DISEASE
D.J. Caplan1,*, J.B. Chasen4, E.A. Krall5, J. Cai3, S. Kang3, R.I. Garcia5, S.
Offenbacher2,and J.D. Beck1
1Department of Dental Ecology, School of Dentistry, University of North Carolina, Chapel
Hill, NC 27599, USA
2Department of Periodontology, School of Dentistry, University of North Carolina, Chapel
Hill, NC 27599,USA
3Department of Biostatistics, School of Public Health, University of North Carolina, Chapel
Hill, NC 27599,USA
4Private Practice of Endodontics, Meriden, CT, USA
5VA Boston Healthcare System and Boston University Goldman School of Dental Medicine,
Boston, MA,USA
ABSTRAK
Penelitian epidemiologi mengenai kesehatan sistemik sebagai konsekuensi dari
penyakit endodontik masih kurang. Studi ini mengevaluasi apakah terdapat hubungan
antara lesi endodontik (LEO) berdasarkan radiografi dengan perkembangan penyakit
jantung koroner (PJK) pada 708 peserta laki-laki diVA Dental Longitudinal Study.
Pada awal dan setiap tiga tahun hingga 32 tahun, peserta(yang bukan pasien VA)
menerima pemeriksaan medis dan gigi yang lengkap, termasuk fullmouth
radiografi.Berdasarkan regresi model cox terdapat hubungan antara insidensi LEO
dan waktu untuk diagnosis PJK.Pada mereka yang berusia 40 tahun, insidenLEO
secara
signifikan
berhubungan
dengan
waktu
diagnosis
PJK
(p
<0,05),
menunjukkan
hubungan
antara
peradangan
kornik
periodontal
dan
PENDAHULUAN
Terdapat kontroversi beberapa pusat penelitian seputar hipotesis hubungan antara
insidensi infeksi kronis gigi dan perkembangan kondisi kesehatan sistemik yang
merugikan.Beberapa penyelidikan epidemiologi telah menemukan hubungan antara
periodontal kronis (. Janket et al, 2003) dan penyakit jantung koroner, stroke (Beck et
al, 1996;. Grau etal., 2004), kelahiran prematur dan/atau berat badan lahir rendah
(Jeffcoat et al., 2003), dan penyakit pernafasan (Scannapieco et al., 2003). Namun,
penelitian lain (Hujoel et al., 2002b) belum menemukan hubungan yang signifikan,
sehingga memicu pertanyaan tentang hubungan yang diajukan.
Periodontitis apikal adalah inflamasi akut atau kronis sekitar apeks gigi yang
disebabkan oleh infeksi bakteri dari sistem saluran pulpa (Eriksen, 1998), dan
biasanyasetelah kehadiran karies yang dalam atau restorasi karies atau gigi yang
patah.Periodontitis apikal dapat bersifat akut yang menyakitkan atau kronis tanpa
gejala, dan meskipun itu dapat diobati(atau dicegah) dengan eliminasi bakteri melalui
terapi saluran akar, bakteri dapat bertahan hidup atau kambuh setelahpengobatan
selesai.Secara histologi, periodontitis diwakili oleh respon inflamasi periapikalyang
timbul setelah resorpsi tulang penyokong yang berdekatan dan infiltrasi sel inflamasi
lokal.Secara klinis, Periodontitis didiagnosis dari gejala pasien, tanda-tanda klinis,
dan gambaran radiografi.Pada periodontitis apikal kronisdikonfirmasi melalui
pengamatanradiolusen periradicular pada gigi yang terkena.
Meskipun banyak perbedaan antara penyakit periodontal kronik dengan penyakit
endodontik, ternyata terdapat kesamaan yang penting, terutama bahwa: (1) kedua
kondisi tersebut berbagi mikrobiota yang sering dikaitkan dengan bakteri anaerob
gram negatif (Sundqvist,1992; Noiri et al., 2001), dan (2) peningkatan kadar sitokin
sistemik yang telah diamati hubungannya dengan kedua proses penyakit (misalnya,
peningkatan konsentrasi sel mediator inflamasiyang terdeteksi di cairan sulkus
gingiva dari subjek dengan penyakit periodontal dan jaringan periapikal dari gigi
dengan penyakit endodontik) (Barkhordar et al., 1999;Gamonal et al., 2000). Untuk
saat ini, peran penyakit endodontik kronis dalam perkembangan yang merugikan
yang
memiliki
periodontitis
apikal
kronis
jika
terdapat
"Lesi
Jika LEO hadir pada kunjungan akhir peserta, maka tanggal terakhir adalah
variabel
utama
adalah
"Waktu
pertama
terdiagnosnya
PJK".Peserta
diklasifikasikan menjadi kelompok yang telah terdiagnosa PJK yaitu jika terjadi
infark miokard akut (dengan / tanpa hipertensi Penyakit), penyakit jantung iskemik
kronis (dengan / tanpa penyakit hipertensi), atau angina pektoris (Dengan / tanpa
penyakit hipertensi).Terlepas dari apakah PJK fatal atau non-fatal, akhir kunjungan
adalah tanggal pertama laporan diagnosis (jadi, untuk PJK fatal, tanggal itu adalah
tanggal kematian).
variabel endodontik baru digabungkan dengan database yang sudah terkandung pada
data demografi, medis, dan variabel gigi. Kovariat yang digunakan dalam analisis
termasuk nilai-nilai dasar variabel yang biasa digunakan dalam model penelitian
hubunganantara penyakit periodontal danPJK (pendidikan, pendapatan, indeks massa
tubuh [BMI], merokok, diabetes, hipertensi,trigliserida, kolesterol total), ditambah
variabel gigi (jumlah gigi, jumlahgigi dengan LEO, jumlah akar gigi yang diisi, dan
kehilangan tulang alveolar diukur dengan hukum Schei [Beck et al., 1996]).
Peneliti menggunakan model regresi Cox dengan kovariat terikat waktu untuk
mengevaluasi hubungan antara lesion-years dan waktu untuk diagnosis PJK, dan
mengendalikan potensi pembaur variabel. Karena literatur periodontal menunjukkan
efek yang lebih nyata dari peradangan kronis di antara laki laki yang lebih muda
daripada laki lakiyang lebih tua (lihat Mattila et al., 2000), peneliti menguji interaksi
antara lesion-years dan usia. Bagaimana interaksi usia dengan lesion-years masih
belum jelas, jika terdapat interaksi, maka digunakan metodologi kuadrat polinomial
spline (Wittedan Greenland, 1997) untuk menghasilkan cutpoint untuk usia sebagai
berikut: Rentang usia dibagi menjadi 5 interval yang ditetapkan oleh cutpoints pada
40, 45, 50, dan 55 thn. Dalam setiap interval, polinomial kuadrat digunakan, dan
fungsi dalam 2 interval berturut-turut pada batasan bersama, sehingga memungkinkan
bentuk fleksibel dalam pemodelan hubungan.
HASIL
Nilai kappa pada pemberian dan tanpa pemberian terapi endodontik pada LEO adalah
1,00 dan 0,83. Data dari 145 dari 853 peserta di keluarkan dari analisis, karena
diagnosis PJK sudah ada sebelumnya (n=16); tidak ada tindak lanjut setelahnya
(n=46), usia melebihi dari kisaran 31-65 tahun (n=30); data tidak lengkap lebih dari 1
variabel (n=53, dengan 22,17, dan 14 peserta tidak mengisi nilai trigliserid,
didapatkan dan rerata hilangnya tulang alveolar). Sebanyak 708 peserta yang
dianalisis, rerata usia adalah 47,4 tahun, rerata jumlah kunjungan 7,1 (kisaran 2-11),
dan median waktu kunjungan 24,0 tahun (maksimum 32 tahun). Sebanyak 250
peserta (35,5%) mengalami 1 kejadian LEO, 166 peserta (23,4%) setelahnya
didiagnosis dengan PJK. Perbandingan peserta yang menjadi LEO baru, lebih tinggi
dari orang dengan usia tua, memiliki kehilangan tulang lebih banyak, memiliki 1gigi
dengan akar gigi ditambal, memiliki 1gigi dengan LEO, atau memiliki BMI
meningkat.
Dengan metodologi spline mengindikasikan jika logaritma dari rasio hazard untuk
peningkatan satu unit lesi dalam satu tahun menurun secara linier sesuai peningkatan
usia, dan setelah usia 45 tahun, efek dari lesi dalam setahun tidak berubah terhadap
waktu. Sebanyak 278 peserta 45 tahun, 74(27%) memiliki 1 kejadian LEO,
sedangkan 176 (41%) dari 430 peserta >45 tahun memiliki 1 kejadian LEO. Pada
strata usia ke-2 memiliki rerata lesi yang sama dengan 1 kejadian LEO, yaitu 8,8
dan 8,6 lesi-tahun untuk masing-masing peserta muda dan tua. Pada peserta muda,
persentase dengan diagnosis PJK lebih meningkat pada lesi yang lebih banyak,
sedangkan pada peserta tua, persentase meningkat pada lesi yang lebih sedikit/tahun.
Kami menguji proporsi asumsi hazard dengan memeriksa log(-logS(t))plots, dan
semua variabel yang ditemui pada kondisi tersebut. Pada multivariabel final, model
regresi Cox menunjukkan hubungan antara lesi-tahun dan risiko PJK pada usia 40
tahun (p<0,05) setelah disesuaikan dengan demografi, kesehatan, dan gigi kovariat.
Hasil yang sama juga diperoleh setelah disesuaikan dengan umur, mengindikasikan
minimal efek perancu dari kovariat lain. Pada gambar menunjukkan, dengan contoh,
setelah menyesuaikan kovariat penting, pada peserta usia 35 tahun, waktu untuk
mendiagnosis PJK 1,4 kali lebih cepat untuk setiap paparan 3 lesi-tahun, dengan
interval kepercayaan 95% dari 1,1 sampai 1,8.
DISKUSI
Mekanisme terkait penyakit endodontik dengan risiko PJK mirip dengan hipotesis
ada hubungan antara penyakit periodontal dan PJK, dimana lokasi respon inflamasi
terhadap infeksi bakteri menyebabkan pengeluaran sitokin ke sirkulasi sitemik dan
kemudian mengganggu efek vaskular (Beck et al., 1996). Hubungan antara inflamasi
endodontik dan penyakit kardiovaskular sangat masuk akal, mempertimbangkan
bakteri anaerob gram negatif berhubungan dengan infeksi endodontik (Baumgartner,
1991; Sundqvist, 1992), penelitian menunjukkan produksi sitokin pada inflamasi
pulpa dan jaringan granulomatosa periapikal (Miller et al., 1996; Kuo et al., 1998;
Barkhordar et al.,1999), dan observasi dari peningkatan level inflamasi mediator
sistemik pada pasien endodontik (Marton et al., 1988; Marton and Kiss, 1992).
Bagaimanapun, hanya satu pubilkasi penelitian yang secara spesifik meneliti
hubungan antara penyakit endodontik kronik dan hasil kesehatan sistemik: Penelitian
dengan rancangan cross sectional pada 1056 wanita Swedia dengan umur 38-84
tahun dilaporkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jumlah gigi dengan LEO
dan kejadian PJK (Frisk et al., 2003).
Dalam penelitian ini terdapat hubungan signifikan antara LEO dan kejadian PJK pada
usia muda, dan tidak pada usia tua, laki-laki tetap memiliki hubungan dengan
inflamasi periodontal dan risiko PJK (Mattila et al., 2000). Suatu hubungan mungkin
sangat terkait di semua kelompok usia, namun mungkin juga melemahkan pada
dewasa tua, karena mereka memiliki karakteristik lain, meskipun lebih berhubungan
kuat dengan perkembangan PJK. Kemungkinan lain, adanya fenomena healthy
survivor, sebagai contoh, seorang dengan usia tua bisa jadi lebih sehat
dibandingakan peserta pada penelitian kohort yang meninggal terlebih dahulu. Hal ini
mungkin terjadi di studi sebelumnya: Pencatatan diperlukan agar kesehatan sistematis
di awal, secara tersirat peserta usia tua dengan kesehatan tidak biasa dibandingkan
dengan peserta yang meninggal pada penelitan kohort dan juga dengan kehidupan
teman sebayanya. Sebagai tambahan, inflamasi endodontik akut mungkin berperan
pada risiko PJK. Kami tidak dapat menilai inflamasi akut dengan rancangan studi
sebelumnya, tetapi kelompok usia muda dan tua mungkin berbeda dengan
pengalaman penyakit akut, dan mungkin berkontribusi pada observasi perbedaan
peserta kelompok usia muda dan tua.
Sekecil apapun kontribusi perkembangan PJK melalui penyakit endodontik mungkin
hal ini penting bagi perspektif kesehatan masyarakat. Satu penelitian (Caplan,2004)
melaporkan adanya LEO pada 14-70% dari semua peserta dan 0,6-8,5% dari seluruh
gigi, dengan tambalan akar gigi menunjukkan 22-78% dari peserta dan 1,3-21,5%
dari gigi. LEO lebih sering terjadi pada tambalan akar gigi daripada akar gigi tanpa
tambalan (Caplan,2004), dan kualitas terapi yang buruk juga terkait dengan LEO
(Buckley and Spangberg, 1995; Ray and Trope, 1995). secara keseluruhan, kualitas
terapi endodontik yang buruk, dengan tambalan yang tidak adekuat menunjukkan 4486% dari gigi atau akar yang diterapi (Dugas et al., 2003; Caplan, 2004).
Penyakit endodontik dapat akut maupun kronik, tetapi inflamasi endodontik akut
tidak dapat terlihat dengan radiologi, sehingga studi ini hanya meneliti penyakit
endodontik kronik.pada rancangan penelitian ini memperbolehkan perhitungan
pemeriksaan sekitar 3 tahun: beberapa data akan memberikan informasi endodontik.
Gigi harus didapatkan LEO atau terapi endodontik, sehingga gigi yang hilang adalah
sebuah masalah. Pada populasi yang terbatas sumber dan akses perawatan, salah satu
cara untuk menemukan penyakit endodontik lebih banyak ( jika orang dengan kronik,
asimtomatik periodontitis apikal tidak dapat memberikan terapi atau ekstraksi pada
gigi bersangkutan) atau penyakit endodontik lebih sedikit (jika orang dengan episode
akut lebih bisa dilakukan ekstraksi daripada terapi endodontik). Sehingga, penemuan
akan berbeda jika studi dilakukan di populasi yang berbeda dari faktor yang
berhubungan dengan LEO, terapi endodontik, dan diagnosis PJK.
Di
penelitian
ini,
seolah
jumlah
periodontitis
apikal
kronik
tidak
utama berhasil diterapi pada kunjungan selanjutnya. Kedua, pada proses inflamasi
pemeriksaan radiologi ditunda, penghancuran tulang penting terjadi sebelum mata
manusia dapat mendetaksi perubahan radiologi (Lutwak, 1969; Manzke et al., 1975).
Ketiga, ada beberapa perbedaan definisi LEO (Caplan, 2004).Strategi ini dapat
menjadi positif palsu, tetapi dapat meningkatkan negatif palsu. Penambahan negatif
palsu dapat dihasilkan dari obstruksi radiolusen lesi periapikal dari struktur anatomi
seperti sinus maksila, sedangkan positif palsu dapat dihasilkan dari proses non
inflamasi disebabkan radiolusen apikal dihitung sebagai LEO (Nair et al., 1990).
Dalam penelitian ini akan berekspektasi klasifikasi yang salah menjadi tidak
dibedakan melewati subgrup (Tabel 2), sehingga bias pada observasi yang
berhubungan tidak ada.
Pada akhirnya, beberapa variabel penting yang berpotensi tidak digunakan dalam
analisis ini, seperti HDL kolesterrol tidak dilaporkan dari awal, mediator inflamasi
tidak diukur, dan sampel bakteri tidak dikumpulkan.selanjutnya, variabel riwayat
merokok memiliki banyak nilai yang terlupakan, sehingga kontrol dari merokok
adalah terbatas pada perokok saat ini dan non perokok. Kontrol tidak adekuat dari
merokok mungkin sebagian responsibel untuk diamati hubungannya (Hujoel et al.,
2002a; Spiekerman et al., 2003). Harapannya, penelitian ke depan pada penyakit
endodontik dan perkembangan penyakit sistemik yang merugikan dapat dengan
rancangan studi prospektif yang fokus dan akhirnya dapat mengeradikasi LEO
(melalui keberhasilan terapi endodontik atau ekstraksi) dan risiko PJK dapat dicari
lebih detail.
REFERENSI
1. Barkhordar RA, Hayashi C, Hussain MZ. Detection of interleukin-6 in human
dental pulp and periapical lesions. Endod Dent Traumatol 1999;15:2627.
[PubMed: 10219150]
7. Dugas NN, Lawrence HP, Teplitsky PE, Pharoah MJ, Friedman S. Periapical
health and treatment quality assessment of root-filled teeth in two Canadian
populations. Int Endod J 2003;36:181192. [PubMed: 12657144]
11. Grau AJ, Becher H, Ziegler CM, Lichy C, Buggle F, Kaiser C, et al. Periodontal
disease as a risk factor for ischemic stroke. Stroke 2004;35:496501. [PubMed:
14707235]
12. Hujoel PP, Drangsholt M, Spiekerman C, DeRouen TA. Periodontitissystemic
disease associations in the presence of smoking-causal or coincidental?
Periodontol 2000 2002a;30:5160. [PubMed: 12236895]
15. Jeffcoat MK, Hauth JC, Geurs NC, Reddy MS, Cliver SP, Hodgkins PM, et al.
Periodontal disease and preterm birth: results of a pilot intervention study. J
Periodontol 2003;74:12141218. [PubMed: 14514236]
16. Kuo ML, Lamster IB, Hasselgren G. Host mediators in endodontic exudates. I.
Indicators of inflammation and humoral immunity. J Endod 1998;24:598603.
[PubMed: 9922748]
17. Lutwak L. Symposium on osteoporosis. Nutritional aspects of
osteoporosis. J Am Geriatr Soc 1969;17:115119. [PubMed: 5763687]
18. Manzke E, Chesnut CH III, Wergedal JE, Baylink DJ, Nelp WB.
Relationship between local and total bone mass in osteoporosis. Metabolism
1975;24:605615. [PubMed: 1128230]
19. Marton IJ, Kiss C. Influence of surgical treatment of periapical lesions on
serum and blood levels of inflammatory mediators. Int Endod J
1992;25:229233. [PubMed: 1291518]
20. Marton I, Kiss C, Balla G, Szabo T, Karmazsin L. Acute phase proteins in
patients with chronic periapical granuloma before and after surgical treatment.
Oral Microbiol Immunol 1988;3:9596. [PubMed: 3268759]
26. Scannapieco FA, Bush RB, Paju S. Associations between periodontal disease
and risk for nosocomial bacterial pneumonia and chronic obstructive
pulmonary disease. A systematic review. Ann Periodontol 2003;8:5469.
[PubMed: 14971248]
27. Spiekerman CF, Hujoel PP, DeRouen TA. Bias induced by self-reported
smoking on periodontitis-systemic disease associations. J Dent Res
2003;82:345349. [PubMed: 12709499]