Anda di halaman 1dari 4

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) memperkirakan insidens Infeksi
Saluran Pernapasan Akut (ISPA) di negara berkembang dengan angka kematian
balita di atas 40 per 1000 kelahiran hidup adalah 15%-20% pertahun pada
golongan usia balita. Menurut WHO 13 juta anak balita di dunia meninggal
setiap tahun dan sebagian besar kematian tersebut terdapat di Negara
berkembang, dimana pneumonia merupakan salah satu penyebab utama kematian
dengan membunuh 4 juta anak balita setiap tahun (Depkes, 2000 dalam Asrun,
2006).
Di Indonesia, Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) selalu menempati
urutan pertama penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. Selain itu
ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei
mortalitas yang dilakukan oleh Subdit ISPA tahun 2005 menempatkan
ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Anonim, 2008).
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) merupakan penyebab terpenting
morbiditas dan mortalitas pada anak. Yang dimaksud dengan infeksi respiratori adalah
mulai dari infeksi respiratori atas dan adneksanya hingga parenkim paru. Infeksi
respiratori atas meliputi rhinitis, faringitis, tonsillitis, rinosinusitis, dan otitits media.
Sedangkan, infeksi respiratori bawah terdiri atas epiglotitis, croup, bronchitis,
bronkiolitis, dan pneumonia. Sebagian besar ISPA terbatas pada ISPA atas saja, namun
sekitar 5% melibatkan ISPA bawah.

Di Indonesia, kasus ISPA menempati urutan pertama dalam jumlah


pasien rawat jalan terbanyak. Hal ini menunjukkan angka kesakitan akibat ISPA
masih tinggi yaitu lebih kuran 5 per 1000 balita. Pemerintah telah merencanakan
untuk menurunkannya 3 per 1000 balita pada tahun 2010/2011
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung
(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya,
seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Anonim, 2007).
Gejala awal yang timbul biasanya berupa batuk pilek, yang kemudian
diikuti dengan napas cepat dan napas sesak. Pada tingkat yang lebih berat terjadi
kesukaran bernapas, tidak dapat minum, kejang, kesadaran menurun dan
meninggal bila tidak segera diobati. Usia Balita adalah kelompok yang paling
rentan dengan infeksi saluran pernapasan. Kenyataannya bahwa angka morbiditas
dan mortalitas akibat ISPA, masih tinggi pada balita di negara berkembang.
Data kesakitan yang dilaporkan oleh Puskesmas , ISPA menduduki
peringkat pertama daftar penyakit di Puskesmas Sukorame tahun 2011. Atas
dasar tersebut maka penulis memilih ISPA sebagai judul laporan epidemologi
ISPA.
Berdasarkan uraian di atas, penyakit ISPA merupakan salah satu penyakit
dengan angka kesakitan dan angka kematian yang cukup tinggi, sehingga dalam
penanganannya diperlukan kesadaran yang tinggi baik dari masyarakat maupun
petugas, terutama tentang beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan.
Menurut Hendrik Blum dalam Notoatmodjo, 1996, faktor-faktor yang
mempengaruhi derajat kesehatan antara lain faktor lingkungan seperti asap dapur,

faktor prilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah, faktor pelayanan
kesehatan seperti status imunisasi, ASI Ekslusif dan BBLR dan faktor keturunan.
Asap dapur dan faktor prilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam
rumah sangat berpengaruh karena semakin banyak penderita gangguan kesehatan
akibat merokok ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang
umumnya adalah perempuan dan anak-anak, sedangkan faktor pelayanan
kesehatan seperti status imunisasi, ASI Ekslusif dan BBLR merupakan faktor
yang dapat membantu mencegah terjadinya penyakit infeksi seperti gangguan
pernapasan sehingga tidak mudah menjadi parah (Anonim, 2007).
Sebagai upaya untuk mewujudkan visi Indonesia sehat 2010/2011,
pemerintah telah menyusun berbagai program pembangunan dalam bidang
kesehatan antara lain kegiatan pemberantasan Penyakit Menular (P2M) baik yang
bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di semua aspek lingkungan
kegiatan pelayanan kesehatan.

. Akan tetapi keberhasilannya tergantung pada banyaknya faktor risiko, terutama


yang berhubungan dengan strategi baku, penatalaksanaan kasus, imunisasi, dan
modifikasi faktor risiko.

1.2

Identifikasi Masalah

Bagaimanakah gambaran penyakit ISPA pada pasien rawat jalan di poli anak
Puskesmas Kediri dari tahun 2015-2016?
1.3

Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penyakit ISPA pada pasien
rawat jalan poli anak dari tahun 2015-2016 di Puskesmas Kediri
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mengetahui gambaran penyakit ISPA berdasarakan umur di Puskesmas
Kediri
b. Mengetahui gambaran penyakit ISPA berdasarkan jenis kelamin di
Puskesmas Kediri
c. Mengetahui gambaran penyakit ISPA berdasarkan waktu di Puskesmas
Kediri
d. Mengetahui gambaran penyakit ISPA berdasarkan tempat di Puskesmas
Kediri
1.4

Manfaat penelitian
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data dasar kejadian penyakit
ISPA di Puskesmas Kediri, sehingga dapat menjadi acuan untuk
pengembangan penelitian-penelitian lainnya di bidang program Penyakit
Menular. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi masukan untuk
peningkatan layanan kesehatan dan kebijakan dalam mengembangkan mutu
dan pelayanan kesahatan di Puskesmas kediri dan Instansi kesehatan lainnya
yang terkait.

Anda mungkin juga menyukai