Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM FARMAKOGNOSI

PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, ORGANOLEPTIK, DAN SUSUT


PENGERINGAN SIMPLISIA

Disusun Oleh :
Katarina

(G1F014061)

Siti Sarah Chandriani

(G1F014063)

Muhammad Yogie Prastowo

(G1F014065)

Laksmi Ayu Kusumarati

(G1F014067)

Golongan / Kelompok : A2 / Radix 1


Asisten :

1. Retno Widiastuti
2. Nisadiyah F. Shahih
3. Curie Julia Kulzumia

Dosen : Harwoko, M.Sc., Apt.

LABORATORIUM BIOLOGI FARMASI


JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015

PERCOBAAN II
PEMERIKSAAN MAKROSKOPIK, ORGANOLEPTIK, DAN SUSUT
PENGERINGAN SIMPLISIA

I.

TUJUAN PRAKTIKUM
1. Mampu membedakan

simplisia

yang

telah

dibuat

sebelumnya

secara

makroskopik (bentuk, ukuran dan keadaan lain yang spesifik) dan organoleptik
(warna, bau dan rasa).
2. Melakukan standardisasi mutu dengan penentuan susut pengeringan simplisia.
II.

PENDAHULUAN
Analisis suatu obat tradisional atau jamu harus menyertakan uji subjektif,
meskipun uji ini memerlukan praktek dan pengalaman yang luas. Hal ini perlu
dilakukan untuk membandingkan kesan subjektif dengan sifat khas yang disimpan
dan diklasifikasikan sebelumnya. Penentuan identifikasi sebagai sifat yang demikian
merupakan suatu langkah yang penting daam identifikasi. Untuk menjamin kebenaran
dari simplisia oenyusun sediaan jamu dilakukan pemeriksaan awal secara
makroskopik

dengan

mengamati

bentuk

organoleptik

simplisia

penyusun.

Pemeriksaan organoleptik dilakukan dengan menggunakan pacaindera dengan


mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa, dan ukuran sebagai berikut (Dirjen POM,
2000).
Bentuk
Warna
Bau
Rasa
Ukuran

: padat, serbuk, kering, kental dan cair


: warna dari ciri luar dan warn bagian dalam
: aromatik, tidak berbau, dan lain-lain
: pahit, manis, asam, pedas, dan lain-lain
: panjang dan lebar

Syarat dari pemeriksaan mutu simplisia harus dilakukan kontrol terhadap :


1. Genetik (bibit)
2. Lingkungan (tempat tumbuh, iklim)
3. Rekayasa agronomi (pemupukan, perlakuan selama masa tumbuh)
4. Panen (waktu dan pasca panen)

Syarat dari pemeriksaan mutu simplisia yaitu :


1. Simplisia harus memenuhi persyaratan umum edisi terakhir dari buku-buku resmi
Depkes RI (FI, EFI, MMI).
2. Tersedianya contoh simplisia pembanding yang diperbaharui secara periodik.
3. Dilakukan pemeriksaan mutu fisis secara tepat (kadar air, termakan serangga atau
hewan lain, ada tidaknya pertumbuhan kapang atau jamur, perubahan warna atau
bau).
4. Pemeriksaan lengkap (organoleptik, mikroskopik dan makroskopik, pemeriksaan
kimiawi fisika dan uji biologi).
5. Parameter standar simplisia meliputi parameter non spesifik dan spesifik.
Parameter non spesifik lebih terkait dengan faktor lingkungan dalam pembuatan
simplisia, sedangkan parameter spesifik terkait langsung dengan senyawa yang
ada di dalam tanaman (Depkes RI, 2001).
Beberapa parameter mengenai parameter spesifik misalnya :
Pemeriksaan Makroskopik
Pemeriksaan makroskopik biasanya menggunakan kaca pembesar atau dengan
mata telanjang, dilakukan untuk mencari kekhususan morfologi, ukuran dan warna
simplisia uji.
Pemeriksaan Organoleptik
Pemeriksaan organoleptik dilakukan dengan menggunakan panca indera untuk
mengetahui kekhususan bau dan rasa simplisia.
Parameter nonspesifik meliputi uji yang terkait dengan pencemaran yang
disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoksin, logam berat, dan lain-lain. Tetapi disini
hanya akan dijelaskan mengenai kadar air. Tujuan dari penetapan kadar air adalah
untuk mengetahui batasan maksimal atau rentang tentang besarnya kandungan air di
dalam bahan. Hal ini terkait dengan kemurnian dan adanya kontaminan dalam
semplisia tersebut. Dengan demikian, penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu
berguna utuk memperpanjang daya tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia
dinilai cukup aman bila mempunyai kadar air kurang dari 10% (Depkes RI, 1995).
Penetapan susut pengeringan adalah pengurangan berat bahan setelah
dikeringkan dengan cara yang telah ditetapkan. Kecuali dinyatakan lain dalam

masing-masing monografi, simplisia harus dalam bentuk serbuk dengan derajat halus
nomor 8, suhu pengeringan 105o dan susut pengeringan ditetapkan sebagai berikut:
Timbang seksama 1 sampai 2 g simplisia dalam botol timbang dangkal bertutup yang
sebelumnya telah dipanaskan pada suhu penetapan dan ditara. Ratakan bahan dalam
botol timbang dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih
kurang 5 sampai 10 mm, masukkan dalam ruang pengering, buka tutupnya, keringkan
pada suhu penetapan hingga bobot tetap. Sebelum setiap pengeringan, biarkan botol
dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu ruang (Depkes RI,
1989).

III.

ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah oven, timbangan, alat tulis,
sarung tangan.
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah alumunium foil, simplisia
(bunga, daun, akar, batang, buah, rimpang, kulit buah, dan herba).

IV.

CARA KERJA
Simplisia
diamati warna, bentuk dan melakukan pengukuran terhadap simplisia
dengan membau (menggunakan hidung) dan merasakan (dengan
lidah).
dicatat.
Hasil
Penetapan kadar air
10 gr

V.

ditimbang seksama.
dikeringkan pada suhu 105C selama 2 jam dan ditimbang.
dilanjutkan pengeringan dan ditimbang pada jarak 30 menit sampai
perbedaan antara dua penimbangan berturut-turut tidak lebih dari
0,25%.

HasilPEMBAHASAN
HASIL DAN
HASIL
A. Uji Makroskopik
No

Tumbuhan

Bentuk

Turnera ulmifolia Flos

Panjang,

(bunga pukul delapan)


Apium graveolens Herb

mengkirut.
Batang seledri:

(herba seledri)

Panjang, agak
pipih.
Daun seledri:

Citri pericarpium (kulit

oval, mengkirut.
Lonjong,

buah jeruk)

panjang,

Curcuma domestica

melengkung.
Panjang,

Rhizoma (rimpang

melengkung,

kunyit)
Amaranthus tricoloris

tidak beraturan.
Oval, tidak

Folium (daun bayam)


Zingiber officinalis

beraturan.
Oval, pipih.

Rhizoma (rimpang jahe)


Orthosiphon aristatus

Panjang,

Folium (daun kumis

melengkung,

kucing)

mengkirut.

Ukuran
Panjang: 1 cm
Lebar: 0,2 cm

Keterangan
lain
-

Batang seledri:
Panjang: 3 cm
Lebar: 0,2 cm
Daun seledri:
Panjang: 3 cm
Lebar: 2,5 cm

Tulang daun

Panjang: 3,3cm
Lebar:1 cm

Panjang: 1,8cm
Lebar: 1 cm

Panjang: 7 cm
Lebar: 3 cm

Tulang daun

Panjang: 3 cm
Lebar: 0,85 cm
Panjang: 3,2cm
Lebar: 1,4 cm

menjari.

menyirip.
Tulang daun
menyirip.

B. Uji Organoleptik
No
1

Tumbuhan
Turnera ulmifolia Flos

Warna
Coklat

Bau
Khas

Rasa
Khelat

(bunga pukul delapan)


Apium graveolens Herb

kehitaman
Batang

Batang

Pahit

(herba seledri)

seledri: hijau
kekuningan.
Daun seledri:

seledri: Khas
Daun seledri:
tidak berbau

hijau
3

Citri pericarpium (kulit

kecoklatan.
Coklat tua

Khas jeruk

Pahit, sedikit

buah jeruk)

(minyak

asam

Curcuma domestica

Kuning

atsiri)
Khas

Khas, manis,

Rhizoma (rimpang kunyit)


Amaranthus tricoloris

kecoklatan
Hijau

Tidak berbau

sedikit pahit
Tidak berasa

Folium (daun bayam)


Zingiber officinalis

Putih

Khas

Pedas

Rhizoma (rimpang jahe)


Orthosiphon aristatus

kecoklatan
Hijau

aromatik
Tidak berbau

Tidak berasa

Folium (daun kumis kucing)

kecoklatan

C. Susut Pengeringan
Perlakuan
Hasil
-dimasukkan 10gr simplisia yang a) Curcuma domestica
Berat aluminium foil = 0,6 gr
telah disiapkan dan timbang seksama Berat serbuk kunyit = 10 gr
Total
= 10,6 gr
dalam wadah yang telah ditara.
Berat aluminium foil = 1 gr
Berat rimpang kunyit = 10 gr
Total
= 11 gr
b) Orthosiphon aristatus
Berat aluminium foil
= 1 gr
Berat serbuk kumis kucing = 10 gr
Total
= 11 gr
Berat aluminium foil
= 1 gr
Berat simplisia kumis kucing =10 gr
Total
= 11 gr
-dikeringkan simplisia daun dan Wadah Curcuma domestica = 0,7 gr
Wadah Orthosiphon aristatus = 1 gr
rimpang pada suhu 105oC selama 2 jam,
a) Pengeringan selama 2 jam
dan ditimbang.
-Bobot rimpang kunyit
= 9,1 gr
-Bobot daun kumis kucing = 9,1 gr
b) Pengeringan selama 30 menit pertama
-Bobot rimpang kunyit
= 9,1 gr

-Bobot daun kumis kucing = 9,1 gr


-dihitung
perbedaan
antara
dua -Susut pengeringan Curcuma domestica
109,1
penimbangan tidak lebih dari 0,25%.
=
x 100%
10
-dihitung susut pengeringan.
= 9%
-Susut pengeringan Orthosiphon aristatus
109,1
=
x 100%
10
=9%

No

1
2
3
4
5
6
7

Tumbuhan

Turnera ulmifolia
Flos
Apium graveolens
Herb
Citri Pericarpium
Curcuma domestica
Rhizoma
Amaranthus
tricoloris Folium
Zingiber officinalis
Rhizoma
Orthosiphon
aristatus Folium
(kelompok Radix 1)
Orthosiphon
aritatus Folium
(kelompok Flos 1)

Bobot

Bobot akhir

Bobot akhir

Susut

awal

(setelah

(setelah

pengeringa

pengeringa

pengeringa

n selama 2

n selama 30

10 gr

jam)
8,2 gr

menit)
8,2 gr

18%

10 gr

8,5 gr

8,5 gr

15%

10 gr
10 gr

8,7 gr
9,1 gr

8,7 gr
9,1 gr

13%
9%

10 gr

9,2 gr

9,2 gr

8%

10 gr

9,2 gr

9,2 gr

8%

10 gr

9,1 gr

9,1 gr

9%

10 gr

8,9 gr

8,9 gr

11%

PEMBAHASAN
Susut pengeringan rimpang jahe (Zingiberis officinalis Rhizoma) tidak lebih
dari 10%. Susut pengeringan daun kumis kucing (Orthosiphon staminei Folium)
tidak lebih dari 12%. Susut pengeringan rimpang kunyit (Curcumae domesticae
Rhizoma) tidak lebih dari 12% (Depkes RI, 2009).
Percobaan yang dilakukan sudah sesuai dengan literatur yaitu susut
pengeringan rimpang kunyit sebesar 9% yang berarti tidak melebihi 12%. Begitu
pula dengan susut pengeringan daun kumis kucing sebesar 9% dan 11% (hasil dua

kelompok) tidak melebihi batas yang ditentukan yaitu 12%. Sama hal nya dengan
susut pengeringan jahe sebesar 8% tidak melebihi 10%.
Pemeriksaan mutu simplisia terdiri atas (Sri, 2004):
1. Identifikasi meliputi pemeriksaan
a) Organoleptik, yaitu pemeriksaan warna, bau dan rasa dari bahan simplisia.
Dalam buku resmi dinyatakan pemerian yaitu memuat paparan mengenai
bentuk dan rasa yang dimaksudka untuk dijadikan petunjuk mengenal
simplisia nabati sebagai syarat baku.
b) Mikroskopik, yaitu membuat uraian mikroskopik paparan mengenai bentuk
ukuran, warna dan bidang patahan atau irisan.
c) Mikroskopoik yaitu membuat paparan anatomi penempang melintang
simplisia fragmen pengenal serbuk simplisia.
d) Tetapan fisika, melipti pemeriksaan indeks bias, bobot jenis, titik lebur, rotasi
optik, mikrosublimasi, dan rekristalisasi.
e) Kimiawi, meliputi reaksi warna, pengendapan, penggaraman, logam, dan
kompleks.
f) Biologi, meliputi pemeriksaan mikrobiologi seperti penetapan angka kuman,
pencemaran, dan percobaan terhadap hewan.
2. Analisis bahan meliputi penetapan jenis konstituen (Zat kandungan), kadar
konstituen (Kadar abu, kadar sari, kadar air, kadar logam), dan standarisasi
simplisia.
3. Kemurnian, meliputi kromatografi: kinerja tinggi, lapis tipis, kolom, kertas, dan
gas untuk menentukan senyawa atau komponene kimia tunggal dalam simplisia
hasil metabolit primer dan sekunder tanaman

Gambar 4. Penimbangan simplisia kering rimpang kunyit (Curcuma domestica


rhizom) sebanyak 10 gram untuk dilakukan uji susut pengeringan

Gambar 5. Penimbangan simplisia kering daun kumis kucing (Orthosiphon aristatus


folium) sebanyak 10 gram untuk dilakukan uji susut pengeringan

Gambar 6. Susut pengeringan simplisia kering menggunakan oven pada suhu 105oC
selama 2 jam

Cara Pembuatan Simplisia :


1. Pemanenan
Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan
bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering.Alat yang diguna-kan dipilih
dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah yang tidak
diperlukan. Seperti rimpang, alat untuk panen dapat menggunakan garpu atau
cangkul. Bahan yang rusak atau busuk harus segera dibuang atau dipisahkan.
Penempatan dalam wadah (keran-jang, kantong, karung dan lain-lain) tidak boleh
terlalu penuh sehingga bahan tidak menumpuk dan tidak rusak. Selanjutnya
dalam waktu pengangkutan diusahakan supaya bahan tidak terkena panas yang
berlebihan, karena dapat menyebab-kan terjadinya proses fermentasi/ busuk.
Bahan juga harus dijaga dari gang-guan hama (hama gudang, tikus dan binatang
peliharaan) (Rangke, 1989).

2. Penanganan Pasca Panen


Pasca panen merupakan kelanjutan dari proses panen terhadap tanaman
budidaya atau hasil dari penambangan alam yang fungsinya antara lain untuk
membuat bahan hasil panen tidak mudah rusak dan memiliki kualitas yang baik
serta mudah disimpan untuk diproses selanjutnya. Untuk memulai proses pasca
panen perlu diperhatikan cara dan tenggang waktu pengumpulan bahan tanaman
yang ideal setelah dilakukan proses panen tanaman tersebut. Selama proses pasca
panen sangat penting diperhatikan keber-sihan dari alat-alat dan bahan yang
digunakan, juga bagi pelaksananya perlu memperhatikan perlengkapan seperti
masker dan sarung tangan. Tujuan dari pasca panen ini untuk menghasilkan
simplisia tanaman obat yang bermutu, efek terapinya tinggi sehingga memiliki
nilai jual yang tinggi (Rangke, 1989).
3. Penyortiran (segar)
Penyortiran segar dilakukan setelah selesai panen dengan tujuan untuk
memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan
yang muda atau bahan yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Bahan nabati
yang baik memiliki kandungan campuran bahan organik asing tidak lebih dari
2%. Proses penyortiran pertama bertujuan untuk memisahkan bahan yang busuk
atau bahan yang muda dan yang tua serta untuk mengurangi jumlah pengotor
yang ikut terbawa dalam bahan (Rangke, 1989).
4. Pencucian
Pencucian bertujuan menghilangkan kotoran-kotoran dan mengurangi
mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian harus segera di-lakukan
setelah panen karena dapat mempengaruhi mutu bahan. Pencucian menggunakan
air bersih seperti air dari mata air, sumur atau PAM. Penggunaan air kotor
menye-babkan jumlah mikroba pada bahan tidak akan berkurang bahkan akan
bertambah. Pada saat pencucian perhatikan air cucian dan air bilasannya, jika
masih terlihat kotor ulangi pencucian/pembilasan sekali atau dua kali lagi.
Perlu diperhatikan bahwa pencucian harus dilakukan dalam waktu yang sesingkat
mung-kin untuk menghindari larut dan terbuangnya zat yang terkandung dalam

bahan. Pencucian bahan dapat dilakukan dengan beberapa cara antara lain
(Rangke, 1989).
5. Perendaman bertingkat
Perendaman biasanya dilakukan pada bahan yang tidak banyak mengandung
kotoran seperti daun, bunga, buah dll. Proses perendaman dilakukan beberapa
kali pada wadah dan air yang berbeda, pada rendaman pertama air cuciannya
mengandung kotoran paling banyak. Saat perendaman kotoran-kotoran yang
melekat kuat pada bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Metoda ini
akan menghemat peng-gunaan air, namun sangat mudah melarutkan zat-zat yang
terkandung dalam bahan (Winarno, 1992).
6. Penyemprotan
Penyemprotan biasanya dilakukan pada bahan yang kotorannya banyak
melekat pada bahan seperti rimpang, akar, umbi dan lain-lain.

Proses

penyemprotan dilakukan de-ngan menggunakan air yang ber-tekanan tinggi.


Untuk lebih me-nyakinkan kebersihan bahan, ko-toran yang melekat kuat pada
bahan dapat dihilangkan langsung dengan tangan. Proses ini biasanya menggunakan air yang cukup banyak, namun dapat mengurangi resiko hilang/larutnya
kandungan dalam bahan.
7. Penyikatan (manual maupun otomatis)
Pencucian dengan menyikat dapat dilakukan terhadap jenis bahan yang
keras/tidak lunak dan kotoran-nya melekat sangat kuat. Pencucian ini memakai
alat bantu sikat yang di- gunakan bentuknya bisa bermacam-macam, dalam hal ini
perlu diper-hatikan kebersihan dari sikat yang digunakan. Penyikatan dilakukan
terhadap bahan secara perlahan dan teratur agar tidak merusak bahannya. Pembilasan dilakukan pada bahan yang sudah disikat.Metode pencuci-an ini dapat
menghasilkan bahan yang lebih bersih dibandingkan de-ngan metode pencucian
lainnya, namun meningkatkan resiko kerusa-kan bahan, sehingga merangsang
tumbuhnya bakteri atau mikro-organisme.
8. Perajangan
Perajangan pada bahan dilakukan untuk mempermudah proses selanjutnya
seperti pengeringan, pengemasan, penyulingan minyak atsiri dan penyimpanan.
Perajangan biasanya hanya dilakukan pada bahan yang ukurannya agak besar dan
tidak lunak seperti akar, rim-pang, batang, buah dan lain-lain. Ukuran perajangan
tergantung dari bahan yang digunakan dan berpengaruh terhadap kualitas

simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis dapat mengurangi zat aktif
yang terkandung dalam bahan. Sedangkan jika terlalu tebal, maka pengurangan
kadar air dalam bahan agak sulit dan memerlukan waktu yang lama dalam
penjemuran

dan

kemungkinan

besar

bahan

mudah

ditumbuhi

oleh

jamur.Ketebalan perajangan untuk rimpang temulawak adalah sebesar 7 8 mm,


jahe, kunyit dan kencur 3 5 mm. Perajangan bahan dapat dilakukan secara
manual dengan pisau yang tajam dan terbuat dari steinlees ataupun dengan mesin
pemotong/ perajang. Bentuk irisan split atau slice tergantung tujuan pemakaian.
Untuk tujuan mendapatkan minyak atsiri yang tinggi bentuk irisan sebaiknya
adalah membujur (split) dan jika ingin bahan lebih cepat kering bentuk irisan
sebaiknya melintang (slice).
9. Pengeringan
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan
dengan cara mengurangi kadar air, sehingga proses pem-busukan dapat
terhambat. Dengan demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah
rusak dan tahan disimpan dalam waktu yang lama Dalam proses ini, kadar air dan
reaksi-reaksi zat aktif dalam bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu
pengeringan perlu diperhati-kan. Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan
yang dikeringkan. Pada umumnya suhu pengeringan adalah antara 40 600C
dan hasil yang baik dari proses pengeringan adalah simplisia yang mengandung
kadar air 10%. Demikian pula de-ngan waktu pengeringan juga bervariasi,
tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan seperti rimpang, daun, kayu
ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses pengeringan
adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar matahari),
kelembaban udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk). Pengeringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan menggunakan sinar
matahari ataupun secara mo-dern dengan menggunakan alat pengering seperti
oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer.
Pengeringan hasil rajangan dari temu-temuan dapat dilakukan dengan
menggunakan sinar matahari, oven, blower dan fresh dryer pada suhu 30-500C.
Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat merusak komponen aktif, sehingga
mutunya dapat menurun. Untuk irisan rim-pang jahe dapat dikeringkan
menggunakan alat pengering energi surya, dimana suhu pengering dalam ruang
pengering berkisar antara 36-450C dengan tingkat kelembaban 32,8-53,3%
menghasilkan kadar minyak atsiri lebih tinggi dibandingkan dengan pengeringan

matahari langsung maupun oven. Untuk irisan temulawak yang dikeringkan


dengan sinar matahari langsung, sebelum dikeringkan terlebih dulu irisan
rimpang direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Selesai perenaman irisan dicuci kembali sampai bersih, ditiriskan kemudian dijemur dipanas
matahari. Tujuan dari perendaman adalah untuk mencegah terjadinya degradasi
kurkuminoid pada simplisia pada saat penjemuran juga mencegah penguapan
minyak atsiri yang berlebihan. Dari hasil analisis diperoleh kadar minyak
atsirinya 13,18% dan kurkumin 1,89%. Di samping meng-gunakan sinar matahari
langsung, penjemuran juga dapat dilakukan dengan menggunakan blower pada
suhu 40-500C. Kelebihan dari alat ini adalah waktu penjemuran lebih singkat
yaitu sekitar 8 jam, di-bandingkan dengan sinar matahari membutuhkan waktu
lebih dari 1 minggu. Pelain kedua jenis pengeri-ng tersebut juga terdapat alat
pengering fresh dryer, dimana suhunya hampir sama dengan suhu ruang, tempat
tertutup dan lebih higienis. Kelemahan dari alat ter-sebut waktu pengeringan
selama 3 hari. Untuk daun atau herba, penge-ringan dapat dilakukan dengan menggunakan sinar matahari di dalam tampah yang ditutup dengan kain hitam,
menggunakan alat pengering fresh dryer atau cukup dikering-anginkan saja.
Pengeringan dapat menyebabkan perubahan-perubahan hidrolisa enzi-matis,
pencokelatan, fermentasi dan oksidasi. Ciri-ciri waktu pengering-an sudah
berakhir apabila daun ataupun temu-temuan sudah dapat di-patahkan dengan
mudah. Pada umumnya bahan (simplisia) yang sudah kering memiliki kadar air
8 10%. Dengan jumlah kadar air tersebut kerusakan bahan dapat ditekan baik
dalam pengolahan mau-pun waktu penyimpanan.
10. Penyortiran (kering).
Penyortiran dilakukan bertujuan untuk memisahkan benda-benda asing yang
terdapat pada simplisia, misalnya akar-akar, pasir, kotoran unggas atau benda
asing lainnya. Proses penyortiran merupakan tahap akhir dari pembuatan
simplisia kering sebelum dilakukan pengemasan, penyimpanan atau pengolahan
lebih lanjut. Setelah penyortiran simplisia ditimbang untuk mengetahui rendemen
hasil dari proses pasca panen yang dilakukan.
11. Pengemasan
Pengemasan dapat dilakukan terhadap simplisia yang sudah di-keringkan.
Jenis kemasan yang di-gunakan dapat berupa plastik, kertas maupun karung
goni.Persyaratan jenis kemasan yaitu dapat menjamin mutu produk yang
dikemas, mudah dipakai, tidak mempersulit penanganan, dapat melindungi isi

pada waktu pengangkutan, tidak beracun dan tidak bereaksi dengan isi dan kalau
boleh mempunyai bentuk dan rupa yang menarik. Berikan label yang jelas pada
tiap kemasan tersebut yang isinya menuliskan; nama bahan, bagian dari tanaman
bahan yang digunakan, tanggal pengemasan, nomor/kode produksi, nama/alamat
penghasil, berat bersih, metode pe-nyimpanan.
12. Penyimpanan
Penyimpanan simplisia dapat di-lakukan di ruang biasa (suhu kamar) ataupun
di ruang ber AC. Ruang tempat penyimpanan harus bersih, udaranya cukup
kering dan ber-ventilasi. Ventilasi harus cukup baik karena hama menyukai udara
yang lembab dan panas. Perlakuan sim-plisia dengan iradiasi sinar gamma dosis
10 kGy dapat menurunkan jumlah patogen yang dapat meng-kontaminasi
simplisia tanaman obat. Dosis ini tidak merubah kadar air dan kadar minyak atsiri
simplisia selama penyimpanan 3 6 bulan. Jadi sebelum disimpan pokok utama
yang harus diperhati-kan adalah cara penanganan yang tepat dan higienes.

Hal-hal yang perlu diperhatikan mengenai tempat penyimpanan simplisia adalah


(Kartasapoetra, 1993) :
a) Gudang harus terpisah dari tem-pat penyimpanan bahan lainnya ataupun
penyimpanan alat dan dipelihara dengan baik.
b) Ventilasi udara cukup baik dan bebas dari kebocoran atau ke-mungkinan masuk air
hujan.
c) Suhu gudang tidak melebihi 30oC.
d) Kelembabab udara sebaiknya diusahakan serendah mungkin (65oC) untuk mencegah
terjadinya penyerapan air. Kelembaban udara yang tinggi dapat memacu pertumbuhan
mikroorganisme sehingga menurunkan mutu bahan baik dalam bentuk segar maupun
kering.
e) Masuknya sinar matahari lang-sung menyinari simplisia harus dicegah.
f) Masuknya hewan, baik serangga maupun tikus yang sering me-makan simplisia yang
disimpan harus dicegah

Proses yang penting untuk menentukan kadar air adalah proses pengeringan.
Pengeringan adalah suatu cara pengawetan atau pengolahan pada bahan dengan cara
mengurangi kadar air, sehingga proses pembusukan dapat terhambat. Dengan
demikian dapat dihasilkan simplisia terstandar, tidak mudah rusak dan tahan disimpan

dalam waktu yang lama.dalam proses ini, kadar air dan reaksi-reaksi zat aktif dalam
bahan akan berkurang, sehingga suhu dan waktu pengeringan perlu diperhatikan.
Suhu pengeringan tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan. Pada umumnya
suhu pengeringan adalah antara 40-60C dan hasil yang baik dari proses pengeringan
adalah simplisisa yang mengandung kadar air 10%. Demikian pula dengan waktu
pengeringan juga bervariasi, tergantung pada jenis bahan yang dikeringkan, seperti
rimang daun, kayu ataupun bunga. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam proses
pengeringan adalah kebersihan (khususnya pengeringan menggunakan sinar
matahari), kelembapan udara, aliran udara dan tebal bahan (tidak saling menumpuk).
Pengeringan bahan dapat dilakukan secara tradisional dengan sinar matahari ataupun
dengan menggunakan cara modern yaitu dengan menggunakan alat pengering seperti
oven, rak pengering, blower ataupun dengan fresh dryer. Pengeringan hasil rajangan
dari temu-temuan dapat dilakukan dengan menggunaan sinar matahari, oven, blower,
dan fresh dryer pada suhu 30-50C. Pengeringan pada suhu terlalu tinggi dapat
merusak kompoen aktif sehngga mutunya dapat menurun (Sembiring, B.2007).
Setelah proses pengreingan simplisia dapat ditetapkan kadar airnya. Proses
penetapan kadar dilakukan untuk simplisia yang memiliki kadar minyak atsiri tinggi.
Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal atau
rentang tentang besarnya kandungan air idalam bahan. Hal ini terkait dengan
kemurnian dan adanya kontaminan dalam simplisia tersebut. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga tertenu dapat berguna untuk memperpanjang daya
tahan bahan selama penyimpanan. Simplisia dinilai cukup aman bila mempunyai
kadar air kurang dari 10%. Penetapan kadar air dapat dilakukan dengan tiga cara
yaitu:

Metode titrimetri : metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air
dengan larutan anhidrat belerang dioksida dan iodium denga adanya dapar yang
bereaksi dengan ion hidrogen. Kelemahan metode ini adalah stokometri reaksi
dan reprodusibilitas bergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif
komponen pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat dan
teknik yang digunakan pada penetapan tertentu. Metode ini juga perlu
pengamatan titik akhir titrasi yangbersifat relatif dan diperlukan sistem yang
terbebas dari kelembaban udara (Depkes RI,1995).

Metode azeotropi (destilasi toluena) : metode in efektif untuk penetapan kadar air
karena terjadinya penyulingan berulang kali dalam labu dan menggunaan
pendingin balik untuk mencegah adanya penguapan berlebih. Sistem yang
digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi oleh kelembaban (Depkes RI, 1995).
Proses yang dilakukan setelah pengeringan selain penentuan kadar adalah

penetapan susut pengeringan simplisia. Kadar air dipengaruhi oleh proses susut
pengeringan simplisia. Penetapa susut pengeringan dilakukan terhadap tanaman tanpa
kandungan minyak atsiri, ini dikarenakan tahapan pada proses penetapan susut
pengeringan menggunakan suhu tinggi dimana akan merusak kadar minyak atsiri dan
zat aktif yang diandung leh tanaman tersebut. Susut pengeringan sendiri adalah kadar
bagian yang menguap. Kecuali dinyatakan lain suhu penetapan 150. Susut
pengereingan ditetapkan sebagai berikut : timbang seksama 1 g sampai 2 g zat dalam
botol timbang dangkal betututp yang sebelumnya telah dipananaskan pad suhu
penetapan selama 30 menit dan telah ditara. Jika suhu lebur zat lebih rendah dari
suhu penetapan pengreingan dilakukan pada suhu 50 dan 100 dibawah suhu leburnya
selama 1 jam sampai 2 jam, kemudian pada suhu penetapan selama waktu yang
ditentukan atau hingga bobot tetap (Jimmo, 2008).

VI.

KESIMPULAN
Pemeriksaan mutu bertujuan agar simplisia memenuhi syarat FI, MMI atau buku
resmi lain yang disetujui pemerintah. Bermaksud agar adanya keseragaman
komponen aktif, aman, berguna atau berkhasiat dan obat atau sediaan selalu tetap

mutunya.
Simplisia dinilai cukup kering dan dapat meningkat mutunya bila kadar air
kurang dari 10%.

VII.

DAFTAR PUSTAKA
Berdasarkan hasil dan pembahasan praktikum dapat diperoleh kesimpulan sebagai
berikut:
Depkes RI. 1989. Materia Medika Indonesia. Jilid V. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat Dan Makanan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ditjen POM. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan
Pertama. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
Depkes RI. 2001. Inventaris Tumbuhan Obat Indonesia I. Jilid 2. Jakarta: Depkes RI.
Jimmo. 2008. Analisa Simplisia Materia Medika Version. www.blogkita.info Diakses
tanggal 29 November 2015.
Kartasapoetra, G. 1993. Budidaya Tanaman Berkhasiat Obat. Jakarta: Rineka Cipta.
Rangke, L. Tobing. 1989. Kimia Bahan Alam. Jakarta: Departemen Pendidikan dan
Budaya.
Sri, Mulyani dkk. 2004. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: UGM Press.
Sembiring, B. 2007. Pembuatan dan Penetapan Kontrol Kualitas Simplisia. Warta
Puslitbangbun. Vol 13. No 2: 22-23.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Penerbit PT. Gramedia
Pustaka Utama.
VIII.

LAMPIRAN I (JAWABAN PERTANYAAN)


1. Mengapa bahan baku simplisia perlu dikeringkan segela setelah dipanen ?
Pengeringan simplisia dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan simplisia yang
tidak mudah rusak sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lebih lama. Dengan
mengurangi kadar air dan menghentikan reaksi enzimatik akan mencegah penurunan
mutu atau perusakan simplisia.
2. Apakah perbedaan antara kadar air dengan susut pengeringan ?
-Kadar air adalah persentase kandungan air suatu bahan yang dapat dinyatakan
berdasarkan berat basah (wet basis) atau berdasarkan berat kering (dry basis). Kadar
air berat basah mempunyai batas maksimum teoritis sebesar 100%, sedangkan kadar
air berdasarkan berat kering dapat lebih dari 100%.
-Susut pengeringan adalah pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada temperatur
105 selama 30 menit atau sampai berat konstan, yang dinyatakan sebagai nilai
prosen. Tujuan mengetahui susut pengeringan adalah memberikan batas maksimal
(rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan.
3. Jelaskan tentang beberapa metode penetapan kadar air sediaan herbal ?
a. Metode Titrimetri
Metode ini berdasarkan atas reaksi secara kuantitatif air dengan larutan anhidrat
belerang dioksida dan iodium dengan adanya dapar yang bereaksi dengan ion
hydrogen. Kelemahan metode ini yaitu stoikiometri reaksi tidak tepat dan
reprodusibilitas tergantung pada beberapa faktor seperti kadar relatif komponen
pereaksi, sifat pelarut inert yang digunakan untuk melarutkan zat.
b. Metode Ozeotropi ( Destilasi toluene)

Metode ini efektif untuk penetapan kadar air karena terjadi penyulingan berulangulang kali di dalam labu dan menggunakan pendingin balik untuk mencegah
adanya penguapan berlebih. Sistem yang digunakan tertutup dan tidak dipengaruhi
oleh kelembaban.
c. Metode Gravimetri
Dengan menghitung susut pengeringan hingga tercapai bobot tetap.
IX.

LAMPIRAN II (JURNAL PRAKTIKUM)


Di halaman selanjutnya.

Anda mungkin juga menyukai