Oleh : Kelompok VI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Kondisi dan Letak Geografis Provinsi Aceh
Provinsi Aceh terletak antara 01 58' 37,2" - 06 04' 33,6" Lintang Utara dan 94
57' 57,6" - 98 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di atas
permukaan
laut.
Batas-batas wilayah
Provinsi Aceh,
berbatasan dengan Selat Malaka, sebelah Selatan dengan Provinsi Sumatera Utara dan
sebelah Barat dengan Samudera Indonesia.
Luas Provinsi Aceh 5.677.081 ha, dengan hutan sebagai lahan terluas yang
mencapai
perkebunan
Sedangkan lahan industri mempunyai luas terkecil yaitu 3.928 ha. Aceh mempunyai
topografi datar, bergelombang, berbukit, sampai dengan bergunung, persentase kelas
lereng antara kelas datar (0% 8 %) s/d sangat curam (> 45 %) dengan ketinggian
tempat
antara
3500
dari
permukaan
laut.
Bagian tengah daerah ini agak ke barat, terdapat jajaran Bukit Barisan dan
berbagai dataran tinggi antara lain Tangse, Gayo dan Alas. Disamping itu gugusan
pegunungan Pase, terdapat Gunung Geurudong (2.295 m), Peuet Sagoe (2.780 m),
Burni Telong (2.566 m) dan Ucop Mulo (3.187 m). Di gugusan pegunungan Alas
terdapat Abong-Abong (3.015 m) dan Leuser (3.466 m). Di kawasan pegunungan
Aceh Besar terdapat dua puncak
Seulawah
Inong
m).
Iklim
Aceh beriklim tropis. Artinya dalam setahun terdiri atas musim kering (Maret-Agustus)
dan
musim
hujan
(September
Februari).
Di daerah pesisir, curah hujan berkisar antara 1.000 - 2.000 mm dan di dataran tinggi
dan pantai barat selatan antara 1.500 - 2.500 mm. Penyebaran hujan ke semua
daerah tidak sama, di daerah dataran tinggi dan pantai barat selatan relatif lebih
tinggi.
Gambar 1. Peta Administrasi Provinsi Aceh
Kabupaten/Kota
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
Ibukota
Luas wilayah
61,36 km
262,41 km
181,06 km
153,00 km
1.391,00 km
2.927,95 km
1.490,60 km
2.969,00 km
3.812,99 km
3.841,60 km
2.185,00 km
1.956,72 km
4.318,39 km
4.231,43 km
6.286,01 km
3.236,86 km
1.454,09 km
1.901,20 km
5.719,58 km
3.363,72 km
3.086,95 km
1.073,60 km
2.051,48 km
Provinsi Aceh memiliki empat kerawanan bencana geologi yaitu Gempa Tektonik,
Tsunami, Letusan Gunung Api dan Tanah Longsor. Tetapi keempat bencana geologi ini
tidak saling terkait secara langsung, karena masing-masing memiliki karekteristik
geologis sebagai penyebabnya, namun secara tidak langsung satu sama lain bisa
menjadi pemicu. Daerah yang rawan gempa tektonik di Aceh adalah seluruh pesisir
pantai barat dan selatan Aceh, gempa yang berpusat di laut ini dapat berpotensi
terjadinya gelombang
sumber gempa darat
bagian tengah wilayah Aceh searah dengan Bukit Barisan. Patahan Semangko ini juga
memiliki patahan-patahan kecil yang menyebar pada beberapa wilayah Aceh baik
di utara maupun selatan seperti Patahan Lokop-Kutacane, Patahan BlangkeujerenMamas, Patahan Kla-Alas, Patahan Reunget-Blangkeujeren, Patahan Anu-Batee,
Patahan Samalanga-Sipopoh, Patahan Banda Aceh-Anu, Patahan Lamteuba-Baro.
Wilayah yang dilalui Patahan Semangko ini juga sangat rentan terhadap longsor
oleh karena itu perlu penanganan teknis yang tepat untuk pemotongan lereng dan
pembuatan jalan di daerah tersebut.
langsung dengan samudra Hindia. Di daerah Aceh merupakan korban jiwa terbesar di
dunia dan ribuan banguan hancur lebur, ribuan pula mayat hilang dan tidak di temukan
dan ribuan pula mayat yang di kuburkan secara masal.
Gempa terjadi pada waktu tepatnya jam 7:58:53 WIB. Pusat gempa terletak pada
bujur 3.316 N 95.854 E kurang lebih 160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer.
Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut skala Richter dan dengan ini merupakan gempa
Bumi terdahsyat dalam kurun waktu 40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Pantai
Barat Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai
Pantai Timur Afrika. Di Indonesia, gempa dan tsunami menelan lebih dari 126.000
korban jiwa. Puluhan gedung hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan
Banda Aceh di ujung Sumatera. Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak
terkena tsunami. Tetapi, kebanyakan
korban
sewaktu waktu
sehingga perlu adanya upaya penanggulan dini untuk mengurari jatuhnya korban yang
besar serta kerusakan yang lebih parah akibat dari bencana tsunami nantinya, upaya
penanggulangan tersebut harus didukung oleh berbagai pihak baik peran
aktif
masyarakat dan juga steak holder yang terkait, peran pememerintah dalam hal ini paling
utama di perlukan, dalam upaya upaya merehabilitasi, merekontruksi serta penataan
kembali daerah daerah yang menjadi rawan terjadinya bencana tsunami khususnya di
pinggiran pantai.
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian Tsunami
Kata tsunami ini berasal dari dua kata dalam bahasa Jepang, yaitu tsu dan nami.
Tsu berarti pelabuhan, dan
nami
berarti
perpindahan badan secara yang terjadi akibat perubahan permukaan laut secara vertikal
dengan tiba-tiba. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Tsunami berarti gelombang
laut dahsyat (gelombang pasang) yang terjadi karena gempa bumi atau letusan gunung
api di dasar laut. Tsunami yang terjadi di Indonesia sebagian besar di sebabkan oleh
gempa-gempa tektonik di sepanjang daerah subduksi dan daerah seismic aktif lainnya.
Wilayah pantai di Indonesia merupakan wilayah yang rawan terjadi bencana tsunami
terutama pantai barat Sumatra, pantai selat pulau jawa, pantai selat dan utara pulaupulau Nusa tenggara, pulau-pulau di Maluku, pantai utara Irian jaya dan hampir seluruh
pantai di Sulawesi. Daerah Maluku adalah daerah yang rawan bencana Tsunami.
2. Penyebab tsunami
Tsunami tidak akan terjadi jika tidak ada faktor pemicu. Faktor penyebab
terjadinya tsunami ini adalah:
a.
oleh
laut
dan
samudera,
Indonesia
sangat
berpotensi
terkena tsunami. Meskipun demikian, tidak semua gempa bumi dibawah laut
berpotensi menimbulkan tsunami. Gempa bumi dasar laut dapat menjadi
pernyebab terjadinya tsunami adalah gempa bumi dengan kriteria sebagai berikut:
b.
juga
memicu
terjadinya
tsunami
yang
melanda
Jawa
Timur
dan Maluku. Indonesia sebagai negara kepulauan yang berada di wilayah ring of
fire (sabuk berapi) dunia tentu harus mewaspadai ancaman ini.
c.
tahun 2008 menemukan adanya Palung Siberut yang membentang dari Pulau
d.
1
2
Dampak Tsunami
a. Korban Manusia yang Sangat Besar
Bencana gempa bumi yang disusul dengan gelombang tsunami telah
mengakibatkan korban manusia yang cukup besar. Bencana juga telah
menghancurkan permukiman penduduk sehingga banyak penduduk yang
mengungsi dan tidak memiliki tempat tinggal. Diperkirakan terdapat lebih dari
400 ribu orang pengungsi yang sebagian besar anak-anak, perempuan dan lanjut
usia. Bencana juga memberikan dampak psikis terhadap penduduk yaitu efek
traumatik yang berkepanjangan.
b. Lumpuhnya Pelayanan Dasar
Selain korban manusia, bencana gempa bumi dan tsunami juga
melumpuhkan hampir seluruh pelayanan dasar di wilayah yang terkena bencana.
Penduduk yang selamat sangat kekurangan pelayanan dasar seperti pelayanan
kesehatan, pendidikan, keamanan, sosial dan pemerintahan. Lumpuhnya
pelayanan dasar ini disebabkan hancurnya sarana dan prasarana dasar seperti
rumah sakit, sekolah, dan kantor pemerintahan serta banyaknya korban aparat
pemerintah yang menjalankan fungsi pelayanan dasar.
c.Tidak berfungsinya Infrastruktur Dasar
Infrastruktur dasar seperti jalan, listrik, pelabuhan, dan lain-lain juga tidak
luput menjadi korban keganasan bencana gempa dan tsunami. Infrastruktur
sebagai penopang aktivitas sosial-ekonomi masyarakat banyak yang tidak
berfungsi dengan tingkat kerusakan yang sangat parah.
d. Hancurnya sebagian Sistem Sosial dan Ekonomi
Secara keseluruhan, bencana telah
orang tua dan cacat); keadaan fisik korban yang perlu penanganan segera, dan
juga keadaan pendidikan yang terlalu lama fakum, serta pemenuhan kebutuhan
pelindung (teknis/
banda aceh, dengan jarak tanam yang berdekatan dan dimana nantinya mampu
menahan kekuatan gelombang tsunami.
2004,
Pemerintah
telah
mengambil
langkah-langkah
rangka
mengkoordinasikan
pengendalian
dan
penanggulangan
bencana
sampai
dibentuk
Satuan
Kesra selaku Ketua Pelaksana Harian dan Wakil Gubernur NAD sebagai
Pelaksana di tingkat Provinsi.
kesehatan,
sanitasi dan air bersih; (e) pembersihan kota; dan (f) penyiapan hunian
sementara (huntara).
Dukungan internasional sangat membantu percepatan upaya-upaya
tanggap darurat, yang antara lain melalui tim penyelamatan (rescue team),
tim medis, dan dukungan sarana transportasi berupa kapal laut dan
helikopter. Upaya penanggulangan dan pemulihan tersebut dilakukan
dengan pendekatan secara utuh dan terpadu melalui tiga tahapan, yaitu
tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi yang harus berjalan
secara bersamaan dalam pelaksanaan penanggulangan dampak bencana.
a. Tahap Tanggap Darurat (Januari 2005 Maret 2005)
Bertujuan
menyelamatkan
pemerintah
kehidupan dari
masyarakat Aceh
terbesar dalam kurun waktu ratusan tahun ini. Dukungan tanggap darurat
juga datang dari masyarakat dan LSM lokal dalam usaha percepatan
evakuasi dan pemakaman korban, penanganan pengungsi, pemberian
bantuan darurat, pembersihan kota dan penyiapan hunian sementara.
Perhatian masyarakat internasional lainnya juga sangat besar, hal
ini ditunjukkan dengan besarnya
memulihkan
penderitaan
masyarakat
kendati
terdapat
(WB, ADB, UN, dll) maupun dari lembaga donor bilateral (AS, Jepang,
Belanda, dll).
Pemerintah Pusat sendiri bersama dengan komunitas internasional,
segera setelah bencana terjadi menyiapkan analisis terhadap kerusakan dan
kerugian akibat bencana dan Rencana Induk untuk Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Aceh , yang telah ditetapkan melalui Peraturan Presiden
Nomor 30 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD .
Penerbitan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2005 ini kemudian diikuti
dengan pembentukan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan
Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi
Sumatra Utara melalui penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-undang Nomor 2 Tahun 2005 pada tanggal 16 April, serta
Peraturan Presiden Nomor 34 Tahun 2005 tentang Susunan Organisasi dan
Tata Kerja serta Hak Keuangan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi
Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi NAD dan Kepulauan Nias
Provinsi Sumatra Utara.
Pada tahap tanggap darurat ini telah berhasil diselamatkan 80
m3 dokumen/arsip pertanahan milik BPN Provinsi NAD. Upaya
penyelamatan ini merupakan kerja sama antara Arsip Nasional RI,
BPN, JICA, Tokyo Reservation and Conservation Center, Japan
International Cooperation Systems.
b. Tahap Rehabilitasi (April 2005 Desember 2006)
Bertujuan mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan
infrastruktur yang mendesak dilakukan untuk menindaklanjuti tahap
tanggap darurat, seperti rehabilitasi mesjid, rumah sakit, infrastruktur
sosial dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat
diperlukan. Sasaran utama dari tahap rehabilitasi ini adalah untuk
memperbaiki pelayanan publik hingga pada tingkat yang memadai.
Dalam tahap rehabilitasi ini, juga diupayakan penyelesaian berbagai
wilayah negara.
Upaya yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional
Rencana tata ruang ramah bencana setelah pemulihan korban maupun
pengobatan pasca bencana tsunami. Barulah sebaiknya dilakukan perencanaan
rehabilitasi
yang
komprehensif
dan
terintegrasi.
Artinya pemulihan
itu bisa dimulai dari pemetaan, analisis kerusakan, analisis risiko, rencana
restrukturisasi, dan perbaikan lingkungan. Maka dalam tahap rehabilitasi harus
dibuat sedemikian rupa agar mampu meredam
pantai,
yang
menghantam
bangunan lebih kecil. Upaya lainnya yang tidak kalah pentingnya adalah dengan
permukiman yang terlalu dekat dengan garis pantai harus dihindari. Untuk NAD
misalnya,
penetrasi
tsunami ke arah barat. Daerah sempadan pantai juga perlu dihijaukan kembali
dengan mangrove atau hutan pantai, sesuai dengan kawasan pesisirnya. Pantai
yang tidak cocok ditanami hutan mangrove bisa dihijaukan dengan hutan pantai
(waru dan cemara). Fungsi Hutan Pantai Untuk Meredam Tsunami Kementrian
Lingkungan Hidup menyiapkan desain lingkungan kota Banda Aceh. Desain itu
akan dihadikan model ideal untuk membangun kota-kota pesisir agar terlindung
dari hantaman gelombang tsunami dan lingkungannya tetap terjaga.
Aceh dan pemukiman pesisir lainnya yang terkena tsunami memang
harus dibangun kembali. Ini kesempatan untuk menjadikan kota-kota itu lebih
baik kondisi lingkungan hidupnya. Tetapi, penerapan tetap mengacu kepada
keinginan orang-orang dan pembangunan kembali Aceh harus diawali dengan
suatu desain yang memenuhi kriteria lingkungan hidup. Jika tidak, akan terjebak
kepada pembangunan yang nantinya tidak ramah lingkungan.
6.
Gambaran Hasil dari upaya mitigasi pasca bencana tsunami di Kota Banda
aceh
Gambaran tata ruang ruang kota banda aceh pasca tsunami berdasarkan qanun
No.4 tahun 2009
setelah terjadinya tsunami diaceh maka pemerintah banyak melakukan
berbagai upaya dalam mengurangi dampak resiko bencana di kemudian hari salah
satunya adalah upaya perubahan pola tata ruang kota, perubahan pola tata ruang
kota banda aceh dianggap sangat penting dalam
kemudian hari sehingga jumlah korban dan kergian materi dapat di mimalisir. Hal
ini dapat dilihat dari peta perubahan pola tata ruang kota banda aceh, terutama
diwilayah pesisir kota yang dulunya pemukiman sekaranga menjadi arel terbuka
hijau
Dari penampakan citra diatas dapat dilihat kondisi daerah pesisir kota
banda aceh yang berupah sedemikian rupa ketika di terjang oleh tsunami, hampir
sebagian besar daerah pesisir kota banda aceh sebelum tsunami berupa areal
pemukiman sehingga tidak heran ketika terjadi nya tsunami maka banyak
bangunan yang hancur dan banyak korban jiwa yang berjatuhan, dari kondisi
dapat di ambil kesimpulan bahwa dalam upaya mitigasi bencana yang akan timbul
kembali perlu adanya penangan terkait tata ruang terhadap penggunaan tanah di
arel pesisir. Sehingga qanun/perda terkait tata ruang dianggap sangat perlu dalam
merubah tata penggunaan tanah di arel pesisir, yang nantinya area pesisir bukan
dijadikan daerah pemukiman lagi melainkan areal tempat penghambat lajunnya
gelombang air laut yang akan masuk ke kota.
Qanun no 4 tahun 2009 tentang RTRW kota banda aceh menjadi salah satu
upaya dalam penataan kembali wilayah pesisir yang berbasis mitigasi bencana,
dimana daerah daerah yang di anggap rawan bencana, dan mengindikan jatuh
korban yang besar untuk tidak lagi dijadikan tempat tinggal oleh masyarakat
setempat. Adapan upaya tersebut dapat dilihat pada lampiran qanun tersebut
berupa peta peta terkait pola tata ruang.
banda aceh ini dapat dilihat dengan adanya perubahan pola penggunaan tanah dimana
yang dulunya dijadi kan area pemukiman sekarang dijadikan wilayah kosong .
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Gempa dan tsunami di Aceh telah meninggalkan kerusakan dan korban jiwa yang
relative, sangat banyak nyawa melayang dan ribuan bangunan ikut porak porandak
akibat gelombang tsunami, butuh waktu untuk memulihkan kondisi tersebut untuk
menjadi kembali seperti semula, namun berkat kerja keras pemerintah serta partisipasi
masyarakat aceh,
kini
Aceh
menjadi
kota yang
terjadinya tsunami, dimana dapat dilihat banyak bangunan bangun baru kembali berdiri
dan kehidupan masyarakat yang sudah beraktifitas kembali seperti biasanya, menjalakan
roda perekonomian nya kembali.
Dengan kembali kondusif nya kehidupan serta roda perekonomian di aceh,
warga aceh tetap akan harus waspada terhadap bencana yang akan datang secara tiba tiba,
hal ini sebagai mana yang telah diketaui bahwa aceh berada di wilayah rawan bencana,
dimana lokasi aceh berada diantara lempengan bumi yang sewaktu waktu bisa saja
bergerak, dengan ada nya prediksi ancaman yang akan datang pemerintah dianggap
harus sigap dalam melakukan upaya upaya dalam hal pengurangan dampak resiko yang
ditimbulkan oleh bencana tersebut. Baik itu upaya dari pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah, upaya tersebut ( Mitigasi ) dapat menjadi tameng awal dalam
penanggulan bencana nanti, adapun upaya yang telah dilakukan pemerintah aceh antara
lain :
1. Mitigasi
a. Sistem Peringatan dini
b. Prosedur evakuasi
c. perlindungan Pantai
d. Penataan Tata ruang kembali
2. Langkah langkah yang telah dilakukan pementah Daerah maupun BPN
a. Penyelamatan korban
b. rekontruksi
c. Rehabilitasi
d. Relokasi
e. Penataan dan pemberian hak baru
dengan adanya upaya upaya mitigasi ini mampu memberikan perisai bagi daerah daerah
pesisir di wilayah aceh yang dimana nantinya bertujuan menghadang dan meminimalisir
tekanan gelombang tsunami yang akan datang, sehingga berdampak pada pengurangan
jatuhnya korban.
B. Saran
Posisi Indonesia yang terletak pada tiga lempeng bumi ( Indo-Australia, Eurasia
dan Pasifik) mengakibatkan Indonesia rawan terjadi bencana. Oleh sebab itu pengetahuan
menegenai manajemen bencana diperlukan untuk mengurangi resiko bencana.
DAFTAR PUSTAKA
Darmaningyas,dkk.2005.Bencana Gempa dan Tsunami.Jakarta.Kompas.