Disusun Oleh :
Nama
: Fandi Jasmadi
NIM
: 131031092
: fandyjasmadi02@g mail.com
Jurusan
Fakultas
: Teknologi Industri
BAB I
PENDAHULUAN
efektifitas pendinginan karena garam dapur yang terkandung dalam larutan akan
mengendap. Hal ini diperkuat dengan pendapat dari Zuhdan Kun Prasetyo (1988),
yang menyatakan bahwa larutan garam dapur akan jenuh pada konsentrasi sebesar
23%, dan untuk mengerti secara pasti ada tidaknya pengaruh perlakuan yang
diberikan, maka dilakukan pengujian kekerasan dengan uji kekerasan Rockwell C.
Air dipakai sebagai media pendingin karena air dapat menurunkan suhu dengan
cepat yang diikuti dengan penurunan suhu di dalam benda tersebut, sehingga
diperoleh lapisan yang keras yang lebih merata. Garam dapur (NaCl) mampu
meningkatkan laju pendinginan apabila dilarutkan dalam air. Dengan adanya
penambahan garam dapur yang berbeda-beda, kemungkinan akan menghasilkan
tingkat kekerasan yang berbeda-beda pula.
Berdasarkan pemikiran diatas, maka diadakan penelitian dengan judul
Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam Media Pendingin terhadap Tingkat
Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V-155.
D. Penegasan Istilah
Untuk menghindari adanya salah pengertian di dalam judul skripsi
ini, maka perlu ditegaskan istilah yang dianggap penting. Dengan demikian
ada kesamaan pendapat di dalam memberikan penafsiran.
1. Pengaruh
FANDI JASMADI 131031092
Pengaruh adalah daya yang ada atau timbul dari sesuatu (orang, benda
dan sebagainya) yang berkuasa atau yang berkekuatan. Pengaruh dalam
penelitian ini adalah hubungan yang mempengaruhi antara penggunaan garam
dapur (NaCl) dalam media pendingin dalam kadar yang bervariasi terhadap
kekerasan pada proses pengerasan baja V-155.
2. Garam Dapur (NaCl)
Bahan ini berupa bahan padat putih, memiliki bentuk kristal kubus yang
transparan, tidak dapat terbakar serta mempunyai titik leleh 801 oC.
(Effendie:1989).
3. Pendingin
Pendingin dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah alat untuk
mendinginkan sesuatu. Dalam penelitian ini mempunyai pengertian, yaitu
media atau alat pendingin yang digunakan untuk menurunkan temperatur
bahan yang temperaturnya tinggi (Anton Maulana, 1983: 207). Bahan
pendingin yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang ditambahkan
garam dapur (NaCl) dengan kadar NaCl masing-masing yaitu: 9 %, 16 % dan 23
%.
4. Kekerasan
Kekerasan adalah merupakan suatu tahanan dari bahan terhadap
perubahan bentuk tetap (Kamus Besar Bahasa Indonesia,1989: 425). Dalam
penelitian ini adalah kemampuan dan kekuatan bahan menerima penetrasi dari
bahan lain yang terstandar, yaitu dengan menggunakan pengujian Rockwell.
5. Proses Pengerasan (Hardening)
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah atau di
atas daerah kritis disusul dengan pendinginan yang cepat, sehingga akan
membentuk struktur martensit pada permukaan baja yang dapat meningkatkan
kekerasan baja (Amstead, 1993: 144).
6. Baja V-155
Baja V-155 adalah salah satu nama baja dari produk Bohler, angka
155 menunjukan kekuatan tarik maksimumnya sama dengan 1550 N/mm2.
Baja V-155 adalah baja paduan untuk konstruksi mesin dengan kadar sebagai
berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn. 1,50% Cr, 0,20% Mo dan 1,64% Ni
(Grade Bohler PT. Bohlindo Baja).
E. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin
terhadap tingkat kekerasan baja V-155 setelah dikeraskan dalam proses
hardening?
2. Untuk mengetahui proporsi media pendingin manakah yang menghasilkan
kekerasan tertinggi dari penggunaan media pendingin air yang ditambahkan
garam dapur (NaCl) dengan kadar 9%, 16% dan 23% ?
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian Pengaruh Kadar Garam Dapur (NaCl) dalam
Media Pendingin terhadap Tingkat Kekerasan pada Proses Pengerasan Baja V155 adalah sebagai berikut :
1. Bagi dunia industri pengerjaan logam, merupakan masukan yang dapat
dipakai sebagai pedoman dalam produksinya, dengan maksud dapat
diketahui perlakuan panas yang akan diterapkan sesuai dengan kondisi benda
kerja, media pendingin yang dipakai, suhu pemanasan yang dikenakan dan laju
pendinginan yang diterapkan.
2. Bagi dunia pendidikan adalah suatu pengembangan dan pengalaman di
bidang pengerasan baja.
3. Bagi pembaca hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah
pengetahuan tentang pengerasan baja.
FANDI JASMADI 131031092
4. Bagi peneliti penelitian ini merupakan sarana untuk melatih diri agar
bertambah pengetahuan serta ketrampilan dalam melakukan penelitian.
G. Sistematika skripsi
Secara garis besar sistematika skripsi dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu:
bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi. Adapun rincian
sistematika skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Bagian awal Skripsi
Bagian ini berisi halaman judul, halaman pengesahan, abstraksi, motto dan
persembahan, kata pengantar, daftar isi, daftar tabel, daftar gambar dan daftar
lampiran.
2. Bagian Isi Skripsi
Bagian ini berisi:
BAB I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, permasalahan,
penegasan istilah, tujuan dan manfaat penelitian dan sistematika
skripsi.
BAB II : Landasan teori dan hipotesis, berisi tentang landasan teori sebagai telaah
kepustakaan, kerangka berpikir dan hipotesis penelitian.
BAB III : Metode penelitian, berisi tentang populasi, sampel, variabel, metode
penyusunan data dan metode analisis data penelitian.
BAB IV : Hasil penelitian dan pembahasan, berisi tentang hasil penelitian dan
laporan analisis hasil.
BAB V : Penutup, berisi tentang simpulan dan saran.
3. Bagian Akhir Skripsi
Bagian akhir skripsi berisi tentang daftar pustaka dan lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan Teori
1. Baja V-155
Baja merupakan paduan yang terdiri dari besi, karbon dan unsur lainya
dalam prosentase tertentu. Baja dapat didefinisikan sebagai suatu campuran
besi dan karbon, dimana unsur karbon menjadi dasar campurannya, kandungan
karbon dalam baja sekitar 0,1%-1,7% sedangkan unsur lainnya dibatasi
persentasenya (Amanto, 1999:2).
Secara garis besar baja dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu baja
karbon dan baja paduan. Baja karbon dibagi menjadi tiga yaitu baja karbon
rendah (< 0,3% C), baja karbon sedang (0.3% - 0,7% C) dan baja karbon tinggi
(0,7% - 1,4 % C). Sedangkan baja paduan dibagi menjadi baja paduan rendah
(jumlah paduan kurang dari 8%) dan baja paduan tinggi (jumlah paduan lebih
dari 8%) (Amstead,1993: 51).
Secara umum baja dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan
kegunaannya, yaitu baja konstruksi dan baja perkakas. Kandungan karbon baja
konstruksi sekitar 0,06 % - 0,55 %, dibuat dalam bentuk profil, batangan, pipa
dan pelat. Baja dapat dibedakan lagi menurut kegunaannya yaitu: baja perkakas
dingin, baja perkakas panas, baja konstruksi mesin, baja pencetak plastik, baja
stainless dan baja tahan panas (Grade Bohler PT. Bohlindo Baja). Sedangkan
baja perkakas mempunyai kadar karbon 0,5 % - 1,5 %, digunakan untuk
perkakas seperti martil, pisau, kikir, gergaji, mata bor dan sebagainya. Baja V155 merupakan baja paduan rendah yang diantaranya digunakan untuk balingbaling, poros engkol, bantalan, roda gigi dan sebagainya. Baja V-155
mempunyai unsur kimia sebagai berikut: 0,38% C, 0,20% Si, 0,70% Mn, 1,5%
Cr, 0,2% Mo, 1,64% Ni, 96,79% Fe, 0,13% Cu, 0,05% W, 0,03% S, 0,04% Co
(Bohler Steel Manual).
a. Karbon Dalam Baja
Hubungan antara karbon dan besi sebagian besar tergantung pada
dua faktor utama, yaitu:
1) Karbon dan besi secara kimiawi membentuk lapisan semen (Cementite), tetapi
ini akan keluar sebagai bahan yang terpisah diantara struktur dan dikenal sebagai
satu fasa, yang sedikit berbeda dari fasa besi.
2) Besi adalah elemen allotropik, yaitu bisa keluar lebih dari satu bentuk kristal.
Walaupun karbon merupakan solusi pada baja lebur, tetapi masalah dalam
baja padat timbul dalam struktur pengkristalan bukan sebagai karbon tetapi berupa
campuran kimia yang sangat keras yaitu cementite (Fe3C) dan hal ini dapat dilihat
dengan menggunakan mikroskop, ini yang disebut fase kedua dari baja. Gambar
1. Diagram kesetimbangan (Alois Sconmets, 1985: 40)
Cementite bisa tampak dalam baja dalam dua bentuk, yaitu: campuran
yang baik sekali dengan ferrite dan membentuk pearlite yang mengandung kirakira 13 % cementite dan 8 % ferrite, atau tampil sendiri sebagai cementite.
Kehadiran cementite bebas akan tergantung pada jumlah karbon didalam baja dan
bisa dilihat pengaruh karbon terhadap unsur-unsur pokok, Pertama pada baja
karbon rendah, sebagai contoh baja akan lunak dengan 0,3 % C. Kandungan
karbon ini tidak akan cukup untuk merubah ferrite menjadi pearlite dan akibatnya
baja akan terdiri dari keduanya yaitu ferrite dan pearlite. Pearlite itu sangat keras
sebab adanya unsur pokok cementite, tetapi adanya cementite akan menyebabkan
kekenyalan, tergantung pada perbandingan antara ferrite dan pearlite. Bila
pearlite lebih sedikit, maka baja tersebut akan lebih lunak, sebaliknya bila
kandungan karbon naik ditemukan lebih banyak pearlite dan bila sampai 0,85 %
C, baja tersebut hampir terdiri dari pearlite semuanya dan bila kadar karbon
mendekati tingkat ini, kekerasan dari logam akan naik dan akan diimbangi dengan
berkurangnya kekenyalan dan kekuatannya (ketahanan terhadap beban kejut).
Bila kadar karbon lebih dari 0,85 % C, baja tersebut akan terdiri dari
pearlite dan akan terbebas dari ferrite yang akan menyebabkan kekerasan dan
kerapuhan. Banyak elemen allotropik, yaitu yang dapat keluar lebih dari satu
bentuk, misalnya karbon bisa keluar dalam bentuk intan atau grafit. Pada
temperetur normal besi murni (ferrite) adalah lunak, kenyal dan magnetis, dan
dalam keadaan ini disebut sebagai alpha (a). Bila dipanaskan sampai suhu 910 oC,
struktur kristalnya akan berubah, sifat magnetisnya akan hilang dan volumenya
akan sedikit bertambah, dan besi tersebut dikenal sebagai besi g (gamma).
FANDI JASMADI 131031092
Ada dua hal penting dalam perubahan dari bentuk a kebentuk g. Pertama
adalah g tidak bisa mempertahankan cementite dalam keadaan padat. Cementite
akan berubah dengan cepat dari g ke besi a. Hal ini adalah bila kandungan karbon
naik, titik kritis (perubahan dari g ke a) menjadi tertekan dan terjadi pada suhu
terendah. Bila kandungan karbon 0,85% atau lebih, titik kritis terjadi pada
temperatur yang lebih tinggi dan kesemuanya ini diperlihatkan pada diagram
kesetimbangan di atas. Garis atas menunjukan titik kritis atas dan garis horisontal
yang melalui titik yang paling bawah menunjukan titik kritis bawah. Pada
temperatur diatas titik kritis atas bentuk campurannya dikenal dengan nama
austenite. Bila kadar karbon hanya 0,85%, perubahan dari besi g ke a
menyebabkan semua cementite dikeluarkan dari semua larutan sekaligus dan
membentuk pearlite. Perubahan dari g ke a terjadi di sekitar daerah temperatur
yang ditunjukan dengan jarak vertikal antara titik-titik kritis atas dan bawah pada
diagram. Dengan kandungan karbon kurang dari 0,85%, ferrite Nampak pertama
kali waktu pendinginan dan ketika besi g diperkaya menjadi 0,85%, ini akan
berubah menjadi pearlite.
Dengan kandungan karbon lebih dari 0,85%, cementite nampak pertam
kali waktu pendinginan dan ketika besi g yang tersisa dikurangi menjadi 0,85% C
akan berubah menjadi pearlite. Ferrite itu lunak dan kenyal, oleh karena itu baja
karbon rendah akan menunjukan sifat-sifat yang serupa sesuai dengan jumlah
kandungan ferritenya. Pearlite sangat keras dan akan memberikan sifatnya ini
kepada baja sehingga menjadi keras. Peningkatan proporsi pearlite membuat
logam tersebut kekenyalannya berkurang dan ketahanan terhadap deformasi
meningkat, cementite sangat keras dan getas.
temperatur, komposisi dan struktur kristal yang terdapat dalam sistem pada
kesetimbangan tertentu. (Alexander, 1990: 49).
Melalui perlakuan panas struktur baja dapat berubah. Bila baja eutektoid
dipanaskan dengan suhu 723 oC, maka karbida besi (sementit) akan terurai
menjadi besi (Fe) dan karbon (C). unsur karbon tersebut menjadi bebas terlarut di
dalam besi. Kemampuan melarutkan karbon tersebut hanya dimiliki oleh besi
gamma. Larutan ini terjadi pada suhu ketika baja masih padat, karenanya disebut
larutan padat (austenit). Baja eutektoid beralih menjadi austenite pada saat
melampaui suhu 723 oC.
Dengan adanya unsur-unsur yang terkandung didalam baja maka akan
berpengaruh pada suhu kritis yang berdampak pada perubahan pengaruh suhu 723
oC. Di dalam penelitian ini suhu yang digunakan untuk memanaskan baja adalah
850 oC.
b. Pendinginan
Setelah benda kerja memperoleh suhu pengerasan yang merata hingga ke
intinya, maka benda kerja segera didinginkan dengan cepat (dikejutkan).
Akibatnya keadaan austenite tetap dipertahankan hingga mencapai suhu yang
pertama di dua titik secara bergantian, dalam kasus ini berlangsung juga wujud
tahap pearlite atau tahap antara yang termasuk ke dalam daerah suhu yang
terpotong (Alois Sconmets, 1985: 44).
Hipoeutektoid
didinginkan
secara
perlahan-lahan,
austenite
bertransformasi ferit menjadi perlit. Baja dengan susunan demikian lunak dan
ulet. Bila baja didinginkan dengan lebih cepat baja akan mempunyai susunan
berlainan, baja akan lebih keras tetapi kurang ulet. Pencelupan di dalam air akan
menyebabkan pendinginan yang cepat dan menghasilkan struktur martensit.
Martens, seorang ilmuwan kebangsaan Jerman menemuka struktur ini pada tahun
1878. Martensit didapatkan dengan mencelupkan baja karbon dalam air dan
terbentuklah fase transisi yang terjadi dekomposisi austenit dengan cepat dan
merupakan larutan padat karbon.
Di bawah mikroskop tampak jarum-jarum, lihat gambar 4. Kekerasan
martensit tergantung pada kadar karbon dan berkisar antara Rockwell C 45 dan C
67. Martensit sukar dipotong, bahannya rapuh dan bersifat magnetik (Amstead,
1993: 147).
Gambar 4. a. Struktur baja tahan karat dicelup dalam air untuk menampilkan
austenit.
b. Struktur baja SAE 1095 yang dicelup dalam air. Terlihat martensit, pembesaran
562 x (Amstead, 1993: 146).
4. Kekerasan Maksimum Baja
Kekerasan maksimum yang dapat dicapai tergantung pada kadar karbon.
Kekerasan maksimum dapat dicapai bila austenit seluruhnya berubah menjadi
martensit dan nilai kekerasannya dapat mencapai 66 sampai 67 Rockwell C.
Untuk mencapai hal ini maka kadar kadar karbon harus sama atau lebih dari 0,60
%.
Untuk mencapai kekerasan maksimum karbon harus larut sempurna dalam
austenit. Laju pendinginan maksimal yang dapat menghasilkan 100% martensit
disebut kecepatan pendinginan atau pencelupan kritis. Selain itu harus diusahakan
agar jumlah austenit sisa dapat ditekan seminimal mungkin karena austenit sisa
akan melunakkan sturktur (Amstead, 1993: 147).
Untuk menyepuh keras atau hardening kita memanaskan benda pada suhu
800 oC sampai 900 oC tergantung pada kadar zat arang dan selanjutnya dapat
didinginkan dengan cepat. Pada saat penyepuhan keras banyak terjadi tegangan
yang dapat menjurus pada perubahan bentuk dan retakan benda kerja.
5. Bahan Pendingin (Quenching Medium)
Tujuan dari proses quenching adalah untuk mendapatkan kekerasan yang
optimal. Kekerasan (hardness) adalah sifat mekanik yang berhubungan dengan
kekuatan dan merupakan fungsi dari kadar karbon dalam baja. Sebagai media
pendingin yang dipakai di dalam penelitian ini dipergunakan air yang
ditambahkan garam dapur (NaCl) dengan kadar yang bervariasi yaitu: 9%, 16%
dan 23%.
a. Air (H2O)
Air adalah suatu jenis zat yang dalam kondisi tertentu bisa berbentuk
padat, cair dan gas dengan rumus kimia H2O. Air membeku pada suhu 273oK =
0oC, dan menguap di bawah tekanan normal pada 373oK = 100 oC, air memiliki
berat jenis pada suhu 277oK = 4oC. Air mempunyai sifat pendinginan yang baik
sehingga dalam proses pengerasan logam banyak dipakai sebagai media
pendingin. Pada baja dengan kadar karbon rendah dan sedang sangat cocok
dilakukan dengan pendinginan air.
FANDI JASMADI 131031092
H+ + OH H2O
HCl + NaOH NaCl + H2O
Reaksi yang saling menghilangkan disebut reaksi penetralan, jadi
dalam reaksi penetralan asam oleh basa dan basa oleh asam akan
dihasilkan garam dan air. Pada reaksi penetralan asam kuat oleh basa kuat atau
basa kuat oleh asam kuat hampir semua ion H+ dan ion OH- bereaksi membentuk
air dan pH larutan menjadi 7 atau netral (Hiskia Ahmad: 1996).
Apabila NaCl dilarutkan dalam air, maka ikatan ion positif dan ion negatif
terputus dan ion-ion tersebut berinteraksi dengan molekul air. Ionion ini
dikelilingi oleh molekul air dan peristiwa ini disebut hidrasi. Ionion
Na+ dan Cl- yang dikelilingi oleh molekul air ditulis sebagai Na+ (aq) dan Cl-
(Aq). Penguraian senyawa elektrolit ini dalam air dinyatakan dengan persamaan
reaksi yang disebut reaksi ionisasi. Kristal NaCl yang dilarutkan dalam air dapat
dituliskan dengan persamaan reaksi ionisasi sebagai berikut :
NaCl + H2O
NaOH + HCl.
6. Pengujian Kekerasan
Kekerasan dapat didefinisikan sebagai ketahanan bahan terhadap penetrasi
pada permukaannya.
Pengujian kekerasan
adalah
Baja V-155 merupakan baja paduan maka baja ini tepat untuk diuji kekerasannya
dengan memakai uji kekerasan Rockwell pada skala C (HRC). Setelah dikenai
perlakuan panas (pengerasan) skala Rockwell C tetap dapat
digunakan. Prosedur penekanan dan pembacaan hasil pada pengujian Rockwell C
(HRC) adalah sebagai berikut:
a. Bahan yang diletakan di atas landasan dinaikan hingga menyentuh
kerucut dimana jarum mulai bergerak
b. Bahan ditekan dengan beban awal yang besarnya 10 kg. Kedalaman masuknya
penekanan oleh beban awal ini dinyatakan dengan h1. Pemberian beban awal ini
dimaksudkan agar perbedaan tingkat kekerasan bagian permukaan dari benda uji
yang dimungkinkan akan berbeda dengan bagian dalam dapat dihindari, sekaligus
dapat diketahui secara akurat (Engkos Koswara, 1999: 18).
c. Beban utama (150 kg) ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga jarum
berputar berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Bila jarum berhenti
berarti penambahan beban utama sudah penuh. Kedalaman masuknya penekanan
oleh beban utama ini dinyatakan dengan h2 .
d. Setelah jarum berhenti ditunggu selama kurang lebih dua detik. Kemudian
beban utama dihilangkan sehingga jarum berputar searah dengan putaran jarum
jam. Sesudah beban utama dihilangkan maka kerucut akan terangkat sedikit
sehingga kedalaman masuknya penekanan yang dinyatakan dengan h3 yang lebih
kecil dari selisih dari h2 dan h3 adalah pantulan elastis dari bahan.
e. Hasil kekerasan dapat langsung dibaca yaitu penunjuk jarum setelah beban
utama dihilangkan dimana beban awal masih menekan bahan.
f. Selanjutnya beban awal dihilangkan sehingga jarum kembali kedalam keadaan
bebas. Benda uji Benda h1 uji Benda uji h2 h3
saat beban
bekas injakan
B. Kerangka Berpikir
Hardening adalah proses pemanasan baja sampai suhu di daerah kritis
dilanjutkan dengan pendinginan yang cepat. Cara yang baik adalah memanaskan
dan mencelupkan beberapa potong baja pada berbagai media pendingin kemudian
disusul dengan pengujian kekerasan.
Pada proses perlakuan panas akan selalu dihadapkan pada berbagai macam
variabel yang saling mempengaruhi seperti: komposisi bahan, temperature
pemanasan, holding time, media pendingin serta teknik pendinginan. Setiap
proses perlakuan panas menuntut adanya ketepatan nilai pendinginan agar dicapai
sifat-sifat bahan yang diinginkan sesuai dengan tujuannya. Nilai pendinginan
untuk proses pengerasan dituntut tinggi, oleh karena itu perlu dipertimbangkan
penggunaan media pendingin yang mempunyai nilai pendinginan yang tinggi.
Pada proses pengerasan baja V-155 dalam penelitian ini dipilih media
pendingin larutan garam dapur (NaCl) sebagai pendingin karena dimungkinkan
akan memberikan efektifitas pendinginan yang lebih besar jika dibandingkan
dengan air. Agar dapat diketahui ada tidaknya perbedaan pengaruh dari kadar
garam dapur yang berbeda-beda, maka dalam penelitian ini digunakan kadar
garam dapur yang bervariasi yaitu: 9%, 16% dan 23%, dengan volume
pendinginan yang sama yaitu 4 liter. Untuk mengetahui secara pasti ada tidaknya
pengaruh perlakuan yang diberikan, maka dilakukan pengujian kekerasan dengan
mesin uji kekerasan Rockwell C.
FANDI JASMADI 131031092
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir diatas, maka peneliti mengajukan
hipotesis sebagai berikut: Ada perbedaan pengaruh kadar garam dapur yang
bervariasi yaitu 9%, 16% dan 23% dalam media pendingin air terhadap nilai
kekerasan akibat proses pengerasan baja V-155.
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian merupakan suatu cara yang digunakan dalam kegiatan
penelitian
sehingga
pelaksanaan
dan
hasil
penelitian
dapat
2. Pembentukan Spesimen
Langkah-langkah dalam pembentukan spesimen dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a. Pemotongan Bahan
Pemotongan bahan yang berupa baja V-155 (VCN 150) dalam
bentuk silinder dengan diameter 40 mm dengan ketebalan 15 mm ditambah untuk
pemotongan dan pemakanan perataan. Pemotongan ini dilakukan dengan mesin
gergaji besi.
3. Pengujian Komposisi
Pengujian komposisi dilakukan untuk mengetahui unsur-unsur yang
disediakan.
2) Melakukan pendinginan pada semua bahan secara bersama-sama dengan
perincian 3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 9 % NaCl, 3 buah
spesimen didinginkan dalam air ditambah 16 % NaCl dan
3 buah spesimen didinginkan dalam air ditambah 23 % NaCl.
3) Menunggu beberapa saat agar dingin, kemudian benda kerja
dibersihkan.
4) Benda kerja siap untuk diuji kekerasannya dengan mesin uji Rockwell.
6. Pengujian Kekerasan
Pengujian ini dilakukan dengan mesin uji kekerasan Rockwell. Langkah
kerja pengujian Rockwell sebagai berikut:
a. Bahan yang diletakan di atas landasan dinaikan hingga menyentuh
kerucut dimana jarum mulai bergerak
b. Bahan ditekan dengan beban awal yang besarnya 10 kg.
c. Beban utama (150 kg) ditambahkan secara berangsur-angsur sehingga jarum
berputar berlawanan arah dengan arah putaran jarum jam. Bila jarum berhenti
berarti penambahan beban utama sudah penuh.
d. Setelah jarum berhenti ditunggu selama kurang lebih dua detik. Kemudian
beban utama dihilangkan sehingga jarum berputar searah dengan putaran jarum
jam.
e. Hasil kekerasan dapat langsung dibaca yaitu penunjuk jarum setelah beban
utama dihilangkan dimana beban awal masih menekan bahan. Hasil pengujian
dari masing-masing kelompok perlakuan tersebut kemudian dicatat secara
lengkap, kemudian masing-masing kelompok perlakuan dibandingkan untuk
mengetahui perbedaannya.
7. Foto Mikro
Langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Spesimen yang akan dilakukan uji foto mikro harus rata terhadap bidang ukur.
Maka setelah spesimen tersebut diamplas, lakukan finishing dengan menggosok
spesimen dengan autosol.
b. Nyalakan mikroskop dengan menekan ON pada power switch.
c. Letakan spesimen pada stage.
FANDI JASMADI 131031092
d. Pilih cahaya yang sesuai dengan memutar light intensity control knop.
e. Pilih perbesaran lensa dengan memutar revolving nosepiece.
f. Lihat gambar pada eyepiece yaitu pada lensa okuler.
g. Fokuskan gambar.
h. Pilih lokasi yang akan diinginkan dengan memutar stage drive control
knop.
i. Pemotretan: masukan film pada kamera, pilih spesifik gambar yang akan
diambil dengan photo unit adjuster dial, dan tekan expose untuk
melakukan pemotretan.
E. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan
statistik deskriptif yang dilakukan dengan cara melukiskan dan merangkum
pengamatan dari penelitian yang telah dilakukan. Metode deskriptif, yaitu suatu
metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu set kondisi,
suatu sistem pemikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan
dari penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat deskriptif, gambaran atau
lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta
hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Data yang dihasilkan dari penelitian ini berupa angka dan grafik yang
meliputi uji komposisi, pengujian kekerasan dan pengamatan foto mikro pada
material baja V-155.
1. Uji Komposisi
Klasifikasi pada uji komposisi ini ditentukan berdasarkan pada unsur
karbon dan unsur-unsur lain yang terkandung dalam suatu material. Sifat-sifat
baja seperti keuletan, kekerasan, kekuatan dan lain sebagainya sangat dipengaruhi
oleh komposisi kimia dari bahan tersebut. Uji komposisi dilakukan untuk
mengetahui prosentase unsur-unsur kimia yang terkandung dalam baja dan untuk
mengetahui bahan tersebut termasuk jenis baja yang digunakan. Adapun hasil
pengujian komposisi kimia pada spesimen baja V-155 adalah sebagai berikut:
Tabel 3. Hasil Uji Komposisi
Baja paduan dibagi menjadi baja paduan rendah (jumlah paduan kurang
dari 8%) dan baja paduan tinggi (jumlah paduan lebih dari 8%) (Amstead, 1993 :
51).
Dari data yang didapat pada pengujian komposisi kimia specimen
mengandung bahan paduan kurang dari 8%. Maka baja V-155 yang digunakan
sebagai spesimen dapat diklasifikasikan ke dalam baja paduan rendah.
2. Uji Kekerasan
Pengujian kekerasan menghasilkan data harga kekerasan dari specimen
seperti yang terlihat dari tabel di bawah ini:
Tabel 4. Hasil Pengujian Kekerasan
FANDI JASMADI 131031092
Data hasil pengujian kekerasan pada tabel diatas lalu diolah dalam bentuk grafik
seperti terlihat dibawah ini:
Pada hasil foto mikro kelompok raw material terlihat struktur mikronya
tampak kasar dan mempunyai tingkat kekerasan paling rendah. Kelompok
spesimen A1 terlihat struktur mikronya tampak lebih halus dibandingkan dengan
raw material dan tingkat kekerasan pada spesimen A1 lebih besar dari pada raw
material. Pada kelompok spesimen A2 struktur mikronya tampak lebih halus
dibandingkan dengan raw material dan kelompok spesimen A1. Tingkat
kekerasan kelompok spesimen A2 juga lebih besar dari pada raw material dan
kelompok A1. Pada spesimen A3 struktur kristalnya lebih halus dan nilai
kekerasannya lebih tinggi dari pada kelompok spesimen raw material, A1 dan A2.
Jadi semakin halus struktur mikro dalam baja maka baja akan semakin keras pula.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
1. Ada pengaruh kadar garam dapur (NaCl) dalam media pendingin terhadap nilai
kekerasan pada proses pengerasan baja V-155. Semakin tinggi kadar garam dapur
(NaCl) dalam media pendingin semakin tinggi pula nilai kekerasannya.
2. Dari ketiga variasi kadar garam dapur (NaCl) yang berbeda-beda yaitu 9%,
16% dan 23%, yang menghasilkan nilai kekerasan yang tertinggi adalah media
pendingin dengan 23% NaCl sebesar 53,33 HRC disusul media pendingin dengan
16% NaCl sebesar 51,11 HRC dan yang terendah adalah media pendingin dengan
9% NaCl sebesar 49,67 HRC.
B. SARAN
1. Untuk mendapatkan kekerasan maksimal pada pengerasan baja V-155
disarankan agar menggunakan larutan garam dapur (NaCl) sebagai media
pendinginnya dengan konsentrasi larutan jenuh yaitu 23 % NaCl.
2. Perlu penelitian lebih lanjut untuk media pendingin larutan garam dapur (NaCl)
diatas 23 % NaCl.
DAFTAR PUSTAKA
BIODATA PENULIS
Nama
: Fandi Jasmadi
NIM
: 131031092
Alamat
TTL
: fandyjasmadi02@g mail.com
Jurusan
Fakultas
: Teknologi Industri
No Hp
:081391111412