Anda di halaman 1dari 33

TUGAS UTILITAS

SISTEM PENYEDIAAN BAHAN BAKAR

DISUSUN OLEH
1. Randy Dwi Pramono
2. Hanifah Adami Rahmatul Mila
3. Verna Rahmalia O.
4. Gebyar Adisukmo
5. Ryan Primaldi
6. Rikky Andreanto
7. Faradilla Driastuti
8. Rio Sanjaya
9. Fatma Tsaniya Chamdani
10. Mukhtar Dzaki Ramadhan
11. Ardhan Hilfiyanda
12. Rinda Ameliya Firdhaus
13. Fauzia Dara Qonita
14. Shesar Anis Rahmatullah
15. Iksan Hariyanto
16. Eni Sumarsih

21030114140127
21030114130195
21030114130166
21030114120023
21030114120098
21030114120005
21030114120033
21030114130150
21030114120055
21030114140153
21030114120100
21030114120054
21030114130139
21030114130133
21030114130168
21030114120066

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2016

KATA PENGANTAR
Segalapuji bagi Allah yang telah memberikan kemudahan sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya mungkin makalah ini tidak terselesaikan dengan baik.
Dan tak lupa ucapan terima kasih kepada Ir. Slamet Priyanto, MS selaku dosen
pembimbing yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini. Ucapan terimakasih juga
kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah membantu baik langsung maupun tidak
langsung dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang "Sistem Penyediaan
Bahan Bakar dan Aplikasinya di Industri", dari berbagai sumber. Makalah ini disusun dengan
berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari dalam diri maupun yang datang dari luar. Namun
dengan penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan akhirnya makalah ini dapat
terselesaikan. Makalah ini memuat tentang Sistem Penyediaan Bahan Bakar dan Aplikasinya di
Industri yang sangat banyak dibutuhkan di berbagai industri di Indonesia.
Walaupun makalah ini kurang sempurna dan memerlukan perbaikan tetapi juga memiliki
detail yang cukup jelas bagi pembaca.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
penulis pada khususnya. Tak bisa dipungkiri pembuatan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, untuk itu perlu adanya kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan ke
arah kesempurnaan. Terimakasih.

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

Bahan bakar menurut Aprilia Putri (2012) adalah setiap bahan yang dapat digunakan untuk
menghasilkan energi. Sedangkan apabila ditinjau dari sisi teknis dan ekonomis menurut Eka Sunitra
(2013), bahan bakar adalah suatu bahan yang apabila dibakar dapat meneruskan proses pembakaran
dengan sendirinya, disertai dengan pengeluaran kalor. Selanjutnya agar dapat digunakan secara luas,
bahan bakar tersebut harus memenuhi beberapa syarat umum berikut :

Tersedia dalam jumlah banyak

Harga relatif murah

Memiliki nilai emisi rendah

Memiliki nilai kalor tinggi

Pada umumnya, proses pembakaran terjadi karena adanya reaksi bahan bakar dengan oksigen sehingga
mengeluarkan kalor. Di samping pembakaran, sejumlah panas atau kalor juga dapat diperoleh dari
berbagai reaksi senyawa kimia yang bersifat eksotermis serta reaksi nuklir. Sedangkan untuk jenis
bahan bakar secara umum menurut Aprilia Putri (2012) dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu :
1. Bahan Bakar Padat
Bahan bakar padat adalah bahan bakar yang berwujud padat dan kebanyakan menjadi
sumber energi panas. Misalnya kayu dan batubara. Energi panas yang dihasilkan bisa
digunakan untuk memanaskan air menjadi uap untuk menggerakkan peralatan dan
menyediakan energi. Bahan bakar padat tersusun dari :

Komponen yang dapat terbakar, yaitu komponen yang mengandung C, H, S atau


unsur unsur yang bila terbakar membentuk gas (bahan dapat terbakar yang
membentuk gas : BTG atau VCM)
Komponen yang bila terbakar tidak membentuk gas, yaitu fixed carbon (FC) atau
karbon tetap (KT)
Komponen yang tidak dapat terbakar (O, N, bahan mineral atau abu dan H2O).

2. Bahan Bakar Cair


Bahan bakar cair merupakan bahan bakar yang berwujud cair dan paling banyak digunakan
pada saat ini. Bahan bakar jenis ini digunakan sebagai bahan bakar mesin pada umumnya.
Bahan bakar cair yang banyak digunakan tersebut berasal dari minyak bumi dan tersusun

dari senyawa hidrokarbon berantai C6 - C12 serta harus sedikit mengandung senyawa S,O
dan N
3. Bahan Bakar Gas
Bahan bakar gas merupakan bahan bakar yang berwujud gas. Bahan bakar jenis ini
biasanya disimpan dalam wujud cair agar tidak membutuhkan ruangan yang terlalu besar.
Bahan bakar gas yang banyak dijumpai sekarang ini dapat berasal dari gas alam atau
minyak bumi yang diputus rantai karbonnya. Bahan bakar gas hidrokarbon memiliki rantai
dari C1 sampai C4.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Bahan Bakar Padat


a. Batubara
Batu bara merupakan batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan
organik,

utamanya

adalah

sisa-sisa

tumbuhan

dan

terbentuk

melalui

proses

pembatubaraan. Batubara mengandung carbon, hidrogen, oksigen, dan nitrogen. Batubara


dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat pembentukannya yaitu volatile matter, carbon,
dan kandungan debunya.
Berdasarkan tingkat pembentukannya, batubara dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Antrasit
Antrasit merupakan jenis batu bara kelas tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86% - 98% unsur (C) dengan kadar air kurang
dari 8%.

Gambar 2.1 Contoh Batubara Jenis Antrasit


(Sumber : Ahmad Tarmizi, 2013)
2. Bituminus
Bituminus merupakan jenis batubara yang mengandung 68 - 86% unsur karbon (C)
dan berkadar air 8-10% dari beratnya. Kelas batu bara yang paling banyak ditambang
di Australia.

Gambar 2.2 Contoh Batubara Jenis Bituminus


(Sumber : Puspitasari, 2011)
3. Sub-bituminus
Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh karenanya
menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus.

Gambar 2.3 Contoh Batubara Jenis Sub-bituminus


(Sumber : Puspitasari,2011)
4. Lignit
Lignit atau batu bara coklat adalah batu bara yang sangat lunak yang mengandung air
35-75% dari beratnya.

Gambar 2.4 Contoh Batubara Jenis Lignit


(Sumber : Putri Aprilia, 2012)

Selain itu, terdapat batubara jenis volatile matter yang merupakan campuran gas
dan uap-uap hidrokarbon yang dilepaskan ketika batubara dipanaskan pada temperatur
yang sangat tinggi. Misalnya: kadar asetilena, etilena, etana, metana, dll. Dimana
makin banyak volatile matter maka batubara makin banyak.
Adapun jenis batu bara berdasarkan volatile matter dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :

Tabel 2.1 Jenis batubara berdasarkan volatile matter


(Sumber : Prabowo Hadi, 2014)
b. Gambut
Gambut terbentuk dari timbunan sisa-sisa tanaman yang telah mati, baik yang
sudah lapuk maupun belum. Timbunan terus bertambah karena proses dekomposisi
terhambat oleh kondisi anaerob dan/atau kondisi lingkungan lainnya yang
menyebabkan rendahnya tingkat perkembangan biota pengurai. Pembentukan tanah
gambut merupakan proses geogenik yaitu pembentukan tanah yang disebabkan oleh
proses deposisi dan tranportasi, berbeda dengan proses pembentukan tanah mineral
yang pada umumnya merupakan proses pedogenik (Noor Julia, 2001).
Proses pembentukan gambut dimulai dari adanya danau dangkal yang secara
perlahan ditumbuhi oleh tanaman air dan vegetasi lahan basah. Tanaman yang mati
dan melapuk secara bertahap membentuk lapisan yang kemudian menjadi lapisan
transisi antara lapisan gambut dengan substratum (lapisan di bawahnya) berupa tanah
mineral. Tanaman berikutnya tumbuh pada bagian yang lebih tengah dari danau
dangkal ini dan secara membentuk lapisan-lapisan gambut sehingga danau tersebut
penuh. Bagian gambut yang tumbuh mengisi danau dangkal tersebut disebut dengan

gambut topogen karena proses pembentukannya disebabkan oleh topografi daerah


cekungan. Gambut topogen biasanya relatif subur (eutrofik) karena adanya pengaruh
tanah mineral. Bahkan pada waktu tertentu, misalnya jika ada banjir besar, terjadi
pengkayaan mineral yang menambah kesuburan gambut tersebut. Tanaman tertentu
masih dapat tumbuh subur di atas gambut topogen. Hasil pelapukannya membentuk
lapisan gambut baru yang lama kelamaan memberntuk kubah (dome) gambut yang
permukaannya cembung. Gambut yang tumbuh di atas gambut topogen dikenal
dengan gambut ombrogen, yang pembentukannya ditentukan oleh air hujan. Gambut
ombrogen lebih rendah kesuburannya dibandingkan dengan gambut topogen karena
hampir tidak ada pengkayaan mineral.

Gambar 2.5 Proses pembentukan gambut


(Sumber : Noor Julia, 2001)

c. Bagasse
Bagasse atau ampas tebu merupakan limbah berserat yang diperoleh dari hasil
samping proses penggilingan tanaman tebu (Saccharum oficinarum). Ampas ini
sebagian besar mengandung bahan-bahan lignoselulosa. Bagasse mengandung air 4852%, gula rata-rata 3,3%, dan serat rata-rata 47,7%. Serat bagasse sebagian besar terdiri
dari selulosa, hemiselulosa dan lignin dan tidak dapat larut dalam air. Menurut Lavarack
et al. (2002) bagasse merupakan hasil samping proses pembuatan gula tebu (sugarcane)
mengandung residu berupa serat, minimal 50% serat bagasse diperlukan sebagai bahan
bakar boiler, sedangkan 50% sisanya hanya ditimbun sebagai buangan yang memiliki
nilai ekonomi rendah. Penimbunan bagasse dalam kurun waktu tertentu akan
menimbulkan permasalahan bagi pabrik. Mengingat bahan ini berpotensi mudah
terbakar mengotori lingkungan sekitar, dan menyita lahan yang cukup luas untuk
penyimpanannya. Potensi bagasse di Indonesia sangat melimpah khususnya di luar
pulau jawa. Menurut Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI) tahun 2008,
komposisi rata-rata hasil samping industri gula di Indonesia terdiri dari limbah cair
52,9%, blotong 3,5%, ampas tebu (bagasse) 32,0%, tetes tebu (molasses) 4,5%, dan gula
7,05% serta abu 0,1% (Fauzi Achmad, 2005)
II.2

Gasifikasi Batubara
Gasifikasi batubara merupakan konversi batubara menjadi produk gas dalam
sebuah reaktor, dengan atau tanpa menggunakan pereaksi berupa udara, campuran
udara/uap air atau campuran oksigen/uap air). Pilot Plant Gasifikasi Batubara.berada di
lokasi Sentra Teknologi Pemanfaatan Batubara di Cirebon. Gasifikasi batubara dapat
dimanfaatkan untuk industri logam, keramik, PLTD, Syngas (untuk pupuk).
Pemanfaatan gasifikasi batubara untuk PLTD dilakukan karena banyaknya unit
PLTD milik PT PLN yang masih menggunakan solar. Puslitbang Mineral dan Batubara
melakukan kerjasama/ujicoba dengan PT PLN J&P - PT CGI dalam pemanfaatan
gasifikasi batubara untuk PLTD. Tahap I Ujicoba Pilot Plant di Sentra Teknologi
Pemanfaatan Batubara, Palimanan.
Pilot plant tersebut menggunakan gasifier buatan China (fixed bed) dengan
pereaksi udara/uap air kapasitas 150-200 kg bbara/jam (milik PT CGI). Uji coba telah

berhasil menggunakan mesin Diesel kapasitas 250 kVA, sistem manual dan non-turbo
(milik PLNJP) dan telah tersambung pada jaringan interkoneksi Jawa-Bali.
Saat ini sedang diiuji coba penggunaan mesin Diesel kapasitas 450 kVA sistem
otomatis dan turbo (milik tekMIRA) dan melakukan persiapan instalasi reaktor
gasifikasi diameter 2 m. Tahap II juga telah dilakukan untuk penerapan demo plant di
Kalimantan. Selain untuk PLTD, juga dilakukan pengembangan syngas dari batubara
untuk bahan baku pupuk bekerja sama dengan PT.Pupuk-Kujang, Cikampek.
Studi kelayakan intergrasi gasifikasi teknologi TIGAR telah dilakukan dengan
bekerjasama

antara

Puslitbang

tekMIRA,

PT. Pusri

(Holding),

dan

Jepang

(Ishikawajima-Harima Heavy Industry IHI). Secara teknis, integrasi gasifikasi TIGAR


ke pabrik pupuk layak dilakukan dan secara ekonomi, harga syngas dari batubara
tergantung harga batubara. Untuk menindaklanjuti hasil tersebut, perlu dibangun
prototype plant 50 tpd.
Saat ini sedang dilakukan pembuatan model fluidized bed dengan media unggun
pasir sebagai pendukung rancangan produksi syngas skala komersil berbasis bahan baku
domestik (Litbang ESDM, 2013).

Gambar 2.6 Proses Gasifikasi Batubara


(Sumber : Castaldi, 2009)

II.3

Bahan Bakar Cair


Bahan bakar cair yang digunakan dalam industri umumnya adalah bahan bakar
minyak. Adapun jenis bahan bakar minyak yaitu minyak bumi.
Minyak Bumi , dijuluki juga sebagai emas hitam, adalah cairan kental, berwarna
coklat gelap, atau kehijauan yang mudah terbakar, yang berada di lapisan atas dari
beberapa area di kerak bumi. Minyak Bumi terdiri dari campuran kompleks dari berbagai
hidrokarbon, sebagian besar seri alkana, tetapi bervariasi dalam penampilan, komposisi,
dan kemurniannya. Minyak Bumi diambil dari sumur minyak di pertambanganpertambangan minyak. Lokasi sumur-sumur minyak ini didapatkan setelah melalui proses
studi geologi, analisis sedimen, karakter dan struktur sumber, dan berbagai macam studi
lainnya. Setelah itu, minyak Bumi akan diproses di tempat pengilangan minyak dan
dipisah-pisahkan hasilnya berdasarkan titik didihnya sehingga menghasilkan berbagai
macam bahan bakar, mulai dari bensin dan minyak tanah sampai aspal dan berbagai
reagen kimia yang dibutuhkan untuk membuat plastik dan obat-obatan. Minyak Bumi
digunakan untuk memproduksi berbagai macam barang dan material yang dibutuhkan
manusia.
Minyak bumi biasanya berada 3-4 km di bawah permukaan laut. Minyak bumi
diperoleh dengan membuat sumur bor. Minyak mentah yang diperoleh ditampung dalam
kapal tanker atau dialirkan melalui pipa ke stasiun tangki atau ke kilang minyak. Minyak
mentah (cude oil) berbentuk cairan kental hitam dan berbau kurang sedap. Minyak
mentah belum dapat digunakan sebagai bahan bakar maupun untuk keperluan lainnya,
tetapi harus diolah terlebih dahulu. Minyak mentah mengandung sekitar 500 jenis
hidrokarbon dengan jumlah atom C-1 sampai 50. Titik didih hidrokarbon meningkat
seiring bertambahnya jumlah atom C yang berada di dalam molekulnya. Oleh karena itu,
pengolahan minyak bumi dilakukan melalui destilasi bertingkat, dimana minyak mentah
dipisahkan ke dalam kelompok-kelompok (fraksi) dengan titik didih yang mirip (Putri
Aprilia, 2012). Adapun diagram alir pengolahan minyak bumi terdapat di bawah ini.

Gambar 2.6 Tahap tahap pengolahan minyak bumi


(Sumber : Dentri Irtas, 2013)
II.4

Bahan Bakar Gas


Bahan bakar gas pada umumnya adalah gas alam, Liquefied Natural Gas (LNG),
dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
1. Gas Alam
Bahan utama dalam gas alam adalah metana, gas atau senyawa yang
terdiri dari satu atom karbon dan empat atom hidrogen. Jutaan tahun lalu, sisa-sisa
tanaman dan binatang (diatom) membusuk dan tertutup dalam lapisan tebal. Sisa
tanaman dan hewan yang disebut bahan organik itu kemudian membusuk. Seiring
waktu, pasir dan lumpur berubah menjadi batu, menutupi bahan organik yang
terjebak di bawah bebatuan. Tekanan dan panas mengubah sebagian bahan
organik menjadi batubara, sebagian menjadi minyak (petroleum), dan sebagian
menjadi gas alam - gelembung kecil gas tidak berbau (Putri Aprilia, 2012).

(Egi wibi, 2015)


2. Liquefied Petroleum Gas (LPG)
Liquefied Petroleum Gas (LPG) adalah campuran dari berbagai unsur
hidrokarbon yang berasal dari gas alam. LPG dikenalkan oleh Pertamina dengan
merk Elpiji. Dengan menambah tekanan dan menurunkan suhunya, gas berubah
menjadi cair. Komponennya didominasi propane (C3H8) dan butana (C4H10).
Elpiji juga mengandung hidrokarbon ringan lain dalam jumlah kecil, misalnya
etana (C2H6) dan pentana (C5H12).
Dalam kondisi atmosfer, elpiji akan berbentuk gas. Volume elpiji dalam
bentuk cair lebih kecil dibandingkan dalam bentuk gas untuk berat yang sama.
Karena itu elpiji dipasarkan dalam bentuk cair dalam tabung-tabung logam
bertekanan. Untuk memungkinkan terjadinya ekspansi panas (thermal expansion)
dari cairan yang dikandungnya, tabung elpiji tidak diisi secara penuh, hanya
sekitar 80-85% dari kapasitasnya. Rasio antara volume gas bila menguap dengan
gas dalam keadaan cair bervariasi tergantung komposisi, tekanan dan temperature.
Tekanan di mana elpiji berbentuk cair, dinamakan tekanan uap-nya, juga
bervariasi tergantung komposisi dan temperatur; sebagai contoh, dibutuhkan
tekanan sekitar 220 kPa (2.2 bar) bagi butana murni pada 20 C (68 F) agar
mencair, dan sekitar 2.2 MPa (22 bar) bagi propana murni pada 55 C (131 F).
Menurut spesifikasinya, elpiji dibagi menjadi tiga jenis yaitu elpiji
campuran, elpiji propana dan elpiji butana. Spesifikasi masing-masing elpiji
tercantum dalam keputusan Direktur Jendral Minyak dan Gas Bumi Nomor:

25K/36/DDJM/1990. Elpiji yang dipasarkan Pertamina adalah elpiji campuran.


Adapun cara pembuatannya :
1. Minyak bumi atau minyak mentah sebelum masuk kedalam kolom fraksinasi
(kolom pemisah) terlebih dahulu dipanaskan dalam aliran pipa dalam furnace
(tanur) sampai dengan suhu 350C. Minyak mentah yang sudah dipanaskan
tersebut kemudian masuk kedalam kolom fraksinasi. Untuk menjaga suhu dan
tekanan dalam kolom maka dibantu pemanasan dengan steam (uap air panas dan
bertekanan tinggi).
2. Karena perbedaan titik didih setiap komponen hidrokarbon maka komponenkomponen tersebut akan terpisah dengan sendirinya, dimana hidrokarbon ringan
akan berada dibagian atas kolom diikuti dengan fraksi yang lebih berat
dibawahnya. Pada tray (sekat dalam kolom) komponen itu akan terkumpul sesuai
fraksinya masing-masing.
3. Pada setiap tingkatan atau fraksi yang terkumpul kemudian dipompakan keluar
kolom, didinginkan dalam bak pendingin, lalu ditampung dalam tanki produknya
masing-masing. Produk ini belum bisa langsung dipakai, karena masih harus
ditambahkan aditif (zat penambah) agar dapat memenuhi spesifikasi atau
persyaratan atau baku mutu yang ditentukan oleh Dirjen Migas RI untuk masingmasing produk tersebut (Mita Anisa, 2011).
Dari uraian di atas dapat diketahui bermacam macam bahan bakar yang dapat
digunakan dalam industri. Oleh karena itu, perlu adanya pengetahuan tentang bagaimana industri
industri di Indonesia menerapkan sistem penyediaan bahan bakar bagi kelangsungan proses
produksi.

II.5 Pemilihan Bahan Bakar


Pemilihan Bahan Bakar dapat didasarkan pada heating value

Kandungan energi pada bahan bakar dinyatakan sebagai Heating Value

Ada 2 macam heating value yg dikenal:


HHV (higher heating value) gross heating value
LHV (lower heating value) net heating value

Heating value dapat dinyatakan sebagai :


AR ( as received )
MF ( moisture free or dry basis )
MAF ( moisture and ash free )

Analisa
heating
value
menggunakan bomb calorimeter

BAB III
PEMBAHASAN
III.1

Penyediaan Bahan Bakar di PT Indocement


Bahan bakar yang digunakan oleh PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11
ada dua macam yaitu batubara dan Indutrial Diesel Oil (IDO).
1. Penyediaan Batu Bara
PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 menggunakan batu bara
untuk pemanasan awal di preheater dan pembakaran terak di kiln. Berdasarkan
analisa NHV (Number Heat Value), panas yang terkandung di dalam batu bara
sebesar 6 013 kcal/kg terak dan kapasitas batu bara yang digunakan sebanyak 46,4
ton/jam. Untuk kebutuhan batu bara di preheater sebanyak 28 ton/jam dan
kebutuhan batu bara di kiln sebanyak 18,4 ton/jam. Batubara didatangkan dari
terminal batu bara di Cigading seluas 18 Ha yang terletak di zona PT Krakatau Steel
Cilegon, Serang, kemudian disimpan di coal storage dan dihomogenkan lagi. Syarat
batubara sebagai umpan pada pembakaran di kiln dan preheater yaitu (Budi
Setiyana, 2008) :
Mempunyai kandungan air 0,5 1 persen
Kehalusan 85 persen lolos ayakan 90 mikron
Untuk mendapatkan nilai bakar yang tinggi yaitu sekitar 6 013 kcal/jam,
maka batu bara perlu mengalami proses penggilingan dan pengurangan kadar air.
Kedua proses tersebut terjadi di coal grinding dengan menggunakan Roller Mill
dengan spesifikasi :
Tipe

: Vertical Roller Mill

Kapasitas

: 50 ton/jam

Power motor

: 500 KW, 66 330 rpm

Jumlah grinding roller : 2 pasang


a. Proses Alir Material di Coal Grinding :
Batu bara yang diterima di lokasi pabrik disimpan dalam storage dan
dihomogenkan lagi. Dengan bantuan reclaimer scrapper (laju pengisian 150
ton/hari) dimasukkan bertahap melalui belt conveyor menuju Vibrating screen

dan iron separator. Benda-benda asing (besi dan benda lainnya) tertarik oleh
medan magnet dari iron separator (metal detektor secara otomatis mematikan
belt conveyor dan membunyikan alarm bila masih terdapat logam besi yang lolos).
Vibrating screen memisahklan batu bara yang masih berukuran besar (> 50 mm).
partikel > 50 mm dihaluskan didalam crusher yang bekerja seperti hammer.
Sedangkan partikel yang kecil diteruskan oleh belt conveyor. Partikel yang besar
telah dihaluskan kemudian bergabung dengan partikel kecil yang lolos dari
vibrating screen.
Sementara itu panas sisa pembakaran di kiln sebagian masuk kedalam multi
cyclone untuk memisahkan gas panas dari partikel yang terbawa dari kiln dan SP
dengan gaya sentrifugal dan gravitasi. Gas panas bebas partikel masuk kedalam
3

mixing chamber berkisar antara 35 000 40 000 Nm /jam dengan temperatur 250
o

300 C.
Dari hopper, material masuk atau diumpan kedalam ekstraktor yang
berputar ekstromat dengan laju pengumpanan dapat diatur dalam batasan 10,5
52,5 ton/jam. Dari ekstraktor masuk kedalam mill melalui rotary air lock feeder,
yang dipanasi gas dari mixing chamber. Pemanasan ini diperlukan guna mencegah
terjadinya penyumbatan oleh batu bara yang masih berkadar tinggi.
Roller mill terdiri atas komponen-komponen utama meja giling, 2 pasang
roll penggiling dan rumah-rumah (housing) beserta grit separator atau separator
statis yang terpasang dibagian atasnya.
Batu bara dijatuhkan ke pusat meja penggiling yang berputar dan tergilas
oleh pasangan roll penggiling yang dapat bergerak naik turun. Batu bara yang
telah digiling terlempar dari tepi meja giling dan terbawa oleh gas panas yang
mengalir naik melalui nozzle ring menuju separator. Batu bara dikeringkan oleh
gas panas dan dihaluskan 170 mesh dengan 15 persen residu tertampung pada
mesh (90 mikron) dan kadar air turun dari 23 persen menjadi 0,5 1 persen.
Pada separator, serbuk batu bara kasar dipindahkan dari halus dan ke mill
untuk penggilingan ulang. Tingkat kehalusan batu bara yang diinginkan diperoleh
dengan jalan mengatur kedudukan kisi-kisi separator.

Gas dan batu bara keluar dari bagian atas mill menuju bag filter. Gas panas
o

dilepaskan ke lingkungan dengan suhu 60 70 C. Batu bara dengan kandungan


9 persen tertahan di bag filter dan dilepaskan dengan cara purging (tembakan
terhadap filter secara berkala) dan jatuh ke screw untuk kemudian ditampung
dalam hopper (karena jatuhnya material dari bag filter tidak teratur). Dengan
bantuan screw conveyor dan pneumatik conveyor diangkut ke tangki-tangki lokasi
pembakaran tanur dan suspension preheater.

Gambar 3.1 Diagram Alir Penyediaan Batu Bara


(Sumber : Unit Penyediaan Bahan Bakar di PT ITP, Tbk, Febuari 2006)

2. Penyediaan Industrial Diesel Oil (IDO)


PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk plant 11 membutuhkan minyak IDO
dengan kapasitas panas 10 000 kcal/kg terak menurut analisa NHV (Number Heat Value)
untuk memenuhi kebutuhan prosesnya. Minyak IDO digunakan terutama untuk bahan
bakar mesin yang menggerakkan generator, selain itu digunakan pula untuk :
1. Pemanas awal pada preheater dan kiln.
2. Pemanas udara sebelum menggiling bahan mentah.
Minyak IDO disuplai dari Pertamina dan diangkut menggunakan truck minyak,
kemudian disimpan didalam 4 buah tangki penyimpanan sementara yang berkapasitas
1600 kLt, dengan bantuan pompa minyak kan dialirkan keareal pabrik pada tekanan 4 bar.
Di areal pabrik minyak ditampung di tangki penampungan kecil-kecil yang berkapasitas
2500 Lt. kemudian dialirkan ke unit-unit yang membutuhkan. Ada dua aliran suplai
minyak yaitu:
a.

Aliran I
Aliran ini menyediakan minyak untuk pemanas udara dalam preheater

b.

Aliran II
Aliran ini menyediakan minyak untuk pemanas awal pada pembakaran di rotary
kiln. Minyak yang dialirkan dalam pipa dijaga agar selalu penuh sehingga bagian
dalam pipa tidak terisi oleh udara. Oleh karena itu dibuat aliran sirkulasi minyak dari
masing-masing tangki ke pipa yang keluar dari tangki penampungan. Dari tangki
tersebut aliran minyak dikendalikan oleh valve regulator menuju ke peralatan.

Gambar 3.2 Diagram alir Penyediaan IDO


(Sumber : Unit Penyediaan bahan Bakar PT ITP, Tbk, Februari 2006)

Keterangan gambar :
1. Truck minyak
2. Tangki penyimpanan sementara
3. Rumah pompa
4. Tangki kecil
5. Ke ILC dan SLC preheater
6. Tangki kecil
(Dinovia,2012)
III.2

Penyediaan Bahan Bakar di Pertamina Balongan


Fuel System Terdapat dua unit sistem bahan bakar yaitu :
a. Fuel Gas System
Sistem bahan bakar gas (fuel gas system) dirancang untuk mengumpulkan
berbagai sumber gas bakar dan mendistribusikannya ke kilang sebagai gas bakar
dan bahan baku H2 Plant. Penggunaan gas bakar di kilang adalah untuk keperluan
sebagai berikut :
1. Gas umpan di Hydrogen Plant
2. Gas bakar di unit dan fasilitas proses
b. Fuel Oil System
Fuel oil system dirancang untuk mengumpulkan bermacam-macam
sumber Fuel oil dan didistribusikan ke semua user dan di dalam refinery. Sumbersumber Fuel Oil antara lain :
1. Decant Oil dari RCC
2. Atmospheric Residue dari CDU
3. Gas Oil untuk Start Up Refinery
c. Konsumen Fuel Oil :
1. Crude charge heater di CDU
2. Dedicated Superheater di RCC

d. Boiler di Utility Facility


Prioritas Fuel Oil :
Decant Oil akan digunakan sebagai fuel oil pada normal operasi pada saat
shut down AHU unit, atmospheric residue juga digunakan sebagai fuel oil.
(Budi P, 2007)
III.3

Perhitungan Bahan Bakar Industri


III.3.1 Model Udara Pembakaran
Oksigen dibutuhkan dalam setiap reaksi pembakaran. Secara umum dalam
aplikasi pembakaran udara menyediakan oksigen yang dibutuhkan dan untuk
perhitungan pembakaran digunakan model sbb :
Semua komponen udara selain Oksigen digabung bersama dengan
Nitrogen. Udara dianggap terdiri dari 21% O2 dan 79% N2 dengan basis molar.
Idealisasi rasio molar N2/O2 = 0.79/0.21 = 3.76. Suplai pembakaran diberikan
oleh udara, setiap mol O2 disertai dengan 3.76 mol N2.
III.3.2 Perhitungan Kebutuhan Udara Teoritis
Jumlah udara teoritis adalah jumlah udara minimum yang memberikan
oksigen yang cukup untuk pembakaran sempurna terhadap semua karbon, dan
sulfur yang terkandung di dalam bahan bakar.
Produk yang dihasilkan untuk pembakaran sempurna dengan jumlah udara
teoritis adalah: CO2, H2O, SO2 dan N2 yang menyertai O2 di dalam air. Jika
bahan bakar dinyatakan dengan CxHy, maka reaksi stoikiometri sempurna
dapat dinyatakan sebagai :
CxHy + a (O2+3.76N2) xCO2 + (y/2)H2O + 3.76a N2
(1) Dimana : a = x + y/4
Rasio udara-bahan bakar adalah rasio jumlah udara di dalam suatu reaksi
terhadap jumlah bahan bakar = mol udara/ mol bahan bakar atau massa udara/
massa bahan bakar. (A/F)
(A/F) stoikiometri = (m udara/ m bahan bakar) stoikiometri =
4.76 a /1 (BM udara/ BM bhn bakar)
III.3.3 Rasio Ekivalensi
Rasio dari rasio aktual bahan bakar-udara terhadap rasio bahan bakarudara stoikiometri (pembakaran dengan jml udara teoritis). Rasio ekivalensi

dinyatakan dengan .
= (A/F) stoic / (A/F) = (F/A) / (F/A) stoic
Jika < 1 : reaktan membentuk campuran encer (fuel-lean mixture)
Jika > 1 : reaktan membentuk campuran kental (fuel-rich mixture)
III.4 Contoh Soal Perhitungan Bahan Bakar
1. Tentukan jumlah udara teoritis untuk pembakaran sempurna terhadap metana
dan rasio udara-bahan bakar dengan basis molar dan basis massa.
Reaksi Pembakaran :
CH4 + 2 (O2 + 3,76N2)

CO2 + 2H2O + (2) (3,76) N2

Maka rasio udara bahan bakar :


AF = (mu / mCH4) = (mu Nu / mCH4 NCH4)
= (28,9 kg/kmol)(2(1+3,76)kmol) / (16 kg/kmol) (1kmol)
= 17,2 kg udara / kg CH4
2. Sebuah alat pembakar (burner) turbin gas beroperasi pada beban penuh dengan
laju aliran massa udara 15,9 kg/s. Bahan bakarnya adalah gas alam dengan
komposisi ekivalen C1,16H4,32. Tentukan rasio udara-bahan bakar dan laju aliran

massa bahan bakar jika proses pembakaran hendak dijaga pada kondisi
campuran miskin bahan bakar (fuel-lean mixture) dengan rasio ekivalen 0,286.
Penyelesaian:
Diketahui: pembakaran C1,16H4,32 . rasio ekivalen, = 0,286 laju aliran udara
aktual, Ditanya: rasio udara-bahan bakar stoikiometris AF dan laju aliran
bahan-bakar.

Penyelesaian (lanjutan):
Dari persamaan umum reaksi pembakaran (1), maka reaksi pembakaran proses di atas
adalah :
C1,16 H4,32 + (1,16 +

) (O2 + 3,76 N2 )

C1,16 H4,32 + 2,24 (O2 + 3,76 N2 )

1,16 CO2 +(

) H2O + 3,76 (1,16 +(

)N2

1,16 CO2 +2,16 H2O + 8,42N2

Menggunakan persamaan (1.11), rasio udara-bahan bakar stoikiometrik dapat ditentukan


sebagai berikut:
Massa molekuler udara, Mu

= 28,9 kg/kmol

Massa molekuler bahan bakar, Mbb = (1,16)(12) + (4,32)(1) = 18,24 kg/kmol Maka
rasio udara-bahan bakar stoikiometris :

Penyelesaian (lanjutan):
Rasio udara-bahan bakar aktual dengan rasio ekivalen, = 0,286 dapat ditentukan
dengan persamaan (1.1) :

Karena rasio udara-bahan bakar juga menyatakan rasio laju aliran massa udara-bahan
bakar, maka dengan menggunakan persamaan (1.11) dengan penyesuaian simbol maka laju
aliran bahan bakar dapat ditentukan :

3. Tabel II.1 Tabel indeks kerja hukum bond pada berbagai jenis material

Dengan mencermati tabel II.1 di atas, berapa energi yang dibutuhkan untuk
menghancurkan (crush) 100 ton/jam batu bara jika diinginkan 80 % umpan dapat melewati
pengayak (screen) ukuran
2 inchi dan 80 % produk keluaran pengayak (screen) berukuran inchi ?

Jawab

Dari soal di atas didapat data variabel sebagai berikut,


Wi (coal) = 13 kWh / ton
= 100 ton / jam
Dsa

= 2 inchi = 50,8 mm

Dsb

= inchi = 0,125 inchi = 3,175 mm

Berdasarkan persamaan (II.12), didapatkan hasil perhitungan berikut


P= 169 kW (227 hp)

III.4

Diversifikasi Bahan Bakar


Dalam industri kimia, penyediaan bahan bakar memang sangat
diperlukan karena setiap proses produksi dalam industri membutuhkan
bahan bakar untuk menjalankan alat alat proses diindustri. Beribu ribu
industri kimia di Indonesia telah berdiri. Tidak bisa dipungkiri penyediaan
bahan bakar juga semakin meningkat. Belum lagi kebutuhan bahan bakar
yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia mengalami peningkatan setiap

harinya yang diakibatkan pertumbuhan penduduk di Indonesia cenderung tajam tiap


tahun. Kebutuhan tersebut contohnya gas LPG untuk memasak, Bahan Bakar Minyak
untuk kendaraan, dsb.
Dibalik meningkatnya kebutuhan akan bahan bakar, tidak diimbangi dengan
peningkatan sumber bahan bakar. Bahan bakar fosil contohnya, tiap tahun semakin
berkurang bahkan menipis tiap tahun. Akibatnya, kelangkaan BBM terjadi di Indonesia.
Selain itu, harga BBM juga mengalami fluktuatif dan tidak menentu. Pada tahun 2015
contohnya, pada awal tahun 2015 BBM mengalami kenaikan harga. Akan tetapi pada
pertengahan bulan harga BBM mengalami penurunan harga. Tercatat 2 3 telah terjadi
kenaikan harga BBM sampai awal bulan Juni tahun 2015 ini. Oleh karena itu, tidak
selamanya kita dapat bergantung dengan bahan bakar fosil, perlu adanya kebijakan untuk
masalah ini. Kebijakan kebijakan tersebut seperti diversifikasi energy bahan bakar dan
inovasi bahan bakar baru (Atmaja, 2015).
Diversifikasi energi bahan bakar merupakan penganekaragaman, penyediaan dan
pemanfaatan berbagai sumber bahan bakar dalam rangka optimasi penyediaan energi
(Atmaja, 2015). Diversifikasi energi merupakan usaha agar cadangan sumber daya energi
(bahan bakar) dapat diperpanjang dan sekaligus sebagai upaya mencegah adanya dampak
pencemaran lingkungan atau sebagai upaya penyelamatan lingkungan. Usaha diversifikasi
energi ditempuh antara lain dengan menginventarisasi jenis energi yang dapat diperoleh
selain dari pemanfaatan bahan bakar fosil. Diversifikasi energi terdiri dari pemanfaatan 2
macam kelompok energi (Arya Wisnu, 2013) yaitu :
1. Energi Terbarukan

Energi terbarukan dalah energi yang berasal dari energi non fosil yang diperoleh
dari alam yang setelah digunakan awal akan dapat digunakan kembali,meliputi :
a. Gas bio (biogas) yang dihasilkan dari proses anaerobik biomasa yang berasal dari
limbah pertanian dan peternakan. Potensi energi dari gas bio ini relatif kecil hanya
untuk keperluan penerangan dan memasak setempat, tidak bisa digunakan untuk
kegiatan industri.
b. Energi angin, potensinya relatif juga masih kecil karena kecepatan angin rata-rata
berkisar 3-5 m/detik. bila tenaga angin dimanfaatkan dapat digunakan untuk
penerangan listrik perdesaan, penggerak pompa air dan pengisian baterai untuk
cadangan manakala kecepatan angin kecil. Diperkirakan pada saat ini energi angin
sudah dimanfaatkan untuk listrik perdesaan sebesar 220 KW.
c. Energi surya, sebagai negara tropis Indonesia memang sangat potensial untuk
dapat memanfaatkan energi surya ini. Energi surya dapat digunakan secara
langsung (energi thermal) maupun secara tak langsung (energi fotovoltaik). Energi
surya thermal dimanfaatkan secara konvensional untuk pengeringan hasil
pertanian, perikanan dan memanaskan air serta memasak dengan kompor
matahari. Sedangkan energi surya fotovoltaik sudah digunakan untuk listrik
perdesaan daerah terpencil, pompa air, televisi, radio dan komunikasi, kapasitas
energi surya yang sudah dimanfaatkan kurang lebih sebesar 3 MW. Energi surya
sementara ini belum dapat digunakan untuk kegiatan industri besar.
d. Energi air, potensinya cukup besar untuk pembangkit tenaga listrik. Energi air
sudah dimanfaatkan baru sekitar 2.178 MW, sedangkan daya yang bisa
dibangkitkan dari energi air di Indonesia sekitar 75.625 MW. Kendala
pemanfaatan energi air adalah masalah pembebasan/harga tanah untuk daerah
yang akan ditenggelamkan menjadi waduk, harga pembangunan waduk itu sendiri
dan masalah sosial ekonomi lainnya sebagai ikutan dari proyek tenaga air. Bila
semua kendala tersebut diperhitungkan, maka harga energi menjadi mahal.
e. Energi panas bumi, adalah energi yang cukup banyak tersedia di Indonesia
mengingat bahwa Indonesia termasuk negeri vulkanik. Di seluruh Indonesia
terdapat sekitar 217 daerah yang dapat dibangun Pusat Listrik Tenaga Panas Bumi
dengan kapasitas total kurang lebih 16.658 MW. Tenaga panas bumi yang bisa

dimanfaatkan baru 305 MW. Kekurangan pemanfaatan energi panas bumi untuk
sementara ini adalah letaknya yang jauh dari kegiatan industri, sehingga baru
dapat dimanfaatkan untuk penerangan rumah tangga saja
f. Energi laut, pada saat ini masih dalam taraf penelitian dan pengembangan.
Percobaan energi laut untuk pembangkit tenaga listrik sedang dilakukan di pantai
Baron Yogyakarta dengan kapasitas 1,1 MW. Bila percobaan ini berhasil akan
dapat digunakan untuk penerangan listrik perdesaan sepanjang pantai Indonesia.
2. Energi maju
Energi maju adalah energi yang diperoleh dari pemanfaatan teknologi nuklir
melalui Pusat Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Energi nuklir (PLTN) mempunyai
potensi yang cukup baik untuk dikembangkan di Indonesia, walaupun merupakan
energi alternatif urutan terakhir. Pada dasarnya pemanfaatan energi nuklir dapat
melalui dua cara, yaitu : Melalui reaksi pembelahan inti (reaksi fisi) dan melalui
reaksi penggabungan inti (reaksi fusi).
Reaksi fisi pada saat ini teknologinya sudah dikuasai dengan baik, sehingga
semua PLTN di dunia menggunakan reaksi fisi. Sedangkan untuk reaksi fusi pada
saat ini masih dalam penelitian, namun bila berhasil maka energi yang dihasilkan
jauh lebih besar dari pada energi melalui reaksi fisi. Berdasarkan perhitungan
termodinamika, energi reaksi fisi dapat disetarakan dengan hasil pembakaran
energi fosil sebagai berikut :
1 gram Uranium = 2,5 ton batubara = 17.500 liter minyak.
Mengingat akan besarnya panas yang dihasilkan oleh energi nuklir, maka
pemanfaatannya untuk sumber pembangkit tenaga listrik sangat menguntungkan,
sehingga pembangunan PLTN pada saat ini berkembang pesat. Keadaan ini juga
didukung oleh teknologi nuklir keselamatan reaktor nuklir yang telah dikuasai
dengan baik dan terus dikembangkan ke arah yang jauh lebih baik lagi, sehingga
aspek keselamatan terhadap manusia dan lingkungan selalu dinomor-satukan.
Walapun pernah terjadi kecelakaan PLTN Chernobyl, ternyata minat dunia
untuk membangun dan memanfaatkan PLTN makin bertambah, karena memang
sangat menguntungkan, sebagai gambaran tentang jumlah PLTN.

Sampai dengan awal abad 21 yang akan datang jumlah PLTN akan
bertambah kurang lebih sebanyak 100 buah. Data-data ini belum termasuk
rencana Indonesia untuk ikut memanfaatkan PLTN sebagai penyedia sumber
energi listrik.
Ditinjau dari segi keselamatan lingkungan, usaha diversifikasi energi
sangat menguntungkan karena :
a. Pemakaian energi terbarukan maupun energi maju ternyata
mengeluarkan emisi CO2 sebagaimana halnya yang dikeluarkan oleh

tidak

pembangkit tenaga llistrik berbahan bakar fosil, sehingga diversifikasi energi


tidak menimbulkan dampak negatif terhadap suhu udara akibat terjadinya efek
rumah kaca. Bandingkan dengan PLTU (batubara) dengan daya 1.000 MW
akan menghasilkan 6,5 juta ton CO2 setiap tahun.
b. Pemakaian energi terbarukan dan juga energi maju tidak mengeluarkan emisi
SOx, NOx dan abu seperti yang dikeluarkan oleh pembangkit tenaga listrik
yang menggunakan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab hujan asam yang
dapat merusakkan lahan pertanian dan kehutanan. Bandingkan juga dengan
PLTU (batubara) yang berdaya 1.000 MW akan menghasilkan komponen
pencemar lingkungan sebanyak : 44.000 ton SOx, 22.000 ton NOx, dan 32.000
ton abu logam berat yang bersifat racun terhadap tubuh manusia.
c. Pada pemakaian energi maju, yaitu energi nuklir (PLTN) seringkali limbah
radioaktif yang dihasilkan dikhawatirkan akan merusak lingkungan,
padahal pendapat ini tidak benar, mengapa? Karena limbah nuklir yang
dihasilkan oleh setiap instalasi nuklir selalu dikelola dengan baik. Tidak
ada pembuangan limbah nuklir ke lingkungan. Secara nasional maupun
internasional ada peraturan perundangan yang harus dipatuhi dan
kewajiban untuk mengelola limbah nuklir dengan baik. Bahkan pada saat
ini limbah nuklir telah menjadi ajang bisnis baru yang menarik, karena
bahan bakar bekas (PLTN) yang dilimbahkan dapat diproses menjadi
bahan bakar nuklir baru. Teknologi pengolahan limbah nuklir pada saat ini
juga dikembangkan lebih maju. Atas dasar ini ada juga yang mengatakan
bahwa energi nuklir dapat dimasukkan ke dalam kelompok energi

terbarukan (Arya Wisnu, 2013).

III.5

Inovasi Penyediaan Bahan Bakar Baru


Sekarang ini banyak inovasi inovasi baru mengenai penyediaan bahan bakar di
Indonesia. Salah satunya yaitu bahan bakar nabati biofuel dari mikroalga.
Tim Nasional Bahan Bakar Nabati telah mencanangkan lahan 6,50 juta ha untuk
pengembangan empat komoditas utama penghasil BBN, yaitu kelapa sawit, jarak pagar,
tebu, dan ubi kayu. Dari luasan tersebut, 1,50 juta ha diperuntukkan bagi pengembangan
jarak pagar. Namun luas lahan yang sesuai secara biofisik hanya 76,40 juta ha. Selain itu,
sebagian besar lahan tersebut telah dimanfaatkan untuk penggunaan lain, baik di sektor
pertanian maupun nonpertanian (Mulyani dan Las, 2008). Permasalahan yang terjadi
adalah persaingan dalam penggunaan lahan dan produk yang selanjutnya berdampak pada
ketersediaan pangan nasional. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa BBN berbahan
dasar komoditas pertanian dinilai tidak cukup efektif dan efisien.
Mikroalga mengandung protein, lemak, dan karbohidrat, yang semuanya dapat
dimanfaatkan. Lemak dapat diolah menjadi biodiesel melalui proses ekstraksi, sedangkan
karbohidrat dapat diolah menjadi bioetanol dengan proses fermentasi. Mikroalga sangat
potensial untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel jika dibandingkan dengan
tanaman pangan karena mempunyai beberapa keuntungan antara lain pertumbuhan yang
cepat, produktivitas tinggi, memungkinkan penggunaan air tawar dan air laut, dan biaya
produksi yang tidak terlalu tinggi. Mikroalga juga memiliki struktur sel yang sederhana,
kemampuan fotosintesis yang tinggi, siklus hidup yang pendek, dapat mensintesis lemak,
dapat bertahan pada kondisi lingkungan yang ekstrim serta tidak membutuhnya nutrisi
yang banyak (Amini dan Susilowati, 2010).
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana cara mengembangkan mikroalga agar
dapat memenuhi konsumsi energi dunia menggunakan kolam-kolam maupun bioreaktor
tertutup. Belajar dari Brazil, pengembangan biofuel ini membutuhkan dukungan yang
mumpuni baik dari kelembagaan, optimalisasi pasar domestik, dukungan finansial, serta
dukungan lembaga riset. Diperlukan tekad yang kuat dan kerja keras antara pemerintah,
peneliti dan seluruh elemen masyarakat untuk mewujudkan proyek yang sangat besar ini.
Mungkin memang akan membutuhkan waktu yang cukup panjang namun apabila
didukung dengan konsistensi dan sinergitas yang baik maka tidak mustahil bahwa
Indonesia akan menjadi raja biofuel mikroalga dunia (Amini dan Susilowati, 2010).

DAFTAR PUSTAKA
Endahwati, Luluk. 2009. Alat Industri Kimia. Surabaya: Kampus Press
Distantina, Sperisa. Tanpa Tahun. Penanganan zat padat. Solo: UNS Media

Setyowati, Suparni. 2008. SMK Kimia dalam Industri jilid II.Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan
Hardiningtyas, Dewi. 2010. Pengantar Industri Kimia. Malang: Brawijaya University
Press http://www.scribd.com/doc/84603075/Pengertian-Bahan-Bakar-Dan-Jenis

Anda mungkin juga menyukai