Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu
Penyakit Dalam
Diajukan kepada:
Pembimbing Klinik : dr. Zulfachmi Wahab, Sp.PD, FINASIM
Disusun oleh :
Sinta Tri Ciptarini (H2A011042)
BAB I
PENDAHULUAN
\
Ibadah puasa selama Ramadhan merupakan hal wajib bagi umat Islam.
Pengidap penyakit kronis seperti kencing manis memang dapat mengganti puasa
yang ditinggalkan selama Ramadhan di bulan lain atau membayar fidiah. Meski
demikian, tidak sedikit yang merasa sayang meninggalkan puasa Ramadhan.
Diabetes melitus (DM) atau yang dikenal masyarakat luas dengan sebutan
kecing manis merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
kadar gula darah tinggi yang terjadi karena kelainan produksi insulin, kerja
insulin, atau kedua-duanya (American Diabetes Association 2010). Pasien dengan
DM memiliki tiga gejala klasik yaitu polifagia (banyak makan) polidipsia (sering
merasa haus) dan poliuria (sering buang air kecil) disertai dengan berkurangnya
berat badan yang tidak jelas apa penyebabnya.
Studi EPIDIAR (Epidemiology of Diabetes and Ramadhan) yang meneliti
12.243 pasien diabetes dari 13 negara Islam mendapatkan 43% pasien diabetes
melitus (DM) tipe 1 dan 79% pasien DM tipe 2 berpuasa selama Ramadhan.
Diperkirakan terdapat 1,1 hingga 1,5 milyar penduduk muslim diseluruh dunia.
Angka prevalensi diabetes diseluruh dunia sekitar 4,6%, dan bila diproyeksikan ke
hasil studi EPIDIAR ini maka diperkirakan 40 50 juta diabetesi di seluruh dunia
menjalankan puasa Ramadhan setiap tahunnya.
Diabetesi yang berpuasa berisiko mengalami efek samping seperti
hipoglikemia, hiperglikemia dengan atau tanpa ketoasidosis dan dehidrasi. Risiko
ini akan meningkat pada periode berpuasa yang lama. Namun, tidak sedikit yang
tetap ingin menjalani puasa Ramadhan dan meminta saran terkait kondisi
medisnya. Hal penting yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa peranan dokter
bukan sebagai penentu atau pemberi fatwa apakah seorang pasien boleh berpuasa
atau tidak. Dokter hanya berperan memberi pandangan dan panduan mengenai
dampak puasa terhadap kondisi medis pasien. Keputusan akhir apakah berpuasa
atau tidak, dikembalikan kepada pasien sendiri.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Diabetes Melitus
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2010, Diabetes
melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolic dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
kedua-duanya.(2)
Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan abnormalitas
dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada
diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan
beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.
Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) atau DM tipe 1 disebabkan
oleh destruksi sel beta pulau Langerhans akibat proses autoimun karena adanya
peradangan pada sel beta. Adanya peradangan sel beta menyebabkan timbulnya
antibody terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi antigen
(sel beta) dengan antibody (ICA) yang ditimbulkannya menyebabkan hancurnya
sel beta. Insulitis bisa disebabkan macam-macam, diantaranya virus, seperti virus
cocksakie, rubella, CMV, herpes dan lain-lain dimana keadaan ini hanya
menyerang sel beta.
Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM) atau DM tipe 2
disebabkan kegagalan relatif sel beta dan resistensi insulin. Jumlah insulin normal,
malah mungkin lebih banyak tetapi jumlah reseptor insulin yang terdapat pada
permukaan sel kurang. Maka glukosa yang masuk sel akan sedikit. Sehingga sel
akan kekurangan bahan bakar (glukosa) dan glukosa di dalam pembuluh darah
meningkat. Perbedaan dengan DM tipe 1 adalah pada DM tipe 2 disamping kadar
glukosa tinggi kadar insulin juga tinggi atau normal. Keadaan ini disebut
resistensi insulin. Sel beta tidak mampu mengimbangi resistensi ini sepenuhnya,
artinya terjadi defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
Edukasi
Terapi gizi medis
Latihan jasmani
Intervensi farmakologis
atau insulin
Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari :
o Karbohidrat
Karbohidat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi
o Lemak
Asupan lemak dianjurkan sekitar 20-25% kebutuhan kalori. Tidak
diperkenankan melebihi 30% total asupan energi
o Protein
Dibutuhkan sebesar 10-20% total asupan energi
o Natrium
Anjuran asupan natrium untuk penyandang diabetes sama dengan
anjuran untuk masyarakat umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau
sama dengan 6-7g (1 sendok teh) garam dapur
o Serat
Anjuran konsumsi serat adalah 25g/hari
o Pemanis alternatif
Pemanis dikelompokkan menjadi pemanis bergizi dan pemanis tidak
dan xylitol
Dalam penggunaannya,pemanis bergizi perlu dihitungkan kandungan
kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan kalori sehari
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus:
IMT = BB(kg) / TB (m2)
Klasifikasi IMT :
Jenis kelamin
Umur
7
pertama
Golongan ini terdiri dari dua macam obat yaitu: repaglinid (derivat
Metformin
dikontraindikasikan
pada
pasien
dengan
gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin > 1,5 mg/dL) dan hati , serta
pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit
serebrovaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat
memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut
dapat diberikan pada saat atau setelah makan.
Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukosidase alfa (acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus ,
sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah
makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping paling sering ditemukan kembung dan flatulens
DPP-IV inhibitor
Cara pemberian OHO :
-
hampir maksimal
Sulfonilurea generasi I & II : 15-30 menit sebelum makan
Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan
Repaglinid , nateglinid : sesaat/ sebelum makan
Metformin : sebelum/pada saat/ sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acrbose) : bersama makan suapan
pertama
Tiazolidindion : tidak bergantung kepada jadwal makan
2. Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
9
pola sekresi
insulin fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin
prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan
timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi
10
OHO.
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan
kebutuhan pasien dan respons individu terhadap insulin, yang
3. Terapi kombinasi
Pemberian OHO maupu insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons
kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan
jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian Oho tunggal atau
kombinasi OHO sejak dini.
Terapi dengan OHO kombinasi, harus dipilih dua macam obat dari
dua kelompok yang mepunyai mekanisme kerja yang berbeda. Bila
sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat pula diberikan
kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO
dengan insulin.
Pada pasien yang disertai dengan alasan klinik di mana insulin
tidak memungkinkan untuk dipakai dipilih terapi dengan kombinasi tiga
OHO. Untuk kombinasi OHO dan insulin yang banyak dipergunakan
adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah dan
insulin kerja panjang)yang diberikan pada malam hari menjelang tidur.
Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali
glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis
awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam
22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar
glukosa darah puasa keesokan harinya.
11
Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari
masih tidak terkendali, maka obat hipoglikemik oral dihentikan dan
diberikan insulin saja.
Kriteria pengendalian DM
Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi, sasaran
kendali kadar glukosa darah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125
mg/dL dan sesudah makan 145-180 mg/dL). Demikian pula kadar lipid ,
tekanan darah dan lain-lain, mengacu pada batasan kriteria pengendalian
sedang. Hal ini dilakukan mengingat sifat-sifat khusus pasien usia lanjut dan
juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya efek samping hipoglikemia
dan interaksi obat.
C. Pengelolaan DM pada Pasien Puasa
EFEK PUASA PADA INDIVIDU NORMAL
Efek terhadap Metabolisme Glukosa
Pada individu normal, proses makan akan merangsang sekresi insulin dari sel beta
pankreas. Proses ini pada akhirnya menghasilkan glikogenesis dan penyimpanan
glukosa dalam bentuk glikogen di hati dan otot. Sebaliknya, pada kondisi puasa,
sekresi insulin akan berkurang sementara hormon kontra-regulator seperti
glukagon dan katekolamin akan meningkat. Kondisi ini akan menyebabkan
glikogenolisis dan glukoneogenesis.
Selama puasa berlangsung, simpanan glikogen akan berkurang dan
rendahnya kadar insulin plasma memicu pelepasan asam lemak dari sel adiposit.
Oksidasi asam lemak ini menghasilkan keton sebagai bahan bakar metabolisme
oleh otot rangka, otot jantung, hati, ginjal dan jaringan adipose. Hal ini
menghemat penggunaan glukosa yang memang terutama ditujukan untuk otak dan
eritrosit.
Pada orang normal dan diabetisi yang gula darahnya tidak terlalu tinggi :
Selama berpuasa, sumber energi diperoleh dari cadangan gula dari hati, cukup
12
untuk puasa 12-16 jam. Kemudian bila puasa lebih lama, baru digunakan
cadangan gula dari lemak dan otot.
13
Pada diabetisi yang gula darahnya masih tinggi (>250 mg%), sumber
energi dari hati tidak mencukupi, sehingga lebih cepat dipergunakan cadangan
energi dari lemak dan otot. Akibatnya, penggunaan energi dari lemak
menghasilkan keton, yang dalam jumlah besar merupakan racun bagi tubuh.
Efek Puasa terhadap Metabolisme Pasien Diabetes
Pada pasien DM tipe 1 dan kondisi defisiensi insulin berat akan terjadi proses
glikogenolisis, glukoneogenesis dan ketogenesis yang berlebihan. Kondisi ini
pada akhirnya menyebabkan hiperglikemia dan ketoasidosis yang dapat
mengancam nyawa (Gambar 2). Selain itu, pasien-pasien diabetes memiliki
neuropati otonom yang dapat menyebabkan respons tidak adekuat terhadap
kondisi hipoglikemia.
14
ketoasidosis.
Studi
EPIDIAR
menunjukkan
peningkatan
risiko
hipoglikemia berat yang membutuhkan perawatan sekitar 4,7 kali lipat pada
pasien DM tipe 1 dan 7,5 kali lipat pada DM tipe 2. Di sisi lain, risiko
hiperglikemia berat meningkat sekitar 5 kali lipat pada pasien DM tipe 2 dan 3
kali lipat pada tipe 1.
Efek terhadap Profil Lipid
Beberapa studi menunjukkan tidak ada perubahan signifikan profi l lipid.
Dilaporkan terdapat penurunan ringan kadar kolestrol total dan trigliserida dan
peningkatan kadar HDL, yang menunjukkan penurunan risiko kejadian
kardiovaskular.
RISIKO TERKAIT PUASA PADA DIABETESI
Studi EPIDIAR menemukan peningkatan komplikasi saat berpuasa. Beberapa
risiko yang sering timbul pada diabetesi saat puasa antara lain hipoglikemia,
hiperglikemia, ketoasidosis diabetikum, dan dehidrasi serta trombosis.
15
17
18
5.
6.
7.
8.
9.
adalah:
1) Perencanaan makan, jumlah asupan kalori sehari selama bulan puasa
kira-kira sama dengan jumlah asupan sehari-hari yang dianjurkan
sebelum puasa. Pengaturan selama bulan Ramadhan adalah dalam hal
pembagian porsi, 40% dikonsumsi saat makan sahur, 50% saat berbuka
dan 10% malam sebelum tidur (sesudah sholat tarawih).
2) Makan sahur sebaiknya dilambatkan.
3) Lakukan aktivitas fisik sehari-hari dengan wajar seperti biasa. Dianjurkan
beristirahat setelah sholat dzuhur (siang hari).
Diabetisi yang sebaiknya tidak berpuasa :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
mungkin timbul
7. Diabetisi yg pernah mengalami >2x episode hipoglikemia/ hiperglikemia
selama ramadhan
8. Diabetisi dg penyakit lain yg berat (jantung, ginjal, lever, darah tinggi )
Bila gula darah masih tinggi tidak disarankan berpuasa karena :
Penggunaan cadangan energi dari lemak lebih awal dan menyisakan benda
keton yg dapat meracuni otak
Tubuh kekurangan cairan karena banyak dikeluarkan melalui air seni
(sering BAK) & tidak ada asupan minum selama puasa.
19
Kelompok III
Pasien DM yang selain perencanaan makan dan olahraga juga
membutuhkan/tergantung insulin atau kombinasi dengan OHO
IIIa
Membutuhkan insulin 1x1. Misalnya Boleh berpuasa dengan motivasi yang
20
NPH 20 Ui 1 x 1
IIIb
Membutuhkan insulin 2 x 1 atau lebih Tidak dianjurkan berpuasa karena
sehari
dianggap kadar glukosa darah tidak
stabil
IIIc
Membutuhkan
kombinasi
OHO Boleh berpuasa dengan pengaturan
dengan insulin 1x1
OHO seperti kelompok II dan
suntikan insulin saat berbuka
IIId
Membutuhkan
kombinasi
OHO Tidak dianjurkan berpuasa karena
dengan insulin 2x1 atau lebih
dianggap kadar glukosa darah tidak
stabil
21
Sulfonilurea
Kelompok obat ini diketahui sering berkaitan dengan kejadian
hipoglikemia sehingga perlu hati-hati digunakan selama puasa Ramadhan.
Penggunaan glibenklamid dikaitkan dengan risiko hipoglikemia yang lebih besar
22
23
Saran umum bagi pasien pengguna insulin kerja panjang (misalnya, glargin dan
detemir) adalah mengurangi dosis sebesar 20% untuk mengurangi risiko
hipoglikemia. Kelompok insulin kerja panjang ini disarankan diberikan saat
makan besar saat berbuka puasa. Insulin kerja cepat preprandial tetap dapat
diberikan selama berpuasa, tanpa dosis siang hari. Untuk insulin kerja campuran
(premix), dosis pagi hari diberikan pada saat berbuka dan setengah dosis malam
hari diberikan pada saat sahur.
BAB III
KESIMPULAN
24
harian; (4) olahraga tidak boleh berlebihan dan (5) pasien harus tahu kapan
membatalkan puasa.
DAFTAR PUSTAKA
4. Hallak MH, Nomani MZA. Body weight loss and changes in blood lipid
levels in normal men on hypocaloric diets during Ramadan fasting. Am J
Clin Nutr. 1988; 48:1197-210.
26