TP 1
TP 1
PENDAHULUAN
Mayoritas dari lesi yang terjadi pada mammae adalah benigna. Hampir 40% dari pasien
yang mengunjungi poliklinik dengan keluhan pada mammae mempunyai lesi jinak. Perhatian
yang lebih sering diberikan pada lesi maligna karena kanker payudara merupakan lesi maligna
yang paling sering terjadi pada wanita di negara barat walaupun sebenarnya insidens lesi benigna
payudara adalah lebih tinggi berbanding lesi maligna.(1)
Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi
kanker, maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari. Pada masa lalu, kebanyakan
dari lesi benigna ini dieksisi dan hasilnya terdapat peningkatan dari jumlah pembedahan yang
tidak diperlukan. Faktor utama adalah karena pandangan dari wanita itu sendiri bahwa lesi ini
adalah sebuah keganasan. Oleh karena itu, penting bagi ahli patologi, ahli radiologi dan ahli
onkologi untuk mendeteksi lesi benigna dan membedakannya dengan kanker payudara in situ
dan invasif serta mencari faktor risiko terjadinya kanker supaya penatalaksanaan yang sesuai
dapat diberikan kepada pasien.(1)
Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan juga
biopsi payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari
pasien.
Selain tingginya insiden dari ;lesi mamae yang bersifat benign, keganasan pada kelenjar
mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita. Kanker adalah salah satu penyakit
yang banyak menimbulkan kesengsaraan dan kematian pada manusia. Di negara-negara barat,
kanker merupakan penyebab kematian nomor 2 setelah penyakit-penyakit kardiovaskular (Ama,
1990). Diperkirakan, kematian akibat kanker di dunia mencapai 4,3 juta per tahun dan 2,3 juta di
antaranya ditemukan di negara berkembang. Jumlah penderita baru per tahun 5,9 juta di seluruh
dunia dan 3 juta di antaranya ditemukan di negara sedang berkembang (Parkin,et al 1988 dalam
Sirait, 1996).
Di Indonesia diperkirakan terdapat 100 penderita kanker baru untuk setiap 100.000
penduduk per tahunnya. Prevalensi penderita kanker meningkat dari tahun ke tahun akibat
peningkatan angka harapan hidup, sosial ekonomi, serta perubahan pola penyakit
1
(Tjindarbumi, 1995). Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1992, kanker
menduduki urutan ke-9 dari 10 penyakit terbesar penyebab utama kematian di Indonesia.
Angka proporsi penyakit kanker di Indonesia cenderung meningkat dari 3,4 (SKRT 1980)
menjadi 4,3 (SKRT 1986), 4,4 (SKRT 1992), dan 5,0 (SKRT 1995). Data Profil Kesehatan RI
1995 menunjukkan bahwa proporsi kanker yang dirawat inap di rumah sakit di Indonesia
mengalami peningkatan dari 4,0% menjadi 4,1%. Selain itu, peningkatan proporsi penderita
yang dirawat inap juga terjadi peningkatan di rumah sakit DKI Jakarta pada 1993 dan 1994,
dari 4,5% menjadi 4,6%.
Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi,
yaitu 20% dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru
yang didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000). Di Amerika
Serikat, keganasan ini paling sering terjadi pada wanita dewasa. Diperkirakan di AS 175.000
wanita didiagnosis menderita kanker payudara yang mewakili 32% dari semua kanker yang
menyerang wanita. Bahkan, disebutkan dari 150.000 penderita kanker payudara yang berobat
ke rumah sakit, 44.000 orang di antaranya meninggal setiap tahunnya (Oemiati, 1999).
American Cancer Society memperkirakan kanker payudara di Amerika akan mencapai 2 juta
dan 460.000 di antaranya meninggal antara 1990-2000 (Moningkey, 2000).
Kanker payudara merupakan kanker terbanyak kedua sesudah kanker leher rahim di
Indonesia (Tjindarbumi, 1995). Sejak 1988 sampai 1992, keganasan tersering di Indonesia
tidak banyak berubah. Kanker leher rahim dan kanker payudara tetap menduduki tempat
teratas. Selain jumlah kasus yang banyak, lebih dari 70% penderita kanker payudara
ditemukan pada stadium lanjut (Moningkey, 2000).
Data
dari Direktorat
Jenderal
Pelayanan Medik Departemen Kesehatan menunjukkan bahwa Case Fatality Rate (CFR)
akibat kanker payudara menurut golongan penyebab sakit menunjukkan peningkatan dari
tahun 1992-1993, yaitu dari 3,9 menjadi 7,8 (Ambarsari, 1998).
Gejala permulaan kanker payudara sering tidak disadari atau dirasakan dengan jelas
oleh penderita sehingga banyak penderita yang berobat dalam keadaan lanjut. Hal inilah yang
menyebabkan tingginya angka kematian kanker tersebut. Padahal, pada stadium dini kematian
2
akibat kanker masih dapat dicegah. Tjindarbumi (1982) mengatakan, bila penyakit kanker
payudara ditemukan dalam stadium dini, angka harapan hidupnya (life expectancy) tinggi,
berkisar antara 85 s.d. 95%. Namun, dikatakannya pula bahwa 70--90% penderita datang ke
rumah sakit setelah penyakit parah, yaitu setelah masuk dalam stadium lanjut.
Pengobatan kanker pada stadium lanjut sangat sukar dan hasilnya sangat tidak
memuaskan. Pengobatan kuratif untuk kanker umumnya operasi dan atau radiasi. Pengobatan
pada stadium dini untuk kanker payudara menghasilkan kesembuhan 75% (Ama, 1990).
Pengobatan pada penderita kanker memerlukan teknologi canggih, ketrampilan, dan
pengalaman yang luas. Perlu peningkatan upaya pelayanan kesehatan, khususnya di RS
karena jumlah yang sakit terus-menerus meningkat, terlebih menyangkut golongan umur
produktif. Informasi tentang faktor-faktor ketahanan hidup memberikan manfaat yang besar.
Bukan hanya untuk peningkatan penanganan penderita kanker payudara, tapi juga untuk
memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat tentang kanker payudara dan
perkembangan serta prognosis penyakit tersebut di masa mendatang.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Embriologi
Payudara (mammae) sebagai kelenjar subkutan mulai tumbuh sejak minggu keenam masa
embrio, yaitu berupa penebalan ektodermal sepanjang garis yang disebut sebagai garis susu,
terbentang dari aksila sampai ke regio inguinal. Payudara merupakan suatu kelompok kelenjarkelanjar besar yang berasal dari epidermis, yang terbungkus dalam fascia yang berasal dari
dermis, dan fascia superficial dari permukaan ventral dada. Puting susu sendiri merupakan
suatu proliferasi lokal dari stratum spinosum epidermis.
Selama bulan kedua kehamilan, dua berkas lapisan tebal ectoderm muncul pada dinding
depan tubuh terbentang dari aksila ke lipat paha. Dua berkas ini adalah milk line dan
melambangkan jaringan kelenjar mamma yang potensial (Gambar 1.1). Pada manusia, hanya
bagian pectoral dari berkasi ini yang akan menetap dan akhirnya berkembang menjadi kelenjar
mamma dewasa. Kadang-kadang, jaringan payudara yang tersisa atau bahkan fungsional dapat
muncul dari bagian lain dari milk line.1
Gambar 2.1. A. Milk line dari embrio mamalia secara umum, kelanjar mamma terbentuk
sepanjang garis ini. B. Tempat umum terbentuknya kelenjar mamma atau supernumerary nipples
pada manusia1
Gambar 2.2. Pembentukkan payudara. A-D : stadium pembentukkan kelenjar dan sistem duktus
berasal dari epidermis. Septa jaringan ikat berasal dari mesenkim dermis. E : eversi putting
menjelang kelahiran. 1
2.2. Anatomi
Payudara wanita dewasa berlokasi dalam fascia superficial dari dinding depan dada. Dasar
dari payudara terbentang dari iga kedua di sebelah atas sampai iga keenam atau ketujuh di
sebelah bawah, dan dari sternum batas medialnya sampai ke garis midaksilrasis sebagai batas
lateralnya. Duapertiga
Gambar 2.3. Potongan sagital mammae dan dinding dada sebelah depan1
Setiap payudara terdiri dari 15 sampai 20 lobus, beberapa lebih besar daripada yang
lainnya, berada dalam fascia superficial, dimana dihubungkan secara bebas dengan fascia
sebelah dalam. Lobus-lobus ini beserta duktusnya adalah kesatuan dalam anatomi, bukan
kesatuan dalam bedah. Suatu biopsy payudara bukan suatu lobektomi, dimana pada prosedur
semacam itu, sebagian dari 1 atau lebih lobus diangkat.
Antara fascia superficial dan yang sebelah dalam terdapat ruang retromammary
(submammary) yang mana kaya akan limfatik.
Lobus-lobus parenkim beserta duktusnya tersusun secara radial berkenaan dengan posisi
dari papilla mammae, sehingga duktus berjalan sentral menuju papilla seperti jari-jari roda
berakhir secara terpisah di puncak dari papilla. Segmen dari duktus dalam papilla merupakan
bagian duktus yang tersempit. Oleh karena itu, sekresi atau pergantian sel-sel cenderung untuk
terkumpul dalam bagian duktus yang berada dalam papilla, mengakibatkan ekspansi yang jelas
dari duktus dimana ketika berdilatasi akibat isinya dinamakan lactiferous sinuse . Pada area
bebas lemak di bawah areola, bagian yang dilatasi dari duktus laktiferus (lactiferous sinuses)
merupakan satu-satunya tempat untuk menyimpan susu. Intraductal papillomas sering terjadi di
sini.
Ligamentum suspensori Cooper membentuk jalinan yang kuat, pita jaringan ikat
berbentuk ireguler menghubungkan dermis dengan lapisan dalam dari fascia superfisial,
melewati lobus-lobus parenkim dan menempel ke elemen parenkim dan duktus. Kadang-kadang,
fascia superfisial terfiksasi ke kulit, sehingga tidak mungkin dilakukan total mastectomy
subkutan yang ideal. Dengan adanya invasi keganasan, sebagian dari ligamentum Cooper akan
mengalami kontraksi, menghasilkan retraksi dan fiksasi atau lesung dari kulit yang khas. Ini
berbeda dengan penampilan kulit yang kasar dan ireguler yang disebut peau d'orange, dimana
pada peau d'orange perlekatan subdermal dari folikel-folikel rambut dan kulit yang bengkak
menghasilkan gambaran cekungan dari kulit. (1,2)
Gambar 2.5. Dumpling of the breast, akibat dari terlibatnya ligamentum Cooper pada
penyakit yang invasive. Dapat diperjelas dengan penekanan oleh tangan pemeriksa. 1
Suplai darah
Vaskularisasi mammae terdiri dari arteri dan vena yaitu:
1. Arteri
a.
b.
c.
d.
2. Vena
a.
b.
c.
Mammae diperdarahi dari 2 sumber, yaitu A. thoracica interna, cabang dari A. axillaries, dan A.
intercostal.
Gambar 2.6. A. Pada 18% individu, payudara diperdarahi oleh arteri internal thoracic,
axillary, dan intercostals. B. Pada 30%, kontribusi dari A.aksilaris tidak berarti. C.
Pada 50%, A.intercostal hanya sedikit kontribusinya. 1
Vena aksilaris, vena thoracica interna, dan vena intercostals 3-5 mengalirkan darah dari
kelenjar mamma. Vena-vena ini mengikuti arterinya.
Vena aksilaris terbentuk dari gabungan vena brachialis dan vena basilica, terletak di medial
atau superficial terhadaop arteri aksilaris, menerima juga 1 atau 2 cabang pectoral dari mammae.
Setelah vena ini melewati tepi lateral dari iga pertama, vena ini menjadi vena subclavia. Di
belakang, vena intercostalis berhubungan dengan sistem vena vertebra dimana masuk vena
azygos, hemiazygos, dan accessory hemiazygos, kemudian mengalirkan ke dalam vena cava
superior. Ke depan, berhubungan dengan brachiocephalica.
Melaui jalur kedua jalur pertama, metastasis ca mammae dapat mencapai paru-paru.
Melalui jalurketiga, metastasis dapat ke tulang dan system saraf pusat.1
Gambar 2.7. Diagram potongan frontal mammae kanan menunjukkan jalur drainase vena.
A. Drainase medial melalui internal thoracic vein ke jantung kanan. the right heart. B.
Drainage posterior ke vertebral veins. C. Drainase lateral ke intercostal, superior epigastric
10
veins, dan hati. D. Darinase superior lateral superior melalui vena aksilaris ke jantung
kanan.1
Aliran limfatik
Kelenjar getah bening dari regio mammae terdapat dalam kelompok inkonstan yang bervariasi.
Seringnya pembagian menurut Haagensen.
11
12
Gambar 2.9. Aliran limfatik mammae. Aliran limfe langsung dari kulit ditunjukkan oleh
tanda panah pada mammae kanan dan sisi medial mammae kiri. 1. Areolar plexus of
vessels, draining areola, nipple and some parenchyma. 2. Anterior pectoral nodes. 3.
Central axillary nodes. 4. Interpectoral nodes (a path which can bypass central axillary
nodes). 5. Apical, infraclavicular nodes. 6. Retrosternal nodes.
13
Yang
14
1. KGB aksila (ipsilateral) : interpectoral (Rotter's) nodes dan KGB sepanjang vena aksilaris
dan bagian-bagiannya yang dapat dibagi ke dalam beberapa tingkat :
a. Level I (low axilla): KGB lateral dari tepi lateral M pectoralis minor
b. Level II (midaxilla): KGB antara tepi medial dan lateral M pectoralis minor dan KGB
interpectoral (Rotter's)
c. Level III (apical axillary): KGB medial dari tepi medial M pectoralis minor termasuk
subclavicular, infraclavicular, or apical
Catatan : KGB intramammary disandikan sebagai KGB aksila.
Gambar 2.10. Kelompok kelenjar getah bening aksila. Level I meliputi beberapa kelenjar
getah bening yang terletak lateral dari M. Pectoralis minor, Level II meliputi beberapa
kelenjar getah bening yang terletak di bawah M. Pectoralis minor, Level III meliputi
beberapa kelenjar getah bening yang terletak medial dari M. Pectoralis minor. 1
2. Internal mammary (ipsilateral): KGB di ruang intercosta sepanjang tepi sternum dalam fascia
endothoracica.
15
Persarafan
Persarafan kulit mammae bersifat segmental dan berasal dari segmen dermatom T2
sampai T6. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh sistem saraf otonom. Pada prinsipnya
inervasi mammae berasal dari N. intercostalis IV, V, VI dan cabang dari plexus cervicalis. (2)
Pengetahuan mengenai lokasi struktur saraf utama pada axilla sangatlah penting guna
mengenal komplikasi dari diseksi pada daerah axilla. Saraf N. thoracalis berada di sepanjang
dinding thorax pada sisi medial dari axilla. Nervus ini mempersarafi M. serratus anterior dan
fiksasi scapula pada dinding dada saat melakukan ekstensi lengan. Cedera pada N. thoracalis ini
dapat menyebabkan deformitas pada scapula. N. thoracodorsal mempersarafi M. latissimusdorsi.
Cedera pada saraf ini dapat menyebabkan ketidakmampuan lengan untuk melakukan abduksi dan
rotasi eksterna. Di daerah ruang axilla terdapat Nervus sensoris intercostobrachialis (N.
Cutaneous brachialis), dimana cedera pada saraf ini dapat mengakibatkan mati rasa atau
dysesthesia di sepanjang permukaan medial dan posterior lengan, juga mati rasa pada kulit axilla
di sepanjang dinding dada yang dipersarafinya. Pada diseksi axilla saraf ini sukar disingkirkan
sehingga sering terjadi mati rasa pasca bedah. (1,2)
Mammae dipersarafi oleh nervus intercosta 2-6, dengan cabang-cabangnya melewati
permukaan kelenjar. 2 cabang mammae dari nervus kutaneus lateral keempat juga mempersarafi
papilla mammae.
16
18
2. Pertama kali dicari asimetris dari kedua payudara, kerutan pada kulit payudara, dan
puting yang masuk.
3. Angkat lengannya lurus melewati kepala atau lakukan gerakan bertolak pinggang untuk
mengkontraksikan otot pektoralis (otot dada) untuk memperjelas kerutan pada kulit
payudara.
4. Sembari duduk / berdiri, rabalah payudara dengan tangan sebelahnya.
5. Selanjutnya sembari tidur, dan kembali meraba payudara dan ketiak.
Terakhir tekan puting untuk melihat apakah ada cairan.
Pemeriksaan Penunjang (1,5)
Dua jenis alat yang digunakan untuk mendeteksi dini benjolan pada payudara adalah
mammografi dan ultrasonografi (USG). Teknik yang baru adalah menggunakan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) dan nuklear skintigrafi.
Mammografi
Mammografi dapat mendeteksi tumor-tumor yang secara palpasi tidak teraba; jadi sangat
baik untuk diagnosis dini dan screening. Ketepatan 83 95%, tergantung dari teknisi dan ahli
radiologinya.
Mammografi adalah metode terbaik untuk mendeteksi benjolan yang tidak teraba namun
terkadang justru tidak dapat mendeteksi benjolan yang teraba atau kanker payudara yang dapat
dideteksi oleh USG. Mammografi digunakan untuk skrining rutin pada wanita di usia awal 40
tahun untuk mendeteksi dini kanker payudara.
Ultrasonografi
Dengan pemeriksaan ini dapat dibedakan lesi solid dan kistik.
Scintimammografi
19
Excisional biopsy dan pemeriksaan frozen section (potong beku) waktu operasi
Pemeriksaan potong beku (frozen section) waktu operasi banyak dilakukan di sentersenter pendidikan. Ketepatan cukup tinggi 97,65 % dengan tidak ada false positif dan hanya 0,6
% false negatif.
20
sebelum menstruasi. Gejala tersebut menghilang seminggu setelah menstruasi selesai. Benjolan
biasanya menghilang setelah wanita memasuki fase menopause.
Pembengkakan payudara biasanya berkurang setelah menstruasi berhenti. Kelainan
fibrokistik dapat diketahui dari pemeriksaan fisik, mammogram, atau biopsi. Biopsi dilakukan
terutama untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis kanker. Perubahan fibrokistik biasanya
ditemukan pada kedua payudara baik di kuadran atas maupun bawah.
Evaluasi pada wanita dengan penyakit fibrokistik harus dilakukan dengan seksama untuk
membedakannya dengan keganasan. Apabila melalui pemeriksaan fisik didapatkan benjolan
difus (tidak memiliki batas jelas), terutama berada di bagian atas-luar payudara tanpa ada
benjolan yang dominan, maka diperlukan pemeriksaan mammogram dan pemeriksaan ulangan
setelah periode menstruasi berikutnya. Apabila keluar cairan dari puting, baik bening, cair, atau
kehijauan, sebaiknya diperiksakan tes hemoccult untuk pemeriksaan sel keganasan. Apabila
cairan yang keluar dari puting bukanlah darah dan berasal dari beberapa kelenjar, maka
kemungkinan benjolan tersebut jinak.
2.3.2 Fibrosis
Sesuai dengan asal katanya fibrosis, yaitu terdiri atas fibrosis dan kista. Fibrosis menunjukkan
penambahan jaringan fibrous, bahan yang sama dengan pembentuk ligamen dan jaringan parut. Daerah
dengan fibrosis tampak elastis, konsistensi padat dan keras pada perabaan. Fibrosis tidak meningkatkan
resiko untuk terjadinya kanker dan tidak memerlukan tindakan yang khusus.
2.3.3 Fibroadenoma
Fibroadenoma merupakan tumor payudara jinak yang terkadang terlalu kecil untuk dapat
teraba oleh tangan, walaupun diameternya bisa saja meluas beberapa inchi. Fibroadenoma
dibentuk baik itu oleh jaringan payudara glandular maupun stroma, dan biasanya terjadi pada
wanita muda berusia 15-25 tahun. Setelah menopause, tumor tersebut tidak lagi ditemukan.
Fibroadenoma sering membesar mencapai ukuran 1 atau 2 cm. Kadang fibroadenoma tumbuh
multiple (lebih 5 lesi pada satu mammae) tetapi sangat jarang.
Etiologi dari fibroadenoma masih tidak diketahui pasti tetapi dikatakan bahwa
hipersensitivitas terhadap estrogen pada lobul dianggap menjadi penyebabnya. Usia menarche,
21
usia menopause dan terapi hormonal termasuklah kontrasepsi oral tidak merubah risiko
terjadinya lesi ini. Faktor genetik juga dikatakan tidak berpengaruh tetapi adanya riwayat
keluarga (first-degree) dengan karsinoma mammae dikatakan meningkatkan risiko terjadinya
penyakit ini.
Fibroadenoma mammae dianggap mewakili sekelompok lobus hiperplastik dari mammae
yang dikenal sebagai kelainan dari pertumbuhan normal dan involusi. Fibroadenoma sering
terbentuk sewaktu menarche (15-25 tahun), waktu dimana struktur lobul ditambahkan ke dalam
sistem duktus pada mammae. Lobul hiperplastik sering terjadi pada waktu ini dan dianggap
merupakan bagian dari perkembangan mammae. Gambaran histologi dari lobul hiperplastik ini
identik dengan fibroadenoma. Analisa dari komponen seluler fibroadenoma dengan Polymerase
Chain Reaction (PRC) menunjukkan bahwa stromal dan sel epitel adalah poliklonal. Hal ini
mendukung teori yang menyatakan bahwa fibroadenoma merupakan lesi hiperplastik yang
terkait dengan kelainan dari maturitas normal mammae.
Lesi ini merupakan hormone-dependent neoplasma distimulasi oleh laksasi sewaktu
hamil dan mengalami involusi sewaktu perimenopause. Terdapat kaitan langsung antara
penggunaan kontrasepsi oral sebelum usia 20 tahun dengan risiko terjadinya fibroadenoma. Pada
pasien immunosupresi, virus Epstein-Barr memainkan peranan dalam pertumbuhan tumor ini.
Biasanya wanita muda menyadari terdapatnya benjolan pada payudara ketika sedang
mandi atau berpakaian. Kebanyakan benjolan berdiameter 2-3 cm, namun FAM dapat tumbuh
dengan ukuran yang lebih besar (giant fibroadenoma). Pada pemeriksaan, benjolan FAM kenyal
dan halus. Benjolan tersebut tidak menimbulkan reaksi radang (merah, nyeri, panas), mobile
(dapat digerakkan) dan tidak menyebabkan pengerutan kulit payudara ataupun retraksi puting
(puting masuk). Benjolan tersebut berlobus-lobus.
Pemeriksaan mammografi menghasilkan gambaran yang jelas jinak berupa rata dan
memiliki batas jelas. Wanita dengan FAM simpel tanpa penampakan histologi komplek dan
tanpa penyakit proliferatif pada parenkim payudara tidak memiliki peningkatan risiko kanker
payudara.
Pada masa adolesens, fibroadenoma tumbuh dalam ukuran yang besar. Pertumbuhan bisa
cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang menopause, saat ransangan estrogen
meningkat.
22
Fibroadenoma teraba sebagai benjolan bulat atau berbenjol-benjol, dengan simpai licin
dan konsistensi kenyal padat. Tumor ini tidak melekat ke jaringan sekitarnya dan amat mudah
digerakkan kesana kemari. Biasanya fibroadenoma tidak nyeri bila ditekan. Kadang-kadang
fibroadenoma tumbuh multipel. Pada masa adolescen fibroadenoma bisa terdapat dalam ukuran
yang besar. Pertumbuhan bisa cepat sekali selama kehamilan dan laktasi atau menjelang
menopause, saat rangsangan estrogen meninggi. Pada pasien dengan usia kurang dari 25 tahun,
diagnosa bisa ditegakkan melalui pemeriksaan klinik walaupun dianjurkan untuk dilakukan
aspirasi sitologi. Konfirmasi secara patologi diperlukan untuk menyingkirkan karsinoma seperti
kanker tubular karena sering dikelirukan dengan penyakit ini. Fine-needle aspiration (FNA)
sitologi merupakan metode diagnosa yang akurat walaupun gambaran sel epitel yang hiperplastik
bisa dikelirukan dengan neoplasia.
Diagnosa fibroadenoma bisa ditegakkan melalui gambaran klinik pada pasien usia muda
dan karena itu, mammografi tidak rutin dikerjakan. Pada pasien yang berusia, fibroadenoma
memberikan gambaran soliter, lesi yang licin dengan densitas yang sama atau hampir
menyerupai jaringan sekitar pada mammografi. Dengan pertambahan usia, gambaran stippled
calcification terlihat lebih jelas.
Ultrasonografi mammae juga sering digunakan untuk mendiagnosa penyakit ini.
Ultrasonografi dengan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosa yang akurat. Kriteria
fibroadenoma yang dapat terlihat pada pemeriksaan ultrasonografi adalah massa solid berbentuk
bulat atau oval, berbatas tegas dengan internal echoes yang lemah, distribusinya secara uniform
dan dengan intermediate acoustic attenuation. Diameter massa hipoechoic yang homogenous ini
adalah antara 1 20 cm.
Fibroadenoma dapat dengan mudah didiagnosa melalui aspirasi jarum halus atau biopsi
jarum dengan diameter yang lebih besar (core needle biopsi).
Pada umumnya dokter menyarankan untuk dilakukannya pengangkatan fibroadenoma
terutama jika pertumbuhan terus berlangsung atau terjadi perubahan bentuk payudara. Terkadang
(terutama pada usia petengahan atau wanita usia dewasa) tumor ini akan berhenti tumbuh atau
bahkan mengecil dengan sendirinya tanpa terapi apapun. Dalam hal ini, selama dokter yakin
massa tersebut adalah benar-benar fibroadenoma dan bukan kanker payudara, pembedahan untuk
mengangkat fibroadenoma mungkin tidak diperlukan. Pendekatan ini berguna untuk wanita
dengan fibroadenoma yang multipel yang tidak berlanjut pertumbuhannya.
23
2.3.4 Adenoma
Adenoma tubular dan lactatinal adalah lesi yang secara histologis jinak berhubungan dengan
FAM. Cirinya adalah struktur glandular dengan sedikit atau tanpa struktur stroma. Secara klinis
dan Radiologi, mirip dengan FAM. Lactation adenoma terjadi selama kehamilan dan laktasi,
membesar saat dipengaruhi hormon gestational, dan diferensiasi sekresi saat analisis PA. Sekali
lagi biopsi adalah diagnostik dan terapi (Harris J.R, Lippman M.E, Morrow M, Osborne K,
2000).
2.3.5 Adenosis
Adenosis adalah temuan yang sering didapat pada wanita dengan kelainan fibrokistik.
Adenosis adalah pembesaran lobulus payudara, yang mencakup kelenjar-kelenjar yang lebih
banyak dari biasanya. Apabila pembesaran lobulus saling berdekatan satu sama lain, maka
kumpulan lobulus dengan adenosis ini kemungkinan dapat diraba.
Banyak istilah lain yang digunakan untuk kondisi ini, diantaranya adenosis agregasi, atau
tumor adenosis. Sangat penting untuk digarisbawahi walaupun merupakan tumor, namun kondisi
ini termasuk jinak dan bukanlah kanker. Adenosis sklerotik adalah tipe khusus dari adenosis
dimana pembesaran lobulus disertai dengan parut seperti jaringan fibrous. Apabila adenosis dan
adenosis sklerotik cukup luas sehingga dapat diraba, dokter akan sulit membedakan tumor ini
24
dengan kanker melalui pemeriksaan fisik payudara. Kalsifikasi dapat terbentuk pada adenosis,
adenosis sklerotik, dan kanker, sehingga makin membingungkan diagnosis. Biopsi melalui
aspirasi jarum halus biasanya dapat menunjukkan apakah tumor ini jinak atau tidak. Namun
dengan biopsi melalui pembedahan sabat dianjurkan untuk memastikan tidak terjadinya kanker.
Sklerosing adenosis adalah proliferasi jinak baik jaringan stromal (scerosis) berhubungan
dengan peningkatan ductules terminalis yang kecil (adenosis). Biasanya merupakan komponen
fibrocystic disease dan bermanifestasi sebagai mikrokalsifikasi yang ditemukan saat screening
mammogram. Stereotactic core atau wire localization biopsy adalah diagnosis pastinya. Terapi
lebih jauh dilakukan bila lesi ini ditemukan sebagai etiologi mikrokalsifikasi saat biopsy (Evans
A, Pinder S, Wilson R, Ellis I, 2002).
disertai 2 cm (atau sekitar 1 inchi) jaringan payudara sekitar yang normal. Sedangkan tumor
filoides yang ganas dengan batas infiltratif mungkin membutuhkan mastektomi (pengambilan
jaringan payudara). Mastektomi sebaiknya dihindari apabila memungkinkan. Apabila
pemeriksaan patologi memberikan hasil tumor filodes ganas, maka re-eksisi komplit dari seluruh
area harus dilakukan agar tidak ada sel keganasan yang tersisa.
Tumor filoides tidak berespon terhadap terapi hormon dan hampir sama dengan kanker
payudara yang berespon terhadap kemoterapi atau radiasi.
26
Papilloma intraduktal adalah pertumbuhan menyerupai kutil dengan disertai tangkai yang
tumbuh dari dalam payudara yang berasal dari jaringan glandular dan jaringan fibrovaskular.
Papilloma seringkali melibatkan sejumlah besar kelenjar susu. Lesi jinak yang berasal dari
duktus laktiferus dan 75% tumbuh di bawah areola mamma ini memberikan gejala berupa
sekresi cairan berdarah dari puting susu. Hampir 90% dari Papilloma Intraduktus adalah dari tipe
soliter dengan diameternya kurang dari 1cm dan sering timbul pada duktus laktiferus dan hampir
70% dari pasien datang dengan nipple discharge yang serous dan bercampur darah. Ada juga
pasien yang datang dengan keluhan massa pada area subareola walaupun massa ini lebih sering
ditemukan pada pemeriksaan fisis. Massa yang teraba sebenarnya adalah duktus yang berdilatasi.
Pasien dengan Papilloma Intraduktus multiple biasanya tidak gejala nipple discharge dan
biasanya terjadi pada duktus yang kecil. Diperkirakan hampir 25% dari Papilloma Intraduktus
multiple adalah bilateral.
Papilloma Intraduktus ini bisa terjadi pada laki-laki. Kasus terbaru menunjukkan bahwa
pada laki-laki penyakit ini terkait dengan penggunaan phenothiazine. Papilloma dapat juga
ditemukan di duktus yang kecil di daerah yang jauh dari puting. Keadaan ini seringkali tumbuh
dalam jumlah banyak dan juga mungkin disertai hiperplasi epitelial. Secara histologi, tumor ini
terdiri dari papilla multiple yang setiap satunya terdiri dari jaringan ikat dan dilapisi sel epitel
kuboidal atau silinder yang biasanya terdiri dari dua lapisan dengan lapisan terluar epitel
menutupi lapisan mioepitel.
Etiologi dan patogenesis dari penyakit ini masih belum jelas. Dari kepustakaan dikatakan
bahwa, Papilloma Intraduktus ini terkait dengan proliferasi dari epitel fibrokistik yang
hiperplasia. Ukurannya adalah 2-3 mm dan terlihat seperti broad-based atau pedunculated
polypoid epithelial lesion yang bisa mengobstruksi dan melebarkan duktus terkait. Kista juga
bisa terbentuk hasil dari duktus yang mengalami obstruksi.
Perubahan payudara jinak yang menyebabkan keluarnya sekresi cairan dari puting,
hampir setengahnya adalah papilloma, dan sisanya adalah campuran perubahan fibrokistik
ataupun ektasia duktus. Walaupun papilloma bisa dicurigai dari pemeriksaan terhadap discharge,
namun banyak dokter menganggap pemeriksaan tersebut tidak begitu bermanfaat. Apabila
papilloma cukup besar, biopsi jarum bisa dilakukan. Papilloma dapat juga didiagnosa melalui
pemeriksaan pencitraan pada duktus payudara yaitu dengan duktogram atau galaktogram.
Terapi untuk papilloma adalah dengan mengangkat papilloma serta bagian duktus dimana
27
papilloma tersebut ditemukan, dimana biasanya dengan melakukan insisi pada tepi sekeliling
areola.
Papilloma Intraduktus subareolar soliter atau intrakistik adalah benigna. Namun, telah
terjadi pertentangan apakah penyakit ini merupakan prekursor bagi karsinoma papillary atau
merupakan predisposisi untuk meningkatkan resiko terjadinya karsinoma. Menurut komuniti dari
College of American Pathologist, wanita dengan lesi ini mempunyai risiko 1,5 2 kali untuk
terjadinya karsinoma mammae.
2.3.10 Kista
Kista adalah ruang berisi cairan yang dibatasi sel-sel glandular. Kista terbentuk dari
cairan yang berasal dari kelenjar payudara. Mikrokista terlalu kecil untuk dapat diraba, dan
ditemukan hanya bila jaringan tersebut dilihat di bawah mikroskop. Jika cairan terus berkembang
akan terbentuk makrokista. Makrokista ini dapat dengan mudah diraba dan diameternya dapat
mencapai 1 sampai 2 inchi. (7,8)
Selama perkembangannya, pelebaran yang terjadi pada jaringan payudara menimbulkan
rasa nyeri. Benjolan bulat yang dapat digerakkan dan terutama nyeri bila disentuh, mengarah
pada kista. Walaupun penyebab kista masih belum diketahui, namun para ahli mengetahui bahwa
terdapat hubungan antara kista dengan kadar hormon. Kista muncul seminggu atau 2 minggu
28
sebelum periode menstruasi mulai dan akan menghilang sesudahnya. Kista banyak terjadi pada
wanita saat premenopause, terutama bila wanita tersebut menjalani terapi sulih hormon.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa kafein dapat menyebabkan kista payudara walaupun
hal ini masih menjadi kontroversial di kalangan medis. Kebanyakan wanita hanya mengalami
kista payudara sebanyak satu atau dua, namun pada beberapa kasus, kista multipel dapat terjadi.
Kista biasanya dipastikan dengan mammografi dan ultrasound (sonogram). Ultrasound sangat
tepat digunakan untuk mengidentifikasi apakah abnormalitas payudara tersebut merupakan kista
ataukah massa padat.
Kebanyakan kista yang simpel dapat digambarkan dengan baik, yaitu memiliki tepi yang
khas, dan sinyal ultrasound dapat dengan mudah melewati. Walaupun begitu, beberapa kista
didapatkan dengan tingkat ekoik internal yang rendah yang menyulitkan ahli radiologi untuk
mendiagnosis sebagai kista tanpa mengeluarkan cairan. Tipe kista yang seperti ini disebut kista
kompleks. Walaupun kista kompleks tersebut terlihat sebagai massa yang solid, namun kista
tersebut bukanlah kanker. Dalam keadaan tertentu, kista dapat menimbulkan nyeri yang hebat.
Mengeluarkan isi kista dengan aspirasi jarum halus akan mengempiskan kista dan mengurangi
ketidaknyamanan. Beberapa ahli radiologis memasukkan udara ke daerah tersebut setelah
drainase untuk meminimalkan kemungkinan kista muncul lagi. Apabila cairan dari kista tampak
seperti darah atau terlihat mencurigakan, cairan tersebut harus diperiksakan ke laboratorium
patologi untuk dilihat di bawah mikroskop. Cairan kista yang normal dapat berwarna kuning,
coklat, hijau , hitam, atau berwarna seperti susu.
Menurut kepustakaan dikatakan kista terjadi pada hampir 7% dari wanita pada suatu
waktu dalam kehidupan mereka. Dikatakan bahwa kista ditemukan pada 1/3 dari wanita berusia
antara 35 sampai 50 tahun. Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan
52 tahun, walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu
yang menggunakan terapi pengganti hormonMenurut beberapa studi autopsi, ditemukan bahwa
hampir 20% mempunyai kista subklinik dan kebanyakan berukuran antara 2 atau 3 cm.
Secara klasik, kista dialami wanita perimenopausal antara usia 45 dan 52 tahun,
walaupun terdapat juga insidens yang diluar batas usia ini terutamanya pada individu yang
menggunakan terapi pengganti hormon. Kebiasaannya kista ini soliter tetapi tidak jarang
ditemukan kista yang multiple. Pada kasus yang ekstrim, keseluruhan mammae dapat dipenuhi
dengan kista.
29
Kista dapat memberikan rasa tidak nyaman dan nyeri. Dikatakan bahwa terdapat
hubungan antara ketidak nyamanan dan nyeri ini dengan siklus menstruasi dimana perasaan tidak
nyaman dan nyeri ini meningkat sebelum menstruasi. Kista ini biasanya dapat dilihat.
Karekteristiknya adalah licin dan teraba kenyal pada palpasi. Kista ini dapat juga mobil namun
tidak seperti fibroadenoma. Gambaran klasik dari kista ini bisa menghilang jika kista terletak
pada bagian dalam mammae. Jaringan normal dari nodular mammae yang meliputi kista bisa
menyembunyikan gambaran klasik dari lesi yakni licin semasa dipalpasi.
Diagnosis kista mammae ditegakkan melalui aspirasi sitologi. Jumlah cairan yang
diaspirasi biasanya antara 6 atau 8 ml. Cairan dari kista bisa berbeda warnanya, mulai dari
kuning pudar sampai hitam, kadang terlihat translusen dan bisa juga kelihatan tebal dan bengkak.
Mammografi dan ultrasonografi membantu dalam penegakkan diagnosis tetapi pemeriksaan ini
tidak begitu penting bagi pasien yang simptomatik.
Massa soliter dengan dilatasi dari duktus retroareolar merupakan gambaran yang bisa
terlihat pada mammografi atau ultrasonografi sekiranya massa yang terbentuk agak besar. Massa
yang kecil tidak memberikan gambaran khas pada mammografi dan ultrasonografi. Gambaran
kalsifikasi jarang terlihat pada penyakit ini namun bisa terjadi pada massa yang kecil maupun
besar. Pemeriksaan galaktografi memberikan gambaran filling defect atau complete obstruction
bagi aliran retrograd dari kontras. Pada pemeriksaan MRI pula terlihat lesi berbatas tegas dengan
duktus berisi cairan. Pemeriksaan FNA tidak begitu bermakna pada penyakit ini. Pemeriksaan
lain yang bisa dilakukan adalah eksisi massa dan diperiksa dengan teknik histopatologi
konvensional.
Sebelum ini, eksisi merupakan tatalaksana bagi kista mammae. Namun terapi ini sudah
tidak dilakukan karena simple aspiration sudah memadai. Setelah diaspirasi, kista akan menjadi
lembek dan tidak teraba tetapi masih bisa dideteksi dengan mammografi. Walaubagaimanapun,
bukti klinis perlu bahwa tidak terdapat massa setelah dilakukan aspirasi.
Terdapat dua cardinal rules bagi menunjukkan aspirasi kista berhasil yakni :
(1) massa menghilang secara keseluruhan setelah diaspirasi.
(2) cairan yang diaspirasi tidak mengandungi darah.
Sekiranya kondisi ini tidak terpenuhi, ultrasonografi, needle biopsy dan eksisi
direkomendasikan. Terdapat dua indikasi untuk dilakukan eksisi pada kista. Indikasi pertama
30
adalah sekiranya cairan aspirasi mengandungi darah (selagi tidak disebabkan oleh trauma dari
jarum), kemungkinan terjadinya intrakistik karsinoma yang sangat jarang ditemukan. Indikasi
kedua adalah rekurensi dari kista. Hal ini bisa terjadi karena aspirasi yang tidak adekuat dan
terapi lanjut perlu diberikan sebelum dilakukan eksisi. Apabila kista masih terus membesar,
eksisi direkomendasikan.
Pasien dengan kista yang berulang sukar ditangani. Rekurensi sering terjadi pada daerah
yang berbeda dari kista yang pertama. Hampir 15% pasien mengalami rekurensi kista dalam
waktu 5 sampai 10 tahun dengan mayoritasnya mengalami satu atau dua kali rekurensi. Terdapat
sebagian kecil wanita dengan kista berulang yang regular mengunjungi dokter setiap dua sampai
tiga bulan sekali untuk drainase kista. Dahulu, sebagian pasien dengan kondisi seperti ini diterapi
dengan mastektomi subkutan. Walaupun tidak membantu dalam penegakan diagnosis,
mammografi harus dikerjakan sebagai prosuder skrining rutin pada wanita berusia lebih dari 35
tahun yang mempunyai kista dengan penampakan dari kanker yang rendah. Menurut
kepustakaan, terdapat bukti yang menyatakan bahwa terjadinya peningkatan risiko terhadap
kanker pada pasien dengan kista. Oleh karena itu, pemeriksaan mammografi secara berkala ini
bisa membantu dalam deteksi awal dari kanker. Pasien dengan kista soliter biasanya tidak
memerlukan pemeriksaan mammografi regular.
Teknik yang digunakan untuk aspirasi kista mammae yang dapat dipalpasi sama dengan
teknik yang digunakan untuk pemeriksaan sitologi FNA. Permukaan kulit dibersihkan dengan
alkohol. Biasanya digunakan jarum 21-gauge dan juga syringe 20 ml. Kista di fiksasi
menggunakan ibu jari dan jari telunjuk atau jari telunjuk dan jari tengah. Syringe dipegang oleh
tangan yang lain dan kista dipalpasi sehingga sudah tidak teraba. Volume dari cairan kista
biasanya 5 ml sampai 10 ml tetapi dapat mencapai 75 ml atau lebih. Cairan dari kista biasanya
berwarna coklat, kuning atau kehijauan. Sekiranya didapatkan cairan sedemikian, pemeriksaan
sitologi tidak diperlukan. Apabila ditemukan cairan kista bercampur darah, 2 ml dari cairan
diambil untuk pemeriksaan sitologi.
Apabila kista ditemukan pada ultrasound tetapi tidak bisa dipalpasi, aspirasi dengan
ultrasound-guided needle bisa dilakukan. Kulit dibersihkan dengan alkohol. Probe ultrasound
dipegang dengan satu tangan untuk mengidentifikasi kista. Syringe dipegang dengan tangan lain
dan kista diaspirasi.
31
2.3.12 Mastitis
Mastitis adalah infeksi yang sering menyerang wanita yang sedang menyusui atau pada
wanita yang mengalami kerusakan atau keretakan pada kulit sekitar puting. Kerusakan pada kulit
sekitar puting tersebut akan memudahkan bakteri dari permukaan kulit untuk memasuki duktus
yang menjadi tempat berkembangnya bakteri dan menarik sel-sel inflamasi. Sel-sel inflamasi
melepaskan substansi untuk melawan infeksi, namun juga menyebabkan pembengkakan jaringan
dan peningkatan aliran darah. Perubahan ini menyebabkan payudara menjadi merah, nyeri, dan
terasa hangat saat perabaan.
Gambaran klinisnya sukar dibedakan dengan karsinoma, yaitu massa berkonsistensi
keras, bisa melekat ke kulit, dan menimbulkan retraksi puting susu akibat fibrosis periduktal, dan
bisa terdapat pembesaran kelenjar getah bening aksila. Kondisi ini diterapi dengan antibiotik.
Pada beberapa kasus, mastitis berkembang menjadi abses atau kumpulan pus yang harus
dikeluarkan melalui pembedahan.
2.3.13 Galaktokel
Galaktokel adalah kista berisi susu yang terjadi pada wanita yang sedang hamil atau
menyusui. Seperti kista lainnya, galaktokel tidak bersifat seperti kanker. Biasanya galaktokel
32
tampak rata, benjolan dapat digerakkan, walaupun dapat juga keras dan susah digerakkan.
Penatalaksanaan galaktokel sama seperti kista lainnya, biasanya tanpa melakukan tindakan
apapun. Apabila diagnosis masih diragukan atau galaktokel menimbulkan rasa tidak nyaman,
maka dapat dilakukan drainase dengan aspirasi jarum halus.
2.3.14 Hiperplasia Epitel
Hiperplasi epitel ( disebut juga kelainan payudara proliferatif) adalah pertumbuhan
abnormal dari sel-sel yang membatasi antar duktus atau lobulus. Apabila hiperplasi melibatkan
duktus maka disebut hiperplasia duktus. Sedangkan bila melibatkan lobulus, maka disebut
hiperplasia
lobular.
Berdasarkan
pengamatan
dibawah
mikroskop,
hiperplasia
dapat
dikelompokkan menjadi tipe biasa dan atipikal. Hiperplasia tipe biasa mengindikasikan
peningkatan yang tipis dari resiko seorang wanita untuk berkembang menjadi kanker payudara.
Resikonya adalah 1,5 sampai 2 kali lipat dibandingkan wanita tanpa abnormalitas payudara.
Hiperplasia atipikal mengindikasikan peningkatan yang sedang yaitu 4 sampai 5 kali lipat
dibandingkan wanita tanpa abnormalitas payudara.
Hiperplasi epitelial biasanya didiagnosa melalui biopsi jarum atau biopsi melalui
pembedahan. Apabila telah didiagnosis menderita hiperplasia terutama hiperplasia atipikal,
berarti diperlukan pemantauan yang lebih oleh dokter, misalnya pemeriksaan fisik payudara yang
rutin dan mammografi setiap setahun sekali. Hal ini dikarenakan mengalami hiperplasia akan
meningkatkan kemungkinan untuk berkembang menjadi kanker payudara di masa yang akan
datang.
Tabel. ANDI Classification of Benign Breast Disorder
Normal
Early reproductive Lobular
years (15-25 tahun
Disorder
Fibroadenoma.
development.
Disease
Giant
fibroadenoma.
Stromal
Adolescent
development.
hypertrophy.
Nipple eversion.
Nipple eversion.
Gigantomastia.
Subareolar abscess.
Mammary
duct
fistula.
33
Incapacitating
mastalgia.
menstruation.
Epithelial
hyperplasia
Nodularity.
of Bloody
nipple
pregnancy.
Involution age (35- Lobular involution.
discharge.
Macrocytes.
55 tahun)
Duct involution
Sclerosing lesions.
- Dilation
Duct ectasis.
- Sclerosis
Nipple retraction.
Epithelial turnover
Epithelial
Epithelial
hyperplasia
hyperplasia
Periductal mastitis.
with
atypia.
Terapi untuk Kelainan dan Penyakit Mammae Jinak
Kista: investigasi awal dari massa yang terpalpasi adalah biopsi jarum, yang dapat
mendiagnosis kista sejak awal. Sebuah 21-gauge needle dengan syringe 10 mL ditusukkan secara
langsung ke massa, yang difiksasi dengan tangan yang tidak dominant. Volume dari kista tipikal
adalah 5-10 mL, tapi dapat mencapai 75 mL atau lebih. Jika cairan yang teraspirasi tidak
mengandung darah, makan dilakukan aspirasi hingga kering, lalu jarum ditarik, lalu dilakukan
pemeriksaan sitologi. Setelah aspirasi, mammae dipalpasi lagi untuk menentukan adanya massa
residual. Jika ada, dilakukan USG untuk menyingkirkan adanya kista persisten, dan dapat
dilakukan reaspirasi. Bila masa solid, dilakukan pengambilang spesimen jaringan. Bila pada
aspirasi ditemukan darah, makan diambil 2 mL untuk dilakukan pemeriksaan sitologi. Massa
kemudian dilihat dengan USG dan adanya area solid pada dinding kista dilakukan biopsi jarum.
Adanya darah biasanya dapat terlihat jelas, tetapi kista dengan cairan yang gelap perlu dilakukan
occult blood test atau pemeriksaan mikroskopis untuk memastikan. Dua aturan kardinal dari
aspirasi kista yang aman, yaitu (1) massa harus hilang secara komplit setelah aspirasi, (2) cairan
harusnya tidak mengandung darah. Jika salah satu dari ketentuan tersebut tidak ditemukan,
makan USG, biopsi jarum, dan mungkin biopsi eksisi direkomendasikan.
Fibroadenoma: pengangkatan seluruh fibroadenoma telah dianjurkan terlepas dari usia
pasien atau pertimbangan lainnya, fibroadenoma soliter pada wanita muda biasanya diangkat
untuk menghilangkan kecemasan pasien. Walaupun begitu, kebanyakan fibroadenoma bersifat
34
self-limitting dan banyak yang tidak terdiagnosis, sehingga pendekatan konservatif lebih
digunakan. Pemeriksaan USG dan core-needle biopsy dapat memberikan diagnosis yang akurat.
Kemudian, pasien dijelaskan mengenai hasil biopsi, dan eksisi fibroadenoma dapat dihindari.
Sclerosing disorder: klinis dari sclerosing adenosis mirip dengan carcinoma. Oleh karena
itu kelainan ini dapat disalahartikan sebagai carcinoma pada pemeriksaan fisik, mammography,
dan pemeriksaan patologi makroskopis. Biopsi eksisi dan pemeriksaan histology seringkali
diperlukan untuk menyingkirikan diagnosis carcinoma.
Periductal mastitis: massa yang nyeri dibelakang areola mammae diaspirasi dengan 21gauge needle yang melekat ke syringe 10 mL. Adanya cairan yang terambil dilakukan
pemeriksaan sitologi dan untuk kultur digunaka medium transport yang sesuai untuk deteksi
bakteri anaerob. Pasien diberi antibiotik mulai dari Metronidazol dan Dicloxacillin sambil
menunggu hasil kultur. Kebanyakan kasus berrespon dengan baik, tetapi bila ditemukan pus,
maka tindakan operatif harus dilakukan. Abses subareolar biasanya unilocular dan sering
mengenai satu sistem duktus. USG preoperative dapat membantu menentukan daerah
perluasannya. Ahli bedah dapat mengambil tindakan simple drainage (ada risiko problem
berulang lagi) atau pembedahan definitive. Pada wanita child-bearing age, simple drainage lebih
dipilih, tetapi bila ada infeksi anaerob, infeksi berulang sering terjadi. Abses berulang dengan
fistula merupakan masalah yang sulit dan diterapi dengan fistulectomy atau major duct excision
(tergantung keadaan). Bila abses periareolar yang terlokalisasi berulang pada daerah yang sama
dan terbentuk fistula, tindakan yang lebih dipilih adalah fistulectomy. Di lain pihak, bila
subareolar sepsis difus, lebih dari 1 segmen atau lebih dari 1 fistula, makan total duct excision
lebih dipilih. Terapi antibiotik bermanfaat untuk infeksi berulang setalh eksisi fistulasi, dan
dikonsumsi 2-4 minggu direkomendasikan sebelum total duct excision.
menurut usia terus meningkat sejak usia 30 tahun. Ca mammae jarang sekali ditemukan pada
usia kurang dari 20 tahun. (Henry M.M, Thompson J.N, 2007).
2.4.2 Etiologi
Etiologi Ca mammae masih belum diketahui secara pasti, namun penyebabnya sangat
mungkin multi faktorial yang saling mempengaruhi satu sama lain, antara lain:
1.
Usia
Insiden kanker payudara semakin meningkat seiring bertambahnya umur seorang wanita.
Angka kejadian kanker payudara rata-rata pada wanita usia 45 tahun ke atas. Kanker jarang
timbul sebelum menopause, adapun pada usia sebelum 35 tahun, yang paling sering
menyebabkan benjolan pada payudara adalah fibroadenoma dan penyakit fibrokistik. Kanker
dapat didiagnosis pada wanita premenopause atau sebelum usia 35 tahun, tetapi kankernya
36
cenderung lebih agresif, derajat tumor yang lebih tinggi, dan stadiumnya lebih lanjut,
sehingga survival rates-nya lebih rendah
2.
Ras
Kanker payudara lebih sering terdiagnosis pada wanita kulit putih, dibandingkan wanita
Latin Amerika, Asia, or Afrika. Insidensi lebih tinggi pada wanita yang tinggal di daerah
industrialisasi.
3.
Risiko untuk menjadi kanker lebih tinggi 2-3 kali lebih besar pada wanita yang ibunya atau
saudara perempuan kandungnya memiliki kanker payudara. Risiko lebih tinggi jika anggota
keluarganya menderita kanker payudara sebelum usia 40 tahun. Risiko lebih meningkat bila
terdapat kerabat/saudara (baik dari keluarga ayah atau ibu) yang menderita kanker payudara.
Risiko juga meningkat apabila keluarga menderita kanker bilateral atau saat premenopause.
5. Hormonal
Meningkatnya
paparan
estrogen
berhubungan
dengan
peningkatan
risiko
untuk
6.
The Committee on Diet, Nutrition, and Cancer of The National Academy of Sciences
menyimpulkan adanya hubungan sebab akibat antara makanan berlemak dan insiden dari Ca
mammae. Makanan yang berlemak tinggi dan dalam jangka waktu panjang dapat
meningkatkan resiko Ca mammae dua kali lipat karena, akan meningkatkan kadar estrogen
serum, sehingga akan meningkatkan risiko kanker. Beberapa penelitian juga menunjukkan
bahwa wanita yang sering minum alkohol mempunyai risiko kanker payudara yang lebih
besar. Karena alkohol akan meningkatkan kadar estriol serum
7.
8.
9.
10.
11.
Obesitas
Obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara masih diperdebatkan. Beberapa penelitian
menyebutkan obesitas sebagai faktor risiko kanker payudara kemungkinan karena tingginya
kadar estrogen pada wanita yang obesitas. Sumber estrogen utama pada wanita
postmenopause berasal dari konversi androstenedione menjadi estrone yang berasal dari
jaringan lemak, dengan kata lain obesitas berhubungan dengan peningkatan paparan estrogen
jangka panjang. Penelitian membuktikan bahwa resiko Ca mammae mempunyai hubungan
langsung dengan berat badan. Resiko untuk Ca mammae pada wanita obese 1,5 sampai 2 kali
lebih tinggi daripada wanita tidak obese.
12.
Radiasi
Wanita yang tetap hidup setelah pemboman Hirosima dan Nagasaki dan pernah menjalani
pengobatan dengan radiasi dosis tinggi untuk akut postpartum mastitis, dan yang pernah
menjalani pemeriksaan fluoroscopy thorax untuk pengobatan TBC paru, mempunyai resiko
39
lebih tinggi untuk menderita Ca mammae. Exposure multiple dengan dosis yang relative
kecil beresiko sama dengan exposure tunggal dosis besar.
13.
15.
Perubahan Genetik
Beberapa perubahan gen-gen tertentu akan meningkatkan risiko terjadinya kanker payudara,
antara lain BRCA1, BRCA2, dan beberapa gen lainnya. BRCA1 and BRCA2 termasuk tumor
supresor gen. Secara umum, gen BRCA-1 beruhubungan dengan invasive ductal carcinoma,
poorly differentiated, dan tidak mempunyai reseptor hormon. Sedangkan BRCA-2
berhubungan dengan invasive ductal carcinoma yang lebih well differentiated dan
mengekspresikan reseptor hormon. Wanita yang memiliki gen BRCA1 dan BRCA2 akan
mempunyai risiko kanker payudara 40-85%. Wanita dengan gen BRCA1 yang abnormal
cenderung untuk berkembang menjadi kanker payudara pada usia yang lebih dini.
40
2.4.3 Insidensi2
Tabel 1.1. Persentase insidensi dari kanker payudara herediter, familial, dan
sporadik
Sporadic breast cancer
6575%
2030%
510%
41
BRCA-1a
45%
BRCA-2
35%
1%
<1%
<1%
<1%
ATM (Ataxia-telangiectasia)
<1%
Unknown
20%
Estimated Relative
Risk
>4
Family history
>5
>2
>2
Personal history
3-4
Personal history
>4
42
4-5
Reproductive history
2
1.5-2
1.5-2
1.25
Lifestyle factors
1.5-2
Sedentary lifestyle
1.5
Alcohol consumption
43
Ductal carcinoma in situ, juga disebut intraductal cancer, merujuk pada sel kanker
yang telah terbentuk dalam saluran dan belum menyebar. Saluran menjadi tersumbat dan
membesar seiring bertambahnya sel kanker di dalamnya. Kalsium cenderung terkumpul
dalam saluran yang tersumbat dan terlihat dalam mamografi sebagai kalsifikasi terkluster
atau tak beraturan (clustered or irregular calcifications) atau disebut kalsifikasi mikro
(microcalcifications) pada hasil mammogram seorang wanita tanpa gejala kanker.
DCIS dapat menyebabkan keluarnya cairan puting atau munculnya massa yang
secara jelas terlihat atau dirasakan, dan terlihat pada mammografi. DCIS kadang
ditemukan dengan tidak sengaja saat dokter melakukan biopsy tumor jinak. Sekitar
20%-30% kejadian kanker payudara ditemukan saat dilakukan mamografi. Jika
diabaikan dan tidak ditangani, DCIS dapat menjadi kanker invasif dengan potensi
penyebaran ke seluruh tubuh.
DCIS muncul dengan dua tipe sel yang berbeda, dimana salah satu sel cenderung
lebih invasif dari tipe satunya. Tipe pertama, dengan perkembangan lebih lambat,
terlihat lebih kecil dibandingkan sel normal. Sel ini disebut solid, papillary atau
cribiform. Tipe kedua, disebut comedeonecrosis, sering bersifat progresif di awal
perkembangannya, terlihat sebagai sel yang lebih besar dengan bentuk tak beraturan.
A
B
44
Gambar 2.14 Ductal Carcinoma in situ (A) dan Sel-sel kanker menyebar keluar dari
ductus, menginvasi jaringan sekitar dalam mammae (B)
2. Invasive carcinoma
I. Pagets disease dari papilla mammae
Pagets disease dari papilla mammae pertama kali dikemukakan pada tahun 1974.
Seringnya muncul sebagai erupsi eksim kronik dari papilla mammae, dapat berupa lesi
bertangkai, ulserasi, atau halus. Paget's disease biasanya berhubungan dengan DCIS (Ductal
45
Carcinoma in situ) yang luas dan mungkin berhubungan dengan kanker invasif. Biopsi papilla
mammae akan menunjukkan suatu populasi sel yang identik (gambaran atau perubahan
pagetoid). Patognomonis dari kanker ini adalah terdapatnya sel besar pucat dan bervakuola
(Paget's cells) dalam deretan epitel. Terapi pembedahan untuk Paget's disease meliputi
lumpectomy, mastectomy, atau modified radical mastectomy, tergantung penyebaran tumor dan
adanya kanker invasif.
II. Invasive ductal carcinoma
a. Adenocarcinoma with productive fibrosis (scirrhous, simplex, NST) (80%)
Kanker ini ditemukan sekitar 80% dari kanker payudara dan pada 60% kasus kanker
ini mengadakan metastasis (baik mikro maupun makroskopik) ke KGB aksila. Kanker ini
biasanya terdapat pada wanita perimenopause or postmenopause dekade kelima sampai
keenam, sebagai massa soliter dan keras. Batasnya kurang tegas dan pada potongan
meilntang, tampak permukaannya membentuk konfigurasi bintang di bagian tengah
dengan garis berwarna putih kapur atau kuning menyebar ke sekeliling jaringan
payudara. Sel-sel kanker sering berkumpul dalam kelompok kecil, dengan gambaran
histologi yang bervariasi.
b. Medullary carcinoma (4%)
Medullary carcinoma adalah tipe khusus dari kanker payudara, berkisar 4% dari
seluruh kanker payudara yang invasif dan merupakan kanker payudara herediter yang
berhubungan dengan BRCA-1. Peningkatan ukuran yang cepat dapat terjadi sekunder
terhadap nekrosis dan perdarahan. 20% kasus ditemukan bilateral. Karakterisitik
mikroskopik dari medullary carcinoma berupa (1) infiltrat limforetikular yang padat
terutama terdiri dari sel limfosit dan plasma; (2) inti pleomorfik besar yang
berdiferensiasi buruk dan mitosis aktif; (3) pola pertumbuhan seperti rantai, dengan
minimal atau tidak ada diferensiasi duktus atau alveolar. Sekitar 50% kanker ini
berhubungan dengan DCIS dengan karakteristik terdapatnya kanker perifer, dan kurang
dari 10% menunjukkan reseptor hormon. Wanita dengan kanker ini mempunyai 5-year
survival rate yang lebih baik dibandingkan NST atau invasive lobular carcinoma.
46
47
Lobular (%)
Ductal (%)
Combination (%)
Nipple
2.2
1.7
1.9
Central
6.0
5.3
6.1
Upper inner
7.3
9.2
8.3
Lower inner
3.8
4.7
3.9
Upper outer
37.0
36.9
37.1
Lower outer
5.8
6.4
5.7
Axillary tail
0.8
0.8
0.6
Overlapping*
18.6
18.2
19.9
18.6
16.8
16.5
2.4.5 Staging 6
48
T0
Tis
Carcinoma in situ
Tumor 2 cm
T1mic
Microinvasion 0.1
T1a
T1b
T1c
T2
T3
Tumor > 5 cm
T4
T4a
T4b
Edema (termasuk peau d'orange), atau ulserasi kulit [ayudara, atau ada
nodul satelit terbatas di kulit payudara yang sama
T4c
T4d
Inflammatory carcinoma
49
N0
N1
N2
N2a
N2b
N3
N3a
N3b
N3c
KGB regional tidak dapat dinilai (sebelumnya telah diangkat atau tidak
dilakukan pemeriksaan patologi)
pN0b
pN0(i)
pN0(i+)
Tidak ada metastasis ke KGB regional secara histologis, IHC (+), IHC
cluster tidak lebih dari 0.2 mm
50
pN1mi
pN1a
pN1b
pN1c
pN2
Metastasis ke 4-9 KGB aksila, atau tampak secara klinis ke KGB internal
mammary tetapi secara klinis tidak terbukti terdapat metastasis ke KGB
aksilla
pN2a
pN2b
pN3
pN3a
pN3b
51
secara klinis
pN3c
M0
M1
Tampak secara klinis didefinisikan bahwa dapat dideteksi melalui alat pencitraan atau dengan
pemeriksaan klinis atau kelainan patologis terlihat jelas.
Tidak tampak secara klinis berarti tidak terlihat melalui alat pencitraan (kecuali dengan
lymphoscintigraphy) atau dengan pemeriksaan klinis.
Klasifikasi berdasarkan diseksi KGB aksila dengan atau tanpa diseksi sentinel dari KGB. Klasifikasi
semata-mata berdasarkan diseksi sentinel KGB tanpa diseksi KGB aksila yang selanjutnya direncanakan
untuk "sentinel node", seperti pN-(l+) (sn).
RT-PCR = reverse transcriptase polymerase chain reaction.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer Staging
Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, pp 227228.
Tis
N0
M0
Stage I
T1a
N0
M0
Stage IIA
T0
N1
M0
52
T1a
N1
M0
T2
N0
M0
T2
N1
M0
T3
N0
M0
T0
N2
M0
T1a
N2
M0
T2
N2
M0
T3
N1
M0
T3
N2
M0
T4
N0
M0
T4
N1
M0
T4
N2
M0
Stage IIIC
Any T
N3
M0
Stage IV
Any T
Any N
M1
Stage IIB
Stage IIIA
Stage IIIB
T1 termasuk T1 mic.
SOURCE: Modified with permission from American Joint Committee on Cancer: AJCC Cancer
Staging Manual, 6th ed. New York: Springer, 2002, p 228.
2.4.6 Diagnosis
a. Anamnesa
53
b. Pemeriksaan fisik
1. Inspeksi
Inspkesi bentuk, ukuran, dan simetris dari kedua payudara, apakah terdapat edema (peau
54
2. Palpasi
Dilakukan palpasi pada payudara apakah terdapat massa, termasuk palpasi kelenjar limfe
di aksila, supraklavikula, dan parasternal. Setiap massa yang teraba atau suatu
lymphadenopathy,
harus
dinilai
55
c. Pemeriksaan penunjang
1. Mammografi
Mammografi merupakan pemeriksaan yang paling dapat diandalkan untuk mendeteksi
kanker payudara sebelum benjolan atau massa dapat dipalpasi. Karsinoma yang tumbuh
lambat dapat diidentifikasi dengan mammografi setidaknya 2 tahun sebelum mencapai
ukuran yang dapat dideteksi melalui palpasi. (6,9)
Mammografi telah digunakan di Amerika Utara sejak tahun 1960 dan teknik ini terus
dimodifikasi dan diimprovisasi untuk meningkatkan kualitas gambarnya. Mammografi
konvensional menyalurkan dosis radiasi sebesar 0,1 sentigray (cGy) setiap penggunaannya.
Sebagai perbandingan, Foto X-ray thoraks menyalurkan 25% dari dosis radiasi mammografi.
Mammografi dapat digunakan baik sebagai skrining maupun diagnostik. Mammografi
mempunyai 2 jenis gambaran, yaitu kraniokaudal (CC) dan oblik mediolateral (MLO). MLO
memberikan gambaran jaringan mammae yang lebih luas, termasuk kuadran lateral atas dan
axillary tail of Spence. Dibandingkan dengan MLO, CC memberikan visualisasi yang lebih
baik pada aspek medial dan memungkinkan kompresi payudara yang lebih besar.
Radiologis yang berpengalaman dapat mendeteksi karsinoma payudara dengan tingkat
56
false-positive sebesar 10% dan false-negative sebesar 7%. Gambaran mammografi yang
spesifik untuk karsinoma mammae antara lain massa padat dengan atau tanpa gambaran
seperti
bintang
(stellate),
penebalan
asimetris
jaringan
mammae
dan
kumpulan
kecil.(6)
MRI sangat sensitif tetapi tidak spesifik dan tidak seharusnya digunakan untuk skrining.
Sebagai contoh, MRI berguna dalam membedakan karsinoma mammae yang rekuren atau
jaringan parut. MRI juga bermanfaat dalam memeriksa mammae kontralateral pada wanita
dengan karsinoma payudara, menentukan penyebaran dari karsinoma terutama karsinoma
lobuler atau menentukan respon terhadap kemoterapi neoadjuvan.(7)
4. Biopsi
Fine-needle aspiration biopsy (FNAB) dilanjutkan dengan pemeriksaan sitologi
merupakan cara praktis dan lebih murah daripada biopsi eksisional dengan resiko yang
rendah. Teknik ini memerlukan patologis yang ahli dalam diagnosis sitologi dari karsinoma
mammae dan juga dalam masalah pengambilan sampel, karena lesi yang dalam mungkin
terlewatkan. Insidensi false-positive dalam diagnosis adalah sangat rendah, sekitar 1-2% dan
tingkat false-negative sebesar 10%. Kebanyakan klinisi yang berpengalaman tidak akan
menghiraukan massa dominan yang mencurigakan jika hasil sitologi FNA adalah negatif,
kecuali secara klinis, pencitraan dan pemeriksaan sitologi semuanya menunjukkan hasil
negatif.
Large-needle (core-needle) biopsy mengambil bagian sentral atau inti jaringan dengan
jarum yang besar. Alat biopsi genggam menbuat large-core needle biopsy dari massa yang
dapat dipalpasi menjadi mudah dilakukan di klinik dan cost-effective dengan anestesi lokal.7
Open biopsy dengan lokal anestesi sebagai prosedur awal sebelum memutuskan tindakan
defintif merupakan cara diagnosis yang paling dapat dipercaya. FNAB atau core-needle
biopsy, ketika hasilnya positif, memberikan hasil yang cepat dengan biaya dan resiko yang
rendah, tetapi ketika hasilnya negatif maka harus dilanjutkan dengan open biopsy. Open
biopsy dapat berupa biopsy insisional atau biopsi eksisional. Pada biopsi insisional
mengambil sebagian massa payudara yang dicurigai, dilakukan bila tidak tersedianya coreneedle biopsy atau massa tersebut hanya menunjukkan gambaran DCIS saja atau klinis curiga
suatu inflammatory carcinoma tetapi tidak tersedia core-needle biopsy. Pada biopsi
eksisional, seluruh massa payudara diambil.2,7
58
5. Biomarker
Biomarker karsinoma mammae terdiri dari beberapa jenis. Biomarker sebagai salah satu
faktor yang meningkatkan resiko karsinoma mammae. Biomarker ini mewakili gangguan
biologik pada jaringan yang terjadi antara inisiasi dan perkembangan karsinoma. Biomarker
ini digunakan sebagai hasil akhir dalam penelitian kemopreventif jangka pendek dan
termasuk perubahan histologis, indeks dari proliferasi dan gangguan genetik yang mengarah
pada karsinoma. (8)
Nilai prognostik dan prediktif dari biomarker untuk karsinoma mammae antara lain (1)
petanda proliferasi seperti proliferating cell nuclear antigen (PNCA), BrUdr dan Ki-67; (2)
petanda apoptosis seperti bcl-2 dan rasio bax:bcl-2; (3) petanda angiogenesis seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan indeks angiogenesis; (4) growth factors dan growth
factor receptors seperti human epidermal growth receptor (HER)-2/neu dan epidermal
growth factor receptor (EGFr) dan (5) p53. (6)
2.4.7 Skrining
Rekomendasi untuk deteksi kanker payudara dini menurut American Cancer Society ( 4) :
Wanita berumur 40 tahun harus melakukan screening mammogram secara terusmenerus selama mereka dalam keadaan sehat, dianjurkan setiap tahun.
Wanita berumur 20-30 tahun harus melakukan pemeriksaan klinis payudara (termasuk
mammogram) sebagai bagian dari pemeriksaan kesehatan yang periodik oleh dokter,
dianjurakan setiap 3 tahun.
Setiap wanita dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan payudara sendiri mulai umur
20 tahun. untuk kemudian melakukan konsultasi ke dokter bila menemukan kelainan.
Wanita yang berisiko tinggi (>20%) harus melakukan pemeriksaan MRI dan
mammogram setiap tahun.
59
Wanita yang risiko sedang (15-20%) harus melakukan mammogram setiap tahun, dan
konsultasi ke dokter apakah perlu disertai pemeriksaan MRI atau tidak.
Wanita yang risiko rendah (<15%) tidak perlu pemeriksaan MRI periodik tiap tahun.
- mempunyai kerabat dekat tingkat pertama (orang tua, kakak-adik) yang memiliki gen mutasi
dari BRCA1 atau BRCA2 tetapi belum pernah melakukan pemeriksaan genetik
-
mempunyai risiko kanker 20-25% menurut penilaian faktor risiko terutama berdasarkan
riwayat keluarga
pernah mendapat radioterapi pada dinding dada saat umur 10-30 tahun
mempunyai riwayat kanker pada satu payudara, ductal carcinoma in situ (DCIS), lobular
carcinoma in situ (LCIS), atypical ductal hyperplasia (ADH), atau atypical lobular
hyperplasia (ALH)
mempunyai kepadatan yang tidak merata atau berlebihan terlihat pada pemeriksaan
mammogram
60
Faktor risiko
Relative
Risk
1.00
1213
1.10
<12
1.21
Umur (tahun)
Pasien tanpa saudara yg menderita kanker
<20
1.00
2024
1.24
2529 or nullipara
1.55
30
1.93
1.00
2024
2.64
2529 or nullipara
2.76
30
2.83
6.80
2024
5.78
2529 or nullipara
4.91
30
4.17
61
Faktor risiko
Relative
Risk
1.00
1.70
2.88
1.00
1.27
1.62
Atypical hyperplasia
No biopsies
1.00
0.93
1.82
2.4.8 Penatalaksanaan
Stadium I, II, III awal (stadium operable) sifat pengobatan adalah kuratif. Pengobatan pada
stadium I, II dan IIIa adalah operasi primer, terapi lainnya bersifat adjuvant. Untuk stadium I dan
II pengobatannya adalah radikal mastectomy atau modified radikal mastectomy dengan atau
tanpa radiasi dan sitostatika adjuvant.
62
Stadium IIIa terapinya adalah simple mastectomy dengan radiasi dan sitostatika adjuvant.
Stadium IIIb dan IV sifat pengobatannya adalah paliatif, yaitu terutama untuk mengurangi
penderitaan dan memperbaiki kualitas hidup. Untuk stadium IIIb atau yang dinamakan locally
advanced pengobatan utama adalah radiasi dan dapat diikuti oleh modalitas lain yaitu hormonal
terapi dan sitostatika. Stadium IV pengobatan primer adalah yang bersifat sistemik yaitu
hormonal dan khemoterapi.
Terapi kuratif dianjurkan untuk stadium I, II, dan III. Pasien dengan tumor lokal lanjut (T3,T4)
dan bahkan inflammatory carcinoma mungkin dapat disembuhkan dengan terapi multimodalitas,
tetapi kebanyakan hanya bersifat paliatif. Terapi paliatif diberikan pada pasien dengan stadium
IV dan untuk pasien dengan metastasis jauh atau untuk karsinoma lokal yang tidak dapat
direseksi. (7,10)
A. Terapi secara pembedahan
1. Mastektomi partial (breast conservation)
Tindakan konservatif terhadap jaringan payudara terdiri dari reseksi tumor primer hingga
batas jaringan payudara normal, radioterapi dan pemeriksaan status KGB (kelenjar getah bening)
aksilla. Reseksi tumor payudara primer disebut juga sebagai reseksi segmental, lumpectomy,
mastektomi partial dan tylectomy. Tindakan konservatif, saat ini merupakan terapi standar untuk
wanita dengan karsinoma mammae invasif stadium I atau II. Wanita dengan DCIS hanya
memerlukan reseksi tumor primer dan radioterapi adjuvan. Ketika lumpectomy dilakukan, insisi
dengan garis lengkung konsentrik pada nipple-areola complex dibuat pada kulit diatas karsinoma
63
mammae. Jaringan karsinoma diangkat dengan diliputi oleh jaringan mammae normal yang
adekuat sejauh 2 mm dari tepi yang bebas dari jaringan tumor. Dilakukan juga permintaan atas
status reseptor hormonal dan ekspresi HER-2/neu kepada patologis.
Setelah penutupan luka payudara, dilakukan diseksi KGB aksilla ipsilateral untuk penentuan
stadium dan mengetahui penyebaran regional. Saat ini, sentinel node biopsy merupakan prosedur
staging yang dipilih pada aksilla yang tidak ditemukan adanya pembesaran KGB. Ketika sentinel
node biopsy menunjukkan hasil negatif, diseksi KGB akilla tidak dilakukan.7
Berdasarkan cara operasinya, prosedur ini dibagi dalam 3 cara:
tumor yang kecil (<4cm atau dalam beberapa kasus <2 cm). Mastectomy segmental harus
dilanjutkan dengan terapi radiasi karena tanpa radiasi resiko kekambuhannya tinggi.
2. Modified Radical Mastectomy
Kanker yang besar dan residual setelah adjuvant terapi (khususnya pada payudara yang kecil),
kanker multisentris, dan pasien dengan komplikasi terapi radiasi merupakan indikasi
dilakukannya operasi ini (Zollinger Atlas of Surgical Operation)
Prosedur ini paling banyak digunakan, terdapat 2 bentuk prosedur yang biasa
digunakan oleh
apical (level III) dapat diangkat dan saraf pectoral lateral dari otot mayor dipertahankan.
Berbeda dari prosedur Patey, yaitu dengan tidak mengangkat atau memisahkan M. Pectoralis
minor. Modifikasi ini membatasi pengangkatan komplit dari kelenjar limfe paling atas,
Auchincloss menerangkan bahwa hanya 2 % dari pasien yang memperoleh manfaat dengan
adanya pengangkatan kelenjar limfe sampai level tertinggi. Ini yang membuat prosedur
Auchincloss menjadi prosedur yang paling populer untuk Ca mammae di Amerika Serikat.
3. Total Mastectomy
Total mastectomy kadang disebut juga dengan simple mastectomy yang mencakup operasi
pengangkatan seluruh mammae, axillary tail dan fascia pectoralis. Total mastectomy tidak
mencakup diseksi axilla dan sering dikombinasi dengan terapi radiasi post operasi. Prosedur ini
didasarkan pada teori bahwa KGB merupakan sumber suatu barrier terhadap sel-sel Ca mammae
dan seharusnya tidak diangkat, juga ada alasan bahwa terapi radiasi akan dapat menahan
penyebaran sel-sel ganas sebagai akibat trauma operasi (Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y, 2006)
B. Terapi secara medikalis (non-pembedahan)
1. Radioterapi
Terapi radiasi dapat digunakan untuk semua stadium karsinoma mammae. Untuk wanita
dengan DCIS, setelah dilakukan lumpectomy, radiasi adjuvan diberikan untuk mengurangi resiko
rekurensi lokal, juga dilakukan untuk stadium I, IIa, atau IIb setelah lumpectomy. Radiasi juga
diberikan pada kasus resiko/kecurigaan metastasis yang tinggi.
Pada karsinoma mammae lanjut (Stadium IIIa atau IIIb), dimana resiko rekurensi dan
metastasis yang tinggi maka setelah tindakan pembedahan dilanjutkan dengan terapi radiasi
adjuvan. (6)
2. Kemoterapi
Terapi ini bersifat sistemik dan bekerja pada tingkat sel. Terutama diberikan pada Ca
mammae yang sudah lanjut, bersifat paliatif, tapi dapat pula diberikan pada Ca mammae yang
sudah dilakukan mastectomy bersifat terapi adjuvant. Biasanya diberikan kombinasi CMF
65
Penderita yang tidak menunjukkan tanda-tanda kanker selama lebih dari 2 tahun setelah
terdiagnosis
Obat tersebut sangat efektif jika diberikan kepada penderita yang berusia 40 tahun dan
masih mengalami menstruasi serta menghasilkan estrogen dalam jumlah besar atau
kepada penderita yang 5 tahun lalu mengalami menopause. Tamoxifen memiliki sedikit
efek samping sehngga merupakan obat pilihan pertama. Selain itu, untuk menghentikan
66
dengan regimen adriamycin diikuti mastektomi atau lumpectomy dengan diseksi KGB aksilla bila
diperlukan, diikuti kemoterapi adjuvan, dilanjutkan dengan terapi radiasi. Untuk Stadium IIIa
inoperabel dan IIIb, kemoterapi neoadjuvan digunakan untuk menurunkan beban atau ukuran
tumor tersebut, sehingga memungkinkan untuk dilanjutkan modified radical mastectomy, diikuti
dengan kemoterapi dan radioterapi. (6)
3. Terapi anti-estrogen
Dalam sitosol sel-sel karsinoma mammae terdapat protein spesifik berupa reseptor hormonal
yaitu reseptor estrogen dan progesteron. Reseptor hormon ini ditemukan pada lebih dari 90%
karsinoma duktal dan lobular invasif yang masih berdiferensiasi baik.
Setelah berikatan dengan reseptor estrogen dalam sitosol, tamoxifen menghambat
pengambilan estrogen pada jaringan payudara. Respon klinis terhadap anti-estrogen sekitar 60%
pada wanita dengan karsinoma mammae dengan reseptor hormon yang positif, tetapi lebih
rendah yaitu sekitar 10% pada reseptor hormonal yang negatif. Kelebihan tamoxifen dari
kemoterapi adalah tidak adanya toksisitas yang berat. Nyeri tulang, hot flushes, mual, muntah
dan retensi cairan dapat terjadi pada pengunaan tamoxifen. Resiko jangka panjang pengunaan
tamoxifen adalah karsinoma endometrium. Terapi dengan tamoxifen dihentikan setelah 5 tahun.
Beberapa ahli onkologi merekomendasikan tamoxifen untuk ditambahkan pada terapi
neoadjuvan pada karsinoma mammae stadium lanjut terutama pada reseptor hormonal yang
positif. Untuk semua wanita dengan karsinoma mammae stadium IV, anti-estrogen (tamoxifen),
dipilih sebagai terapi awal.6,7
4. Terapi antibodi anti-HER2/neu
Penentuan ekspresi HER-2/neu pada semua karsinoma mammae yang baru didiagnosis, saat
ini direkomendasi. Hal ini digunakan untuk tujuan prognostik pada pasien tanpa pembesaran
KGB, untuk membantu pemilihan kemoterapi adjuvan karena
menberikan respon yang lebih baik pada karsinoma mammae dengan overekspresi HER-2/neu.
Pasien dengan overekspresi Her-2/neu mungkin dapat diobati dengan trastuzumab yang
ditambahkan pada kemoterapi adjuvan.
2.4.9 Prognosis
68
Survival rates untuk wanita yang didiagnosis karsinoma mammae antara tahun 1983-1987
telah dikalkulasi berdasarkan pengamatan, epidemiologi dan hasil akhir program data,
didapatkan bahwa angka 5-year survival untuk stadium I adalah 94%, stadium IIa 85%, IIb 70%,
dimana pada stadium IIIa sekitar 52%, IIIb 48% dan untuk stasium IV adalah 18%. (6)
BAB III
KESIMPULAN
1. Tumor Mamae (payudara) diklasifikasikan menjadi 2 kelompok kategori yaitu, tumor payudara jinak
(benign) dan tumor payudara ganas (maligna).
2. Hampir 40 % pasien wanita yang datang berobat ke dokter atau rumah sakit, datang dengan
kelainan lesi jinak payudara. Selain tingginya insiden dari lesi mamae yang bersifat benign,
keganasan pada kelenjar mamae juga menjadi penyebab utama kematian pada wanita.
3. Mayoritas dari lesi benigna tidak terkait dengan pertambahan risiko untuk menjadi kanker,
maka prosedur bedah yang tidak diperlukan harus dihindari.
4. Penggunaan mammografi, Ultrasound , Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan juga biopsi
payudara dapat membantu dalam menegakkan diagnosis lesi benigna pada mayoritas dari
pasien.
5. Kanker payudara sering ditemukan di seluruh dunia dengan insidens relatif tinggi, yaitu 20%
dari seluruh keganasan (Tjahjadi, 1995). Dari 600.000 kasus kanker payudara baru yang
didiagnosis setiap tahunnya. Sebanyak 350.000 di antaranya ditemukan di negara maju,
sedangkan 250.000 di negara yang sedang berkembang (Moningkey, 2000).
69
6. Karsinoma payudara pada wanita menduduki tempat nomor dua setelah karsinoma serviks
uterus. Pencegahannya dapat dilakukan dengan pemeriksaan rutin payudara.
7. Penegakan diagnosis Karsinoma payudara dapat dilakukan melalui prosedur pemeriksaan
klinis dan beberapa pemeriksaan penunjang, dengan Gold standard diagnostik menggunakan
pemeriksaan histopatologik.
DAFTAR PUSTAKA
1. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.
The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.
2. Sjamsuhidajat, R, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2010, h.
475-478.
3. Kumpulan Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI Perhimpunan Ahli Bedah Onkologi Indonesia.
Semarang.2003
4. Moningkey, Shirley Ivonne, 2000. Epidemiologi Kanker Payudara. Medika; Januari 2000. Jakarta.
5. Profil Kesehatan Indonesia. Pusat Data Kesehatan. Jakarta, 1997
6. Tjindarbumi, 2000. Deteksi Dini Kanker Payudara dan Penaggulangannya, Dalam: Deteksi Dini
Kanker. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
7. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 1995. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
70
Jakarta.
8. Vaidya, M.P, and Shukla, H.S. A textbook of Breast Cancer. Vikas Publishing House PVT LTD.
9. Cohen S.M, Aft R.L, and Eberlein T.J. 2002. Breast Surgery. In: Doherty G.M et all, ed.
The Washington Manual of Surgery. Third edition. Philadelphia: Lippincott Williams and
Wilkins. p 40.
10. Evans A, Ellis I. 2002. Breast Benign Calcification. In: Evans A, Pinder S, Wilson R,
Ellis I, ed. 2002. Breast Calcification a Diagnostic Manual. London: Greenwich Medical
Media. p 4, 5-6, 12, 20
11. Greenall M.J, Wood W.C. 2000. Cancer of the Breast. In: Morris J.P, Wood W.C, ed.
Elsevier. p 453
13. Jatoi I, Kaufmann M, Petit J.Y. 2006. Diagnostic Procedures. In: Schroder G, ed. Atlas of
Lippman M.E, Morrow M, Osborne K, ed. Disease of the Breast. Second edition.
Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins. p 15
17. Schnitt S.J, Connolly J.L. 2000. Staging of Breast Cancer. In: Harris J.R, Lippman M.E,
71
72