MYELOFIBROSIS
OLEH :
HERI SUSANTI
HASANUL UMRI
KARINA NUZULYANTI
LAYYINA MISQA
ANITA PURNAMA SARI
RISSA ANGGIA
RULI HARDEMI
PEMBIMBING
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus ini dengan tema
myelofibrosis.
Merupakan suatu kelainan yang dihubungkan dengan adanya timbunan
substansi kolagen berlebihan dalam sum-sum tulang. Kelainan ini secara definitif
terjadi karena pertumbuhan tidak terkendali dari sel prekursor darah, yang
akhirnya mengarah pada akumulasi jaringan ikat di sumsum tulang. Jaringan ikat
yang membentuk sel darah akan menyebabkan bentuk disfungsional.
Laporan kasus ini disusun dengan mengamati salah satu kasus
myelofibrosis pada pasien penyakit dalam divisi Hematologi dan Onkologi Medik
di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin . Diharapkan dengan adanya laporan kasus
ini dapat memberikan manfaat dan menambah informasi mengenai myelofibrosis
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dan
kelemahan dalam penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati penulis mengharapkan sumbangan gagasan, saran dan masukan
yang membangun demi penyempurnaan tulisan ini . Akhir kata penulis berharap
semoga Laporan Kasus ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.. .
DAFTAR ISI..
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang.. 1
BAB II
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8
2.9
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Myelofibrosis..
Etiologi.....
Epidemiologi
Gejala Klinis ....
Patofisiologi..
Diagnosis...
Terapi.....
Diagnosa Banding.....
Prognosis...
BAB III
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien..
Daftar Masalah..
Data dasar.
Pemeriksaan Fisik.
Pemeriksaan Penunjang....
Diagnosis sementara
Penatalaksanaan..
Follow up
BAB IV
PEMBAHASAN..
BAB V
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA.
2
2
3
4
ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Myelofibrosis merupakan salah satu penyakit kelainan darah yang sangat
jarang ditemui (2:1.000.000) dan 80% penderitanya adalah orang-orang yang
sudah berusia di atas 60 tahun.Dengan presentasi yang lebih kecil, penyakit ini
dapat pula menimpa semua kalangan umur. Myelofibrosis ditandai dengan adanya
pengerasan sumsum tulang belakang karena sel-sel stem yang ada di dalam
sumsum tulang secara abnormal tumbuh dan berproliferasi menjadi sel-sel fibrous
yang kemudian membentuk jaringan ikat. Hal ini menyebabkan sel-sel stem yang
normal semakin lama semakin berkurang dan mengakibatkan terganggunya proses
pembentukkan sel-sel darah.
Sampai saat ini, penyebab myelofibrosis tidak pernah diketahui, oleh
karenanya penyakit ini dinamai Chronic Idiopathic Myelofibrosis ( Idiopathic :
Tidak diketahui penyebabnya).
Walaupun penyakit ini tidak seprogresif penyakit kanker, Myelofibrosis
sering digolongkan sebagai pre-kanker, tepatnya pre leukemia, karena penderita
Myelofibrosis memiliki resiko yang cukup tinggi untuk terkena Acut Myeloid
Leukaemia (AML) dan sekitar 20 % dari penderita Myelofibrosis biasanya
mengalami AML ini di tahap akhir penyakitnya.
Tidak seperti penyakit lain, penyakit ini sering terdiagnosa secara tidak
sengaja melalui cek darah rutin ataupun keluhan-keluhan lain yang tidak ada
hubungannya dengan myelofibrosis. Oleh karena itu, biasanya myelofibrosis
terdiagnosa setelah penyakit ini berjalan cukup lama (> 6 bulan ). Hal ini
disebabkan karena gejala-gejala awal dari penyakit ini sering tidak terperhatikan.
Kejadian demam, penurunan berat badan, dan rasa sakit di bagian abdomen biasa
terjadi di tahap lanjut penyakit dan bukan di tahap awal kejadian penyakit. Rasa
mudah lelah, muncul memar di kaki atau tangan yang tidak diketahui sebabnya
perlu menjadi perhatian. Salah satu gejala yang sering pula terlewatkan adalah
rasa penuh dan gemuk di bagian abdomen. Rasa penuh dan gemuk di bagian
abdomen ini menunjukkan pembesaran limpa karena limpa mengambil alih kerja
sumsum tulang untuk memproduksi darah, dan gejala ini sering kali tidak
diperhatikan sebab sering diduga muncul akibat terlalu banyak makan. Rasa sakit
di bagian limpa baru akan muncul jika ukuran limpa sudah sangat besar.
Penderita Myelofibrosis biasanya ssngat sulit untuk dapat kembali normal.
Beberapa
literature
menyebutkan
bahwa
kesempatan
hidup
penderita
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Definisi Myelofibrosis
Mielofibrosis merupakan suatu kelainan yang dihubungkan dengan adanya
Etiologi
Penyebab mielofibrosis belum diketahui dengan jelas. Tidak diketemukan
adanya faktor pencetus, oleh karenanya penyakit ini dinamai sebagai Chronic
Idiopathic Myelofibrosis (Idiopathic= tidak
diketahui
penyebabnya)
Secara
Lymphoma
Tuberculosis
Multiple myeloma
Vitamin D deficiency
Myelodysplasia
Metastatic carcinoma
Polycythemia vera
Systemic mastocytosis
2.3
Epidemiologi
Myelofibrosis merupakan salah satu penyakit kelainan darah yang sangat
2.4
Gejala Klinis
Mielofibrosis seringnya berpenampilan asimtomatis pada 25% kasus,
hal tersebut dapat terjadi dalam waktu lama meskipun tanpa terapi.4,8 Gejala klinis
pada umumnya:
1. Kelelahan otot dan penurunan berat badan (7-39%)
2. Sindrom hipermetabolik (demam, keringat malam terdapat 5-20% pasien),
3. Perdarahan dan memar, kadang terdapat masa dalam perut, gout dan kolik renal
terdapat 4-6%,
4. Diare dengan sebab tak jelas dan nyeri substernal kadang ditemukan.
5. Anemia juga dapat terjadi oleh karena eritropoiesis yang tidak efektif. Dimana
hal ini dapat menyebabkan keluhan lemas, sesak, mudah lelah, dan palpitasi
pada pasien.
*Catatan: Ketiga kriteria mayor ditambah dua kriteria minor manapun atau dua
kriteria mayor pertama ditambah empat kriteria minor manapun harus
didapatkan untuk mendiagnosis mielofibrosis.
2.5
PATOFISIOLOGI
Mielofibrosis merupakan reaksi sekunder terhadap hemopatia klonal
kolagen
meningkat
setara
dengan
lamanya
penyakit.
Pada
2.6
PENATALAKSANAAN
Mielofibrosis mungkin dapat disembuhkan dengan hematopoietic stem
cells transplantation (HSCT), tetapi HSCT biasanya berhasil untuk pasien muda.
Tidak ada bentuk terapi lain untuk memperpanjang survival atau mencegah
progresi mielofibrosis.10 Terapi suportif diarahkan langsung terhadap komplikasi
yang terjadi. Beberapa pasien asimptomatis dan memerlukan observasi.
Allopurinol diberikan untuk mempertahankan urat darah tetap normal, untuk
menghambat nefropatia urat, renal kalkuli, dan gout. Transfusi diperlukan untuk
mempertahankan hitung darah. Suplemen asam folat diperlukan karena seringnya
kejadian hemolisis.
Allogeneic Hematopoietic Stem Cell
Penelitian mengenai stem sel akhir-akhir ini mengalami banyak kemajuan
sehingga dapat memberikan harapan bagi berjuta-juta pasien dengan berbagai
penyakit dari seluruh dunia, termasuk mereka yang memiliki penyakit hematologi.
HSC (Human Stem Cell) merupakan sel yang mempunyai potensi besar. Stem sel
dapat berubah menjadi berbagai macam bentuk sel serta
dapat meregenerasi sel yang rusak oleh karena suatu penyakit ataupun karena
suatu injury. Ada 2 cara distribusi pada HSCT, pertama stem sel dapat langsung
diimplementasikan pada organ atau jaringan. Kedua, stem sel dapat diinjeksi
melalui pembuluh darah, dimana ketika diinjeksikan stem sel tersebut secara
otomatis akan langsung menuju sumsum tulang. Hampir semua pasien CMPD
mungkin dapat disembuhkan dengan HSCT. Terbatasnya pendekatan ini karena
faktor umur dan kondisi pasien, dengan menggunakan donor yang cocok dan
serasi dan morbiditas serta mortalitas yang dihubungkan dengan prosedur. Adanya
fibrosis sum-sum tulang dan splenomegali bukanlah hambatan untuk HSCT.4
HSCT sepertinya merupakan satu-satunya terapi kuratif yang cukup potensial
pada mielofibrosis. Pasien dengan usia <50 tahun, yang disertai dengan anemia,
didapatkan adanya abnormalitas sitogenetik serta
Terapi androgen dan kortikosteroid
Hormon androgen dapat diberikan pada anemia akibat mielofibrosis. Dengan
respon rate 29-57 %. Perbaikan spontan mungkin dapat terjadi pada mielofibrosis,
sehingga respon terhadap terapi perlu dianalisa secara cermat. Sebelum terapi
dengan androgen, pria perlu diskrining kelenjar prostat baik secara fisik maupun
dengan antigen spesifik untuk prostat, pada perempuan perlu diperhatikan adanya
efek virilisasi. Beberapa skedul dosis telah memberikan hasil cukup baik,
diantaranya androgen sintetik oral: fluoksimesteron, dengan dosis: 2-3 kali 10 mg
sehari. Bila tidak ada perbaikan setelah 3-6 bulan terapi, androgen harus
dihentikan.
Beberapa
pasien
yang
tidak
berespon
terhadap
androgen,
Kemoterapi
Kemoterapi jarang memberikan remisi hematologis, dan tidak memberikan
perubahan secara umum pada mielofibrosis, tetapi mungkin sangat memberikan
perbaikan pada gejala. Kemoterapi dapat mengurangi splenomegali dan
hepatomegali serta memperbaiki penurunan berat badan, demam dan keringat
malam sampai 70 % pasien, serta mengurangi leukositosis, trombositosis dan
anemia. Kemoterapi yang pernah digunakan: busulfan, melfalan, 6-tioguanin dan
hidroksiurea. Pada mielofibrosis pemberian kemoterapi harus lebih hati-hati
karena cenderung terjadi toksik sum-sum tulang. Misalnya pemberian busulfan 24 mg/hari sudah merupakan dosis maksimum 14 yang dapat diberikan. Pasien
harus dimonitor secara frekuen dan kontinyu, terutama bila timbul sitopenia.
Iradiasi
Pasien dengan hipersplenisme mungkin dapat memberikan respon dengan iradiasi
splenik, terutama bila ada kontraindikasi untuk splenektomi. Hampir semua
pasien mengalami perbaikan keluhan nyeri dan 50 % terjadi pengurangan
ukuran lien. Iradiasi splenik akan memberikan perbaikan sitopenia, diberikan
dengan fraksi kecil dengan pemantauan ketat. Dosis fraksi 15-100 cGy, 2-3 kali
per minggu. Hasil sementara baru dapat dilihat setelah beberapa bulan terakhir.
Splenektomi
Splenektomi dapat dipikirkan terhadap pasien yang refrakter terhadap terapi,
adanya hipertensi portal, atau gejala akibat hipersplenisme. Splenektomi pada
mielofibrosis harus hatihati, karena organomegali yang besar sehingga mungkin
terjadi adhesi. Selain itu, splenektomi juga sulit dilakukan karena tingginya resiko
perdarahan yang sulit diperbaiki preoperatif, hal ini disebabkan oleh karena
adanya DIC ringan pada mielofibrosis, yang ditandai dengan kenaikan
D-dimer. Splenektomi juga kadang menimbulkan krisis aplastik, karena lien
menjadi tempat hematopoiesis ekstramedular pada fibrosis tulang berat.
Pengobatan lainnya
Interferon dipertimbangkan karena dapat menekan aktivitas TGF-. Interferon
mungkin bermanfaat menghilangkan nyeri tulang dan trombositopenia, tetapi
efektivitas ini menurun dengan adanya flulike symptoms berat dan memberatnya
anemia. Anagrelid dapat menurunkan trombosit tetapi tidak memperbaiki kelainan
klinis lainnya. Beberapa pasien dapat diberikan eritropoietin, dan bahkan lebih
baik jika dikombinasikan dengan interferon. Pasien dengan mielofibrosis berat
dapat diberikan preparat antiangiogenik yaitu Talidomid. Dimana pada 20 %
kasus terjadi perbaikan dengan menurunnya simptom konstitusional, ukuran lien
dan perbaikan hitung darah. Beberapa peneliti memberikan kombinasi Talidomid
50 mg/hari 17 dengan prednisone 0,5 mg/kg/hari, dimana 95 % pasien
memberikan respon dalam 3 bulan pengobatan.
2.8
KOMPLIKASI
berhubungan
dengan
dari
adanya
hematopoiesis
ekstramedular,
dimana
PROGNOSIS
dapat
Pasien mielofibrosis rata-rata dapat bertahan hidup 3-7 tahun dan kurang
dari 20% dapat hidup lebih dari 10 tahun. Reilly, Snowden, dan Spearing et al
(1997) mengelompokkan pasien mielofibrosis dengan kemungkinan hidup
terpendek 16 bulan dan terpanjang 180 bulan. Dengan berjalannya waktu,
beberapa masalah dapat timbul seperti penurunan berat badan, edema ekstremitas
bawah, dan infeksi terutama pneumonia. Hampir semua pasien terjadi
splenomegali yang semakin memberat sehingga timbul rasa sakit dan nyeri tulang.
BAB III
LAPORAN KASUS
: Tn. MR
Umur
: 74 tahun
Agama
: Islam
Suku
: Aceh
Status
: Menikah
Tanggal masuk
: 22 Juli 2016
Tanggal Pemeriksaan
: 28 Juli 2016
Pekerjaan
: Pegawai Negeri
CM
: 1-09-69-25
Tanggal
1.
27/07/2016
Myelofibrosis
juga merasa badannya sekarang cepat sekali merasa lelah. Saat ini
pasien sudah jarang beraktivitas. Keluhan sesak nafas disangkal.
Riwayat perdarahan dan BAB hitam disangkal.
1.4. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Hipertensi (), Penyakit Jantung (), DM (), Asma (),
demam lama(-), sakit kuning (-).
1.5. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit sama dengan pasien.
Hipertensi (+) ayah dan ibu pasien
1.6. Riwayat Kebiasaan Sosial
Pasien bekerja sebagai Pegawai Negeri.. Terpapar zat kimia (-)
1.7. Riwayat Pemakaian Obat
Pasien memiliki riwayat minum obat Hidroxi urea dan asam folat
3.4 Pemeriksaan Fisik
a. Status Presens
Keadaan Umum
Tekanan Darah
Nadi
RR
Suhu
Berat Badan
Tinggi Badan
BMI
Status Gizi
b. Status Internus
:
:
:
:
:
:
:
:
:
Kulit
Warna
: Sawo matang
Turgor
: Kembali cepat
Ikterus
: (-)
Pucat
: (+)
Sianosis
: (-)
Oedema
: (-)
Kepala
Bentuk
: Kesan Normocephali
Rambut
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Bibir
Gigi geligi
: Karies (-)
Lidah
Mukosa
: Basah (+)
Tenggorokan
: Tonsil T1/T1
Faring
: Hiperemis (-)
Leher
Bentuk
: Kesan simetris
Peningkatan TVJ
: R-2 cmH2O
Axilla
Thorax
1. Thoraks depan
a) Inspeksi
Bentuk dan Gerak
Tipe pernafasan
: Abdomino-thoracal
Retraksi
: (-)
b) Palpasi
Stem premitus
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
c) Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap.Paru bawah
d) Auskultasi
Suara nafas
Lap. Paru atas
Lap.Paru tengah
Lap.Paru bawah
Paru kanan
Normal
Normal
Normal
Paru kiri
Normal
Normal
Normal
Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Suara tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Paru kanan
Rh(-) , Wh(-)
Rh(-) , Wh(-)
Rh(-) , Wh(-)
Paru kiri
Rh(-) , Wh(-)
Rh(-), Wh(-)
Rh(-), Wh(-)
2. Thoraks Belakang
a) Inspeksi
Bentuk dan Gerak
Tipe pernafasan
: Abdomino-Thoracal
Retraksi
: interkostal (-)
b) Palpasi
Stem Fremitus
Lap. Paru Atas
Lap. Paru Tengah
Lap. Paru Bawah
Paru kanan
Normal
Normal
Normal
Paru kiri
Normal
Normal
Normal
Paru kanan
Sonor
Sonor
Sonor
Paru kiri
Sonor
Sonor
Sonor
Suara nafas
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Paru kanan
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Paru kiri
Vesikuler
Vesikuler
Vesikuler
Suara tambahan
Lap. Paru atas
Lap. Paru tengah
Lap. Paru bawah
Paru kanan
Rh(-) , Wh(-)
Rh(-) , Wh(-)
Rh(-) , Wh(-)
Paru kiri
Rh(-),Wh(-)
Rh(-), Wh(-)
Rh(-), Wh(-)
c) Perkusi
Lap. Paru atas
Lap. Parutengah
Lap.Paru bawah
d) Auskultasi
Jantung
-
Inspeksi
Palpasi
midclavicula sinistra
-
Perkusi
: Batas atas
Auskultasi
Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Scufner 5-6/8
-
Perkusi
Auskultasi
Genetalia
Anus
Ekstremitas
Ekstremitas
Pucat
Edema
Ikterik
Gerakan
Tonus otot
Sensibilitas
Atrofi otot
Kuku kolonicia
Superior
Kanan
Kiri
+
+
Aktif
Aktif
Normotonus
Normotonus
N
N
-
Inferior
Kanan
+
Aktif
Normotonus
N
-
Kiri
+
Aktif
Normotonus
N
-
19/07/2016
25/07/2016
Nilai Rujukan
8,0
2,7
3,2
57
26
127
81
25
8,3
2,7
3,1
20
26
84
27
13 - 18 gr/dl
4,1-10,5 x 103/ul
4,5-6.0 x 106/ul
150-400 x 103/ul
40-55%
60-110 mg/dl
80-100 fL
27-31 pg
MCHC
RDW
Eo
Ba
Net. Bat
Net. Seg
Li
Mo
30
0
0
0
73
19
8
32
18,9
2
1
0
73
17
7
32-36 %
11,5-14,5 %
0-6 %
0-2 %
2-6 %
50-70 %
20-40 %
2-8 %
b.
USG abdomen
Foto thoraks PA
Rencana terapi
Tirah baring
3.8 Follow Up
Tgl
24-07-2016
S
Pucat (+), Demam (-),
O
27-07-2016
Perut membesar (+),
Pucat (+), demam (+)
Vital sign/
Vital sign/
Kes : compos mentis
Kes : compos mentis
TD : 80/50 mmHg
TD : 110/60 mmHg
N : 92 kali/menit
N : 120 kali/menit
RR : 18 kali/menit
RR : 28 kali/menit
T : 37,0 C
PF/
PF/
Mata : anemis (+/
+), ikterik (-/-)
Mata : anemis (+/
Telinga/Hidung :
+), ikterik (-/-)
normal
Telinga/Hidung :
Mulut: bibir pucat
normal
(+),
Mulut: bibir pucat
Extremitas: pucat
teraba membesar
(+/+), udem (-/-)
Extremitas: pucat
(+/+), udem (-/-)
1. Myelofibrosis
1. Myelofibrosis
2. Anemia sedang e.c 2. Anemia sedang e.c
dd / :
dd / :
1. Penyakit kronis
1. Penyakit kronis
2. Perdarahan
2. Perdarahan
3. Hipoalbuminemia
Th/
Th/
Tirah baring
Tirah baring
Oksigen 2-4 liter /
Oksigen 2-4 liter /
menit (Jika pasien
menit (Jika pasien
merasa sesak)
merasa sesak)
Diet MB 1700
Diet MB 1700
kkal/hari + Extra
kkal/hari + Extra
Putih telur
Putih telur
28-07-2016
Perut membesar (+),
Nyeri perut (+)
Vital sign/
Kes : compos mentis
TD : 110/70 mmHg
N : 130 kali/menit
RR : 22 kali/menit
PF/
Mata : anemis (+/+),
ikterik (-/-)
Telinga/Hidung :
normal
Mulut: bibir pucat
(+),
Leher: pemb. KGB
(-)
Thoraks : dalam
batas normal
Abdomen: Limpa
teraba membesar
Extremitas: pucat
(+/+), udem (-/-)
1. Myelofibrosis
2. Anemia sedang e.c
dd / :
1. Penyakit kronis
2. Perdarahan
3. Hipoalbuminemia
Th/
Tirah baring
Oksigen 2-4 liter /
menit (Jika pasien
merasa sesak)
Diet MB 1700
kkal/hari + Extra
Putih telur
P/
Observasi tanda
vital
Cek darah rutin,
Coamb Test,
Reticulosit Count,
Feritin, SI TIBC,
dan feses rutin
USG abdomen
Foto thoraks PA
P/
Cek darah rutin,
Coamb Test,
Reticulosit Count,
Feritin, SI TIBC, dan
feses rutin
USG abdomen
Foto thoraks PA
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien merupakan laki-laki berusia 74 tahun yang bekerja sebagai seorang
pegawai negeri sipil. Berdasarkan epidemiologi, myelofibrosis lebih sering
didapatkan pada usia diatas 50 tahun. Tidak terdapat perbedaan dalam hal jenis
kelamin pada penyakit myelofibrosis.
Pasien datang kerumah sakit dengan keluhan perut membesar yang terjadi
perlahan-lahan sejak 2 bulan yang lalu dan memberat dalam seminggu terakhir.
Perut terasa penuh dan berat badan terasa berkurang, perut terkadang nyeri dan
dinding perut tampak tegang . Keluhan ini biasanya berhubungan dengan keadaan
seperti splenomegali. Pembesaran spleen ini terjadi pengambil alihan tugas
sumsum tulang dalam menghasilkan darah. Hal ini di dukung dengan
ditemukannya Limpa teraba membesar sepanjang garis Scufner 5-6/8 pada
pemeriksaan fisik.
Pasien juga merasa badannya sekarang cepat sekali merasa lelah. Saat ini
pasien sudah jarang beraktivitas. Kelemahan dapat disebabkan oleh beberapa
faktor, diantaranya myelofibrosis itu sendiri, anemia, penyakit penyerta, depresi
dan kekurangan nutrisi. Pada pasien ini, kelemahan dapat berupa kombinasi dari
kelima hal tersebut yang juga berakibat pada penurunan berat badan pasien.
Anemia terjadi akibat kadar sel darah merah yang rendah atau akibat
rendahnya platelet. Hal ini terjadi sebagai akibat dari gagalnya sumsum tulang
memproduksi sel tersebut. Gejala anemia dapat berupa nyeri dada, pusing, lemas,
gangguan konsentrasi dan sakit kepala. Hal ini didukung oleh hasil pemeriksaan
fisik dimana pasien terlihat pucat dan didapatkan kunjungtiva palpebra inferior
pucat .
Pada pemeriksaan darah juga didapatkan nilai hemoglobin, leukosit dan
trombosit yang rendah yaitu 8,3 g/dl, 2,7 x 103/ul dan 20 x 103/ul. Hasil ini
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Myelofibrosis merupakan salah satu penyakit Myeloproliferatif yang
DAFTAR PUSTAKA
4. Greer JP et al. Acute Myeloid Leukemia in Adults. In Wintrobes Clinical
Hematology. 11th ed. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin, 2096-142.
5. (Maryono S. Mielofibrosis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II.
Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan IPD FKUI; 2007. p. 699-705.)
6. DiBella, N.J., Silverstein, M.N. & Hoagland, H.C. Effect of splenectomy on
teardrop shaped erythrocytes in agnogenic myeloid metaplasia. Arch Intern
Med. 1997; 137:380-1.
7. Wardhana, Datau E.A, Rotty L.W.A, Haroen H. Allogenic hematopoietic
stem cell as curative treatment in myelofibrosis. Indones J Intern Med 2011;
43:252-57.
8. Spivak JL. Polycythemia Vera and Other Myeloproliferative Diseases. In:
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors. Harrisons Principles of Internal Medicine volume I. 17th
edition. New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 674-5.)
9. Lal A, Emmanuel BC. Primary myelofibrosis. [Updated on Maret 28 2014,
Available at: http://www.emedicine.medscape.com, Accessed August 25,
2015]
10. Casciato DA. Myeloproliferative disorder. In: Casciato DA, editor. Manual of
clinical oncology. 5th ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
2004.p.496-513.
11. Vardiman JW. The World Health Organization (WHO) classification of the
myeloid
12. Maryono S. Mielofibrosis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S,editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid II. Edisi IV. Jakarta:
Pusat Penerbitan IPDFKUI; 2007. p. 699-705.
13. Spivak JL. Polycythemia Vera and Other Myeloproliferative Diseases. In:
Fauci AS, Braunwald E, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL,
editors. Harrisons Principles of Internal Medicine volume I. 17th edition.
New York: McGraw-Hill Companies, Inc; 2008. p. 674-5.
14. Manoharan, A., Hargrave, M. and Gordan, S. Effect of chemotherapy on tear
drop poikilocytes and other peripheral blood findings on myelofibrosis.
Pathology. 1998; 20:7
15. Leblond, P.F., Weed, R.I. The peripheral blood in polycythemia vera and
myelofibrosis.Clinical Haematology. 1995; 4:353-71.
16. Kroger N, Mesa RA. Choosing between stem cell therapy and drugs in
myelofibrosis. Leukimia 2008:22:474-86.
17. Stewart WA, Pearce R, Kirkland KE, et al; British Society for blood and
marrow transplantation. The role of allogeneic SCT in primary myelofibrosis:
a British society for
blood and marrow transplantation study. Bone Marrow Transplant
2010;45:1587-93.
1. Verstovsek S, Mesa RA, Gotlib J, et al. A double-blind placebo-controlled trial
of ruxolitinib for myelofibrosis. N Engl J Med 2012;366:799-807.