Anda di halaman 1dari 36

PROPOSAL METODE PENELITIAN

PENGARUH KADAR GARAM DAPUR (NaCl) DALAM MEDIA PENDINGIN


TERHADAP TINGKAT KEKERASAN PADA PROSES PENGERASAN BAJA
V-155

Disusun Oleh :
Nama

: Fandi Jasmadi

NIM

: 131031092

E-mail

: fandyjasmadi02@g mail.com

Jurusan

:Teknik Mesin (S-1)

Fakultas

: Teknologi Industri

JURUSAN TEKNIK MESIN


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2016

FANDI JASMADI 131031092

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pada bagian-bagian mesin sering dijumpai suatu bahan yang memerlukan
kekerasan dan keliatan, sebagai contoh roda gigi. Pada roda gigi diperlukan suatu
permukaan yang keras sedang inti tetap ulet. Pada roda gigi dapat mengalami
kerusakan berupa gigi patah, aus atau berlubang-lubang permukaannya, serta
tergores permukaannya. Untuk mendapatkan suatu konstruksi bahan yang keras,
maka dapat dilakukan suatu proses pengerasan bahan (Hardening). Hardening
dapat diartikan sebagai pemanasan bahan hingga suhu 800 oC sampai suhu 900
oC dan didinginkan dengan cepat (Beumer, 1994: 92).
Menurut penggunannya besi dan baja diklasifikasikan menjadi: Baja
konstruksi, baja mesin dan baja perkakas (Beumer, 1994: 85). Baja V-155 adalah
termasuk baja mesin (Machinery stells). Dalam penelitian ini bahan yang
digunakan sebagai sampel adalah baja V-155 karena baja V-155 sudah memenuhi
syarat untuk dipakai dalam konstruksi permesinan atau komponen mesin, namun
masih terbatas pada pemakaian pada bagianbagian yang mendapat beban tidak
terlalu berat dan tidak menerima gesekan yang terlalu tinggi, karena kurang keras.
Untuk memperbaiki sifatsifat tekniknya maka baja V-155 perlu mendapatkan
perlakuan panas (Heat treatment). Proses perlakuan panas adalah proses
perubahan sifat mekanik dengan jalan mengubah struktur melalui pemanasan dan
kecepatan pendinginan. Untuk mengubah nilai kekerasan cara yang digunakan
adalah dengan salah satu perlakuan panas yang sering disebut dengan proses
hardening atau pengerasan.
Proses pengerasan (hardening) baja karbon biasanya dilakukan dalam dapur
pemanas dan umumnya menggunakan air dan oli sebagai media pendinginnya
tanpa penambahan bahan lain. Dalam penelitian ini digunakan media pendingin
air yang ditambahkan garam dapur (NaCl) dengan kadar yang berbeda-beda yaitu
9%, 16% dan 23%. Kadar garam dapur maksimal dipilih sebesar 23% karena
dimungkinkan pada konsentrasi tersebut keadaan larutan jenuh, dalam arti bila
kadar garam dapur dinaikkan prosentasenya sudah tidak akan mempengaruhi
FANDI JASMADI 131031092

efektifitas pendinginan karena garam dapur yang terkandung dalam larutan akan
mengendap. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Zuhdan Kun Prasetyo (1988),
yang menyatakan bahwa larutan garam dapur akan jenuh pada konsentrasi sebesar
23%, dan untuk mengerti secara pasti ada tidaknya pengaruh perlakuan yang
diberikan, maka dilakukan pengujian kekerasan dengan uji kekerasan Rockwell C.
Air dipakai sebagai media pendingin karena air dapat menurunkan suhu dengan
cepat yang diikuti dengan penurunan suhu di dalam benda tersebut, sehingga
diperoleh lapisan yang keras yang lebih merata. Garam dapur (NaCl) mampu
meningkatkan laju pendinginan apabila dilarutkan dalam air. Dengan adanya
penambahan garam dapur yang berbeda-beda, kemungkinan akan menghasilkan
tingkat kekerasan yang berbeda-beda pula.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka diadakan penelitian dengan judul
Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam Media Pendingin terhadap Tingkat
Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V-155.

B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah


1. Identifikasi Masalah
Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam
dalam keadaan padat sedangkan hardening adalah proses pemanasan baja sampai
suhu di daerah atau di atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat,
sehingga akan membentuk struktur martensit pada permukaan baja yang dapat
meningkatkan kekerasan baja (Amstead, 1993: 144).
Sebagai media pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air
yang ditambah garam dapur (NaCl) dengan kadar yang berbeda-beda yaitu 9%,
16% dan 23%. Kadar garam dapur maksimal dipilih sebesar 23% karena
dimungkinkan pada konsentrasi tersebut keadaan larutan jenuh, dalam arti bila
kadar garam dapur dinaikkan prosentasenya sudah tidak akan mempengaruhi
efektifitas pendinginan karena garam dapur yang terkandung dalam larutan akan
mengendap. Adanya media pendingin pada proses hardening yang berbeda-beda
tersebut akan mengakibatkan perubahan struktur kristal baja.

FANDI JASMADI 131031092

Untuk memperoleh baja yang mempunyai sifat-sifat yang dikehendaki


(kekerasan tinggi, kekuatan tarik tinggi dan keuletan), bahan baja masih harus
diberi perlakuan panas. Permasalahan-permasalahan yang mungkin timbul dari
adanya proses perlakuan panas pada baja V-155 adalah: Bagaimanakah pengaruh
suhu pada proses hardening terhadap tingkat kekerasan Rockwell C, apakah waktu
pendinginan mempengaruhi proses hardening, apakah proses pengerjaan awal
benda kerja mempengaruhi tingkat kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan,
apakah ada perbedaan nilai kekerasan dengan menggunakan media pendingin air
yang ditambah garam dapur (NaCl) dengan kadar yang berbeda-beda.
2. Pembatasan Masalah
Untuk menghindari kesalahpahaman dan menimbulkan masalah baru yang
menyimpang dari tujuan, maka diberikan pembatasan masalah sebagai berikut:
a. Proses perlakuan panas yang dilakukan adalah proses hardening.
b. Media pendingin yang digunakan adalah air yang ditambah garam dapur (NaCl)
dengan kadar yang berbeda-beda yaitu 9%, 16% dan 23%.
c. Spesimen yang digunakan adalah baja V-155.
d. Pengujian kekerasan yang dilakukan dengan menggunakan pengujian
Rockwell.
C. Permasalahan
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas maka masalah
yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Adakah pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin terhadap
tingkat kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan dalam proses hardening?
2. Proporsi media pendingin manakah yang menghasilkan kekerasan tertinggi dari
penggunaan media pendingin air yang ditambahkan garam dapur (NaCl) dengan
kadar 9%, 16% dan 23%?

D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah pengertian di dalam judul skripsi
ini, maka perlu ditegaskan istilah yang dianggap penting. Dengan demikian
ada kesamaan pendapat di dalam memberikan penafsiran.
1. Pengaruh
FANDI JASMADI 131031092

Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda
dan sebagainya) yang berkuasa atau yang berkekuatan. Pengaruh dalam
penelitian ini adalah hubungan yang mempengaruhi antara penggunaan garam
dapur (NaCl) dalam media pendingin dalam kadar yang bervariasi terhadap
kekerasan pada proses pengerasan baja V-155.
2. Garam Dapur (NaCl)
Bahan ini berupa bahan padat putih, memiliki bentuk kristal kubus yang
transparan, tidak dapat terbakar serta mempunyai titik leleh 801 oC.
(Effendie:1989).
3. Pendingin
Pendingin dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah alat untuk
mendinginkan sesuatu. Dalam penelitian ini mempunyai pengertian, yaitu
media atau alat pendingin yang digunakan untuk menurunkan temperatur
bahan yang temperaturnya tinggi (Anton Maulana, 1983: 207). Bahan
pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang ditambahkan
garam dapur (NaCl) dengan kadar NaCl masing-masing yaitu: 9 %, 16 % dan 23
%.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah merupakan suatu tahanan dari bahan terhadap
perubahan bentuk tetap (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1989: 425). Dalam
penelitian ini adalah kemampuan dan kekuatan bahan menerima penetrasi dari
bahan lain yang terstandar, yaitu dengan menggunakan pengujian Rockwell.
5. Proses Pengerasan (Hardening)
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di
atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat, sehingga akan
membentuk struktur martensit pada permukaan baja yang dapat meningkatkan
kekerasan baja (Amstead, 1993: 144).
6. Baja V-155
Baja V-155 adalah salah satu nama baja dari produk Bohler, angka
155 menunjukan kekuatan tarik maksimumnya sama dengan 1550 N/mm2.

FANDI JASMADI 131031092

Baja V-155 adalah baja paduan untuk konstruksi mesin dengan kadar sebagai
berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn. 1,50% Cr, 0,20% Mo dan 1,64% Ni
(Grade Bohler PT. Bohlindo Baja).

Dari penegasan istilah dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini


adalah meneliti seberapa besar pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media
pendingin air, apabila kadar garam dapur (NaCl) yang digunakan 9%, 16% dan
23% terhadap kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan dengan proses hardening
yang selanjutnya diuji dengan pengujian Rockwell skala C.

E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin
terhadap tingkat kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan dalam proses
hardening?
2. Untuk mengetahui proporsi media pendingin manakah yang menghasilkan
kekerasan tertinggi dari penggunaan media pendingin air yang ditambahkan
garam dapur (NaCl) dengan kadar 9%, 16% dan 23% ?

F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam
Media Pendingin terhadap Tingkat Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V155 adalah sebagai berikut :
1. Bagi dunia industri pengerjaan logam, merupakan masukan yang dapat
dipakai sebagai pedoman dalam produksinya, dengan maksud dapat
diketahui perlakuan panas yang akan diterapkan sesuai dengan kondisi benda
kerja, media pendingin yang dipakai, suhu pemanasan yang dikenakan dan laju
pendinginan yang diterapkan.
2. Bagi dunia pendidikan adalah suatu pengembangan dan pengalaman di
bidang pengerasan baja.
3. Bagi pembaca hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan tentang pengerasan baja.
FANDI JASMADI 131031092

4. Bagi peneliti penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri agar
bertambah pengetahuan serta ketrampilan dalam melakukan penelitian.

G. Sistematika skripsi
Secara garis besar sistematika skripsi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi. Adapun rincian
sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal Skripsi
Bagian ini berisi halaman judul, halaman pengesahan, abstraksi, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar
lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bagian ini berisi:
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan,
penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
skripsi.
BAB II : Landasan teori dan hipotesis, berisi tentang landasan teori sebagai telaah
kepustakaan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
BAB III : Metode penelitian, berisi tentang populasi, sampel, variabel, metode
penyusunan data dan metode analisis data penelitian.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang hasil penelitian dan
laporan analisis hasil.
BAB V : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
3. Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir skripsi berisi tentang daftar pustaka dan lampiran.

FANDI JASMADI 131031092

BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Baja V-155
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainya
dalam prosentase tertentu. Baja dapat didefinisikan sebagai suatu campuran
besi dan karbon, dimana unsur karbon menjadi dasar campurannya, kandungan
karbon dalam baja sekitar 0,1%-1,7% sedangkan unsur lainnya dibatasi
persentasenya (Amanto, 1999:2).
Secara garis besar baja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu baja
karbon dan baja paduan. Baja karbon dibagi menjadi tiga yaitu baja karbon
rendah (< 0,3% C), baja karbon sedang (0.3% - 0,7% C) dan baja karbon tinggi
(0,7% - 1,4 % C). Sedangkan baja paduan dibagi menjadi baja paduan rendah
(jumlah paduan kurang dari 8%) dan baja paduan tinggi (jumlah paduan lebih
dari 8%) (Amstead,1993: 51).
Secara umum baja dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
kegunaannya, yaitu baja konstruksi dan baja perkakas. Kandungan karbon baja
konstruksi sekitar 0,06 % - 0,55 %, dibuat dalam bentuk profil, batangan, pipa
dan pelat. Baja dapat dibedakan lagi menurut kegunaannya yaitu: baja perkakas
dingin, baja perkakas panas, baja konstruksi mesin, baja pencetak plastik, baja
stainless dan baja tahan panas (Grade Bohler PT. Bohlindo Baja). Sedangkan
baja perkakas mempunyai kadar karbon 0,5 % - 1,5 %, digunakan untuk
perkakas seperti martil, pisau, kikir, gergaji, mata bor dan sebagainya. Baja V155 merupakan baja paduan rendah yang diantaranya digunakan untuk balingbaling, poros engkol, bantalan, roda gigi dan sebagainya. Baja V-155
mempunyai unsur kimia sebagai berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn, 1,5%
Cr, 0,2% Mo, 1,64% Ni, 96,79% Fe, 0,13% Cu, 0,05% W, 0,03% S, 0,04% Co
(Bohler Steel Manual).
a. Karbon Dalam Baja
Hubungan antara karbon dan besi sebagian besar tergantung pada
dua faktor utama, yaitu:

FANDI JASMADI 131031092

1) Karbon dan besi secara kimiawi membentuk lapisan semen (Cementite), tetapi
ini akan keluar sebagai bahan yang terpisah diantara struktur dan dikenal sebagai
satu fasa, yang sedikit berbeda dari fasa besi.
2) Besi adalah elemen allotropik, yaitu bisa keluar lebih dari satu bentuk kristal.
Walaupun karbon merupakan solusi pada baja lebur, tetapi masalah dalam
baja padat timbul dalam struktur pengkristalan bukan sebagai karbon tetapi berupa
campuran kimia yang sangat keras yaitu cementite (Fe3C) dan hal ini dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop, ini yang disebut fase kedua dari baja. Gambar
1. Diagram kesetimbangan (Alois Sconmets, 1985: 40)
Cementite bisa tampak dalam baja dalam dua bentuk, yaitu: campuran
yang baik sekali dengan ferrite dan membentuk pearlite yang mengandung kirakira 13 % cementite dan 8 % ferrite, atau tampil sendiri sebagai cementite.
Kehadiran cementite bebas akan tergantung pada jumlah karbon didalam baja dan
bisa dilihat pengaruh karbon terhadap unsur-unsur pokok, Pertama pada baja
karbon rendah, sebagai contoh baja akan lunak dengan 0,3 % C. Kandungan
karbon ini tidak akan cukup untuk merubah ferrite menjadi pearlite dan akibatnya
baja akan terdiri dari keduanya yaitu ferrite dan pearlite. Pearlite itu sangat keras
sebab adanya unsur pokok cementite, tetapi adanya cementite akan menyebabkan
kekenyalan, tergantung pada perbandingan antara ferrite dan pearlite. Bila
pearlite lebih sedikit, maka baja tersebut akan lebih lunak, sebaliknya bila
kandungan karbon naik ditemukan lebih banyak pearlite dan bila sampai 0,85 %
C, baja tersebut hampir terdiri dari pearlite semuanya dan bila kadar karbon
mendekati tingkat ini, kekerasan dari logam akan naik dan akan diimbangi dengan
berkurangnya kekenyalan dan kekuatannya (ketahanan terhadap beban kejut).
Bila kadar karbon lebih dari 0,85 % C, baja tersebut akan terdiri dari
pearlite dan akan terbebas dari ferrite yang akan menyebabkan kekerasan dan
kerapuhan. Banyak elemen allotropik, yaitu yang dapat keluar lebih dari satu
bentuk, misalnya karbon bisa keluar dalam bentuk intan atau grafit. Pada
temperetur normal besi murni (ferrite) adalah lunak, kenyal dan magnetis, dan
dalam keadaan ini disebut sebagai alpha (a). Bila dipanaskan sampai suhu 910 oC,
struktur kristalnya akan berubah, sifat magnetisnya akan hilang dan volumenya
akan sedikit bertambah, dan besi tersebut dikenal sebagai besi g (gamma).
FANDI JASMADI 131031092

Ada dua hal penting dalam perubahan dari bentuk a kebentuk g. Pertama
adalah g tidak bisa mempertahankan cementite dalam keadaan padat. Cementite
akan berubah dengan cepat dari g ke besi a. Hal ini adalah bila kandungan karbon
naik, titik kritis (perubahan dari g ke a) menjadi tertekan dan terjadi pada suhu
terendah. Bila kandungan karbon 0,85% atau lebih, titik kritis terjadi pada
temperatur yang lebih tinggi dan kesemuanya ini diperlihatkan pada diagram
kesetimbangan di atas. Garis atas menunjukan titik kritis atas dan garis horisontal
yang melalui titik yang paling bawah menunjukan titik kritis bawah. Pada
temperatur diatas titik kritis atas bentuk campurannya dikenal dengan nama
austenite. Bila kadar karbon hanya 0,85%, perubahan dari besi g ke a
menyebabkan semua cementite dikeluarkan dari semua larutan sekaligus dan
membentuk pearlite. Perubahan dari g ke a terjadi di sekitar daerah temperatur
yang ditunjukan dengan jarak vertikal antara titik-titik kritis atas dan bawah pada
diagram. Dengan kandungan karbon kurang dari 0,85%, ferrite Nampak pertama
kali waktu pendinginan dan ketika besi g diperkaya menjadi 0,85%, ini akan
berubah menjadi pearlite.
Dengan kandungan karbon lebih dari 0,85%, cementite nampak pertam
kali waktu pendinginan dan ketika besi g yang tersisa dikurangi menjadi 0,85% C
akan berubah menjadi pearlite. Ferrite itu lunak dan kenyal, oleh karena itu baja
karbon rendah akan menunjukan sifat-sifat yang serupa sesuai dengan jumlah
kandungan ferritenya. Pearlite sangat keras dan akan memberikan sifatnya ini
kepada baja sehingga menjadi keras. Peningkatan proporsi pearlite membuat
logam tersebut kekenyalannya berkurang dan ketahanan terhadap deformasi
meningkat, cementite sangat keras dan getas.

b. Pengaruh Unsur Paduan Dalam Baja


Unsur campuran adalah unsur yang sangat penting dalam pembuatan baja,
jumlah persentase dan bentuknya membawa pengaruh yang amat besar terhadap
sifatnya. Pengaruh unsur paduan dalam baja adalah sebagai berikut:
1) Unsur Karbon (C)
Unsur ini menaikan besaran kekuatan bengkok, tekan dan takik, tetapi
menurunkan keliatan dan kemampuan tarik, kemampuan tempa dan las, sifat
FANDI JASMADI 131031092

penghantar listrik dan panas. Penurunan keliatan akibat bertambahnya kadar C


yang diikuti dengan naiknya kekerasan dapat diikuti dengan cara perlakuan panas.
2) Mangan (Mn)
Dapat menaikan kekuatan dengan menurunkan kecepatan pendinginan
kritis yang diperlukan untuk memperoleh struktur martensit. Penambahan unsur
mangan didalam baja paduan menambah kekuatan dan ketahanan panas baja
paduan itu serta penampilan yang lebih bersih dan berkilat.
3) Nikel (Ni)
Nikel mempertinggi kekuatan dan regangannya sehingga baja paduan ini
menjadi liat dan tahan tarikan serta tahan karat atau korosi. Oleh karena itu, baja
paduan ini biasa digunakan untuk membuat sudu-sudu turbin, roda gigi, bagianbagian mobil dan sebagainya.
4) Krom (Cr)
Unsur ini memberikan kekuatan dan kekerasan baja meningkat serta tahan
karat dan tahan aus. Penambahan unsur kromium biasanya diikuti dengan
penambahan nikel. Biasanya baja paduan ini digunakan untuk bahan poros dan
roda gigi.
5) Molibdenum (Mo)
Penambahan molibdenum akan memperbaiki baja karbon menjadi tahan
terhadap suhu yang tinggi, liat, dan kuat. Untuk baja-baja perkakas Mo dapat
menggantikan Wolfram (W).baja paduan ini biasa digunakan sebagai bahan untuk
membuat alat-alat potong, misalnya
pahat.
6) Wolfram (W)
Penambahan unsur ini memberikan pengaruh yang sama seperti
penambahan molibdenum dan biasanya juga dicampur dengan unsur Ni dan Cr.
7) Silisium (Si)
Unsur ini menurunkan kemampuan pengubahan bentuk dingin oleh karena
itu hanya diijinkan 0,2% Si. Si meningkatkan sifat tahan elektris dan digunakan di
lempeng dinamo.
8) Belerang (S)

FANDI JASMADI 131031092

Sulfur meningkatkan kemampuan diregangkan karena itu digunakan


sampai 0,3% didalam baja automatik (free cutting stell).
9) Vanadium (V)
Penambahan unsur ini akan memperbaiki struktur kristal baja menjadi
halus dan tahan aus terlebih bila dicampur dengan kromium. Baja paduan ini
banyak digunakan untuk membuat roda gigi, batang penggerak, dan sebagainya.
10) Kobalt (Co)
Penambahan unsur ini akan memperbaiki sifat kekerasan baja meningkat
dan tahan aus serta tetap keras pada suhu yang tinggi. Baja paduan ini banyak
digunakan untuk konstruksi pesawat terbang atau konstruksi yang harus tahan
panas dan tahan aus.
11) Alumunium (Al)
Meninggikan pengerasan dari baja nitrat dengan membentuk Alnitrat. Juga
memperbaiki ketahanan terhadap api. Dalam penelitian ini digunakan baja V-155
yang merupakan baja paduan dengan komponen-komponen paduan terdiri dari:
0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn, 1,5% Cr, 0,2% Mo dan 1,64% Ni. Baja V-155
merupakan salah satu nama baja dari produk Bohler yang sering digunakan untuk
pembuatan baling-baling, poros engkol, bantalan, roda gigi dan sebagainya.
2. Proses Pengerasan Baja (Hardening)
Proses pengerasan baja dilakukan melalui dua tahap, yaitu:
a. Pemanasan
Pada saat pemanasan menuju suhu pengerasan harus dilakukan secara
bertahap, yakni pemanasan pendahuluan dan pemanasan akhir, agar tegangan
akibat pemanasan sedapat mungkin tetap rendah. Benda kerja harus dilakukan
pemanasan pendahuluan secara perlahan-lahan hingga menuju ke intinya. Benda
kerja yang besar dan suhu akhir yang tinggi memerlukan beberapa tahap
pelaksanaan, yang setiap tahapnya membutuhkan cukup waktu untuk peralihan
panas. Pemanasan akhir menuju suhu pengerasan harus berlangsung cepat untuk
mencegah rongga terak, penyerapan arang permukaan dan pembentukan butiran
kasar. Kenaikan suhu sedapat mungkin harus berlangsung merata ke arah inti
benda kerja. Peralihan wujud struktur baja oleh pemanasan mengikuti diagram
fasa karbon. Diagram fasa merupakan peta yang menunjukan hubungan antara
FANDI JASMADI 131031092

temperatur, komposisi dan struktur kristal yang terdapat dalam sistem pada
kesetimbangan tertentu. (Alexander, 1990: 49).
Melalui perlakuan panas struktur baja dapat berubah. Bila baja eutektoid
dipanaskan dengan suhu 723 oC, maka karbida besi (sementit) akan terurai
menjadi besi (Fe) dan karbon (C). unsur karbon tersebut menjadi bebas terlarut di
dalam besi. Kemampuan melarutkan karbon tersebut hanya dimiliki oleh besi
gamma. Larutan ini terjadi pada suhu ketika baja masih padat, karenanya disebut
larutan padat (austenit). Baja eutektoid beralih menjadi austenite pada saat
melampaui suhu 723 oC.
Dengan adanya unsur-unsur yang terkandung didalam baja maka akan
berpengaruh pada suhu kritis yang berdampak pada perubahan pengaruh suhu 723
oC. Di dalam penelitian ini suhu yang digunakan untuk memanaskan baja adalah
850 oC.

Peralihan wujud struktur baja pemanasan lambat akan berlaku sebaliknya


bila dilakukan pendinginan lambat. Kristal besi akan terurai bila suhu menurun
akibatnya austenite akan berubah kembali menjadi pearlite pada suhu lebih kecil
dari 723 oC. Dipandang dari segi kisi ruang, maka kisi g yang terpusat bidang
akan berubah menjadi kisi a yang terpusat ruang. Apabila pendinginan dilakukan
dengan cepat, austenite dihalangi untuk menguraikan kristal besi atau cementite
menjadi pearlite. Kisi g terpusat bidang akan menjadi kisi a terpusat ruang, tetapi
bagi atom karbon tidak cukup waktu untuk meninggalkan pusat kubus. Atom besi
akan menempati pusat kubus a pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu tidak
cukup tempat dua atom, massa kisi a akan mengalami suatu keadaan paksaan yang
akan menimbulkan tegangan. Tegangan tersebut akan mengakibatkan struktur
baja yang keras dan getas yang dikenal dengan martensit.

b. Pendinginan
Setelah benda kerja memperoleh suhu pengerasan yang merata hingga ke
intinya, maka benda kerja segera didinginkan dengan cepat (dikejutkan).
Akibatnya keadaan austenite tetap dipertahankan hingga mencapai suhu yang

FANDI JASMADI 131031092

rendah dan membentuk martensit. Suhu pembentukan martensit akan makin


rendah bila kandungan karbon makin tinggi.
Pada kenyataannya laju pendinginan sangat mempengaruhi hasil proses
hardening, bahkan bila dibandingkan pengaruh pemanasan maka pengaruh laju
pendinginan lebih besar dan lebih nyata. Laju pendinginan yang cepat akan
menghasilkan logam dengan kekerasan yang lebih tinggi bila dibandingkan
dengan laju pendinginan yang lambat. Waktu yang diperlukan untuk mencapai
kekerasan maksimal adalah kurang dari satu menit. Laju pendinginan ini
dipengaruhi oleh viskositas atau kekentalan bahan pendingin.
Jika bahan pendingin berupa cairan, semakin rendah viskositasnya akan
lebih mudah menyerap panas sehingga laju pendinginan logam pada proses
hardening akan semakin cepat karena laju perpindahan kalor dari benda ke bahan
pendingin lebih besar. Berbeda dengan bahan pendingin yang mempunyai
viskositas yang semakin tinggi maka penyerapan panas juga akan semakin lambat
atau bahkan bertahap. Laju pendinginan yang cepat akan menghasilkan besi atau
baja dengan kekerasan yang lebih tinggi.
Diagram fasa besi karbon seperti yang ditunjukan pada gambar diatas
tidak menggambarkan pengaruh dari berbagai laju pendinginan, waktu pemanasan
dan struktur baja yang didapat jika pendinginan ditunda pada suhu tertentu.
Diagram WSA mempunyai skala suhu tegak lurus dan skala waktu
mendatar. Jika baja yang diwakili oleh diagram ini didinginkan dengan cepat dari
suhu pengerasan (sekitar 820 oC sampai 860 oC) menuju sekitar 600 oC,. maka
setelah sekitar satu detik mulai berlangsung peralihan wujud menjadi pearlite di
titik A pada garis liku S kiri, yang berakhir kira-kira sepuluh detik di titik B. Jika
kita lakukan pengejutan menuju suhu 320 oC, maka setelah sekitar satu menit
mulai berlangsung pembentukan struktur tahap antara di titik C, yang berakhir di
titik D setelah sekitar sembilan menit. Jika dilakukan pengejutan menuju suhu
yang lebih rendah pada kecepatan yang sama, maka pada sekitar 180 oC mulai
berlangsung peralihan wujud menjadi martensit. Bila peralihan wujud berlangsung
lebih perlahan-lahan, misalnya di sebelah dalam benda-benda yang besar, maka
disana baja akan lebih lambat mencapai suhu pengejutan dan garis pendinginan 2
dalam gambar 3 yang kini kecuramannya berkurang dapat memotong garis liku S
FANDI JASMADI 131031092

pertama di dua titik secara bergantian, dalam kasus ini berlangsung juga wujud
tahap pearlite atau tahap antara yang termasuk ke dalam daerah suhu yang
terpotong (Alois Sconmets, 1985: 44).

Diagram WSA selalu menampilkan daerah suhu yang mencerminkan


kecenderungan terbesar austenit melakukan peralihan wujud dan kecepatan
pendinginan yang dibutuhkan untuk membentuk martensit tanpa melalui struktur
pearlite. Untuk ini garis-garis pendinginan tidak boleh memotong garis liku S
pertama di titik manapun. Makin kecil kandungan karbon dalam baja, maka akan
makin ke kiri letak garis liku S pertama dan akan makin curam pula garis
pendinginan 1, yang berarti bahwa pendinginan harus dilakukan lebih cepat
supaya terbentuk martensit. Diagram WSA yang ditunjukan oleh gambar 3 adalah
untuk baja dengan kadar 0,4% C. Setiap jenis baja memiliki diagram WSA
sendiri-sendiri, tetapi pada prinsipnya adalah sama.
3. Struktur Baja yang Dikeraskan
baja

Hipoeutektoid

didinginkan

secara

perlahan-lahan,

austenite

bertransformasi ferit menjadi perlit. Baja dengan susunan demikian lunak dan
ulet. Bila baja didinginkan dengan lebih cepat baja akan mempunyai susunan
berlainan, baja akan lebih keras tetapi kurang ulet. Pencelupan di dalam air akan
menyebabkan pendinginan yang cepat dan menghasilkan struktur martensit.
Martens, seorang ilmuwan kebangsaan Jerman menemuka struktur ini pada tahun
1878. Martensit didapatkan dengan mencelupkan baja karbon dalam air dan
terbentuklah fase transisi yang terjadi dekomposisi austenit dengan cepat dan
merupakan larutan padat karbon.
Di bawah mikroskop tampak jarum-jarum, lihat gambar 4. Kekerasan
martensit tergantung pada kadar karbon dan berkisar antara Rockwell C 45 dan C
67. Martensit sukar dipotong, bahannya rapuh dan bersifat magnetik (Amstead,
1993: 147).
Gambar 4. a. Struktur baja tahan karat dicelup dalam air untuk menampilkan
austenit.

FANDI JASMADI 131031092

b. Struktur baja SAE 1095 yang dicelup dalam air. Terlihat martensit, pembesaran
562 x (Amstead, 1993: 146).
4. Kekerasan Maksimum Baja
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon.
Kekerasan maksimum dapat dicapai bila austenit seluruhnya berubah menjadi
martensit dan nilai kekerasannya dapat mencapai 66 sampai 67 Rockwell C.
Untuk mencapai hal ini maka kadar kadar karbon harus sama atau lebih dari 0,60
%.
Untuk mencapai kekerasan maksimum karbon harus larut sempurna dalam
austenit. Laju pendinginan maksimal yang dapat menghasilkan 100% martensit
disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu harus diusahakan
agar jumlah austenit sisa dapat ditekan seminimal mungkin karena austenit sisa
akan melunakkan sturktur (Amstead, 1993: 147).
Untuk menyepuh keras atau hardening kita memanaskan benda pada suhu
800 oC sampai 900 oC tergantung pada kadar zat arang dan selanjutnya dapat
didinginkan dengan cepat. Pada saat penyepuhan keras banyak terjadi tegangan
yang dapat menjurus pada perubahan bentuk dan retakan benda kerja.
5. Bahan Pendingin (Quenching Medium)
Tujuan dari proses quenching adalah untuk mendapatkan kekerasan yang
optimal. Kekerasan (hardness) adalah sifat mekanik yang berhubungan dengan
kekuatan dan merupakan fungsi dari kadar karbon dalam baja. Sebagai media
pendingin yang dipakai di dalam penelitian ini dipergunakan air yang
ditambahkan garam dapur (NaCl) dengan kadar yang bervariasi yaitu: 9%, 16%
dan 23%.
a. Air (H2O)
Air adalah suatu jenis zat yang dalam kondisi tertentu bisa berbentuk
padat, cair dan gas dengan rumus kimia H2O. Air membeku pada suhu 273oK =
0oC, dan menguap di bawah tekanan normal pada 373oK = 100 oC, air memiliki
berat jenis pada suhu 277oK = 4oC. Air mempunyai sifat pendinginan yang baik
sehingga dalam proses pengerasan logam banyak dipakai sebagai media
pendingin. Pada baja dengan kadar karbon rendah dan sedang sangat cocok
dilakukan dengan pendinginan air.
FANDI JASMADI 131031092

b. Garam Dapur (NaCl)


Bahan ini berupa bahan padat putih, memiliki bentuk kristal kubus yang
transparan, tidak dapat terbakar serta mempunyai titik leleh 801oC
(Effendie: 1989).
Garam dapur merupakan senyawa yang tersusun dari asam kuat HCl dan
basa kuat NaOH. Apabila unsur ini direaksikan, maka akan terbentuk NaCl dan
H2O. Hasil dari bahan tadi bila disatukan akan membentuk suatu larutan yang
disebut larutan garam. Larutan yang terbentuk merupakan campuran yang
homogen, partikel-partikelnya sangat kecil namun tersebar merata meskipun
dibiarkan dalam waktu yang lama. NaCl atau garam dapur tidak akan mengendap
bila dibiarkan dan tidak dapat dipisahkan dari air dengan cara penyaringan.
Partikelpartikel NaCl, ion-ionnya dalam air tidak akan dapat terlihat dengan
mikroskop. Zat terlarut dan pelarutnya benar-benar tercampur secara homogen
(Benny Karyadi: 1996).
Mengingat asam dalam air akan menghasilkan H+ dan basa dalam
air akan menghasilkan OH-, maka bila kedua larutan tersebut dicampurkan, kedua
ion tersebut akan membentuk H2O dan kedua sifat larutan akan hilang, dengan
kata lain asam dinetralkan oleh basa, dan basa dinetralkan oleh asam.

H+ + OH H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi yang saling menghilangkan disebut reaksi penetralan, jadi
dalam reaksi penetralan asam oleh basa dan basa oleh asam akan
dihasilkan garam dan air. Pada reaksi penetralan asam kuat oleh basa kuat atau
basa kuat oleh asam kuat hampir semua ion H+ dan ion OH- bereaksi membentuk
air dan pH larutan menjadi 7 atau netral (Hiskia Ahmad: 1996).
Apabila NaCl dilarutkan dalam air, maka ikatan ion positif dan ion negatif
terputus dan ion-ion tersebut berinteraksi dengan molekul air. Ionion ini
dikelilingi oleh molekul air dan peristiwa ini disebut hidrasi. Ionion
Na+ dan Cl- yang dikelilingi oleh molekul air ditulis sebagai Na+ (aq) dan Cl-

FANDI JASMADI 131031092

(Aq). Penguraian senyawa elektrolit ini dalam air dinyatakan dengan persamaan
reaksi yang disebut reaksi ionisasi. Kristal NaCl yang dilarutkan dalam air dapat
dituliskan dengan persamaan reaksi ionisasi sebagai berikut :
NaCl + H2O

NaOH + HCl.

Sehingga apabila baja (Fe3C) dicelupkan dalam medium pendingin larutan


air garam akan terjadi pendinginan yang cepat karena apabila airnya telah
menguap akan terjadi selubung uap air tetapi ada bintikbintik ion Na+ (Aq) + Cl(Aq) pada seluruh permukaan benda kerja, maka selubung uap air tersebut
diceraikan oleh bintik-bintik ion Na+ dan ion Cl-. Keadaan yang demikian itu
berlangsung terus menerus dan mengakibatkan pendinginan tidak terhambat,
sehingga benda kerja akan cepat dingin dan hasil kekerasan akan tinggi.

6. Pengujian Kekerasan
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi
pada permukaannya.

Pengujian kekerasan

dalam penelitian ini

adalah

menggunakan pengujian Rockwell. Kekerasan Rockwell merupakan indeks


kekerasan lain yang digunakan dalam teknik dan ada hubungannya bilangan
kekerasan Brinell (BKB). Besaran ini ditentukan dengan menghitung kedalaman
penetrasi suatu penekanan standar yang kecil. Dengan menggunakan bentuk
penekanan dan beban yang berbeda-beda diperoleh beberapa skala rockwell. Jadi
berbeda dengan kekuatan yang menjadi ukuran dari tegangan yang diperlukan
untuk merubah bentuk atau mematahkan bahan (Lawrence Van Vlack, 1991: 11).
Pada pengujian Rockwell pengukurannya dilakukan dengan ukuran
dalamnya penekanan, jadi bukan luas bekas penekanan. Makin keras bahan maka
makin dangkal masuknya intan atau bola baja (indentor), dan sebaliknya apabila
bahan itu makin lunak maka makin dalam masuknya indentor. Indentor yang
digunakan adalah berbentuk kerucut intan dan bersudut 120 derajat untuk menguji
logam yang mempunyai kekerasan diatas 200 HB, dan pembulatan pada ujungnya
dengan jari-jari 0,2 mm tercantum dalam skala C (cone). Sedangkan diameter
indentor bola baja berdiameter 1/16, 1/8, 1/4 dan 1/2, dipergunakan untuk
menguji logam-logam yang lunak di bawah 200 HB (kekerasan Brinell).
FANDI JASMADI 131031092

Pengujian dengan cara rockwell mempunyai beberapa kelebihan dibanding


dengan pengujian yang lain, namun juga terdapat kerugiankerugian.

a. Keuntungan dari pengujian Rockwell adalah:


1) Dengan kerucut intan dapat diukur kekerasan baja yang disepuh keras.
2) Dengan bekas tekanan yang kecil benda kerja rusak akan lebih sedikit.
3) Penentuan kekerasan akan berlangsung cepat oleh karena penekanan pada
benda dan pengukuran pembesaran dalamnya bekas penekanan adalah satu
pelaksanaan.
b. Kerugian dari pengujian Rockwell adalah:
1) Dengan bekas penekanan yang kecil maka kekerasan rata-rata tidak dapat
ditentukan untuk bahan yang tidak homogen, seperti besi tuang.
2) Dengan pembesaran dalamnya bekas tekanan yang kecil terdapat kemungkinan
kesalahan yang besar dalam pengukuran (Beumer, 1994: 29).
Dalam pengukuran Rockwell ada beberapa skala ukuran, yaitu A, B, C, D
sampai K. Tabel di bawah ini menunjukan beberapa skala yang sering digunakan
dalam pengujian kekerasan Rockwell.
Tabel 1. Skala Rockwell

FANDI JASMADI 131031092

Baja V-155 merupakan baja paduan maka baja ini tepat untuk diuji kekerasannya
dengan memakai uji kekerasan Rockwell pada skala C (HRC). Setelah dikenai
perlakuan panas (pengerasan) skala Rockwell C tetap dapat
digunakan. Prosedur penekanan dan pembacaan hasil pada pengujian Rockwell C
(HRC) adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diletakan di atas landasan dinaikan hingga menyentuh
kerucut dimana jarum mulai bergerak
b. Bahan ditekan dengan beban awal yang besarnya 10 kg. Kedalaman masuknya
penekanan oleh beban awal ini dinyatakan dengan h1. Pemberian beban awal ini
dimaksudkan agar perbedaan tingkat kekerasan bagian permukaan dari benda uji
yang dimungkinkan akan berbeda dengan bagian dalam dapat dihindari, sekaligus
dapat diketahui secara akurat (Engkos Koswara, 1999: 18).
c. Beban utama (150 kg) ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga jarum
berputar berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Bila jarum berhenti
berarti penambahan beban utama sudah penuh. Kedalaman masuknya penekanan
oleh beban utama ini dinyatakan dengan h2 .
d. Setelah jarum berhenti ditunggu selama kurang lebih dua detik. Kemudian
beban utama dihilangkan sehingga jarum berputar searah dengan putaran jarum
jam. Sesudah beban utama dihilangkan maka kerucut akan terangkat sedikit
sehingga kedalaman masuknya penekanan yang dinyatakan dengan h3 yang lebih
kecil dari selisih dari h2 dan h3 adalah pantulan elastis dari bahan.
e. Hasil kekerasan dapat langsung dibaca yaitu penunjuk jarum setelah beban
utama dihilangkan dimana beban awal masih menekan bahan.
f. Selanjutnya beban awal dihilangkan sehingga jarum kembali kedalam keadaan
bebas. Benda uji Benda h1 uji Benda uji h2 h3

saat beban

awal saat beban utama

bekas injakan

FANDI JASMADI 131031092

Gambar 6. Proses penekanan pada Rockwell C (Engkos Koswara, 1999:21)


Jadi pada pengujian Rockwell ada tiga tahap pengukuran, yaitu:
a. Tahap pertama dengan beban mula (minor load) Po = 10 kg. Pemberian beban
awal ini dimaksudkan agar perbedaan tingkat kekerasan bagian permukaan dari
benda uji yang dimungkinkan akan berbeda dengan bagian dalam dapat dihindari,
sekaligus dapat diketahui secara akurat (Engkos Koswara, 1999: 18).
b. Tahap kedua dengan beban akhir (mayor load) Pi menurut masing masing
skala.
c. Tahap pengukuran kekerasan pada beban 10 kg, setelah beban mayor
dihilangkan.

B. Kerangka Berpikir
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah kritis
dilanjutkan dengan pendinginan yang cepat. Cara yang baik adalah memanaskan
dan mencelupkan beberapa potong baja pada berbagai media pendingin kemudian
disusul dengan pengujian kekerasan.
Pada proses perlakuan panas akan selalu dihadapkan pada berbagai macam
variabel yang saling mempengaruhi seperti: komposisi bahan, temperature
pemanasan, holding time, media pendingin serta teknik pendinginan. Setiap
proses perlakuan panas menuntut adanya ketepatan nilai pendinginan agar dicapai
sifat-sifat bahan yang diinginkan sesuai dengan tujuannya. Nilai pendinginan
untuk proses pengerasan dituntut tinggi, oleh karena itu perlu dipertimbangkan
penggunaan media pendingin yang mempunyai nilai pendinginan yang tinggi.
Pada proses pengerasan baja V-155 dalam penelitian ini dipilih media
pendingin larutan garam dapur (NaCl) sebagai pendingin karena dimungkinkan
akan memberikan efektifitas pendinginan yang lebih besar jika dibandingkan
dengan air. Agar dapat diketahui ada tidaknya perbedaan pengaruh dari kadar
garam dapur yang berbeda-beda, maka dalam penelitian ini digunakan kadar
garam dapur yang bervariasi yaitu: 9%, 16% dan 23%, dengan volume
pendinginan yang sama yaitu 4 liter. Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya
pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan pengujian kekerasan dengan
mesin uji kekerasan Rockwell C.
FANDI JASMADI 131031092

C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut: Ada perbedaan pengaruh kadar garam dapur yang
bervariasi yaitu 9%, 16% dan 23% dalam media pendingin air terhadap nilai
kekerasan akibat proses pengerasan baja V-155.

FANDI JASMADI 131031092

BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam kegiatan
penelitian

sehingga

pelaksanaan

dan

hasil

penelitian

dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode


eksperimen yaitu suatu metode untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua
faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti, dengan mengurangi atau
menyisihkan faktor-faktor lain yang bisa mengganggu.
A. Bahan
Bahan penelitian ini adalah baja V-155 (VCN 150) produksi dari
perusahaan BOHLER (PT. BOHLINDO BAJA), yang dalam penjualannya
berbentuk besi lonjoran (silinder) dengan berbagai ukuran. Baja V-155
mempunyai kadar sebagai berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn. 1,50% Cr,
0,20% Mo dan 1,64% Ni (Grade Bohler PT. Bohlindo Baja).
Spesimen yang dipakai dalam penelitian ini tebal (panjang) benda kerja
yaitu 15 mm dengan diameter 40 mm. Jumlah benda uji secara keseluruhan adalah
12 buah dengan perincian: Untuk pendinginan air ditambah 9 % NaCl 3 buah,
pendinginan air ditambah 16 % NaCl 3 buah, pendinginan air ditambah 23 % 3
buah dan kontrol 3 buah.
B. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mesin gergaji besi, digunakan untuk memotong bahan menjadi ukuran
spesimen yang telah ditetapkan.
2. Mesin bubut, digunakan untuk meratakan dan menghaluskan spesimen yang
telah dipotong dengan mesin gergaji.
3. Dapur pemanas, digunakan untuk memanaskan benda uji sampai pada suhu
850 oC.
4. Tempat atau wadah pendingin, digunakan untuk menempatkan media
pendingin.
5. Mesin Uji kekerasan bahan, digunakan untuk menguji kekerasan bahan
setelah dilakukan proses hardening.
C. Variabel Penelitian
FANDI JASMADI 131031092

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah kadar garam dapur, yaitu
banyaknya garam dapur yang dilarutkan ke dalam media pendingin air dengan
prosentase yang berbeda yaitu: 9%, 16% dan 23%.
2. Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah nilai kekerasan bahan yang
diuji dengan Rockwell setelah dilakukan proses hardening dengan pendingin air
yang ditambah garam dapur dengan prosentase yang berbeda-beda.
3. Variabel kontrol
Variabel kontrol yang dimaksud disini adalah semua faktor yang
mempengaruhi hasil Hardening yaitu: dapur pemanas, temperatur pemanasan,
waktu pemanasan serta alat uji kekerasan.

D. Metode Pengumpulan Data


Pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh dari hasil pengujian
kekerasan Rockwell C dari masing-masing perlakuan kemudian dicatat secara
lengkap. Eksperimen dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin Universitas Gajah
Mada.

Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses pengumpulan data yaitu:


1. Persiapan Bahan dan Alat Penelitian
Bahan-bahan yang perlu dipersiapkan dalam penelitian ini adalah baja V155 produksi perusahaan BOHLER (PT. BOLINDO BAJA), air dan garam dapur
(NaCl). Sedangkan alat yang perlu dipersiapkan meliputi mesin gergaji, jangka
sorong, mesin bubut, neraca, gelas ukur, dapur pemanas listrik otomatis, mesin uji
kekerasan Rockwell dan tempat pendingin.
FANDI JASMADI 131031092

2. Pembentukan Spesimen
Langkah-langkah dalam pembentukan spesimen dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Pemotongan Bahan
Pemotongan bahan yang berupa baja V-155 (VCN 150) dalam
bentuk silinder dengan diameter 40 mm dengan ketebalan 15 mm ditambah untuk
pemotongan dan pemakanan perataan. Pemotongan ini dilakukan dengan mesin
gergaji besi.

b. Meratakan Permukaan Benda kerja pada Mesin Bubut


Untuk meratakan permukaan benda kerja dilakukan langkah-langkah
sebagai berikut:
1) Memasang benda kerja pada cekam dan kencangkan
2) Memasang pahat setinggi senter
3) Mesin dihidupkan dan lakukan pemakanan pada permukaan benda kerja 40 mm
15 mm
4) Mematikan mesin dan memeriksa permukaan benda kerja, bila sudah rata
lakukan finishing.
5) Melakukan pembubutan untuk semua benda kerja.

3. Pengujian Komposisi
Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang

FANDI JASMADI 131031092

terkandung di dalam baja V-155 (VCN 150). Pengujian dilakukan di PT.


ITOKOH CEPERINDO Klaten.
a. Memasang benda kerja pada landasan
b. Kemudian menyalakan sumber sinar yang digunakan untuk menghasilkan
warna spektro baja.
c. Memposisikan lensa pengubah warna spektro, sehingga warna-warna
tersebut diubah menjadi data.
d. Mengoperasikan mesin printer untuk mencetak data komposisi, dimana
datanya terlampir.
4. Penakaran Media Pendingin
Langkah-langkah yang perlu dipersiapkan adalah sebagai berikut:
a. Menakar garam dapur (NaCl) dalam neraca/timbangan.
b. Menakar air dalam gelas ukur.
c. Mencampurkan garam dapur (NaCl) dan air ke dalam tempat bahan
pendingin.
d. Mengaduk larutan garam dapur (NaCl) dan air agar rata.
5. Proses hardening
Untuk proses hardening dilakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
a. Pemanasan Spesimen
Langkah-langkah yang harus dilakukan adalah sebagai berikut:
1) Memasukan semua benda kerja ke dalam dapur pemanas.
2) Kemudian menutup dapur pemanas dan mengatur suhu yang telah ditentukan,
yaitu diatur pada suhu pemanasan 850 oC dengan waktu penahanan 1 jam,
kemudian hidupkan mesin pemanas.
3) Mengambil benda kerja dari dapur pemanas menggunakan penjepit benda kerja
dan benda kerja siap didinginkan.

b. Pendinginan Spesimen pada Media Pendingin


Untuk pendinginan spesimen pada media pendingin dilakukan langkahlangkah sebagai berikut:
1) Pengambilan spesimen dari mesin pemanas menggunakan penjepit benda kerja,
dan memasukannya ke dalam media pendingin yang telah
FANDI JASMADI 131031092

disediakan.
2) Melakukan pendinginan pada semua bahan secara bersama-sama dengan
perincian 3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 9 % NaCl, 3 buah
spesimen didinginkan dalam air ditambah 16 % NaCl dan
3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 23 % NaCl.
3) Menunggu beberapa saat agar dingin, kemudian benda kerja
dibersihkan.
4) Benda kerja siap untuk diuji kekerasannya dengan mesin uji Rockwell.
6. Pengujian Kekerasan
Pengujian ini dilakukan dengan mesin uji kekerasan Rockwell. Langkah
kerja pengujian Rockwell sebagai berikut:
a. Bahan yang diletakan di atas landasan dinaikan hingga menyentuh
kerucut dimana jarum mulai bergerak
b. Bahan ditekan dengan beban awal yang besarnya 10 kg.
c. Beban utama (150 kg) ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga jarum
berputar berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Bila jarum berhenti
berarti penambahan beban utama sudah penuh.
d. Setelah jarum berhenti ditunggu selama kurang lebih dua detik. Kemudian
beban utama dihilangkan sehingga jarum berputar searah dengan putaran jarum
jam.
e. Hasil kekerasan dapat langsung dibaca yaitu penunjuk jarum setelah beban
utama dihilangkan dimana beban awal masih menekan bahan. Hasil pengujian
dari masing-masing kelompok perlakuan tersebut kemudian dicatat secara
lengkap, kemudian masing-masing kelompok perlakuan dibandingkan untuk
mengetahui perbedaannya.
7. Foto Mikro
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Spesimen yang akan dilakukan uji foto mikro harus rata terhadap bidang ukur.
Maka setelah spesimen tersebut diamplas, lakukan finishing dengan menggosok
spesimen dengan autosol.
b. Nyalakan mikroskop dengan menekan ON pada power switch.
c. Letakan spesimen pada stage.
FANDI JASMADI 131031092

d. Pilih cahaya yang sesuai dengan memutar light intensity control knop.
e. Pilih perbesaran lensa dengan memutar revolving nosepiece.
f. Lihat gambar pada eyepiece yaitu pada lensa okuler.
g. Fokuskan gambar.
h. Pilih lokasi yang akan diinginkan dengan memutar stage drive control
knop.
i. Pemotretan: masukan film pada kamera, pilih spesifik gambar yang akan
diambil dengan photo unit adjuster dial, dan tekan expose untuk
melakukan pemotretan.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan
statistik deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum
pengamatan dari penelitian yang telah dilakukan. Metode deskriptif, yaitu suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63).

FANDI JASMADI 131031092

F. Diagram Alir Penelititan

FANDI JASMADI 131031092

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa angka dan grafik yang
meliputi uji komposisi, pengujian kekerasan dan pengamatan foto mikro pada
material baja V-155.
1. Uji Komposisi
Klasifikasi pada uji komposisi ini ditentukan berdasarkan pada unsur
karbon dan unsur-unsur lain yang terkandung dalam suatu material. Sifat-sifat
baja seperti keuletan, kekerasan, kekuatan dan lain sebagainya sangat dipengaruhi
oleh komposisi kimia dari bahan tersebut. Uji komposisi dilakukan untuk
mengetahui prosentase unsur-unsur kimia yang terkandung dalam baja dan untuk
mengetahui bahan tersebut termasuk jenis baja yang digunakan. Adapun hasil
pengujian komposisi kimia pada spesimen baja V-155 adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Komposisi

Baja paduan dibagi menjadi baja paduan rendah (jumlah paduan kurang
dari 8%) dan baja paduan tinggi (jumlah paduan lebih dari 8%) (Amstead, 1993 :
51).
Dari data yang didapat pada pengujian komposisi kimia specimen
mengandung bahan paduan kurang dari 8%. Maka baja V-155 yang digunakan
sebagai spesimen dapat diklasifikasikan ke dalam baja paduan rendah.
2. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan menghasilkan data harga kekerasan dari specimen
seperti yang terlihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4. Hasil Pengujian Kekerasan
FANDI JASMADI 131031092

Data hasil pengujian kekerasan pada tabel diatas lalu diolah dalam bentuk grafik
seperti terlihat dibawah ini:

Dari hasil eksperimen pengujian kekerasan didapatkan nilai rata-rata


kekerasan pada setiap spesimen adalah sebagai berikut:
a. Pada kelompok spesimen raw material (A0) mempunyai nilai kekerasan 32,89
HRC berfungsi sebagai pembanding (kelompok kontrol).
b. Data hasil kekerasan spesimen A1 sebesar 49,67 HRC mengalami kenaikan
nilai kekerasan sebesar 33,78% terhadap raw material. Kelompok spesimen A2
sebesar 51,11 HRC mengalami kenaikan nilai kekerasan sebesar 2,82% terhadap
spesimen A1. Sedangkan kelompok spesimen A3 yang mempunyai nilai
kekerasan sebesar 53,33 HRC mengalami kenaikan kekerasan sebesar 4,16%
terhadap kelompok spesimen A2.

FANDI JASMADI 131031092

c. Nilai kekerasan kelompok spesimen A2 sebesar 51,11 HRC mengalami


kenaikan nilai kekerasan terhadap raw material sebesar 35,65%. Untuk kelompok
spesimen A3 yang mempunyai nilai kekerasan sebesar 53,33 HRC mengalami
kenaikan nilai kekerasan sebesar 38,33% terhadap raw material dan 6,86%
terhadap A1. Jadi pada kelompok spesimen yang dilakukan perlakuan panas
dengan pendingin air garam (NaCl) yang berbeda yaitu 9%, 16% dan 23%
mengalami kenaikan nilai kekerasan.
Untuk lebih jelasnya lihat tabel dibawah ini:

3. Foto Struktur Mikro


Berikut ini adalah hasil foto mikro dari eksperimen yang telah dilakukan:
a. Foto struktur mikro raw material tanpa perlakuan menunjukan struktur
Kristal yang kasar.Pearlit

FANDI JASMADI 131031092

Pada hasil foto mikro kelompok raw material terlihat struktur mikronya
tampak kasar dan mempunyai tingkat kekerasan paling rendah. Kelompok
spesimen A1 terlihat struktur mikronya tampak lebih halus dibandingkan dengan
raw material dan tingkat kekerasan pada spesimen A1 lebih besar dari pada raw
material. Pada kelompok spesimen A2 struktur mikronya tampak lebih halus
dibandingkan dengan raw material dan kelompok spesimen A1. Tingkat
kekerasan kelompok spesimen A2 juga lebih besar dari pada raw material dan
kelompok A1. Pada spesimen A3 struktur kristalnya lebih halus dan nilai
kekerasannya lebih tinggi dari pada kelompok spesimen raw material, A1 dan A2.
Jadi semakin halus struktur mikro dalam baja maka baja akan semakin keras pula.

FANDI JASMADI 131031092

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin terhadap nilai
kekerasan pada proses pengerasan baja V-155. Semakin tinggi kadar garam dapur
(NaCl) dalam media pendingin semakin tinggi pula nilai kekerasannya.
2. Dari ketiga variasi kadar garam dapur (NaCl) yang berbeda-beda yaitu 9%,
16% dan 23%, yang menghasilkan nilai kekerasan yang tertinggi adalah media
pendingin dengan 23% NaCl sebesar 53,33 HRC disusul media pendingin dengan
16% NaCl sebesar 51,11 HRC dan yang terendah adalah media pendingin dengan
9% NaCl sebesar 49,67 HRC.

B. SARAN
1. Untuk mendapatkan kekerasan maksimal pada pengerasan baja V-155
disarankan agar menggunakan larutan garam dapur (NaCl) sebagai media
pendinginnya dengan konsentrasi larutan jenuh yaitu 23 % NaCl.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk media pendingin larutan garam dapur (NaCl)
diatas 23 % NaCl.

FANDI JASMADI 131031092

DAFTAR PUSTAKA

Amstead. B. H, Sriati Djaprie, 1997. Teknologi Mekanik Jilid 1. Jakarta : Erlangga


Arikunto Suharsimi, 1993. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta
Balai Pustaka. 1996. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan
Daryanto, Hari, 1971. Ilmu Bahan. Jakarta : Bumi Aksara
Djaprie Sriati, 1997. Ilmu dan Teknologi Bahan. Jakarta : Erlangga
Gruber Karl, Alois Schonmetz, 1985. Pengetahuan Bahan dalam Pengerjaan
Logam. Bandung: Angkasa
Mudjijana, 2000. Pelatihan Teknisi Jurusan Teknik Mesin Lab. Bahan Teknik.
Yogyakarta : Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik UGM
Sucahyo Bagyo,1999. Ilmu logam. Surakarta : Tiga Serangkai
Sudjana Hardi, Engkos Koswara, 1999. Pengujian Logam. Bandung : Humaniora
Utama Pers
Sumanto, 1996 Pengetahuan Bahan Untuk Mesin dan Listrik, Yogyakarta : Andi
Offset
Surdia Tata, 2000. Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta : PT. Pradnya Paramita
Zakharov, B. 1962. Heat Treatment of Metals. Moscow: Peace Publisher
Hiskia Ahmad. 1996. Kimia Larutan. Bandung : Citra Aditya Bakti

FANDI JASMADI 131031092

BIODATA PENULIS
Nama

: Fandi Jasmadi

NIM

: 131031092

Alamat

: Rt.02, Rw.32, Kadilangu,sumberadi, Mlati,Sleman,Yogyakarta.

TTL

: Rimbo Bujang 02 April 1995

E-mail

: fandyjasmadi02@g mail.com

Jurusan

:Teknik Mesin (S-1)

Fakultas

: Teknologi Industri

No Hp

:081391111412

FANDI JASMADI 131031092

Anda mungkin juga menyukai