Oleh :
Fitria Arianty
Dwi Hardiyanti
Andi Muh. Octavian P.
Ahmad Subarkah
C11112015
C11112019
C11112023
C11112024
Supervisor :
dr. Nilla Mayasari, M.Kes, Sp. KFR
PHYSICAL MEDICINE AND MEDICAL
REHABILITATION DEPARTMENT
MEDICAL FACULTY
HASANUDDIN UNIVERSITY
MAKASSAR
2016
1
DAFTAR ISI
Halaman judul ...............................................................................................1
Daftar Isi .........................................................................................................2
Case Report : Traumatic Brain Injury (TBI)
Case Report .................................................................................................... 3
Pembahasan TBI............................................................................................. 13
I.
II.
III.
IV.
V.
VI.
VII.
VIII.
IX.
X.
XI.
Pendahuluan.......................................................................................... 13
Epidemiologi......................................................................................... 13
Definisi ................................................................................................ 15
Anatomi ....... 16
Etiologi ................................................................................................ 20
Patofisiologi ......................................................................................... 21
Klasifikasi ............................................................................................ 26
Diagnosis.............................................................................................. 34
Tatalaksana ........................................................................................... 35
Prognosis............................................................................................... 45
Komplikasi ........................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 49
CASE REPORT
1.
IDENTITAS PASIEN
Nama
No. RM
Umur
Jenis Kelamin
Address
Occupation
Religion
Date of Admission
2.
:
:
:
:
:
:
:
:
Mr. R
776001
43 Tahun
Laki-laki
Nabire, Papua
tukang bengkel motor
Moslem
18 Oktober 2016
ANAMNESIS
Keluhan Utama
GENERAL STATUS
Kesadaran
Tekanan Darah
Nadi
Tinggi Badan
Berat Badan
Indeks massa tubuh
Kepala
1. Mata
:
:
:
:
:
80x/menit
Temperature : 36,50C
156 cm
56 kg
20,1 kg/m2(Normal)
Eksoptalmus/Enoptalmus
: (-)
Gerakan
: ke segala arah
Kelopak Mata
: edema (-)
Konjungtiva
Sklera
: ikterus (-/-)
Pupil
2. Telinga
Pendengaran
Tophi
Nyeri tekan di prosesus mastoideus
3. Hidung
: kesan normal
: (-)
: (-)
Perdarahan
: (-)
Sekret
: (-)
4. Mulut
Bibir
Lidah
Tonsil
Faring
Gigi geligi
Gusi
5. Leher
Kelenjar getah bening
Kelenjar gondok
DVS
: R+2 cmH2O
Pembuluh darah
Kaku kuduk
: (-)
Tumor
: (-)
6. Thoraks
Inspeksi
Bentuk
:
:
Pembuluh darah
Buah dada
Sela Iga
Palpasi
:
Fremitus raba
Nyeri tekan
Massa tumor
Perkusi
:
Paru kiri
Paru kanan
Batas paru-hepar
Batas paru belakang kanan
Batas paru belakang kiri
Auskultasi :
Bunyi pernapasan
Bunyi tambahan
simetris
kiri
dan
kanan
(normochest)
: tidak ada kelainan
: tidak ada kelainan
: Normal, tidak melebar
: sama pada paru kiri dan kanan
: (-)
: (-)
: sonor
: sonor
: ICS VI dekstra
: CV Th. X dekstra
: CV Th. XI sinistra
: vesikuler
: Rh -/- ,Wh -/-
7. Abdomen
:
Datar, Ikut Gerak Napas, Peristaltik kesan normal, Tidak ada asites.
8. Extremitas
:
Kekuatan
Refleks Fisiologis
Refleks Patologis
N
N
10
Interpretasi
: Dependen Berat
4.RESUME
Seorang Laki-laki, Tahun, Dikonsul ke Departemen Rehabilitasi Medik
dari Departemen Bedah Saraf dengan keluhan utama yaitu kelemahan
anggota gerak tubuh sisi kiri serta mengalami gangguan dalam berbicara
yang dialami sejak 1 bulan yang lalu. Sebelumnya, Pasien masuk ke RS
Wahidin Sudiro Husodo dengan keluhan utama yaitu Sakit kepala yang
juga telah di rasakan sejak 1 bulan yang lalu pula dimana pasien
mengalami kecelakaan lalu lintas. Riwayat pingsan saat kejadian ada,
Riwayat mual dan muntah tidak ada, riwayat kejang tidak ada. Pasien tibatiba tidak mampu mengangkat tangan kiri dan kaki kirinya. Sebelumnya
pasien pernah melakukan pengobatan di rumah sakit Nabire, Papua.
Berdasarkan Mekanisme Trauma : Pasien mengendarai sepeda motor dan
tidak memakai helm. Kemudian dalam keadaan pusing, pasien melintasi
jembatan yang rusak dan pasien terjatuh. Namun mekanisme selanjutnya
pasien sudah tidak mengetahuinya. Riwayat Merokok dan Mengonsumsi
Alkohol ada. Riwayat mengonsumsi NAPZA tidak ada. Dari pemeriksaan
fisik ditemukan : Kepala : Normocephal, Anemis (-/-), Ikterus (-/-). Mata :
Bulat, Isokor ODS 2,5 mm. Hidung : dalam batas normal. Mulut : Dalam
batas normal. Leher : Dalam batas normal. Thoraks : Dalam batas normal.
Abdomen : Dalam batas normal.
Ekstremitas :
Sensorik
Otonom
Diagnosis klinis
Diagnosis etiologi
: Trauma
Diagnosis topis
Disability
Handicap
sebagai tukang bengkel tatkala harus menggunakan seluruh anggota gerak dalam
melakukan pekerjaan tersebut.
Daftar Masalah
FOLLOW UP
Ekstremitas
Komunikasi :
25 Oktober 2016
10
Komunikasi :
27 Oktober 2016
(Telah Dilakukan
Rehabilitasi
sebanyak 2 kali)
Komunikasi:
29 Oktober 2016
Komunikasi:
Afasia Motorik (E4M6V5)
11
12
II. Epidemiologi1,3,4
Sekitar 50% kasus TBI terjadi sebagai akibat dari kecelakaan kendaraan
bermotor, sepeda motor dan kecelakaan sepeda, atau pejalan kaki yang ditabrak
kendaraan dan 20% dari kekerasan (kekerasan atau luka tembak). Cedera yang
tersisa terjadi sebagai akibat dari jatuh, pelecehan anak, dan cedera saat
olahraga. Penyebab utama dari Traumatic Brain Injury antara lain akibat jatuh
(28%), kecelakaan lalu lintas berupa tabrakan kendaraan bermotor (20%),
bertubrukan dengan benda yang bergerak maupun diam (19%), dan penyebab
lainnya (CDC, 2007).
Meskipun jumlah penderita TBI rawat inap telah menurun selama
beberapa tahun terakhir, masih belum jelas apakah ini mencerminkan
penurunan mutlak dalam jumlah TBI atau kecenderungan manajemen rawat
jalan lebih besar di antara mereka yang cedera ringan. Jumlah dari TBI
disebabkan oleh kecelakaan kendaraan yang dapat menurun.
Meskipun umumnya dianggap sebagai kondisi yang sering terjadi pada
laki-laki muda, dampak TBI berbagai usia dan keadaan sosial ekonomi.
Gambar 1 memberikan ringkasan dampak gender dan usia pada kejadian TBI.
Puncak terbesar terjadi pada laki-laki antara usia 15 dan 24 tahun, di mana
MVA dan kekerasan adalah etiologi yang paling umum, dan wanita lebih
kurang jumlah 2 atau 3: 1. TBI juga lebih parah pada laki-laki, dengan tingkat
kematian 300-400% lebih besar dibandingkan dengan perempuan. Di antara
anak-anak di bawah usia 5 tahun dan orang dewasa yang lebih tua dari 75
tahun, distribusi jenis kelamin, tetapi etiologi berbeda. Kecelakaan, pelecehan
anak, dan cedera saat olahraga yang umum di kalangan anak muda, dan jatuh
yang umum di kalangan orang tua.
13
14
III. Definisi1,5,6
Menurut Brain Injury Association of America, cedera kepala adalah suatu
kerusakan pada kepala, bukan bersifat kongenital ataupun degeneratif, tetapi
disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat mengurangi
atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2006).
Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak, yaitu
gangguan fungsi normal otak karena trauma tumpul maupun trauma tajam
(Batticaca, 2008). Cedera kepala adalah cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak dan otak. Cedera kepala paling sering dan penyakit
neurologik yang serius diantara penyakit neurologik dan merupakan proporsi
epidemic sebagai hasil kecelakaan jalan raya (Smeltzer & Bare 2001).
Cedera kepala mayor didefinisikan oleh Yayasan Cedera Kepala Nasional
di Amerika Serikat sebagai akibat traumatik pada otak yang dapat
menyebabkan perubahan fisik, intelektual, sosial, emosional, dan tingkah laku.
Cedera
kepala
berat
umumnya
didefinisikan
sebagai
cedera
yang
mengakibatkan kondisi koma, dimana koma yang terjadi tidak disebabkan oleh
kondisi ekstrakranial (seperti intoksikasi yang berat) dan tetap berlanjut
setidaknya dalam beberapa waktu setelah periode resusitasi akut. Dengan
menggunakan Skala Koma Glasgow, yang merupakan metode yang paling
umum untuk mendiagnosis koma traumatik, adalah pada pasien yang tidak
membuka matanya meskipun telah diberikan stimulus nyeri, tidak mengluarkan
kata-kata, atau bahkan mengikuti perintah sederhana, dinyatakan dalam
keadaan koma.
Cedera kepala adalah serangkaian kejadian patofisiologik yang terjadi
setelah trauma kepala ,yang dapat melibatkan kulit kepala ,tulang dan jaringan
otak atau kombinasinya (Standar Pelayanan Medis ,RS Dr.Sardjito). Resiko
utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah kerusakan otak akibat atau
pembekakan otak sebagai respons terhadap cidera dan menyebabkan
15
atau
otak
kecil,
brainstem
atau
batang
otak,
dan
dienchepahalons.
4.A.1.
Cerebrum atau Otak Besar
16
17
D.
dari
thalamus,
hypothalamus,
subthalamus,
dan
epithalamus.
18
V.
Etiologi2,3,
19
menembus jaringan otak, efek dari kekuatan atau energi yang diteruskan ke
otak dan efek percepatan dan perlambatan (akselerasi-deselerasi) pada otak.
Jenis cedera berdasarkan mekanisme
Coup dan countrecoup Objek yang membentur bagian depan (coup) atau
bagian belakang (countrecoup) kepala; objek yang membentur bagian samping
kepala (coup atau countrecoup); kepala yang mengenai objek dengan
kecepatan rendah
Hematom ekstradural Kecelakaan lalu-lintas, terjatuh, kecelakaan saat
olahraga
Hematom subdural Kecelakaan lalu lintas atau terjatuh, khususnya pada
orang berusia tua atau orang dengan penyalahgunaan alkohol yang kronik
Perdarahan intracerebral Kontusi yang disebabkan oleh gaya dengan
kekuataan yang besar, biasanya akibat kecelakaan lalu lintas atau terjatuh
dari jarak yang jauh
Fraktur campuran Objek yang mengenai kepala dengan kekuatan yang
besar atau kepala yang membentur objek dengan sangat kuat; fraktur
tulang temporal, fraktur tulang occipital, dampak ke arah atas dari vertebra
cervical (fraktur dasar tulang tengkorak)
Cedera penetrasi Misil (peluru) atau proyektil yang tajam (pisau, pemecah
es, kapak, baut)
Cedera aksonal difus Kepala yang sedang bergerak dan membentur
permukaan yang keras atau objek yang sedang bergerak membentur kepala
yang dalam kondisi diam; kecelakaan lalu lintas (saat kerja atau pejalan
kaki); gerakan kepala memutar.
VI. Patofisiologi1,3,8
Patofisiologi TBI berbeda antara cedera kepala terbuka dan cedera
kepala tertutup, di lain sisi, dan cedera otak penetrating di lain sisi. Berbagai
macam mekanisme yang menyebabkan kerusakan otak traumatik dapat
dikategorikan
kepada
mekanisme-mekanisme
primer
dan
sekunder.
20
Definisi
Cedera kepala
akibat benda
tumpul
Trauma otak
Gegar otak
(commotio cerebri)
Craniocerebral
injury
Cedera tembak
Penetrating head
injury
Penetrating brain
injury
Cedera tikaman
21
yang
lebih
panjang
(misalnya.,
corpus
callosum). 146
Tanpa
intrakranial.hidrosefalus
merupakan
suatu
sebab
utama
kerusakan otak sekunder yang dapat terjadi jauh setelah cedera tersebut
dialami. (Perhatikan gambar 49-1 sebagai contoh kasus beberapa
mekanisme cedera.)
Excitotoxicity mengacu kepada kerusakan neuronal yang diakibatkan
oleh pengeluaran neurotransmitter excitatory di atas normal oleh neuronneuron yang mengalami cedera.146 Kerusakan otak excitotoxic dapat
dikurangi dengan hipotermia sedang.
82 orang pasien dengan cedera kepala tertutup yang parah, Marion et al 235
menunjukkan bahwa perawatan awal (rata-rata 10 jam pasca-cedera) dengan
hipotermia memacu penyembuhan neurologis dan meningkatkan outcome
pada pasien dengan skor GCS antara 5 hingga 7. para pasien ditempatkan
pada suhu 32 hingga 33C selama 24 jam, dan kemudian dihangatkan
kembali.
Kerusakan otak dalam TBI oleh karenanya merupakan suatu hasil
akhir dari berbagai efek mekanisme-mekanisme primer dan sekunder ganda
yang terjadi berkali-kali yang pada umumnya menimbulkan pola-pola
kerusakan yang cenderung bersifat menyebar daripada bersifat fokal,
terutama pada para pasien penderita cedera kepala tertutup. Pola kerusakan
otak yang menyebar konsisten dengan gambar kronis atrofi serebral dan
pembesaran ventrikular yang biasanya didapati pada neuroimaging para
23
tentang penggunaan
hiperventilasi
pada manajemen
akut,
penggunaan mannitol dan barbiturat-barbiturat, peranan glukokortikoidglukokortikoid, perawatan hipertensi intrakranial terelevasi, dukungan
nutrisi, dan peranan profilaksis anti-serangan.
Cedera Tembak di Otak
Pada cedera-cedera tembak, sebagian besar kerusakan otak terletak
sepanjang jejak peluru dan fragmen-fragmen tulang yang terkena. 333
implikasi rehabilitasi utama adalah bahwa cedera tembak pada otak pada
umumnya menyebabkan sindrom-sindrom kerusakan otak fokal (misalnya.,
hemiplegia, hemianopsia), dengan secara relatif menghemat pemfungsian
bagian-bagian otak yang terletak jauh dari lintasan misil. (lihat gambar 49-2
untuk suatu contoh kasus cedera tembak pada otak.)
Cedera Otak Anoksik
Mekanisme kerusakan otak pada cedera otak anoksik adalah iskhemi
yang disebabkan oleh hipoksia atau penurunan perfusi serebral. 145 Meskipun
cedera otak anoksik biasanya menyebabkakan kematian dan cedera neuronal
24
yang menyebar, terdapat kerentanan selektif neuron-neuron pada bagianbagian di dalam hippocampus, cerebellum, dan basal ganglia, dan di dalam
zona-zona batas arterial (misal., area-area yang tertutup cairan) pada
serebrum.145 neuron-neuron pada bagian hippocampus adalah bagian yang
paling rentan, yang berkorelasi dengan tingginya frekuensi amnesia yang
menyertai cedera otak anoksik.170 Lebih lanjut, frekuensi gangguangangguan gerak pada populasi ini berkorelasi dengan kerentanan yang
bersifat selektif terhadap hipoksia neron-neuron di dalam bangsal ganglia
dan serebellum. (lihat gambar 49-3 untuk suatu contoh kasus cedera otak
anoksik.)
VII. Klasifikasi3,9,10
Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat ringannya gejala
yang muncul setelah cedera kepala. Ada beberapa klasifikasi yang dipakai
dalam menentukan derajat cedera kepaka. Cedera kepaladiklasifikasikan dalam
berbagi aspek ,secara praktis dikenal 3 deskripsi klasifikasi yaitu berdasarkan
1. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan Mekanisme Cedera kepala
Berdasarkan mekanisme, cedera kepala dibagi atas cedera kepala tumpul
dan cedera kepala tembus. Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan
kecelakaan mobil-motor, jatuh atau pukulan benda tumpul. Cedera kepala
tembus disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaput
durameter menentukan apakah suatu cedera termasuk cedera tembus atau
cedera tumpul.
a) Trauma kepala nonpenetrasi
Trauma kepala nonpenetrasi atau trauma kepala tertutup, merupakan
akibat dari cedera tumpul. Tidak ada penetrasi benda asing pada dura
(dura masih intak), meskipun dapat terjadi laserasi dura akibat terjadinya
fraktur tulang tengkorak, dan jaringan otak tidak terpapar dengan
lingkungan luar. Trauma tumpul lebih sering terjadi dan meliputi
25
26
27
28
Gambar.3:
Epidural
Hematoma,
Subdural
Hematoma,
Intraserebral Hematoma
Perdarahan
menyebabkan
kerusakan
subarachnoid
neurologik,
sendiri
tetapi
biasanya
hidrocephalus
tidak
dan
29
jaringan
otak,
dan
menyebabkan
koma.
Hematom
intracerebral yang tertunda dapat terjadi dalam waktu 3-10 hari setelah
kejadian cedera kepala.
Intraventricular hemorage adalah salah satu perdarahan intraserebral.
Definisi primary Intraventricular hemorrhage (PIVH)dikemukakan
pertama kali oleh Sanders, pada tahun 1881,yaitu terdapatnya darah
hanya dalam sistem ventrikuler, tanpaadanya ruptur atau laserasi
dinding ventrikel. Disebutkanpula bahwa PIVH merupakan perdarahan
intraserebral
nontraumatikyang
Sedangkanperdarahan
pecahnyapembuluh
sekunder
darah
daerahperiventrikular,
terbatas
sistem
intraventrikuler
intraserebral
yang
pada
meluas
dalam
ke
ventrikel.
muncul
dan
sistem
jauh
akibat
dari
ventrikel.
30
31
pada lobus parietal dan occipital. Kontusi cerebral fokal dapat bersifat
superfisial, dan hanya melibatkan girus otak. Kontusi hemoragik dapat
berkumpul menjadi hematom intrakranial konfluen yang luas.
Kontusi biasanya bersifat lokal dan dihubungkan dengan adanya
perdarahan, edema, dan nekrosis. Kontusi dapat dibagi menjadi dua
kelompok. Kontusi coup lebih berat pada jaringan otak dibawah lokasi
benturan dan biasanya berhubungan dengan cedera akselerasi. Kontusi
countrecoup berlokasi pada permukaan otak yang berlawanan dengan
lokasi trauma dan dihubungkan dengan cedera deselerasi. Kontusi
traumatik juga dihubungkan dengan kejadian hematom intracerebral
superfisial.
32
33
337
34
komponen yang harus dilakukan untuk menentukan planning terapi yang akan
diberikan kepada pasien. Komponen tersebut berupa diagnosis, daftar
masalah yang terjadi pada pasien, dan capaian yang diharapkan. Berikut tabel
yang dapat menjadi bentuk plan rehabilitasi berdasarkan problem yang
muncul pada pasien yang akan diterapi.1
35
Tabel . Daftar masalah yang memungkinkan terjadi disertai bentuk rencana terapi
dan pencapaian yang diharapkan.
Terkhusus untuk penatalaksanaan rehabilitasi pada pasien Traumatic Brain
Injury pada umumnya memiliki kesamaan dengan penatalaksanaan rehabilitasi
pada pasien yang mengalami stroke maupun permasalahan pada otak dengan
etiologi lainnya, dimana bentuk rehabilitasi yang termasuk 2,3,5:
1. Terapi Fisik :
Terapi fisik difokuskan pada pergerakan. Terapi fisik membantu
mengembangkan cara untuk mengimbangi paralisis melalui penggunaan
otot yang masih mempunyai fungsi normal, membantu mempertahankan
dan
membentuk
adanya
kekuatan
dan
mengontrol
bekas
yang
36
37
(mungkin lebih) setelah onset; dan (2) pemulihan jangka panjang, yang
berlangsung berbulan-bulan atau bahkan tahunan. Idealnya, terapi intensif
afasia harus dimulai dan dipertahankan secepat-cepatnya saat pasien
dinyatakan stabil secara medis dan neurologis (meskipun dengan
penundaan sampai 6 bulan post onset, terapi masih menunjukkan
manfaat). Terapi wicara harus ditujukan kepada pasien dan keluarga pasien
atau pihak lain yang terkait. Terapi biasa diberikan 3-5 kali perminggu
untuk 2-3 bulan, selama itu pasien direevaluasi pada bulan pertama dan
setelah bulan kedua atau ketiga. Saat kemajuan terapi mencapai hasil yang
tinggi, maka pemberian terapi secara bertahap dihentikan (penghentian
mendadak akan membahayakan secara psikologis) dengan mengurangi
terapi 1-2 kali perminggu, kemudian tiap 1 sampai 2 bulan dengan
reevaluasi pada bulan keenam dan kesepuluh.4
Terapi wicara (individu atau grup) untuk afasia pada umumnya dilaporkan
bermanfaat dan tidak merugikan pada pasien dengan etiologi nonprogresif
(stroke dan tumor otak yang sudah dikeluarkan). Terdapat kepercayaan
tradisional yang menyatakan pemulihan spontan yang bermakna selesai
dalam waktu 3-6 bulan post onset. Akan tetapi, studi terbaru pada evolusi
afasia berat dalam 2 tahun pertama postonset dengan catatan perbaikan
signifikan dalam fungsi komunikasi sampai 18 bulan, dengan perbaikan
terbesar terjadi pada 6 bulan pertama. 4
Adanya bermacam-macam tipe dari afasia mungkin memerlukan
pendekatan terapi serta cara komunikasi yang berbeda4:
1) Afasia Global lebih ditekankan pada peningkatan kemampuan
anggota keluarga untuk komunikasi dengan penderita dari pada
peningkatan kemampuan bahasa dari penderita. Tehnik yang
digunakan:
Menggunakan suara dan ekspresi wajah.
Menunjuk benda-benda tertentu di lingkungannya untuk
memberi masukan visual
38
Penanganannya
dengan
tehnik
mengurangi
39
40
latihan
digunakan
untuk
me-nguatkan
otot-otot,
41
fungsi lengan pada seseorang rata rata setahun setelah terkena stroke.
Penatalaksanaan ini terdiri dari dua bagian2,3,5 :
A. Pertama : memaksa dengan lengan pasien yang tidak terkena ,
pasien menjaga lengannya dengan kain selendang atau sarung tangan
dengan lapisan empuk untuk mencegah penggunaan lengan.Hal ini
menganjurkan pasien untuk menggunakan lengan yang lemah
sebanyak mungkin.
B. Kedua : shaping part
seseorang lebih dan lebih untuk sepanjang waktu. Fase ini dapat
mempertimbangkan pelajaran, belajar menggunakan kembali lengan.
Terapi akan menggunakan cara pergerakan khusus dan bersamaan
dengan pergerakan dalam tugas sehari hari seperti : mengancing
baju, mengutip koin, menulis untuk membantu mengingat yang baru
dipelajari.
7. Modalitas
Modalitas yang dapat digunakan dalam rehabilitasi pada pasien yang
mengalami TBI biasanya digunakan selepas dari perawatan di Rumah Sakit.
Namun, dapat pula digunakan ketika dalam masa perawatan yang bertujuan
untuk mencegah terjadinya atropi otot atau penurunan massa otot yang
diakibatkan imobilisasi lama. Bentuk terapi modalitas yang dapat diberikan
2,3,5
:
Terapi Panas seperi sinar infrared atau hot packs untuk mengurangi
nyeri, relaksasi spasme otot superfisial dan meningkatkan aliran
darah superfisial. Micro Wave Diatherymy (MWD), Short Wave
Diathermy (SWD), Ultra Sound Diathermy (USD).
Terapi listrik atau Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation
(TENS) untuk menghilangkan nyeri dan spasme otot. atau NMES
(Neuromuscular Electrical Stimulation) yang tujuannya untuk
muscle strengthening dan cegah atrofi/mempertahankan massa dan
kekuatan otot
Teknik masase merupakan terapi fisik tertua dan termurah. Pada
indikasi dan teknik yang tepat, hasil trapeutik sangat nyata.
42
43
rendah,
44
4. Penggunaan steroid.
5. Peningkatan kepala tempat tidur.
6. Bedah neurologi
Tindakan pendukung lain
1. Dukungan ventilasi.
2. Pencegahan kejang.
3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
4. Terapi anti konvulsan.
5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
6. Pemasangan selang nasogastrik.
C. Terapi Bedah
X. Prognosis1,2
Memprediksi hasil keluaran dari TBI adalah hal yang sulit. Prognosis
dibatasi oleh langkah-langkah penilaian dan hasil yang relatif terukur. Glasgow
Skala Outcome telah digunakan di banyak hasil studi, tetapi terbatas kegunaa
klinisnya karena kategori yang sangat luas klasifikasi. faktor premorbid, seperti
usia, cedera otak sebelum, keadaan dan kesehatan kejiwaan, dan riwayat
penggunaan narkoba atau alkohol, mempengaruhi hasil akhir TBI. Hasil
dikaitkan dengan keparahan cedera yang diukur dengan GCS, lamanya kondisi
tidak sadar, atau amnesia pasca trauma. Pasien dengan komplikasi akut
hipoksia, lesi massa pada neuroimaging awal, dan masalah cardiopulmonary
cenderung memberikan hasil yang lebih buruk. Waktu pemulihan mungkin
jauh lebih jelas beberapa minggu, bukan beberapa hari, setelah cedera.
Dalam hal prognosis, mayoritas penderita TBI berat dengan gcs 8
memiliki kerusakan-kerusakan neurologis dan neuropsikologis yang berakibat
pada
kecacatan-kecacatan
fungsional. Waktu
yang
dibutuhkan
untuk
45
medik
utama
yang
dihadapi
dalam
masa
Spastisitas
Epilepsi Post-traumatris
Hidrosefalus Posttraumatis
Hipertermia Posttraumatis
Komplikasi Paru-Paru
paru-paru
akut
akibat
dari
trauma
termasuk
dapat meluas
sampai pada
Incontinence
Thromboplebitis
DAFTAR PUSTAKA
1. Singh R and Michael W. Traumatic Brain Injury. In: Cooper G. Editors.
Essential Physical Medicine and Rehabilitation. Humana Press Inc.,
Totowa, NJ, 2006; p.1-33
2. Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta:
Media Aesculalpius FKUI; 2000.
3. Japardi, I. 2004. Cedera Kepala. Jakarta: PT. Buana Ilmu Popular
4. PERDOSSI. 2006. Konsesus Nasional Penanganan Trauma Kapitis dan
Trauma Spinal. Jakarta: PERDOSSI
5. Mardjono, M. Sidharta, P. 2008. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: PT. Dian
Rakyat
48
49