Disusun Oleh:
Nama
NIM
Kelas
: Nursaida Nasution
: 12020101010030
: 04
Pengertian Distokia
Distokia adalah suatu keadaan dimana hewan mengalami kesulitan
melahirkan/partus sehingga
merupakan gejala dari kondisi induk atau kondisi fetus yang membuat
jalannya fetus melalui saluran peranakan menjadi terhambat. Distokia
merupakan salah satu kondisi kebidanan yang harus ditangani oleh dokter
hewan. Kejadian distokia pada ternak diperkirakan 3,3%, kejadian ini lebih
banyak pada ternak sapi perah dibandingkan pada sapi potong.
Kelahiran (partus) adalah suatu proses yang sangat rumit dan distokia
dapat
muncul
kegagalan atau
dari proses
terkoordinasi.
tersebut mengalami
Untuk
memudahkan
menyebabkan
pakan
yang
meningkatnya
terlalu
banyak
juga
berat
dapat
foetus,
diet
secara
drastis
pada
beberapa
minggu
terkahir
2. Faktor Intrinsik
Umur, berat badan, ukuran pelvis induk : insiden distokia yang tinggi terjadi
pada
sapi dara, yang dikawinkan sewaktu muda, dan pada kelahiran pertama sapi,
namun hal ini dapat hilang seiring bertambah besarnya induk. Diameter
pelvis dan area pelvis juga meningkat seiring pertumbuhan dari berat badan
induk. Jarak eksternal diantara tuber coxae juga harus lebih besar dari 40 cm
yang
berlebihan,
degenerasi
sistemik,
jumlah
anak
relaksin,
oksitosin,
kalsium,
glukosa
Histeris/gangguan lingkungan
Oligoamnion
Inersia
abdominal
(defisiensi
cairan
amnion)
Kelahiran prematur
uterine Sebagai konsekuensi dari penyebab
sekunder
Kerusakan
distokia lain
Termasuk rupture
uterus
Torsi uterus
Ketidakmampua
saluran peranakan
Karena umur, kesakitan, kelemahan,
untuk rupture
diaphragma,
kerusakan
mengejan
trakea/laryngeal
Obstruksi saluran peranakan
Tulang pelvis
Fraktur, ras, diet, belum dewasa, neoplasia, penyakit
Jaringan lunak
Vulva
Cacat congenital, fibrosis, belum
Vagina
dewasa
Cacat congenital, fibrosis, prolapsed,
Serviks
Uterus
untuk dilatasi
Torsi, deviasi,
herniasi,
adhesi,
stenosis
Penyebab fetal
Defisiensi hormon
Disproposrsi
fetopelvis
Maldisposisi fetal
Transversal,
Malposisi
Malpostur
simultaneous
Ventral, lateral, miring
Deviasi dari kepala dan kaki
lateral,
vertical,
Kematian fetus
Gejala Klinis
Mengidentifikasi batas pasti dimana kelahiran normal berhenti dan
distokia
terjadi
keseluruhan durasi
kelahiran
darah
pada
fetus,
atau
cairan
amnion
vulva.
Tandakematian
kemudian
direpulsi,
ekstensi
bagian
bahunya.
biarkan
Ujung
teracak dilindungi agar tidak melukai saluran reproduksi. Tali ujung kaki
kemudian ditarik keluar.
vaginal
untuk
mendapatkan kaki fetus, setelah dirasa dapat maka kaki fetus lalu diikat
dengan tali, posisi tubuh di repulse lalu diekstensikan untuk membenahi
posisi badan dari fetus. Lalu dengan perlahan dilakukan versio, agar pas
posisi depan-belakang, kemudian dilakukan retraksi dengan perlahan sesuai
irama kontraksi induk.
8. Presentasi: longitudinal anterior
Posisi: Dorso sacrum
Postur: bilateral hip flexio posture
Penanganan: pada posisi seperti gambar diatas, maka hal pertama yang
harus dilakukan adalah mengikat kaki depan fetus tersebut, lalu dengan
bantuan porok kebidanan, posisi fetus direpulsi. Setelah mengalami repulse
maka
hal
selanjutnya
adalah
ekstensi,
dalam
hal
ini
adalah pembenaran posisi untuk kaki belakang, setelah posisi sesuai dengan
posisi normal maka dilakukan penarikan fetus atau retraksi sesuai dengan
kontraksi dari uterus induk.
Ternak yang terhambat pertumbuhannya sering menderita distokia saat melahirkan. Oleh
karena itu perlu diberikan makanan yang sempurna. Jangan memberikan pakan yang terlalu
berlebihan pada sapi dara karena dapat meningkatkan lemak pada daerah pelvis yang malah akan
mengganggu proses kelahiran.
Sapi yang bunting banyak sekali memerlukan gerak badan untuk itu dilepaskan di padang
terbuka atau dibawa jalan-jalan dengan maksud supaya peredaran darah menjadi lebih lancar
sehingga kesehatan fetus lebih terjamin, distokia dapat dihindarkan dan terjadinya
Retentiosecundinarum dapat dicegah menjelang kelahiran yaitu, pada kebuntingan 7 bulan yang
kebetulan sedang laktasi harus dikeringkan walaupun produksi masih tinggi sebab waktu 2 bulan
itu diperlukan sapi tersebut untuk mempersiapkan laktasi yang akan datang.
Pengeringan dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut: 1). Pemerahan berselang,
2). Pemerahan tak lengkap, 3). Penghentian pemberian konsentrat dengan tiba - tiba dibarengi
dengan pemerahan bersela.
Manajemen pakan pada umur kebuntingan muda (3-5 bulan) diberikan konsentrat
sebanyak 1% dari berat badan. Pada umur kebuntingan mulai 8 bulan, diberikan konsentrat
sebanyak 1% dari berat badan.
Pemberian pakan pada sapi bunting kering berupa konsentrat dan hijauan. Pakan hijauan
yang diberikan sebanyak 45 kg per ekor per hari. Sedangkan pakan konsentrat yang diberikan
sebanyak 4 kg per ekor per hari.Kebutuhan nutrisi untuk sapi induk diantaranya :
a. Bunting muda, terdiri dari protein 7-10 % ; TDN 50-55 % ; EM 1.8 Mcal/kg ; Ca 0.5 %
dan Phosphorus 0.2 %.
b. Bunting tua sampai laktasi, terdiri dari protein 12 12.5 % ; TDN 60 -65 % ; EM 2 2,8
Mcal/Kg ; Ca 0.7 % dan Phosphorus 0.3 %.
Kebutuhan air sapi bunting dan menyusui berdasarkan suhu lingkungan, yaitu :
a. Suhu
b. Suhu
c. Suhu
Yang paling penting adalah menentukan waktu yang tepat untuk dikawinkan, karena
waktu pengawinan yang salah dapat menyebabkan gangguan reproduksi. Waktu IB pertama
untuk sapi dara yang baik perawatannya dapat dilakukan umur 14-16 bulan, sedangkan yang
kurang baik perawtannya dapat dilakukan umur 2-3 tahun. Setelah melahirkan, induk akan
mengalami birahi pada minggu ke sepuluh meskipun involusi uterus belum normal. Kesuburan
akan kembali normal pada 40-60 pasca kelahiran. IB yang dilakukan 40-60 hari pasca kelahiran
akan mendapatkan angka kebuntingan sampai 80%.
Penanganan Distokia
Ada beberapa prosedur obstetrik untuk manajemen distokia secara manipulative antara lain :
a.
Repulsi, yaitu mendorong fetus sepanjang saluran peranakan kea rah dalam uterus. Memakai
1)
Dalam fetotomi perkutan digunakan embrio tubuler, yang melalui gergaji kawat dilewatkan.
Gergaji kawat untuk memotong fetus sedangkan embriotom melindungi jaringan maternal dari
kerusakan.
2) Dalam fetotomi subkutan bagian-bagian tubuh fetus dibedah keluar dari dalam kulitnya hingga
mengurangi bagian terbesar fetus.
Perawatan induk pasca fetotomi yaitu vagina dan uterus harus diperiksa secara manual untuk
mengetahui kerusakan jaringan lunak. Lalu pemberian antibiotik local dan parenteral. Analgesi
dan toksemia guna terapi non-steriodal dan anti inflamasi.
h. Sectio Caesaria
Indikasi cesar pada sapi antara lain disproporsi fetopelvis, maldisposisi fetus yang tidak dapat
dikoreksi secara manipulatif, torsi uterus yang tidak dapat dibetulkan lagi, dilatasi serviks atau
bagian lain dari saluran peranakan yang tidak lengkap, monster fetus dan kerusakan berat pada
vagina. Indikasi secti caesaria :
1) Distokia karena hewan betina yang belum dewasa.
2) Dilatasi dan relaksasi service yang tidak sempurna berhubungan dengan kelemahan uterus dan
3)
epidural untuk mencegah pengejanan Untuk lokasi operasi, terdapat dua pilihan lokasi, yaitu:
a) Daerah flank ( laparotomy flank )
Keuntungan: perlu anastesi local. Irisan dapat diperluas dengan mudah, resiko pengotoran luka
postoperasi atau herniasi kecil.
Kerugian : uterus sulit diekspos sebelum pembukaan, peritoneum telah terkontaminasi oleh
uterus khususnya jika fetus mati dan mengalami emfisema.
b) Daerah ventrolateral atau midline
Keuntungan : uterus (yang berisi satu anak sapi yang emfisema) dapat lebih siap diekspos
dengan sedikit risiko kontaminasi peritoneum.
Kerugian : perlu sedasi berat atau anastesi umum, berisiko pongotoran postoperative dari insisi
atau herniasi lebih tinggi
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Distokia pada Sapi.
https://www.academia.edu/3982174/Distokia_pada_Sapi.
Diakses pada Maret 2015.
Anonim. 2014. Distokia. http://ilmuveteriner.com/distokia/. Diakses pada Maret 2015.
Blakely, J. dan D.H. Bade. 1998. Ilmu Peternakan. Edisi keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Jackson, P, G. 2007. Handbook Obstetrik Veteriner. Edisi ke-2. Diterjemahkan oleh Aris Junaidi.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Manan, D. 2001. Ilmu Kebidanan pada Ternak. Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala Press.
Toelihere, M.R. 1979. Ilmu Kebidanan dan Kemajiran. Bandung: Angkasa.