++ : cukup berbau
+
: kurang berbau
: tidak berbau
Panaskan (Bau)
++
+
++
++
jumlah fasa
Minyak Wijen
Minyak Sawit
Margarin
Lilin
Minyak Kelapa
Akuades
2 fasa
2 fasa
2 fasa
2 fasa
2 fasa
1 fasa
4.2 Reaksi
4.2.1 Tes Akrolein
1. Lilin
O
CH3
(CH2)14
2. Minyak Kelapa
OCH2
(CH2)14
CH3 + KHSO4
O
CH2
C
O
(CH2)16
CH3
CH
C
O
(CH2)16
CH3
(CH2)16
CH2
CH2
KHSO4
OH
CH
OH
CH2
OH
O
+ 3 C9H18=C8H15
OH
CH3
3. Mentega
O
H2C O C
O
(CH2)14CH3
HC O C
O
(CH2)14CH3
H2C O C
(CH2)14CH3
KHSO4
H2C OH
HC OH + 3CH3(CH2)14COOH
C H 2H2O
H2C CH
H2C OH
Akrolein
4. Minyak Wijen
O
H2 C
O C
O
(CH2)16CH3
HC
C
O
(CH2)16CH3 + KHSO4
H2 C
(CH2)16CH3
H2 C
HC
H2 C
OH
OH 3C9H18
O
C8H15
OH
OH
O
H2C
CH
H + 2H2O
Akrolein
5. Minyak Sawit
O
H2C
C
O
(CH2)16CH3
HC
C
O
(CH2)16CH3 + KHSO4
H2C
(CH2)16CH3
H2C
HC
H2C
OH
OH 3C9H18
OH
O
C8H15
OH
O
H2C
CH
H + 2H2O
C
Akrolein
(CH2)14 C
+ NaOCl
OH
ONa
H3C
(CH2)14 C
OCl
2. Minyak Kelapa
O
H2 C
O
HC
C
O
H2C
(CH 2) 16 CH3
H2 C
ONa
HC
ONa + 3 C 9 H
H2 C
O
C8H15
18
OCl + HCl
ONa
H2C
HC
H2C
OH
O H
H2SO4
OH + 3
OH
3. Mentega
O
H2C
C (CH 2 ) 14 CH3
O
HC
H 2C
O
O
H2C
ONa
HC
ONa
H2C
ONa + 3 C H
O
3
(H 2C)14 C
OCl + HCl
H2C
HC
H2C
+3
H 2O
H2 C
HC
OH
OH +
3NaCl
H2 C
HC
H2 C
H2SO4
O H
H2 C
OH
3
3 H 2O
4. Minyak Wijen
O
H2C
(CH2) 16 CH3
H2 C
ONa
HC
ONa
H2 C
ONa
O
HC
C
O
H2C
(CH 2) 16 CH3
H2C
OH
HC
OH
H2 C
OH
O
3 C 9H
18
C8H15 C
OCl + HCl
O H
+ 3
5. Minyak Sawit
H2SO4
H2 C
HC
H2 C
+ 3 H 2O
O
H2C
(CH2) 16 CH3
H2C
ONa
HC
ONa
H2 C
ONa
O
HC
C
O
(CH2) 16 CH3 +
H2 C
3NaOCl
H2C
O
+ 3C9H18
C8H15 C
HCl p
HC
OCl
H2 C
H2SO4
O H
3
H2C
HC
H2 C
OH
OH +
3NaCl
OH
3H2O
8. Blanko
OH
H2O +
NaOCl
H2O +
4.3 Pembahasan
4.3.1 Tes Akrolein
Pada tes akrolein yang dilakukan pada lilin, minyak kelapa, minyak sawit,
minyak wijen, margarin, dan gliserol, diperoleh bau karakteristik berupa ketengikan
lilin hanya menghasilkan asam lemak dan alkohol, sehingga tidak mengeluarkan bau
tidak enak atau tengik.
Hasil percobaan menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dengan fakta
yang diperoleh. Meskipun demikian, sampel yang berbau atau cukup berbau masih
memiliki perbedaan dengan teori, tapi dalam percobaan ini tidak membahas jauh
tentang itu, hanya membahas tentang kandungan gliserol dalam suatu sampel dengan
timbulnya bauk tengik tersebut baik banyak ataupun sedikit. Kalaupun ada
ketidaksesuaian secara tepat pada teori, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti kesalahan praktikan saat pemipetan sampel dan pelarut, dimana pipet tetes
yang dipakai telah terkontaminasi zat lain sehingga mempengaruhi kemurnian zat itu.
ketidaksesuaian juga muncul jika sampel yang diuji telah mengalami kerusakan yang
disebabkan beberapa faktor seperti suhu, tekanan, atau sampel yang telah disimpan
dalam waktu yang lama di udara terbuka sehingga terdapat kontaminan dari udara
yang kotor.
4.3.2 Tes Kolorimetri
Tes kolorimetri digunakan untuk mengidentifikasi adanya gliserol dalam
sampel dengan uji positif berupa adanya perubahan warna hijau zamrud pada sampel.
Perubahan ini diamati ketika penambahan -naftol yang dibantu oleh katalis asam.
Adapun larutan contoh yang digunakan pada percobaan ini adalah lilin, minyak
sawit, minyak kelapa, margarin, minyak wijen, dan blanko (akuades).
Pada tes ini dilakukan penambahan NaOCl 2 % yang berfungsi untuk
membentuk gliseril. Kemudian ditambahkan HCl sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi lalu dipanaskan untuk membuang kelebihan asam. Setelah
pemanasan, ditambahkan -naftol yang berfungsi untuk megidentifikasi gliserol
dengan membentuk larutan hijau zamrud lalu ditambahkan H2SO4 yang juga
berfungsi sebagai katalisator.
Sampel-sampel pada tes kolorimetri masing-masing ditambahkan larutan
NaOCl dimana larutan NaOCl berfungsi sebagai bahan yang memberikan ion Na +
pada minyak untuk pembentuan produk sementara gliserol. Setelah itu ditambahkan
HCl pekat, -naftol, dan H2SO4 pekat dimana HCl pekat dan H 2SO4 pekat berfungsi
sebagai katalis untuk mempercepat reaksi hidrolisis dan -naftol berfungsi sebagai
indikator yang memberikan warna hijau zamrud pada sampel. Pemanasan yang
dilakukan setelah penambahan HCl pekat berfungsi untuk membuang kelebihan asam
pada sampel. Tes kolorimetri menggunakan blanko air sebagai pembanding.
Hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan terbentuknya bermacam-macam
warna pada setiap sampel dan jumlah fase. Pada lilin, diperoleh 2 fasa, dengan
larutan berwarna hijau kecoklatan di bawah dan coklat di atas, minyak wijen
diperoleh 2 fasa, dengan larutan berwarna coklat muda di bawah dan coklat tua di
atas, margarin diperoleh 2 fase, yaitu hijau kecoklatan di bawah dan coklat di atas,
minyak kelapa diperoleh 2 fase, dengan larutan berwarna coklat muda di bawah dan
coklat tua di atas, minyak sawit diperoleh 2 fasa dengan larutan berwarna coklat
muda di bawah dan coklat tua di atas, dan blanko yang merupakan akuades
menghasilkan 1 fasa dengan laruta berwarna hijau zamrud. Menurut teori, akuades
dan gliserol sama-sama bersifat polar sehingga ketika dicampur membentuk 1 fasa.
Dari data di atas, beberapa tidak sesuai dengan teori. Seharusnya semua sampel
memperlihatkan warna hijau zamrud seperti minyak kelapa, minyak wijen, minyak
sawit, dan margarin kecuali lilin dan akuades yang memang tidak bereaksi dengan
NaOCl. Adanya larutan dengan dua fase, dikarenakan adanya perbedaan kepolaran
pada pelarutnya sehingga larutan akan terpisah sesuai tingkat kepolarannya.
Ketidaksesuaian ini disebabkan adanya kerusakan pada sampel yang mungkin
telah disimpan terlalu lama atau terlalu sering digunakan sehingga sampel telah
banyak kontaminan dengan udara luar sehingga reaksi yang dihasilkan tidak sesuai
yang diharapan.