Anda di halaman 1dari 11

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Tes Akrolein
Tes akrolein merupakan salah satu uji kualitatif lipid. Dalam tes ini terjadi
dehidrasi gliserol dalam bentuk bebas atau dalam lemak atau minyak menghasilkan
akrildehida atau akrolein. Tes akrolein digunakan untuk menguji keberadaan gliserin
atau lemak. Pada metode akrolein ini, sampel (minyak wijen, minyak kelapa, minyak
sawit, margarin, gliserol, dan lilin) ditambahkan dengan KHSO4 kemudian
dipanaskan. Penambahan KHSO4 berfunggsi sebagai katalis dalam reaksi hidrolisis
lipid menjadi gliserol dan asam lemak, sedangkan pemanasan yang dilakukan agar
terjadi proses hidrasi mengakibatkan H2O hilang (menguap) dan akan terbentuk
akrolein atau akrildehida atau yang memiliki bau khas yaitu bau tengik. Berdasarkan
pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Hasil tes akrolein
Contoh
Minyak wijen
Margarin
Minyak kelapa
Lilin
Minyak sawit
Keterangan :

Warna yang terbentuk


Kuning kehijauan
Coklat
Kuning
Kuning kehijauan
Putih kecoklatan

++ : cukup berbau
+

: kurang berbau

: tidak berbau

4.1.2 Tes Kolorimetri

Panaskan (Bau)
++
+
++
++

Tes kolorimetri digunakan untuk mengidentifikasi kandungan gliserol yang


ditandai dengan terbentuknya warna hijau zamrud pada sampel. Pada tes ini
dilakukan penambahan NaOCl 2 % yang berfungsi untuk membentuk gliseril.
Kemudian ditambahkan HCl sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi lalu
dipanaskan untuk membuang kelebihan asam. Setelah pemanasan, ditambahkan
-naftol yang berfungsi untuk megidentifikasi gliserol dengan membentuk larutan
hijau zamrud lalu ditambahkan H2SO4 yang juga berfungsi sebagai katalisator.
Berdasarkan pengamatan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 2. Hasil tes kolorimetri
Contoh

jumlah fasa

Minyak Wijen
Minyak Sawit
Margarin
Lilin
Minyak Kelapa
Akuades

2 fasa
2 fasa
2 fasa
2 fasa
2 fasa
1 fasa

Warna yang terbentuk


atas
bawah
coklat muda
coklat tua
coklat muda
coklat tua
hijau kecoklatan
coklat
hijau kecoklatan
coklat
coklat muda
coklat tua
hijau zamrud

4.2 Reaksi
4.2.1 Tes Akrolein
1. Lilin
O
CH3

(CH2)14

2. Minyak Kelapa

OCH2

(CH2)14

CH3 + KHSO4

O
CH2

C
O

(CH2)16

CH3

CH

C
O

(CH2)16

CH3

(CH2)16

CH2

CH2
KHSO4

OH

CH

OH

CH2

OH

O
+ 3 C9H18=C8H15

OH

CH3

3. Mentega

O
H2C O C
O

(CH2)14CH3

HC O C
O

(CH2)14CH3

H2C O C

(CH2)14CH3

KHSO4

H2C OH
HC OH + 3CH3(CH2)14COOH

C H 2H2O

H2C CH

H2C OH
Akrolein

4. Minyak Wijen
O
H2 C

O C
O

(CH2)16CH3

HC

C
O

(CH2)16CH3 + KHSO4

H2 C

(CH2)16CH3

H2 C
HC
H2 C

OH
OH 3C9H18

O
C8H15

OH

OH

O
H2C

CH

H + 2H2O

Akrolein

5. Minyak Sawit
O
H2C

C
O

(CH2)16CH3

HC

C
O

(CH2)16CH3 + KHSO4

H2C

(CH2)16CH3

H2C
HC
H2C

OH
OH 3C9H18
OH

O
C8H15

OH

O
H2C

CH

H + 2H2O

C
Akrolein

4.2.2 Tes kolorimetri


Reaksi yang terjadi pada tes Akrolein yaitu:
1. Lilin
O
H3C

(CH2)14 C

OCH2 (CH2)14 CH3

+ NaOCl

OH

ONa
H3C

(CH2)14 C

OCH2 (CH2)14 CH3 +

OCl

2. Minyak Kelapa
O
H2 C

(CH 2 )16 CH3

O
HC

C
O

(CH 2 )16 CH3 + 3 NaOCl

H2C

(CH 2) 16 CH3

H2 C

ONa

HC

ONa + 3 C 9 H

H2 C

O
C8H15

18

OCl + HCl

ONa

H2C
HC
H2C

OH

O H
H2SO4

OH + 3
OH

3. Mentega
O
H2C

C (CH 2 ) 14 CH3
O

HC
H 2C

O
O

H2C

ONa

HC

ONa

H2C

C (CH 2 ) 14 CH3+ 3 NaOCl


O
C (CH 2 ) 14 CH3

ONa + 3 C H

O
3

(H 2C)14 C

OCl + HCl

H2C

HC

H2C

+3

H 2O

H2 C
HC

OH
OH +

3NaCl

H2 C

HC

H2 C

H2SO4
O H

H2 C

OH
3

3 H 2O

4. Minyak Wijen
O
H2C

(CH2) 16 CH3

H2 C

ONa

HC

ONa

H2 C

ONa

O
HC

C
O

(CH2) 16 CH3 + 3 NaOCl

H2C

(CH 2) 16 CH3

H2C

OH

HC

OH

H2 C

OH

O
3 C 9H

18

C8H15 C

OCl + HCl

O H
+ 3

5. Minyak Sawit

H2SO4

H2 C

HC

H2 C

+ 3 H 2O

O
H2C

(CH2) 16 CH3

H2C

ONa

HC

ONa

H2 C

ONa

O
HC

C
O

(CH2) 16 CH3 +

H2 C

(CH 2)16 CH3

3NaOCl

H2C
O
+ 3C9H18

C8H15 C

HCl p
HC

OCl

H2 C

H2SO4
O H
3

H2C

HC

H2 C

OH
OH +

3NaCl

OH

3H2O

8. Blanko
OH

H2O +

NaOCl

H2O +

4.3 Pembahasan
4.3.1 Tes Akrolein
Pada tes akrolein yang dilakukan pada lilin, minyak kelapa, minyak sawit,
minyak wijen, margarin, dan gliserol, diperoleh bau karakteristik berupa ketengikan

setelah dilakukan perlakuan seperti penambahan KHSO 4 dan pemanasan. Adapun


penambahan KHSO4 bertujuan untuk mengidentifikasi adanya gliserol pada sampel
tersebut dan berfungsi sebagai katalis dalam hidrolisis lipid menjadi asam lemak dan
gliserol sedangkan pemanasan akan mempercepat terbentuknya akrolein atau agar
terjadi proses hidrasi pada sampel sehingga H2O hilang dan akan terbentuk akrolein
atau akrildehida yang ditandai dengan timbulnya bau yang khas (tengik).
Sesuai teori bahwa trigliserida cepat menjadi tengik, asam lemak yang mudah
menguap (terutama asam butirat) menyebabkan bau tengik. Tetapi, proses oksidasi
(bukan hidrolisis) adalah penyebab utama ketengikan bahan pangan. Udara hangat
dan membiarkan pangan di udara terbuka merangsang ketengikan oksidatif. Pada
ketengikan oksidatif, ikatan ganda dua dalam ikatan komponen asam lemak tak jenuh
dari trigliserida terputus, membentuk aldehida berbobot molekul rendah dengan bau
tak sedap. Aldehida kemudian dioksidasi menjadi asam lemak berbobot molekul
rendah yang juga berbau tidak enak.
Pada sampel yang berbentuk padat seperti lilin dan mentega terlebih dahulu
dilelehkan atau dicairkan dengan cara pemanasan, hal ini dilakukan untuk
mempercepat reaksi.
Dari percobaan yang dilakukan, beberapa sampel yang digunakan yaitu lilin,
margarin, minyak kelapa, minyak sawit, minyak wijen, dan gliserol menimbulkan
bau karakteristik yang menyengat, dimana minyak wijen = minyak kelapa = minyak
sawit > margarin, namun tidak demikian pada lilin yang tidak menghasilkan bau
tengik. Menurut teori, lilin tidak mengandung gliserol karena pada saat dihidrolisis

lilin hanya menghasilkan asam lemak dan alkohol, sehingga tidak mengeluarkan bau
tidak enak atau tengik.
Hasil percobaan menunjukkan adanya kesesuaian antara teori dengan fakta
yang diperoleh. Meskipun demikian, sampel yang berbau atau cukup berbau masih
memiliki perbedaan dengan teori, tapi dalam percobaan ini tidak membahas jauh
tentang itu, hanya membahas tentang kandungan gliserol dalam suatu sampel dengan
timbulnya bauk tengik tersebut baik banyak ataupun sedikit. Kalaupun ada
ketidaksesuaian secara tepat pada teori, hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor
seperti kesalahan praktikan saat pemipetan sampel dan pelarut, dimana pipet tetes
yang dipakai telah terkontaminasi zat lain sehingga mempengaruhi kemurnian zat itu.
ketidaksesuaian juga muncul jika sampel yang diuji telah mengalami kerusakan yang
disebabkan beberapa faktor seperti suhu, tekanan, atau sampel yang telah disimpan
dalam waktu yang lama di udara terbuka sehingga terdapat kontaminan dari udara
yang kotor.
4.3.2 Tes Kolorimetri
Tes kolorimetri digunakan untuk mengidentifikasi adanya gliserol dalam
sampel dengan uji positif berupa adanya perubahan warna hijau zamrud pada sampel.
Perubahan ini diamati ketika penambahan -naftol yang dibantu oleh katalis asam.
Adapun larutan contoh yang digunakan pada percobaan ini adalah lilin, minyak
sawit, minyak kelapa, margarin, minyak wijen, dan blanko (akuades).
Pada tes ini dilakukan penambahan NaOCl 2 % yang berfungsi untuk
membentuk gliseril. Kemudian ditambahkan HCl sebagai katalisator untuk
mempercepat reaksi lalu dipanaskan untuk membuang kelebihan asam. Setelah
pemanasan, ditambahkan -naftol yang berfungsi untuk megidentifikasi gliserol

dengan membentuk larutan hijau zamrud lalu ditambahkan H2SO4 yang juga
berfungsi sebagai katalisator.
Sampel-sampel pada tes kolorimetri masing-masing ditambahkan larutan
NaOCl dimana larutan NaOCl berfungsi sebagai bahan yang memberikan ion Na +
pada minyak untuk pembentuan produk sementara gliserol. Setelah itu ditambahkan
HCl pekat, -naftol, dan H2SO4 pekat dimana HCl pekat dan H 2SO4 pekat berfungsi
sebagai katalis untuk mempercepat reaksi hidrolisis dan -naftol berfungsi sebagai
indikator yang memberikan warna hijau zamrud pada sampel. Pemanasan yang
dilakukan setelah penambahan HCl pekat berfungsi untuk membuang kelebihan asam
pada sampel. Tes kolorimetri menggunakan blanko air sebagai pembanding.
Hasil percobaan yang diperoleh menunjukkan terbentuknya bermacam-macam
warna pada setiap sampel dan jumlah fase. Pada lilin, diperoleh 2 fasa, dengan
larutan berwarna hijau kecoklatan di bawah dan coklat di atas, minyak wijen
diperoleh 2 fasa, dengan larutan berwarna coklat muda di bawah dan coklat tua di
atas, margarin diperoleh 2 fase, yaitu hijau kecoklatan di bawah dan coklat di atas,
minyak kelapa diperoleh 2 fase, dengan larutan berwarna coklat muda di bawah dan
coklat tua di atas, minyak sawit diperoleh 2 fasa dengan larutan berwarna coklat
muda di bawah dan coklat tua di atas, dan blanko yang merupakan akuades
menghasilkan 1 fasa dengan laruta berwarna hijau zamrud. Menurut teori, akuades
dan gliserol sama-sama bersifat polar sehingga ketika dicampur membentuk 1 fasa.
Dari data di atas, beberapa tidak sesuai dengan teori. Seharusnya semua sampel
memperlihatkan warna hijau zamrud seperti minyak kelapa, minyak wijen, minyak
sawit, dan margarin kecuali lilin dan akuades yang memang tidak bereaksi dengan

NaOCl. Adanya larutan dengan dua fase, dikarenakan adanya perbedaan kepolaran
pada pelarutnya sehingga larutan akan terpisah sesuai tingkat kepolarannya.
Ketidaksesuaian ini disebabkan adanya kerusakan pada sampel yang mungkin
telah disimpan terlalu lama atau terlalu sering digunakan sehingga sampel telah
banyak kontaminan dengan udara luar sehingga reaksi yang dihasilkan tidak sesuai
yang diharapan.

Anda mungkin juga menyukai