Anda di halaman 1dari 11

PROSPEK PENGEMBANGAN TANAMAN AKARWANGI

Emmyzar, Yulius Ferry dan Daswir


Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
ABSTRAK
Tanaman akarwangi (Vetiveria zizanioides Stapf) merupakan salah satu jenis tanaman
penghasil minyak atsiri, minyak akarwangi dikenal dengan Java vetiver oil. Sentra penghasil
minyak akarwangi di Indonesia terdapat di
daerah Kabupaten Garut (Jawa Barat). Indonesia pernah sukses sebagai penghasi utama
akarwangi, namun saat ini hanya mampu
memasok 26,5% dari pangsa pasar minyak
akarwangi dunia. Areal tanaman akarwangi
3.200 ha, dengan produksi akar segar rata-rata
64.000 ton, 128.000 ton brangkasan, dan 24.000
ton ampas penyulingan. Tanaman akarwangi
tidak hanya menghasilkan minyak, tetapi juga
dapat digunakan sebagai bahan industri kerajinan (tikar, boneka, tas dan sebagainya) seperti
yang dilakukan pengrajin di Jawa Tengah;
brangkasannya (daun) dapat diolah menjadi
kompos, industri kerajinan, atau untuk bahan
industri kertas (pulp); ampas sisa penyulingan
selain dapat dijadikan kompos juga dapat
dijadikan bahan industri obat nyamuk bakar
organik. Minyak akarwangi merupakan bahan
baku pada industri minyak wangi, sabun,
parfum dan obat-obatan. Salah satu kegunaan
minyak akarwangi pada industri obat-obatan
adalah sebagai bahan aphrodisiac. Produkproduk hilir berbahan baku akarwangi dimasa
akan datang akan makin meningkat, yang
menyebabkan tanaman akarwangi punya
prospek untuk dikembangkan, asal industri hilir
tersebut dilakukan di dalam negeri.
Kata kunci : prospek, pengembangan, akarwangi
(Vetiveria zizanioides Stapf)

PENDAHULUAN
Tanaman akarwangi (Vetiveria
zizanioides Stapf), di Jawa Barat biasa
disebut usar, merupakan salah satu

jenis tanaman penghasil minyak atsiri


yang mempunyai nilai ekonomis cukup
tinggi. Melalui proses penyulingan/
destilasi akar menghasilkan minyak
akarwangi atau lebih dikenal dengan
Java vetiver oil. Luas tanaman akarwangi di Indonesia mencapai 3.200 ha,
dengan pangsa pasar dunia termasuk
dalam lima besar. Indonesia pernah
sukses menjadi negara produsen nomor
satu dunia, namun sejak tahun 1993
hanya mampu berada pada urutan ke
lima. Negara lain sebagai penghasil
minyak akarwangi adalah Reunion,
Haiti, China, India dan Srilanka.
Sedangkan negara-negara konsumen
minyak akarwangi terbesar di dunia
yaitu; Amerika (100 ton), Perancis (50
ton), Swiss (30 ton), Inggris (30 ton),
Japan (20 ton), Jerman (16 ton),
Belanda (15 ton) dan negara lainnya
(40 ton), total lebih kurang 300 ton per
tahun. Indonesia selain sebagai negara
pemasok sebesar 80 ton/tahun (26,5%)
dengan nilai rata-rata US$ 80 juta, juga
sebagai negara pengimpor senilai US$.
57,5 juta, dalam bentuk produk lebih
lanjut (Anonim, 2002 dan dalam D.D.
Tarigans et al., 1997).
Laju peningkatan nilai ekspor
minyak atsiri dunia diperkirakan 9,83%
tahun sedangkan besarnya peningkatan
di Indonesia hanya 0,12%. Di dalam
negeri peningkatan impor minyak atsiri
mencapai 29,5%/tahun (Emmyzar,
1999), berarti ada peluang bagi

Indonesia untuk meningkatkan produksi minyak atsirinya (vetiver oil).


Daerah sentra produksi akarwangi di Indonesia adalah; Jawa Barat
meliputi wilayah Garut, Sukabumi,
Bandung, Sumedang dan Kuningan.
Jawa Tengah meliputi wilayah Wonosobo, Klaten, dan Ungaran. Sedangkan
di Sumatera, di daerah Lampung dan
sedikit di Sumatera Utara. Di daerah
sentra produksi ini tidak semua pertanaman akarwangi diolah menjadi
minyak. Di Wonosobo produksi akar
wangi terutama diarahkan untuk
industri kerajinan. Kabupaten Garut
merupakan pusat produksi minyak
akarwangi di Indonesia, dimana 90%
minyak akarwangi Indonesia dihasilkan
dari daerah ini. Disamping sebagai
tanaman penghasil minyak atsiri,
akarwangi ternyata juga merupakan
tanaman konservasi tanah dan air yang
baik, karena akar, daun dan rumpunnya
yang tebal efektif menahan erosi.
Pertanaman akarwangi dapat
menyerap cukup banyak tenaga kerja,
sejak pengolahan tanah sampai
pengangkutan hasil untuk dijual, menyerap lebih kurang 471 orang tenaga
kerja/ha untuk akarwangi yang ditanam
secara monokultur dan 774 orang
tenaga kerja/ha untuk akarwangi yang
ditanam secara polikultur. Berarti
dengan luas 3.200 ha dapat menyerap
tenaga kerja sejumlah 6.029 9.907
orang per tahun. Jumlah ini belum
termasuk tenaga kerja panen dan sektor
pengolahan (penyulingan).
Peluang pengembangan agribisnis akarwangi dengan produk bernilai
ekonomi tinggi sangat besar. Minyak

akarwangi merupakan bahan baku


untuk pembuatan parfum, kosmetika,
pewangi sabun dan obat-obatan/pembasmi/pencegah serangga. Alternatif
produk yang dapat dikembangkan
antara lain; Vetiver Essential Oil
Blends, Vetiver Essential Oil Kits,
Vetiver Essesial Oil Sampler Packs,
Vetiver Carier Oils dan Vetiver Empty
Booles. Pelaku agribisnis yang
mengolah bahan baku menjadi bahan
seperti tersebut di atas mampu
meningkatkan pendapatannya 10 20
kali lipat dibandingkan dengan bila
hanya menjual akar segar atau minyak
akarwangi mentah. Berangkat dari
kenyataan bahwa akan meningkatnya
konsumsi parfum, kosmetika, pewangi,
sabun dan obat-obatan/pembasmi/pencegah serangga, aromatika, sauna dan
luasnya pengembangan produk, kemajuan ekonomi dan sebagainya, akan
memberikan peluang bagi pengembangan industri hilir (turunannya)
minyak akarwangi dimasa depan.
KONDISI PERTANAMAN
AKARWANGI SAAT INI
Pertanaman akarwangi terkonsentrasi di daerah Jawa Barat meliputi
wilayah Garut, Sukabumi, Bandung,
Sumedang dan Kuningan. Jawa
Tengah meliputi wilayah Wono-sobo,
Klaten, dan Ungaran. Sedangkan di
Sumatera terutama di daerah Lampung
dan sedikit di Sumatera Utara. Produk
utama yang dihasilkan di wilayah
Garut, Lampung dan Sumatera Utara
adalah
minyak
akarwangi,
di
Sukabumi, Bandung, Sumedang,
Wonosobo, Klaten dan Ungaran pro-

duk utamanya adalah industri kerajinan.


Areal tanaman akarwangi mencapai 3.200 ha, dimana 2.400 ha diantaranya berada di Kabupaten Garut.
Produktivitas tanaman akarwangi saat
ini baru mencapai 11 12 ton akar
segar/ha, dengan rendemen hanya
1,5%. Produktivitas baik akar segar
maupun rendemen ini sebenarnya
masih dapat ditingkatkan menjadi 20
ton/ha dengan rendemen 4% melalui
berbagai teknologi
yang telah
dihasilkan.
Pendapatan usahatani akarwangi
di Kabupaten Garut dengan sentra produksi di Kecamatan Samarang, Leles,
Bayongbong dan Cilawu berkisar antara Rp. 7.209.000,- Rp. 13.537.500,dengan nilai produksi (akarwangi
segar) sebesar Rp. 17.400.000,- dan
pengeluaran sebesar Rp. 10.191.500,-.
Pendapatan usahatani akarwangi per
hektar dapat juga dipengaruhi oleh
luasan usaha. Produktivitas usahatani
akarwangi yang luasannya > 5 ha
mencapai 12,4 ton/ha, dibandingkan
dengan produktivitas lahan sempit (0,5
ha) yang hanya 11 ton/ha (Anon.
2003).
Industri pengolahan akarwangi
pada saat ini masih didominasi oleh
produk setengah jadi berupa minyak
akarwangi kasar yang mutunya beragam dan masih rendah. Satu periode
penyulingan dengan 800 kg akar segar
selama 12 jam mendapatkan 12 kg
minyak akarwangi. Jadi dalam satu
hektar dengan produksi akar segar 11
ton akan didapat minyak akarwangi
sebanyak 165 kg/ha dengan nilai

Rp. 66.000.000,-. Besarnya biaya


proses pengolahan minyak akarwangi
sebanyak 11 ton (produksi 1 ha)
Rp. 20.435.240,- terdiri dari biaya
bahan baku sebesar Rp. 17.400.000,dan biaya bahan bakar minyak tanah
sebesar Rp. 3.035.240,-. Dengan demikian keuntungan penyulingan dalam 1
hektar (produksi 165 kg minyak
akarwangi) mencapai Rp. 45.564.760,(Departemen Pertanian, 2003).
Bila menjual dalam bentuk akar
segar pendapatan usahatani akarwangi
per hektar sebesar Rp. 7.209.000,- Rp. 13.537.500,- sedangkan dengan
penyulingan
dapat
mencapai
Rp. 45.564.760,- hal ini menunjukan
bahwa nilai tambah yang dapat diraih
dengan cara pengolahan menjadi berlipat ganda. Situasi ini mengindikasikan bahwa orientasi produksi minyak
akarwangi harus berubah dari bahan
segar menjadi produk akhir.
Kebijakan pemerintah terhadap
tanaman akarwangi masih bersifat
umum. Sebagai contoh, kebijakan
pemberian kredit KKPA berlaku untuk
semua komoditas perkebunan, kebijakan pengembangan infrastruktur bersamaan dengan pengembangan wilayah,
dan kebijakan pengembangan kelembagaan juga bersifat umum seperti
pengembangan kelompok tani dan lembaga penyuluhan lainnya. Kebijakan
yang bersifat spesifik komoditi akarwangi belum ada, terkecuali kebijakan
pemerintah daerah Kabupaten Garut
melalui SK No. 520/SK-196-HOK/96
tanggal 6 Agustus 1996, itupun hanya
mengenai target perluasan areal akarwangi. Target penanaman akarwangi di

Kabupaten Garut mencapai 2.400 ha


yang terbagi dalam 4 kecamatan, yaitu;
Samarang 1.200 ha, Bayongbong 250
ha, Cilawu 200 ha dan Leles 750 ha.
Kebijakan ini hanya menunjukan tersedianya lahan pengembangan akarwangi, belum menyentuh kepada kebutuhan petani dalam mengembangkan
akarwangi tersebut sehingga dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan
keluarga petani.
Untuk daerah Garut, saat ini
kondisi infrastruktur pendukung cukup
baik, transportasi bahan baku dari
daerah pertanaman ke penyulingan
cukup lancar dan tidak terlalu jauh.
Kelembagaan yang ada belum dapat
membantu petani akarwangi untuk
mendapatkan nilai tambah yang lebih
baik, kelembagaan pemasaran (penyulingan) lebih cendrung monopsoni,
kelembagaan keuangan didominasi
oleh sistim barter yang merugikan
petani, dan akses petani terhadap
informasi teknologi dan pasar tidak
berjalan karena kurang terjangkau oleh
lembaga yang ada.

dari pengolahan minyak akarwangi


antara lain; Benzoil acid, Vetiverol,
Furfurol (analdehyde), a-vetivone, vetivene, vetivenyl dan sebagainya, yang
dapat digunakan selain untuk parfum,
pewangi juga sebagai aromatherapy.
Akar segar selain disuling jadi minyak
juga digunakan masyarakat sebagai
bahan kerajinan seperti tikar, hiasan
dinding dan lain-lain, demikian juga
dari brangkasannya. Satu hektar pertanaman akarwangi menghasilkan lebih
kurang 40 ton brangkasan sehingga
dengan luas 3.200 ha akan menghasilkan brangkasan sebanyak 128.000
ton per tahun. Brangkasan ini dapat
diolah menjadi bahan kerajinan, kompos, pulp dan sebagainya. Selama ini
berangkasan tanaman akarwangi,
memang ditinggalkan di lahan, brangkasan inilah satu-satunya penambah
bahan organik pada pertanaman
akarwangi. Selain itu dengan kadar
lignin yang tinggi brangkasan akarwangi berpotensi untuk dijadikan pulp
bahan baku kertas. Pohon industri
tanaman akarwangi dapat dilihat pada
Gambar 1.

PROSPEK, POTENSI DAN


ARAH PENGEMBANGAN
Selama ini produk olahan akarwangi yang dihasilkan masih terbatas
minyak akarwangi kasar, padahal
minyak tersebut mengandung unsur
kimia yang cukup lengkap yang dapat
diolah menjadi produk turunan yang
bernilai ekonomi tinggi, sementara
brangkasan daunnya dapat diolah
menjadi produk seperti barang kerajinan dan industrilainnya. Produkproduk turunan yang dapat dihasilkan

Akar wangi

Akar

Brangkasan
- Kompos
- Plup
- Kerajinan

-Minyak
-Vetivene
-Ampas

Minyak :
- Kompos Industri
- Obat nyamuk

- Benzoid acid
- Vetiverol
- Furfurol
- A-vetivone
- B- vetivone

Vetivenylvetivenate

Industri kerajinan :
- Hiasan dinding
- Tikar, Tas dll

Sumber: Diolah dari beberapa sumber

Gambar 1. Pohon industri tanaman


akarwangi

Prospek Pasar
Produk akarwangi umumnya
bentuk minyak akarwangi yang dikenal
dengan Java vetiver, hampir sebagian
besar diekspor, dengan pangsa pasar
mencapai 26,5% pangsa pasar dunia.
Pada tahun 2003, total nilai ekspor
minyak akarwangi Indonesia mencapai
US$ 680,7 juta dengan volume ekspor
36,65 ton yang dikirim ke negaranegara Amerika, Belanda dan negara
Eropah lainnya (dalam Departemen
Pertanian, 2003).
Permintaan pasar ekspor produk
akarwangi diperkirakan akan terus
meningkat, karena makin meningkatnya pemakaian parfum, sabun wangi,
aromaterapi, dan sebagai bahan pengobatan seperti antiseptic, antispasmodic, aphrodisiac, depurative, nervine, rubefacient, sedative, stimulant,
tonic dan vermifugal (Deptan, 2005).
Sebagai contoh pemakaian akarwangi
akan meningkat dengan digunakan
sebagai bahan aphrodisiac. Bahan
aphrodisiac akan mengalami peningkatan sejalan dengan meningkatnya
minuman berenergi di Indonesia. Pada
tahun 1994 konsumsi minuman
berenergi penduduk Indonesia sebesar
72 liter/kapita/tahun, naik menjadi
113,6 liter/kapita/tahun pada tahun
1999. Dengan asumsi bahwa perekonomian Indonesia akan terus membaik,
BMDI (Barometer Milenium Data
Indonesia) memproyeksikan sampai 4
tahun mendatang konsumsi minuman
kesehatan termasuk minuman berenergi akan semakin naik, diperkirakan
mencapai 15%/tahun. Bila tahun 2000
sekitar 27 juta liter, tahun 2004 sekiatar

67 juta liter maka pada tahun 2010


akan mencapai 127,3 juta liter, pasar
yang sangat potensi di dalam negeri
(Majalah Prospektif, 2001).
Potensi Akarwangi
Produksi akar segar rata-rata
64.000 ton/tahun dari areal 3.200 ha,
diolah menjadi minyak 1.856 ton (dari
46.400 ton akar segar) dan industri
kerajinan 10.560 ton akar kering (dari
17.600 ton akar segar). Selain itu juga
diperoleh 128.000 ton brangkasan dan
24.000 ton ampas penyulingan. Industri
minyak akarwangi saat ini umumnya
masih berupa industri tradisionil
dengan kapasitas industri dan teknologi
yang sederhana, industri kerajinan
rumah tangga dengan bahan baku akar
segar juga demikian, sedangkan
industri pengolahan brangkasan dan
ampas penyulingan belum berkembang. Sebaran areal akarwangi
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Luas areal dan produksi akar
wangi segar tahun 2003
Propinsi/
Kabupaten
Jawa Barat :
Garut
Sukabumi
Bandung
Sumedang
Kuningan
Jawa Tengah :
Wonosobo
Klaten
Ungaran
Daerah lain-lain
Jumlah

Areal
(ha)

Produksi
(ton)

1.200
100
400
500
200

24.000
1.200
7.200
10.000
4.000

300
7.500
200
4.200
220
5.000
80
900
3.200 64.000

Sumber : dalam Anonim, 2003

Angka-angka di atas menunjukan bahwa potensi akarwangi masih


cukup besar, industri pengolahan masih
punya peluang untuk ditingkatkan
menjadi yang lebih modern, ketersediaan bahan baku untuk membangun
industri yang lebih kehilir masih besar.
Dari Tabel tersebut daerah sentra
produksi akarwangi di Indonesia adalah
Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan
pangsa produksi masing-masing 72,5%
dan 26,1%.
Arah Pengembangan
Konsumsi per kapita produk
kesegaran tubuh seperti parfum, sabun
wangi, minyak wangi, obat aprodisiak,
aromatik dan sebagainya akan terus
meningkat sehubungan dengan makin
meningkatnya tuntutan agar orang berpenampilan segar dan menarik dalam
melaksanakan kegiatan sehari-hari.
Selain itu konsumsi pewangi dan penataan ruangan juga mengalami peningkatan sehubungan membaiknya pendapatan masyarakat. Peningkatan-peningkatan tersebut memberikan peluang
bagi produk akhir tanaman akarwangi
untuk berkembang dimasa akan datang.
Dari akar tanaman akarwangi,
melalui penyulingan akan dihasilkan
minyak kasar akar wangi (produk
primer). Dari minyak akarwangi ini
masih dapat dikembangkan berbagai
industri lebih hilir seperti; bezoid acid,
vetiverol, furfurol, -vetiveno, -vetiveno, vetivene, dan vetivenyl-vetivenate yang digunakan untuk parfum,
minyak wangi, obat-obatan dan
minuman penyegar/sehat. Minyak
akarwangi juga digunakan sebagai
vetiver essential oil blends, vetiver

essential oil kits, vetiver oil sampler


packs, vetiver carier oils dan vetiver
empty bools. Produk-produk ini walaupun memerlukan teknologi yang cukup
tinggi namun berpeluang untuk dikembangkan di dalam negeri miskipun saat
ini belum diminati. Indonesia baru
mengekspor dalam bentuk produk
primer, tetapi mengimpor produk hilir
dengan nilai yang cukup besar (US
57,5 Juta per tahun).
Selain akar diolah menjadi
minyak juga diolah menjadi produk
kerajinan seperti boneka, tas, hiasan
dinding, tikar dan sebagainya. Produk
kerajinan ini selain penampilannya
cukup menarik tetapi juga mengeluarkan aroma yang cukup wangi, sehingga
tidak hanya sebagai hiasan tetapi juga
sebagai pewangi ruangan. Wanginya
akarwangi sangat spesifik, namun tidak
disukai oleh serangga, tanaman
akarwangi bersifat mengusir serangga
(insect repelen). Kelebihan ini merupakan potensi fungsi tanaman akarwangi
yang dapat terus ditingkatkan. Akar
yang digunakan untuk industri kerajinan umumnya akar yang lebih panjang
(kualitas terbaik), harganya dapat
mencapai Rp. 2.500,-/kg.
Brangkasan merupakan bagian
tanaman akarwangi di atas permukaan
tanah, yaitu daun dan batang akarwangi. Brangkasan ini sebagian besar
mengandung serat yang tinggi, sehingga dapat dijadikan juga sebagai bahan
kerajinan seperti daun pandan untuk
pembuatan tikar, keranjang dan
sebagainya. Selain itu dengan kadar
lignin yang tinggi brangkasan ini
berpotensi untuk dijadikan bahan pada

industri kertas (pulp). Hasil penelitian


menunjukan bahwa kualitas pulp dari
brangkasan akarwangi lebih baik
dibandingkan pulp dari jerami padi,
lebih kenyal dan tidak mudah patah.
Selain itu brangkasan juga berpotensi
sebagai bahan baku untuk industri obat
nyamuk bakar, selain baunya yang
khas, mempunyai sifat mengusir
serangga dan mudah pembakarannya.
Brangkasan ini berpotensi dikembangkan sebagai bahan baku obat nyamuk
bakar organik yang lebih sehat dibandingkan obat nyamuk bakar yang
mengandung bahan kimia anorganik.
Selama ini brangkasan akarwangi
hanya ditinggalkan dikebun sebagai
sumber bahan organik tanah, yang sebenarnya apabila dikomposkan dengan
baik akan menjadi pupuk organik yang
berpotensi. Hasil penelitian menunjukan bahwa pemberian pupuk organik
dari brangkasan dapat meningkatkan
produksi secara signifikan.
Ampas limbah penyulingan akar
mencapai 152.000 ton, suatu jumlah
yang cukup besar dan berpotensi
dikembangkan sebagai bahan baku
pada industri obat nyamuk bakar
organik yang sehat, tanpa polusi bahan
kimia. Selama ini ampas sulingan
hanya menjadi limbah dan dibakar,
kemudian abunya tertumpuk disamping
pabrik penyulingan.
DUKUNGAN TEKNOLOGI
Dukungan teknologi baik untuk
pengembangan maupun untuk pengolahan hasil yang telah tersedia dibagi
menjadi teknologi budidaya dan teknologi pengolahan hasil sebagai berikut :

Teknologi Budidaya
Tanaman akarwangi merupakan
salah satu tanaman penghasil minyak
atsiri yang cukup penting di Indonesia.
Tenik budidaya merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan usahatani
yang perlu mendapat perhatian, agar
dapat meningkatkan produktivitas
tanaman yang diusahakan. Persyaratan
tumbuh dengan agroklimat yang tepat
merupakan salah satu faktor budidaya
yang sangat penting. Kegunaan akarwangi selain penghasil minyak atsiri
(vetiver oil) juga digunakan untuk
konservasi tanah dan air secara vegetatif karena akarnya yang kuat dan
daun yang lebat. Untuk menambah
pendapatan petani pengembangan
tanaman akarwangi dapat ditanam
secara polatanam dengan tanaman lain
seperti dengan tanaman palawija
(jagung, kacang tanah) dan hortikultura
( kol, kentang, tomat dan cabe).
Syarat tumbuh
Tanaman akarwangi dapat tumbuh mulai dari dataran rendah (200 m
dpl) sampai dataran tinggi (1.400 m
dpl), ketinggian optimum adalah 750 m
dpl. Akarwangi menghendaki sinar
matahari langsung, sehingga tidak
cocok ditempat teduh karena akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan
sistem perakarannya dan mutu minyak.
Curah hujan yang dikehendaki berkisar
antara 2.000 3.000 mm/tahun dengan
suhu udara 17 270C. Tanaman ini
bisa bertahan pada bulan kering (tidak
turun hujan) selama 2 bulan.
Tanah yang sesuai untuk tanaman akarwangi adalah tanah yang ber-

pasir atau abu vulkanik. Jenis tanah


regosol atau andosol dengan drainase
baik merupakan media tumbuh yang
sesuai bagi tanaman akarwangi.
Tanaman akarwangi umumnya ditanam di daerah-daerah berbukit
dengan kemiringan di atas 15 40%.
Jenis tanah di daerah tersebut andosol
yang bertekstur kasar dengan kadar
pasir dan debu lebih dari 60%. Derajat
kemasaman tanah (pH) yang cocok
bekisar 6-7.
Bercocok Tanam
Persiapan tanam
Pengolahan tanah untuk tanaman
akarwangi disesuaikan dengan berbagai
tingkat kemiringan lahan yang akan
ditanam yaitu : (a) Kemiringan 15
30% diperlukan tindakan konservasi
dengan membuat guludan dan diikuti
dengan pembentukan teras bangku
untuk tanaman akarwangi. Pada guludan dapat ditanami dengan tanaman
lain sebagai sistem budidaya lorong
(alley cropping), tanaman yang ditanam pada guludan merupakan
tanaman konservasi tanah (TKT)
seperti rumput gajah, lamtoro gung,
kayu manis, melinjo dan sebagainya
yang mempunyai potensi besar baik
secara ekonomis maupun fungsinya.
(b). Kemiringan 31 45%, pada
kemiringan ini diterapkan pola lorong,
dimana tanaman keras sebagai tanaman
pokok sedangkan akarwangi hanya
sebagai sasaran antara. Tanaman pokok
ini berfungsi ganda, disamping sebagai
tanaman konservasi juga diharapkan
ada hasilnya yang bernilai ekonomi.

Pemberian pupuk kandang sebagai pupuk dasar pada lobang tanam


harus benar-benar tercampur dengan
sempurna sampai ke dasar lobang,
demikian juga dengan pemberian
pupuk dasar dari pupuk an-organik
(ZA, SP36 dan KCl), sehingga akar
dapat lebih menyebar dan lebih
panjang dan banyak.
Bahan tanaman
Bahan tanaman yang unggul
sudah diperoleh oleh Balittro melalui
seleksi yang cukup panjang, bahan
tanaman tersebut saat ini sedang dalam
tahap uji multilokasi untuk beberapa
tempat pengembangan, namun saat ini
terhenti karena keterbatasan dana untuk
kegiatan penelitian tersebut. Walaupun
demikian bahan tanaman akarwangi
komposit asal Manoko produksinya
cukup tinggi dapat mencapai 30 ton
akar segar per hektar.
Pohon induk yang baik untuk
dijadikan sumber benih adalah yang
sudah berumur 1 1,5 tahun. Dari satu
bonggol (rumpun) dapat dihasilkan 10
15 serpihan bibit, kebutuhan bibit
dalam satu hektar antara 20.000
30.000 serpihan tergantung dengan
jarak tanam (100 x 50 cm;75 x 75 cm,
100 x 100 cm).
Pemeliharaan
Pemeliharaan mencakup penyulaman, pemupukan, penyiangan, pembumbunan dan pemangkasan. Penyulaman sangat penting agar lahan tidak
banyak yang kosong yang menyebabkan populasi berkurang produksi turun
dan erosi akan meningkat. Pemberian
pupuk harus memperhitungkan per-

kembangan akar, agar tidak terkonsentrasi di satu tempat tetapi menyebar.


Pembumbunan selain memberikan
ruang untuk perkembangan akar tetapi
juga memperlambat laju air permukaan
penyebab erosi. Sedangkan pemangkasan untuk daerah yang kurang bahan
organiknya menjadi penting karena
bahan pangkasan dapat dikembalikan
ke lahan sebagai bahan organik,
menjaga kelembaban tanah dan
menjaga lahan dari erosi.
Dari hasil analisis tanaman
ternyata tanaman akarwangi menyerap
unsur P yang cukup tinggi seperti
terlihat pada Tabel 2. Untuk daerah
dataran tinggi dengan tanah abu vulkan
dosis pemupukan yang dianjurkan
adalah NPK (37 : 65 : 65) dengan dosis
150 200 kg/ha/tahun. Pemangkasan
daun yang dilakukan setiap 6 bulan
berpengaruh baik terhadap pertumbuhan perakaran.
Tabel 2. Hasil analisis kandungan
unsur hara pada bagianbagian tanaman akarwangi
Unsur
hara
N
P
K
Ca
Mg
Na

Akar
(%)
0,27
4,28
0,58
0,36
0,04
0,07

Batang/daun
(%)
0,51
6,25
0,91
0,45
0,16
0,06

Sumber : Greenfield, J. C. 1988

Daun hasil pemangkasan ini


dapat digunakan sebagai mulsa untuk
mempertahankan kelembaban tanah
dan mengurangi bahaya erosi pada
daerah pertanaman yang miring.

Panen
Umur panen sangat menentukan
produksi maupun mutu minyak yang
dihasilkan. Sistem perakaran tanaman
akarwangi mengalami perkembangan
penuh setelah berumur 24 bulan, pada
umur 24 bulan tersebut mutu minyak
adalah yang tertinggi, namun kadar
minyaknya dalam akar sudah menurun
sehingga jumlah produk sinya rendah.
Oleh sebab itu disarankan panen
dilakukan pada saat tanaman berumur
18 bulan setelah tanam. Selama ini
petani sering melakukan panen pada
saat tanaman baru berumur 8 12
bulan sehingga mutu dan rendemennya
menjadi rendah.
Panen akarwangi dengan cara
membongkar akarnya, tanah dicangkul
sedemikian rupa sehingga akar tidak
terputus, tanah akan terbongkar. Panen
sebaiknya dilakukan dimusim kemarau
karena mudah pencabutan rumpun atau
pada saat harga tinggi. Membongkar
tanah untuk panen akar di daerah
miring pada musim hujan menimbulkan masalah yaitu mudah terjadinya
erosi, oleh sebab itu untuk panen pada
musim hujan diperlukan perhitungan
untuk melakukan panen secara bergilir
agar tidak banyak permukaan tanah
atas yang hanyut disebabkan erosi.
Akar yang telah dipanen dibersihkan dari tanah yang melekat
kemudian dikering anginkan ditempat
yang teduh, pembersihan dari tanah
dapat juga dilakukan dengan mencuci
akar pada air mengalir. Dalam kondisi
normal dalam satu hektar dihasilkan 30
50 ton akar basah atau 18 30 ton
akar kering (penyusutan sekitar 60%).

Teknologi Pengolahan
Proses pengolahan untuk mendapatkan minyak akarwangi dilakukan
melalui penyulingan akar. Penyulingan
merupakan salah satu cara untuk mendapatkan minyak akar wangi dengan
cara mengalirkan uap jenuh. Penyulingan ini bertujuan untuk memisahkan
komponen-komponen campuran dari 2
(dua) atau lebih cairan berdasarkan
perbedaan tekanan uap dari setiap
komponen.
Proses penyulingan minyak akarwangi cukup sederhana, yaitu bahan
baku (akar) dimasukan ke dalam ketel
penyulingan, dialiri uap air yang
dididihkan (kukus) sampai terbentuk
campuran uap yang terdiri dari uap air
dan uap minyak, dialirkan ke uap
pendingin untuk memisahkan antara
uap minyak dan air. Penyulingan
menggunakan sistem steam lebih baik.

Lamanya proses penyulingan


akarwangi tergantung kepada kapasitas
alat penyulingan yang digunakan.
Untuk alat penyulingan dengan ketel
kapasitas 1 1,5 ton memerlukan waktu
6 8 jam untuk satu kali periode
penyulingan. Satu periode penyulingan
dengan bahan 1,5 ton menghasilkan
22,5 kg minyak akarwangi. Untuk
penyulingan 1,5 ton akar tersebut
diperlukan air 3.500 liter dan bahan
bakar minyak tanah 360 liter. Harga
satu unit alat ketel Rp. 16 juta.
Pengujian mutu
Pengujian tanaman di lapangan
biasanya dilakukan untuk benih dengan
melihat persentasi tumbuh menimal
95%. Sedangkan pengujian di laboratorium untuk mengetahui kadar dan
mutu minyak atsirinya. Standar industri
Indonesia (SII-0027-1979) dan berdasarkan Standar Perdagangan dapat
dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu minyak akarwangi


Karakteristik

Syarat Mutu

SII
Warna
Kuning muda - coklat tua,
jernih
Bobot jenis pada 25o C
0,978-1,038
Indeks bias pada 25o C
1,515-1,530
Bilangan ester
5-25
Bil. Ester stlh asetilasi
100-150
Kandungan vetiverol %
39-59
Kelarutan dlm etanol 95 %
1:1 jernih, 1:2,5 opalensi
seterusnya opalensi sampai
jernih
Kelarutan dlm etanol 90 %
1 ;1 jernih, 1: 1,5 opalensi
seterusnya sampai jernih
Minyak lemak
Tidak nyata
Alkohol tambahan, minyak Tidak nyata
pelikan dan bahan asing lain

10

Perdagangan
0,978-1,038
1,513-1,528
5-25
100-150
1:1
jernih
dan
seterusnya jernih
Negatif
Negatif

KESIMPULAN
Berdasarkan kondisi daerahdaerah yang relative sesuai dengan
persyaratan
tumbuh
tanaman
akarwangi di Indonesia Sumatra utara
dan Sumatra Barat. Harga minyak
cukup baik di dalam maupun di luar
negri, sehingga pengembangannya
akan lebih terbuka disertai dengan
dukungan teknologi oleh Balai
Pengkajian
di
daerah
daerah
pengembangan.
DAFTAR PUSTAKA
Balittro, 1989. Masalah usahatani
akarwangi di Garut dan upaya
penanggulangannya.
Laporan
bulan Nopember 1989. 14 hal.
Departemen
Pertanian,
1989.
Pembinaan dan pengembangan
budidaya akar wangi melalui
usahatani konser-vasi terpadu di
Kabupaten Garut, Jawa Barat.
Jakarta. 28 hal.
Departemen
Pertanian,
2003.
Pengkajian peningkatan produksi
agribisnis berbasis minyak atsiri.
Balittro kerjasama dengan Bagian
Proyek Pengembangan Jaringan
Pertanian. 85 hal.

Departemen Perdagangan, 1987. Profil


komoditi
minyak
akarwangi
(vetiver oil). Badan pengembangan
Ekspor Nasional. 16 halaman.
Emmyzar.
1999.
Aspek-aspek
budidaya tanaman atsiri. Balai
PenelitianTanaman Rempah dan
Obat Bogor. Makalah disampaikan
dalam rangka pelatihan pada Diklat
Tingkat
Manager
Produksi
Peningkatan Mutu Minyak Atsiri.
Diselenggarakan oleh; Dirjen
Industri Kecil dan Dagang Kecil
(Dperindag). Bandar Lampung 915 Agustus 1999. 10 hal.
Greenfield, J. C. 1988. Vetiver grass
(Vetiveria zizanioides stapf). A
method of vegetative soil and
moisture consevation. 2 nd ed.
Printed at PS Press Services PVT,
LTD. New Delhi. 72 p.
Majalah Prospektif, 2001. Pasar
minuman kesehatan makin seksi.
Vol. 3. No. 15. 26 Februari 2001.
hal 60-66.
The Natural Choice Store. Essensial
oils, 2005. Vetiver Oil Profiles,
aromatherapy recipes, products,
and tips. 7 p.

Dinas Perkebunan Pemerintah Propinsi


Jawa Barat., 2002. Standar Teknis
Akarwangi. Bandung. 22 hal.

11

Anda mungkin juga menyukai