi input (Zin). Seperti tampak pada
rangkaian ekivalen bahwa istilah Zin dalam pembahasan ini yaitu resistansi yang dipandang
dari kaki basis ke depan (ke dalam transistor). Dalam hal ini RB tidak termasuk dalam perhitungan Zin. Sedangkan Rin adalah resistansi total dari input rangkaian penguat. Dalam hal
ini Rin adalah jumlah paralel RB dengan Zin. Sesuai dengan hukum Ohm, maka dari rangkaian ekivalen tersebut diperoleh:
vb
Zin =
ib
ib hie + (hfe + 1) ib RE
Zin =
ib
sehingga dengan meniadakan ib diperoleh:

Zin = hie + (hfe + 1) RE


...........(5.22)

Oleh karena umumnya harga hfe jauh lebih besar dari satu, maka secara pendekatan persamaan 5.22 disederhanakan menjadi:
Zin hie + hfe RE
Dari persamaan ini terlihat bahwa resistansi RE bila dipandang dari terminal basis nilainya sebesar hfe RE. Oleh karena itu pengaruh RE terhadap impedansi input sangat besar.
Dengan kata lain penguat CE tanpa C by-pass mempunyai harga Zin kira-kira sebesar hfe kali
RE.
Adapun besarnya Rin atau resistansi input rangkaian adalah:

Rin = (RBZin)

....................(5.23)

136

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

Parameter penguatan tegangan (Av) untuk rangkaian penguat CE dengan resistor RE


adalah sebagai berikut:

vout
Av =
vin
- ic RC
Av =
vb
- hfe ib RC
Av =
vb

- hfe ib RC
Av =
ib hie + (hfe + 1) ib RE
dengan meniadakan ib pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:
hfe RC

Av = -
hie + (hfe + 1) RE
karena:

Zin = hie + (hfe + 1) RE

maka:
hfe RC
Av = -
Zin

..........(5.24)

Tanda negatip pada persamaan 5.24 tersebut berarti sinyal input dan sinyal output berlawanan
fasa.
Secara pendekatan Av untuk penguat CE dengan RE adalah:
RC
137

Av -
RE
Rumus pendekatan ini sangat bermanfaat untuk analisa praktis karena sangat sederhana. Ketelitian rumus pendekatan ini cukup baik apabila: hfeRE >> hie. Pada penguat CE dengan RE
ini terlihat bahwa penguatan tegangan (Av) tidak begitu terpengaruh dengan spesifikasi transistor (hfe dan hie) atau bahkan hanya dipengaruhi oleh RC dan RE saja menurut rumus pendekatan.
Penguatan arus (Ai) dari rangkaian penguat CE dengan RE adalah sebagai berikut:
iL
Ai =
iin
- hfe ib
Ai =
iin
karena :
maka

ib = iin RB/(RB + Zin)

:
iin = ib (RB + Zin)/RB

dimana :
R1 . R2
RB =
R1 + R2

dan

Zin = hie + (hfe + 1) RE

selanjutnya dengan memasukkan harga iin diperoleh:


- hfe ib
Ai =
ib (RB + Zin)/RB
- hfe ib RB
Ai =
ib (RB + Zin)
dengan meniadakan ib pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:

138

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

hfe RB

Ai = -
RB + Zin

............(5.25)

Apabila hfeRE >> hie, maka secara pendekatan persamaan 5.25 tersebut dapat disederhanakan menjadi:
RB
Ai -
RE

Sebagaimana Av yang (hampir) tidak dipengaruhi oleh spesifikasi transistor (hfe dan
hie), maka penguatan arus (Ai) inipun juga hanya dipengaruhi oleh RB dan RE saja (menurut
rumus pendekatan). Dengan demikian bisa disimpulkan bahwa pada penguat CE dengan RE
stabilitas Av dan Ai sangat mantap.
Impedansi output (Zo) dari transistor pada penguat tersebut adalah tak terhingga. Hal
ini disebabkan karena parameter hoe dalam pembahasan ini diabaikan atau dianggap nol karena nilainya sangat kecil. Akan tetapi impedansi output (Ro) dari rangkaian penguat CE tersebut adalah sebesar RC.

Contoh 5.2
Perhatikan rangkaian penguat CE gambar 5.15. Apabila diketahui R1 = 10 K, R2 = 3,3 K,
RC = 1 K, RE = 500 , hfe = 100, hie = 1 K, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 15 Volt, tentukan
Av, Ai, Ri, dan Ro.

Penyelesaian:
R1 . R2
10K . 3,3K
RB = = = 2,48 K

R1 + R2
10K + 3,3K
Menentukan Zin dengan persamaan 5.22:
Zin = hie + (hfe + 1)RE = 1000 + (100 + 1)500 = 51,5 K

Menentukan Rin dengan persamaan 5.23:

139

Rin = (RBZin)
RB . Zin
2,48K . 51,5K
Rin = = = 2,37 K

RB + Zin
2,48K + 51,5K
Menentukan Av dengan persamaan 5.24
hfe RC
(100) 1K
Av = - = - = - 1,94
Zin
51,5K
Bila dihitung secara pendekatan:
Av = - RC/RE = - 1000/500 = - 2
(sangat dekat dengan hasil perhitungan tepat)

Menentukan Ai dengan persamaan 5.25


hfe RB
100 (2,48K)
Ai = - = - = - 4,59
RB + Zin
2,48K + 51,5K
Bila dihitung secara pendekatan:
Ai = - RB/RE = - 2,48K/0,5K = - 4,96
(sangat dekat dengan hasil perhitungan tepat)
Harga Ro adalah sebesar RC , yaitu 1 K

5.7 Rangkaian Pengikut Emitor


Rangkaian pengikut emitor dapat dilihat pada gambar 5.17. Sinyal input masuk pada
basis dan output diambil dari terminal emitor. Penguatan tegangan (Av) rangkaian ini adalah
kurang dari satu, atau secara pendekatan Av 1. Tidak seperti pada penguat CE yang fasa
o

input dan outputnya berbeda 180 , pada rangkaian pengikut emitor fasa sinyal input dan sinyal output adalah sama atau sefasa. Karena hal tersebutlah (output pada emitor, Av 1, input dan output sefasa) mengapa rangkaian ini disebut dengan rangkaian pengikut emitor.

140

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


VCC

RB
Sinyal
input

C1
C2

Sinyal
output

RE

Gambar 5.17 Rangkaian pengikut emitor


Pada gambar 5.17 terlihat bahwa kaki kolektor terhubung ke ground untuk analisis ac.
Oleh karena itu rangkaian ini sering disebut juga dengan penguat kolektor bersama (commoncolector = CC). Namun sebutan pengikut emitor yang sering dipakai.
Sifat lain dari rangkaian ini adalah bahwa impedansi inputnya tinggi dan impedansi
output rendah. Penguatan arus (Ai) cukup tinggi, yakni hampir sama dengan Ai pada penguat
CE. Oleh karena itu rangkaian ini banyak diterapkan sebagai rangkaian penyesuai impedansi
dan juga pada rangkaian penyangga (buffer).
Untuk melakukan analisis penguatan sinyal kecil, maka rangkaian tersebut perlu dibuat rangkaian ekivalennya. Rangkaian ekivalen dengan parameter -h bisa dibuat dengan dua
pilihan, yakni dengan mengikuti aturan pada penguat CC (seperti gambar 5.7) atau mengikuti
aturan penguat CE (gambar 5.5). Dengan pertimbangan karena parameter h untuk CE lebih
banyak dijumpai dalam buku data, maka dalam pembahasan ini akan dibuat sesuai aturan CE.
Rangkaian ekivalen ac dari pengikut emitor gambar 5.17 dapat dilihat pada gambar
5.18. Seperti halnya pada analisa penguat CE, dalam analisa ini parameter hre dan hoe diabaikan. Terlihat bahwa sinyal output diambil dari kaki emitor, dan kaki kolektor dihubungkan ke
ground.

141

iin

vin

Rin

ic

ib

hie

RB

hfe ib

Zin

vout

ie=(hfe+1)ib

RE

Gambar 5.18 Rangkaian ekivalen ac dari gambar 5.15


Analisis pertama adalah menentukan impedansi input (Zin). Seperti terlihat pada
rangkaian ekivalen ai atads bahwa istilah Zin dalam pembahasan ini adalah resistansi yang dipandang dari kaki basis ke depan (ke dalam transistor). Dalam hal ini RB tidak termasuk dalam perhitungan Zin. Sedangkan Rin adalah resistansi total dari input rangkaian, yaitu merupakan jumlah paralel RB dengan Zin. Sesuai dengan hukum Ohm, maka dari rangkaian ekivalen tersebut diperoleh:
vb
Zin =
ib
ib hie + ie RE
Zin =
ib
ib hie + (hfe+1)ib RE
Zin =
ib
sehingga dengan meniadakan ib diperoleh:
Zin = hie + (hfe + 1) RE
...........(5.26)

142

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

Oleh karena umumnya harga hfe jauh lebih besar dari satu, maka secara pendekatan persamaan 5.26 dapat disederhanakan menjadi:
Zin hie + hfe RE
Dari persamaan ini terlihat bahwa impedansi input rangkaian pengikut emitor cukup
tinggi. Harga Zin pengikut emitor sama dengan Zin penguat CE dengan RE (tanpa C by-pass)
pada persamaan 5.22.
Adapun besarnya Rin atau resistansi input rangkaian adalah:
Rin = (RBZin)

....................(5.27)

Penguatan tegangan (Av) untuk rangkaian pengikut emitor adalah sebagai berikut:
vout
Av =
vin
ie RE
Av =
vb

(hfe+1) ib RE
Av =
vb
(hfe+1) ib RE
Av =
ib hie + (hfe + 1) ib RE
dengan meniadakan ib pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:
(hfe+1)RE

Av =
hie + (hfe + 1) RE
karena:

Zin = hie + (hfe + 1) RE

143

maka:
Zin - hie

Av =
Zin
hie
Av = 1 -
Zin

..........(5.28)

Oleh karena Zin >> hie, maka secara pendekatan Av untuk pengikut emitor adalah Av 1.
Penguatan arus (Ai) dari rangkaian pengikut emitor adalah sebagai berikut:
ie

Ai =
iin
(hfe+1)ib
Ai =
iin
karena :
maka

ib = iin RB/(RB + Zin)

:
iin = ib (RB + Zin)/RB

dimana :
R1 . R2
RB =
R1 + R2

dan

Zin = hie + (hfe + 1) RE

selanjutnya dengan memasukkan harga iin diperoleh:


(hfe+1)ib

Ai =
ib (RB + Zin)/RB
(hfe+1)ib RB
Ai =
ib (RB + Zin)
dengan meniadakan ib pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:

144

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar

(hfe+1)RB

Ai =
RB + Zin

............(5.29)

Harga Ai pada pengikut emitor ini hampir sama dengan Ai pada CE (persamaan 5.25).
Untuk mendapatkan impedansi output (Zo), maka sebagaimana dijelaskan dalam subbab 5.2 yaitu dengan membuat input = 0 (hubung singkat) dan impedansi beban tak terhingga
(dalam hal ini RE dilepas), kemudian Vin dimasukkan dari output. Dengan menerapkan hukum Ohm diperoleh:
vo
Zo =
ie
karena: input hubung singkat
ib hie

Zo =
(hfe+1)ib
dengan meniadakan ib pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:

hie
Zo =
(hfe+1)

................(5.30)

Harga ini adalah impedansi output transistor dalam kondisi beban terbuka. Impedansi output
rangkaian (Ro) adalah Zo paralel dengan beban dalam hal ini adalah RE, yakni:
Ro = (ZoRE)

....................(5.31)

Contoh 5.3.
Diketahui rangkaian pengikut emitor seperti pada gambar 5.17 dengan spesifikasi komponen:
RB = 470 K, RE = 1 K, hfe = 200 dan hie = 1 K. Tentukan: Zin, Av, Ai, dan Zo dari
rangkaian tersebut.
145

Penyelesaian:
- menentukan Zi dengan persamaan 5.26:
Zin = hie + (hfe + 1) RE
Zin = 1K + (200 + 1)1K = 202 K

- menentukan Av dengan persamaan


hie

Av = 1 -
Zin
1K
Av = 1 - = 0,995
202K

- menentukan Ai dengan persamaan 5.29

(hfe+1)RB
Ai =
RB + Zin
(200 + 1) 470K
Ai = = 140,58
470K + 202K
- menentukan Zo dengan persamaan 5.30
hie
Zo =
(hfe+1)
1K
Zo = = 4,9
(200 + 1)

5.8 Penguat Basis Bersama (CB)


Konfigurasi terakhir yang dibahas adalah penguat basis bersama (common-base =
CB). Rangkaian penguat CB terlihat pada gambar 5.19.
146

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


Sinyal
input

Sinyal
output
RC

RE

Gambar 5.19 Rangkaian penguat CB


Rangkaian ekivalen ac dengan parameter-h terlihat pada gambar 5.20.
vin

iin

ic

ie

vout

iL
Rin

RE

hib

hfb ie

RC

B
Gambar 5.20 Rangkaian ekivalen ac penguat CB

Impedansi input rangkaian penguat CB (Rin) adalah:

Rin = (RBhib)

....................(5.32)

Penguatan tegangan rangkaian penguat CB adalah:


vout
Av =
vin
- hfb ie RC
Av =
ve

147

- hfb ie RC

Av =
ie hib
dengan meniadakan ie pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:
hfbRC
Av = -
hib

..........(5.33)

Penguatan arus pada penguat CB adalah:


iL

Ai =
iin
- hfb ie
Ai =
iin
karena :
maka

ie = iin RE/(RE + hib)

:
iin = ie (RE + hib)/RE

selanjutnya dengan memasukkan harga iin diperoleh:


- hfb ie
Ai =
ie(RE + hib)/RE
- hfb ie RE
Ai =
ie(RE + hib)
dengan meniadakan ie pada pembilang dan penyebut, maka diperoleh:

hfbRE
Ai = -
(RE + hib)

............(5.34)

148

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


Impedansi output dari rangkaian penguat CB adalah:
Zo = RC

.....................(5.35)

Persamaan tersebut diperoreh dengan asumsi bahwa parameter hob dalam pembahasan ini diabaikan. Apabila tidak diabaikan maka Zo adalah paralel antara 1/hob dengan RC.

Contoh 5.4
Diketahui rangkaian penguat CB seperti gambar 5.19 dengan spesifikasi komponen:
hob = 0,5 A/V, hfb = - 0,99, hib = 14,3 , RE = 2,2 K dan RC = 3,3 K . Tentukan Rin,
Av, Ai, dan Ro dari rangkaian tersebut.

Penyelesaian:
(a) Rin = (RBhib) = 2,2K14,3 = 14,21
(b)

hfbRC
(-0,99)(3,3K)
Av = - = - = 228,46
hib
14,3

(c)

hfbRE
(-0,99)(2,2K)
Ai = - = = - 0,983
(RE + hib)
(2,2K + 14,3)

(d) ro = 1/hob = 1/0,5 = 2 M


Ro = 2M 3,3K 3,3 K

5.9 Perencanaan Penguat Transistor


Prosedur perencanaan rangkaian penguat merupakan kebalikan dari prosedur analisis.
Pembahasan di depan merupakan analisis penguat, dimana rangkaian penguat sudah diketahui
secara lengkap termasuk spesifikasi komponennya kemudian menentukan berbagai parameter
penguatan seperti Av dan Ai berdasarkan data tersebut. Berdasarkan beberapa konsep dan

149

formula yang sudah diturunkan pada pembahasan tersebut, maka akan dapat dilakukan prosedur yang sebaliknya, yaitu perancangan.
Prosedur perancangan dimulai dari kebutuhan akan suatu rangkaian penguat dengan
performance tertentu, yakni misalnya dengan Av atau Zo tertentu. Selanjutnya bergerak ke
belakang sampai akhirnya diperoleh ranngkaian penguat beserta nilai komponennya. Penguasaan atas konsep dasar rangkaian ekivalen ac dan dc serta pemahaman hukum Ohm dan Kirchhoff merupakan syarat mutlak untuk dapat melakukan perancangan. Disamping itu melakukan pendekatan praktis dan logis juga amat membantu.

Beberapa formula yang sering digunakan dalam prosedur perancangan adalah sebagai
berikut.
VBEaktif = 0,7 Volt
IC IE
RB 0,1 RE

(persamaan 4.27)

Apabila parameter hie tidak diketahui, maka bisa digunakan formula pendekatan:
hfe VT

hie
ICQ
dimana VT adalah tegangan ekivalen temperatur yang diperoleh dari persamaan 1.3. Pada
temperatur ruang harga VT 26 mV. Bila harga VT ini dimasukkan, maka diperoleh:
hfe 26

hie
ICQ

................(5.36)

dimana:
hie

dalam Ohm ()

ICQ

dalam mA

Persamaan 5.36 tersebut berlaku juga untuk konfigurasi CB, dengan mengingat bahwa:
hie hib hfe

(tabel 5.2)
150

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


sehingga diperoleh:

hib

26

................(5.37)

ICQ

dimana:
hib

dalam Ohm ()

ICQ

dalam mA

Contoh 5.5
Apabila diinginkan suatu penguat CE yang dapat menghasilkan ayunan sinyal output
simetris maksimum dengan Av = - 5, rencanakan penguat tersebut (gambar 5.21). Beberapa
hal yang sudah diketahui adalah VCC = 12 Volt, RL = 1 K dan hfe = 200.
VCC

Sinyal
input

R1

RC

R2

RE

C2

Sinyal
output

C1

RL

Gambar 5.21 Rangkaian penguat CE


Penyelesaian:
Data yang diberikan dalam perencanaan ini sangat terbatas, sehingga dengan terpaksa
harus menentukan salah satu harga RE atau RC. Data yang berkaitan dengan dua harga ini
151

adalah Av = -10. Agar diperoleh penyesuaian impedansi yang baik, maka harga RC dibuat
sama dengan RL yaitu 1 K.
Penguatan tegangan (Av) rangkaian tersebut adalah (secara pendekatan):
RCRL
Av -
RE
0,5K
- 5 -
RE
RE = 100

Setelah diperoleh harga RE, maka selanjutnya adalah mencari harga R1 dan R2. R1
dan R2 ini adalah resistor yang menentukan titik kerja transistor. Oleh karena itu perlu dilihat
pada permitaan di atas bahwa penguat harus dapat menghasilkan ayunan sinyal output simetris maksimum. Dengan demikian berlaku persamaan 4.25 dan 4.26.
Rdc = RE + RC = 100 + 1000 = 1100
Rac = RE + RCRL = 100 + 500 = 600
VCC
12
ICQ = = = 7,5 mA
(Rac + Rdc)
(1100 + 500)
VCEQ = ICQ Rac = (7,5m)(0,6K) = 4,5 Volt.

Harga VCEQ dan ICQ ini menentukan lokasi titik kerja transistor yakni tepat di tengah garis
beban ac.
Untuk mendapatkan stabilitas bias yang mantap, maka RB 0,1 RE. RB diambil
harga maksimumnya adalah:
RB = 0,1 RE = 0,1 (200)(100) = 2 K

Selanjutnya adalah:
VBB = VBE + ICQ{(RB/hfe)+ RE}
VBB = 0,7 + (7,5m){(2K/200) + 0,1K) = 1,525 Volt

152

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


RB VCC
(2K)(12)
R1 = = = 15,7 K
VBB
(1,525)
RB VCC
(2K)(12)
R2 = = = 2,29 K
VCC-VBB
12 - 1,525
Hasil perencanaan tersebut diperoleh harga-harga komponen sebagai berikut:
RE = 100

RC = 1 K

R1 (atas) = 15,7 K

R2 (bawah) = 2,29 K

Karena penentuan harga RE pertama kali dengan formula pendekatan, maka ada baiknya apabila sekarang dihitung Av dengan formula tepat. Oleh karena itu perlu ditentukan dahulu parameter hie dari harga ICQ yang sudah dicari (persamaan 5.36).
hfe 26

(200)(26)
hie = = 693
ICQ
7,5
Penguatan tegangan (Av) adalah:
hfe RCRL
Av = -
hie + (hfe + 1) RE
(200)(500)
Av = - = - 4,8
693 + (201)(100)
Perbedaan antara kedua Av tidak begitu besar, yakni hasil pendekatan adalah -5 dan hasil tepat adalah -4,8.

5.10 Ringkasan
Analisis sinyal kecil pada rangkaian penguat transistor didasarkan atas linieritas kurva
transistor di sekitar titik kerja, sehingga transistor bisa diganti dengan rangkaian ekivalen atau
model. Rangkaian ekivalen ac dengan parameter-h banyak dipakai baik di kalangan industri
maupun akademisi.

153

Pemahaman atas konsep rangkaian ekivalen sangat diperlukan baik dalam analisis parameter penguat seperti Av, Ai, Zi, Zo maupun dalam perencanaan rangkaian penguat. Karena prosedur perencanaan pada dasarnya merupakan kebalikan dari prosedur analsis.

5.11 Soal Latihan


1.

Perhatikan rangkaian penguat transistor di bawah. Bila diketahui R1 = 22 K, R2 = 10


K, RC = 1 K, RE = 560 , = 100, VBEaktif = 0,7 V, VCC = 12 Volt, tentukan
Av, Ai, Zi, dan Zo rangkaian tersebut.
VCC

Sinyal
input

R1

RC

R2

RE

C2

Sinyal
output

C1

Gambar 5.22 Gambar untuk soal latihan no 1.

2.

Perhatikan soal no.1, apabila diinginkan agar rangkaian tersebut dapat menghasilkan
ayunan sinyal output yang simetris maksimum, hitung kembali harga R1 dan R2 dan
tentukan kembali Av, Ai, Zi, dan Zonya.

3.

Perhatikan gambar rangkaian penguat di bawah. Apabila pada input diberi sinyal Vs =
10 mVp-p dengan RS = 1K, maka tentukan Vo!.

154

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


VCC = 15 V
5K
470K
Sinyal
input

C1

C2

Sinyal
output

= 200

2K

Gambar 5.23 Rangkaian untuk soal latihan no 3.


4.

Perhatikan gambar rangkaian penguat di bawah. Apabila pada input diberi sinyal Vs =
1 mVp-p dengan RS = 2K, maka tentukan Vo!.
VCC = 15 V
5K
270K
Sinyal
input

C1

C2

Sinyal
out-

= 300
1K

Gambar 5.24 Rangkaian untuk soal latihan no. 4


5.

Perhatikan gambar 5.22 (pada soal no 1). Diketahui R1=68K, R2=27K,


RC=1,2K, RE=680, hfe=200, VCC=12Volt. Agar diperoleh tegangan output dengan ayunan simetris maksimum tidak cacat, tentukan berapa Vi yang harus dimasukkan.

6.

Perhatikan rangkaian di bawah. Diketahui R1=47K, R2=20K, RC=1K, RE=1K,


hie=1K, dan hfe=200. Tentukan Av1 dan AV2. Sebutkan manfaat rangkaian tersebut.

155

VCC

RC

R1
Sinyal
input

C2

Vo1

C3

Vo2

C1

R2

RE

Gambar 5.25 Gambar untuk soal latihan no.6


7.

Perhatikan rangkaian penguat CE seperti gambar di bawah. Spesifikasi yang diketahui


adalah Vcc = 12 Volt, hfe = 200. Apabila rangkaian tersebut diharapkan mempunyai
VCEQ = 6 Volt, Av - 5, dan Zo = 1 K.
a. Tentukanlah R1, R2, RC dan RE.
b. Bila AFG dengan Rs = 1 K dan Vs = 1 Vp-p diumpan kan ke terminal input, maka
tentukan Vo-nya
VCC

R1
Sinyal
input

RC

C1

R2

RE

Gambar 5.26 Rangkaian untuk soal latihan no. 7

156

C2

Sinyal
output

Bab 5. Penguat Transistor Bipolar


8.

Perhatikan rangkaian penguat CE seperti pada gambar untuk soal no 7. Spesifikasi yang
diketahui adalah Vcc = 12 Volt, hfe = 200. Agar diperoleh ayunan sinyal output simetris maksimum tidak cacat dengan Av - 5, dan Zo = 1 K.
a. Tentukanlah R1, R2, RC dan RE.
b. Bila AFG dengan Rs = 1 K dan Vs = 1 Vp-p diumpankan ke terminal input, maka tentukan Vo-nya.

9.

Perhatikan rangkaian penguat CE seperti pada gambar untuk soal no 7. Bila diketahui
R1 = 82 K, R2 = 33 K, RC = 1,5 K, RE = 470 , = 110, VBEaktif = 0,7 V,
VCC = 12 Volt, dan Rs = 1 K, maka tentukan:
a. Titik kerja transistor
b. Av, Ai, Zi, dan Zo rangkaian tersebut.

10.

Diketahui rangkaian pengikut emitor seperti pada gambar di bawah dengan spesifikasi
komponen: RB = 270 K, RE = 3,9 K, hfe = 200 dan hie = 1 K. Tentukan: Zin, Av,
Ai, dan Zo dari rangkaian tersebut.
VCC

RB
Sinyal
input

C1
C2
RE

Gambar 5.27 Rangkaian pengikut emitor untuk soal no.10

157

Sinyal
output

Sumber Pustaka

Boylestad and Nashelsky. (1992). Electronic Devices and Circuit Theory, 5th ed. Engelwood
Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.
Floyd, T. (1991). Electric Circuits Fundamentals. New York: Merrill Publishing Co.
Malvino, A.P. (1993). Electronic Principles 5th Edition. Singapore: McGraw-Hill, Inc.
Milman & Halkias. (1972). Integrated Electronics: Analog and Digital Circuits and Systems.
Tokyo: McGraw-Hill, Inc.
Savant, Roden, and Carpenter. (1987). Electronic Circuit Design: An Engineering Approach.
Menlo Park, CA: The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.
Stephen, F. (1990). Integrated devices: discrete and integrated. Englewood Cliffs, NJ: Prentice-Hall, Inc.

158

Anda mungkin juga menyukai