Anda di halaman 1dari 41

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN FEBRUARI 2017


UNIVERSITAS HASANUDDIN

TUBERKULOSIS PARU DENGAN ATELEKTASIS

Disusun oleh :
Jenny Valensia Latupeirissa
Egeinsia Merlyn Suarlembit
Riostamenia Pesahlia Salaka
Ida Amsiyati

Pembimbing :
dr. Kurniawati

Supervisor:
dr. Dario A. Nelwan, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS : TUBERKULOSIS PARU DENGAN ATELEKTASIS


Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa :

Nama :
1. JENNY VALENSIA LATUPEIRISSA 2015-84-013
2. EGEINSIA MERLYN SUARLEMBIT 2015-84-018
3. RIOSTAMENIA PESAHLIA SALAKA 2015-8-029
4. IDA AMSIYATI 2015-84-031

Fakultas : Kedokteran.
Universitas : Universitas Pattimura.
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada bagian
Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

Makassar, Februari 2017


Menyetujui

dr. Dario A. Nelwan,Sp.Rad dr. Kurniawati.


Konsulen Pembimbing Residen

Mengetahui,

Ketua Bagian Radiologi


Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

1
Prof.Dr.dr.Muhammad Ilyas,Sp.Rad(K)DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN .. i
DAFTAR ISI ....................................... ii
BAB I LAPORAN KASUS
A. Identitas pasien ............................................................................ 1
B. Anamnesa
C. Pemeriksaan Fisik 1
D. Pemeriksaan Laboratorium ...... 2
E. Pemeriksaan Radiologi.....
F. Diagnosa ..... 4
G. Penatalaksanaan... 5
6
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi ........................................................................................
7
B. Epidemiologi ...
C. Etiologi..... 7
D. Cara Penularan
7
E. Patogenesis ......
F. Klasifikasi. 8
G. Gejala Klinis.....
9
H. Diagnosis........................
I. Diagnosis Banding... 12
J. Penatalaksanaan
14
K. Komplikasi
15
BAB III. DISKUSI
21
A. Resume Klinis....
B. Radiologi.... 22
C. Kesimpulan
24

26
26
30
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... iii
BAB I
LAPORAN KASUS

2
A IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. S
Tanggal lahir : 01 Juni 1992
Umur : 24 tahun
No. Rekam medik : 788357
Alamat : Jl. Bontosunggu takalar, Makassar
Ruang Perawatan : UGD Bedah
Tanggal Pemeriksaan : 31 Januari 2017

B ANAMNESIS
Keluhan utama : Luka robek pada sela jari 2 dan 3 tangan kanan.
Anamnesis terpimpin : Luka robek pada sela jari 2 dan 3 tangan kanan
yang dialami sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
mengeluh sulit menggerakan kedua jarinya tersebut. Saat itu pasien
mengendarai motor lalu tiba-tiba pasien terjatuh sendiri kearah kanan.
Riwayat pingsan tidak ada, muntah tidak ada. Pasien juga mengeluh batuk
yang dialami sejak 1 bulan sebelum masuk rumah sakit. Batuk berdahak
disertai bercak darah. Keluhan disertai sesak napas. Berkeringat pada waktu
malam hari tidak ada. Pasien merasa berat badannya turun kurang lebih 5 kg
dalam waktu 1 bulan. Tidak ada keluhan demam. Tidak ada mual, tidak ada
muntah. Pasien mengaku nafsu makan menurun. BAK dan BAB lancar.
Riwayat penyakit dahulu: pasien pernah mengalami keluhan batuk-batuk
kurang lebih 3 tahun
Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada keluarga yang mengalami keluhan
yang sama.
Riwayat pengobatan: pasien pernah mendapatkan pengobatan program 6
bulan namun sudah selesai sejak 8 bulan yang lalu
Riwayat kebiasaan : merokok (), alkohol (-)

2
Riwayat sosial : pasien merupakan seorang pekerja bangunan. Di lingkungan
kerja pasien, ada yang mengalami keluhan batuk lama

C PEMERIKSAAN FISIS
Keadaan umum: sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Status gizi : gizi kurang
Tanda vital
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 84 kali/menit reguler
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,5C
Status general
1 Kepala
a Bentuk : normocephal
b Rambut: warna hitam dan tidak mudah dicabut,
c Wajah : simetris, eritema (-), luka (-).
d Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik(-/-),
edema palpebra (-/-), pupil isokor (2,5mm/2,5mm), refleks
cahaya (+/+), perdarahan subkonjungtiva (-/-)
e Telinga: sekret (-), darah (-), pendengaran baik
f Hidung: deviasi septum nasi (-), epistaksis (-), nafas cuping
hidung (-), sekret (-)
g Mulut : bercak putih (-), sianosis (-), gusi berdarah (-)
2 Leher : leher simetris, pembesaran kelenjar limfe (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-).
3 Thoraks
a Paru-Paru
- Inspeksi : Normochest, pergerakan dinding dada tidak
simetris, dada kiri lebih rendah dari kanan, pelebaran sela iga
(-/-), jejas (-)
- Palpasi : nyeri tekan (-), massa tumor (-), fremitus raba kiri
menurun dan kanan baik
- Perkusi : Sonor di seluruh lapangan paru kanan dan kiri
sonor

3
- Auskultasi : bunyi nafas dasar vesikuler kanan kiri lebih lemah
dibandingkan dengan bunyi nafas vesikuler kanan, rhonki /
pada kedua apeks paru, whhezing -/-
b Jantung
- Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
- Palpasi : thrill tidak teraba.
- Perkusi : batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : bunyi jantung I/II murni regular, gallop (-),
murmur (-)
4 Abdomen
- Inspeksi : cembung, distensi abdomen (-)
- Auskultasi : BU (+) kesan normal
- Palpasi : nyeri tekan (-), defans muskular (-), hepar tidak
teraba, lien tidak teraba.
- Perkusi : timpani (+) diseluruh kuadran abdomen
5 Ekstremitas
Akral hangat pada ke-empat ekstremitas, udema pada ekstremitas
bawah (-/-), pigmentasi normal

D PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tidak dilakukan pemeriksaan
E PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Tanggal 31/01/2017

4
Gambar 1.1 Hasil foto thorax AP.

Hasil Pemeriksaan (31/01/2017):

Foto Thorax AP

- Perselubungan homogen pada paru kiri yang merektraksi trachea dan

mediastinum disertai penyempitan sela iga.


- Bercak infiltrat pada paru kanan disertai multiple bullae pada lapangan

paru kiri
- Cor dan aorta sulit dievaluasi
- Sinus dan diafragma kanan baik, sinus dan diafragma kiri berselubung
- Tulang-tulang intak

Kesan:

- TB paru aktif lesi luas disertai multiple bullae


- Atelektasis sinistra

5
- Tulang-tulang intak

F DIAGNOSIS

TB paru dengan atelektasis

G PENATALAKSANAAN

- BAB II
- TINJAUAN PUSTAKA
1 TUBERCULOSIS
A. DEFINISI
-
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB
menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.KEMENKES
-

B. EPIDEMIOLOGI
- Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang mana
pada tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah
mendeklarasikan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Diperkirakan
sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis dengan jumlah terbesar kasus TB terjadi di Asia tenggara
yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia (bila dilihat dari jumlah
penduduk). Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling
produktif (15-50 tahun). Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien
TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia terutama negara-
negara berkembang. KEMENKES, PDPI
- Berdasarkan laporan Penanggulangan TBC Global oleh WHO pada
tahun 2004, secara global terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada
tahun 2002 dan di Indonesia mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000

6
PDPI,
penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru.
EPI

- Indonesia merupakan negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi


di dunia setelah India dan Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru
TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB merupakan
penyebab kematian tertinggi pada penyakit menular dan menempati
penyebab kematian ketiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernafasan
akut pada seluruh kalangan usia.PDPI
-
C. ETIOLOGI
- Mikobakterium tipe humanus dan tipe bovinus adalah
mikobakterium yang paling banyak menyebabkan penyakit tuberkulosis.
Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob, dinding sel mengandung; lipid,
fosfatida polisakarida, tuberkulo protein, mudah mati pada air mendidih (5
menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena
sinar ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan
pada suhu kamar dan ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus
yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut pula
sebagai Basil Tahan Asam (BTA).1,4,5
-
D. CARA PENULARAN KEMENKES, EPI
- Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan
dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000
percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana
percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi
jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh
kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang
gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh
banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat
kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut. Faktor
yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh
konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut.

7
- Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi
HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). Faktor risiko kejadian TB, secara
ringkas digambarkan pada gambar 1.
-
-
-
- Gambar 1 Faktor risiko kejadian tuberculosis paru KEMENKES

-
E. PATOGENESIS
a. Tuberkulosis Primer
-
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan
kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat
melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan ke
alveolus dan menetap di sana. Bila kuman menetap di jaringan paru,
berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Di sini kuman dapat terbawa
masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru
akan berbentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut kompleks
primer atau fokus Ghon. Kompleks primer ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Waktu antara terjadinya infeksi sampai pembentukan
kompleks primer adalah 3-8 minggu.1-4
- Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan
reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi
primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan

8
tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut
dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada
beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant
(tidur). Kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan
perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan
akan menjadi penderita Tuberkulosis.3,4,6
-
Kompleks primer tersebut selanjutnya dapat menjadi:2
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering
terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis
fibrotik, kalsifikasi di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi
reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di
sebelahnya. Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah
sehingga menyebar ke usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
b. Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)
-
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul
bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis
dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca primer = TB sekunder).
Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena
imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes,
AIDS dan gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang
dini yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus
superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan
tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk sarang
pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans
yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.1-4
- Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah
satu jalan sebagai berikut:2-4
1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

9
2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan
dengan serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi
pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang
tersubut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju
dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.
3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya
berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas
sklerotik).
- Kavitas tersebut akan menjadi:
a. Meluas kembali dan menimbulkan sarang baru.
b. Memadat dan membungkus diri (enkapsulasi), dan disebut
tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, dan
mungkin aktif kembali, mencair lagi dan terus menjadi kavitas lagi.
c. Bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity, atau
kavitas menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kemungkinan berakhir sebagai kavitas yang terbungkus
dan menciut sehingga kelihatan seperti bintang.
-

10
-

- Gambar 2.2. Patogenesis tuberkulosis

F.
KLASIFIKASI
-
TB paru diklasifkasikan atas:2,7
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA)
1. TB paru BTA(+)
2. TB paru BTA (-)
b. Berdasarkan lokasi
1. TB paru
2. TB extra paru
-
-
c. Berdasarkan tipe pasien
1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT
atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.

11
2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat
pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap,
kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).
3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan 1
bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum
masa pengobatan selesai.
4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali
positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.
5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif
setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan
pengawasan yang baik.
6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran
radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.
d. Klasifikasi menurut American Thoracic Society:
1. Lesi minimal
- Lesi masih berbatas sampai costa II depan atas. Lesi-lesi yang
terdapat masih berupa densitas yang ringan atau sedang, mengenai
sebagain kecil dari dari jaringan paru di satu paru atau kedua paru,
tetapi total jumlah kelainan/luas lesi tidak boleh melebihi volume dari
satu paru yang terletak di asat costa II depan atau melebihi corpus
vertebra thoracal V.
2. Lesi luas
- Bila lesinya sudah lebih hebat dari lesi-lesi pada lesi sedang, atau
total diameter dari cavitasnya sudah lebih besar dari 4 cm.
- Namun saat ini klasifikasinya telah disederhanakan menjadi lesi
minimal dan lesi luas.
-
G. GEJALA KLINIS
- Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu
gejala lokal (repiratorik) dan gejala sistemik.
a.
Gejala Respiratorik2,3,8
- Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala
sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
-Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan
bronkus. Batuk 2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi
bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus batuk

12
akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang
produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau
purulen.
2. Batuk darah
-Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan
ringannya batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya
pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat
pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena
ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering
membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
- Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila
infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan
pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien
menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
- Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang
disebabkan oleh sekret, peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
-Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan
paru yang cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah
didapatkan.
-
b. Gejala sistemik-4,8,9
1.
Demam
- Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya
subfebril, mirip demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari
daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut
dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3 bulan).
Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41C.
2. Keringat malam
- Keringat malam bukanlah gejala yang patognomonis untuk
penyakit tuberkulosis paru. Keringat malam umumnya baru timbul bila
proses telah lanjut, kecuali pada orang-orang dengan vasomotor labil,
keringat malam dapat timbul lebih dini.
3. Malaise dan nafsu makan berkurang

13
- Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat
terjadi rasa tidak enak badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang,
badan makin kurus, sakit kepala dan mudah lelah.
-
H DIAGNOSIS
- Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar1,3,4,8:
a. Anamnesa
- Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan
respiratorik dan keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin
ditemukan konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam
subfebris, badan kurus atau berat badan menurun.
- Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi
meliputi alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini
berupa konsolidasi serta didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses
menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita datang
dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah
diketahui, berupa:
- Kelainan saluran pernafasan : berupa radang dari mukosa
disertai dengan penyempitan maupun penimbunan sekret.
- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura,
maka hampir selalu terjadi reaksi pleura berupa nyeri pleura.
- Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan
saluran pernafasan yang masih terbuka akan meningkatkan
penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara meningkat. Suara
nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni
atau suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque.
- Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan
suara tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus
tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan saluran pernafasan
menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat
terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum

14
- Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan
ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat
dipastikan. Di samping itu pemeriksaan sputum juga dapat
memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. BTA
dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus, jaringan
paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak
karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah
didapat, kuman BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru
dapat ditemukan bila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka
ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu).
Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum dilakukan dengan
menggunakan skala International Union Against Tuberkulosis and
Lung Disease (IUATLD), sebagai berikut:
a. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
b. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah
kuman yang ditemukan.
c. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut + (1+)
d. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+),
minimal dibaca 50 lapang pandang.
e. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+),
minimal dibaca 20 lapang pandang.
- Hasil pemeriksaan dikatakan positif bila apabila
sedikitnya 2 dari 3 spesimen SPS hasilnya positif. Bila hanya 1
spesimen yang positif perlu diadakan pemeriksaan lebih lanjut
yaitu pemeriksaan rontgen dada atau pemeriksaan sputum SPS
diulang.
Darah
- Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan
untuk menyokong diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah
tidak menunjukkan gambaran yang khas. Tapi gambaran darah kadang-
kadang dapat membantu menentukan aktivitas penyakit.
Laju endap darah

15
- Laju endap darah sering meningkat pada proses
aktif, tetapi laju endap darah yang normal tidak dapat
mengesampingkan proses tuberkulosis aktif.
Leukosit
- Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit
meningkat pada proses yang aktif.
Hemoglobin
- Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai
dengan anemi derajat sedang. Bersifat normositik dan sering
disebabkan defisiensi besi.
-
Tes tuberkulin
- Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang
individu sedang atau pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M.
Bovis, vaksinasi BCG dan Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran
bermacam-macam bentuk (multiform).
-

-
-
Gambar 2.1. Tuberkulosis paru10
-

- Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :

- - Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah paru.

16
- - Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
- - Bayangan bercak milier
- - Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

-
- Gambar 2.2. Gambaran radiologi TB paru aktiv lesi luas
-
- Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB tenang :
- - Fibrotik
- - Kalsifikasi
- - Schwarte atau penebalan pleura
-
-

-
- Gambar 2.3. Tampak fibrosis dan kalsifikasi pada lesi TB tenang
-
-
- Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan
pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut:

17
- - Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan
luas tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
- - Lesi luas, bila proses lebih luas dari lesi minimal.
- Pada kasus TB paru primer, fokus awal infeksi dapat
ditemukan dimana saja pada paru-paru dan memiliki penampilan non-
spesifik mulai bahkan ada yang terlalu kecil untuk dapat dideteksi, baik
daerah dengan bercak, konsolidasi atau bahkan konsolidasi lobar. Bukti
radiografi infeksi parenkim terlihat pada 70% dari anak-anak dan 90%
orang dewasa. Kavitasi jarang ditemukan pada TB primer, dan hanya
terlihat pada 10-30% kasus. Dalam kebanyakan kasus, infeksi menjadi
lokal dan berbentuk granuloma kaseosa (tuberculoma) yang biasanya
akhirnya kalsifikasi dan kemudian dikenal sebagai Ghon lesion.
- Temuan lebih mencolok, terutama pada anak-anak, adalah
bahwa pada hilus ipsilateral dan area paratrakeal terdapat limfadenopati,
yang biasanya di temukan sebelah kanan. Pola ini terlihat pada lebih dari
90% dari kasus TB primer pada kanak-kanak, tetapi hanya 10-30% pada
orang dewasa. Kadang nodus ini mungkin cukup besar untuk
mengkompres saluran udara yang berdekatan dan m engakibatkan
atelektasis distal.
- Efusi pleura lebih sering didapatkan pada orang dewasa,
yakni pada 30-40% kasus, sedangkan dalam kasus pediatric, efusi hanya
ditemukan pada 5-10% kasus. Sebagai dampa dari respon imun host maka
keduanya baik kelainan pada paru maupun pada nodus limfatikus akan
beresolusi. Kalsifikasi nodus terlihat dalam 35% kasus. Ketika suatu nodus
kalsifikasi dengan adanya lesi Ghon, kombinasi ini dikenal sebagai
kompleks Ranke.
-

18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Gambar 2.4. Gambaran
radiologi Tuberkulosis Primer
-
I DIAGNOSIS BANDING
-
Berdasarkan gambaran radiologi yang ditemukan pada pasien tb maka
diagnosis banding yang dapat dipikirkan ialah pneumonia dan kanker paru.
Pada pneumonia, gambaran radiologi yang sering ditemukan berupa
gambaran radioopaque baik difus maupun fokal dengan konsolidasi dan
kavitas.
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
- Gambar 2.4.
Gambaran radiologis
pneumonia
-
- Sedangkan pada pasien dengan kanker paru akan ditemukan juga
gambaran readioopaque yangh berupa massa dengan atau tanpa kolaps paru.
Gambaran yang ditemukan bisa berupa nodul hilus pada tumor sentral,
ataupun nodul pulmoner pada tumor perfer, atelektasis total atau parsial,
konsolidasi, kavitas dan diafraghma letak tinggi akibat lumpuhnya nervus
phrenikus.

19
-
- Gambar 2.5. menunjukkan nodul hilar pada pasien kanker paru dengan
tumor sentral
J PENATALAKSANAAN
- Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan
penderita, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan.
Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan:1-4,6
a. Tahap intensif
- Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila
pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita
menular menjadi tidak menular dalam 2 minggu. Sebagian besar penderita
BTA positif akan menjadi negatif pada akhir pengobatan
b. Tahap lanjutan
- Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat
utama dan obat tambahan.
1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:
- a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh
90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
- b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman
semi dorman yang tidak dapat dibunuh INH.
- c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman
yang berada dalam sel dengan suasana asam.
- d. Streptomisin, bersifat bakterisid.
- e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik.
2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2) :
- - Kanamisin
- - Amikasin
- - Kuinolon

20
- - Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan
amoksilin + asam klavulanat
-
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat
kombinasi (Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila
tidak dilakukan pengawasan menelan obat.6
-
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia
menggunakan paduan OAT:2
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
- Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB
paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB paru
ekstra paru berat.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
- Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal
(failure) dan penderita dengan pengobatan lalai (drop out).
3. Kategori III (2HRZ/4H3R3)
- Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen
positif sakit ringan, pasien ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB
kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.
4. Obat sisipan (HRZE)
- Bila pada akhir tahap intendif pengobatan penderita baru
BTA positif dengan kategori I atau penderita BTA positif pengobatan
ulang dengan kategori II hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif.
-
Dosis OAT yaitu:3
-

21
-

T
abel 2.1. Dosis Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
-

- Tabel 2.1. Dosis Kategori 2 (2HRZES/HRZE/5H3R3E3)

22
-
-

- 2. ATELEKTASIS
A. Definisi
- Atelektasis merupakan kehilangan volume disebagian atau seluruh paru.
Atelektasis disebut juga kolaps paru. Penyebab atelektasis dapat dibagi menjadi:
Relaksasi/ kompresi/ pasif
- Ekspansi paru dihambat oleh pneumotoraks atau efusi pleura
Absorbsi/ obstruktif/ resorbsi
- Akibat oklusi lumen bronkus yang diikuti oleh absorbsi udara di
jaringan paru bagian distal dari obstruksi.
- Obstruksi dapat disebabkan oleh tumor, sumbatan mukus, benda
asing, peradangan bronkus atau kompresi ekstrinsik (pembesaran
kelenjar getah bening).
Adhesif
- Surfaktan berfungsi untuk menurunkan tegangan permukaan alveoli.
- Pada kelainan yang mengganggu fungsi surfaktan tersebut, kolaps dari
alveoli dapat terjadi, seperti pada kasus acute respiratory distress
syndrome (ARDS), dan hyaline membrane disease (HMD).
Sikatrik/ kontraksi

23
- Terjadi ketika proses fibrosis pada paru atau pleura menghambat
ekspansi paru.
Atelektasis kecuali yang disebabkan sikatrik biasanya bersifat reversibel.
-
B. Gambaran klinis
Sesak
Batuk
Hemoptisis
Asimptomatis
Gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasari (penurunan
berat badan, kaheksia, anoreksia, dan keringat malam).
-
C. Gambaran radiologi
- Secara umum tanda-tanda atelektasis dapat dibagi menjadi:
Tanda langsung:
- Perubahan letak fisura interlobaris
- Penambahan opasitas (penurunan aerasi)
- Corakan bronkovaskular yang bertambah
Tanda tidak langsung:
- Elevasi diafragma
- Pergeseran mediastinum
- Pergeseran trakea
- Pergeseran letak hilus
- Hiperaerasi kompensasi dari paru yang normal.
- Penyempitan sela iga.
- Atelektasis juga memiliki gambaran khas tersendiri berdasarkan jenis
atelektasis
Atelektasis subsegmental (diskoid/plate-like)
- Pada pasien yang kurang aktif seperti pasca operasi dan pasien
dengan nyeri pleuritik.
- Berhubungan dengan gangguan fungsi surfaktan
- Gambaran linear dengan berbagai ketebalan yang biasanya paralel
dengan diafragma.
- Terlihat paling sering pada bagian basis paru.
- Tidak mengakibatkan penurunan volume yang cukup besar untuk
menyebabkan pergeseran struktur-struktur di rongga dada.
Kompresif
- Terdapat gambaran pneumotoraks atau efusi pleura yang tidak
menyebabkan pendorongan struktur di rongga dada.
Atelektasis bundar (round)
- Dapat dianggap sebagai tumor pada foto polos toraks.

24
- Tampak sebagai massa homogen yang dapat berukuran sampai 5
cm dengan batas yang tidak tegas.
- Pemeriksaan CT bersifat diagnostik.
- Pada pemeriksaan CT, kelainan ini selalu berbasis di pleura dan
terdapat gambaran vaskular yang beradiasi seperti ekor komet.
Selain itu, pola atelektasis di tiap lobus juga berbeda-beda.
-
-
- A. Definisi
-
- Kolapsnya paru atau alveolus disebut atelektasis, alveolus yang
kolaps tidak mengandung udara sehingga tidak dapat ikut serta di dalam
pertukaran gas. Kondisi ini mengakibatkan penurunan luas permukaan
yang tersedia untuk proses difusi dan kecepatan pernafasan berkurang.
-
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau sebagian paru yang
mengalami hambatan berkembang secara sempurna sehingga aerasi paru
berkembang atau sama sekali tidak terisi udara. Sebagai dasar gambaran
radiologis pada atelektasis adalah pengurangan volume bagian paru baik
lobaris, segmental atau seluruh paru, dengan akibat kurangnya aerasi
sehingga memberi bayangan lebih suram (densitas tinggi) dengan
penarikan mediastinum kearah atelektasis, sedangkan diafragma tertarik
ke atas dan sela iga menyempit.1
- Dengan adanya atelektasis, maka bagian paru sekitarnya
mengalami suatu enfisema kompensasi yang kadang-kadang begitu
hebatnya sehingga terjadi herniasi hemithorak yang sehat kearah
hemethorak yang atelektasis.

- B. Klasifikasi
- A. Berdasarkan faktor yang menimbulkan Atelektasis
1. Atelektasis Neonatorum
- Banyak terjadi pada bayi prematur, di mana pusat pernapasan
dalam otak tidak matur dan gerakan pernapasan masih terbatas. Faktor
pencetus termasuk komplikasi persalinan yang menyebabkan hipoksia
intrauter.
- Pada autopsy, paru tampak kolaps, berwarna merah kebiruan, non
crepitant, lembek dan alastis. Yang khas paru ini tidak mampu
mengembang di dalam air. Secara histologis, alveoli mempunyai paru
bayi, dengan ruang alveoli kecil yang seragam, dilapisi dindingin septa
yang tebal yang tampak kisut. Epitel kubis yang prominem melaposi
rongga alveoli dan sering terdapat edapan protein granular bercampur

25
dengan debris amnion dan rongga udara. Atelektasi neonatorum pada
sistem, gawat napas, telah di bahas disebelumnya.
2. Atelektasis Acquired atau Didapat
- Atelektasis pada dewasa, termasuk gangguan intratoraks yang
menyebabkan kolaps dari ruang udara, yang sebelumnya telah
berkembang. Jadi terbagi atas atelektasis absorpsi, kompresi, kontraksi
dan bercak. Istilah ini banya menyangkut mechanisme dasar yang
menyebabkan paru kolaps atau pada distribusi dari perubahan tersebut.
Altelektasis absorpsi terjadi jika saluran pernapasan sama sekali tersumbat
sehingga udara tidak dapat memasuki bagian distal parenkim. Udara yang
telah tersedia secara lambat laun memasuki aliran darah, disertai dengan
kolapsnya alveoli. Tergantung dari tingkat obstruksi saluran udara, seluruh
paru, merupakan lobus yang lengkap, atau bercak segmen dapat terlibat.
Penyebab tersering dari kolaps absorbsi adalah abstruksi bronchus oleh
suatu sumbatan mucus. Hal ini sering terjadi pasca operasi. Asma
bronchial, bronkiektasis dan bronchitis akut serta kronis, dapat pula
menyebabkan obstruksi akut serta kronis. Dapat pula menyebabkan
obstruksi akut serta kronis, dapat pula menyebabkan obstruksi karena
sumbatan bahan mukopurulen. Kadang-kadang obstruksi disebabkan oleh
aspirasi benda asing atau bekuan darah, terutama pada anak atau selama
operasi rongga mulut atau anestesi. Saluran udara dapat juga tersumbat
oleh tumor, terutama karsinoma bronkogenik dengan pembesaran kelenjar
getah bening (seperti pada tuberculosis, contohnya) dan oleh aneurisma
pembuluh darah.2
Atelektasis kompresi paling sering dihubungkan dengan penimbunan
cairan darah atau udara dalam kavum pleura, yang secara mekanis
menyebabkan kolaps paru di sebelahnya. Ini adalah kejadian yang sering
pada efusi pleura dari penyebab apa pun, namun mungkin yang paling
sering dihubungkan dengan hidrotoraks pada payah jantung kongesti.
Pneumotoraks dapat juga menyebabkan atelektasis kompresi pada
penderita dengan tirah baring dan penderita denan asites, atelaktasis basal
menyebabkan posisi diafragma yang lebih tinggi.
Atelektasis kontraksi terjadi bila perubahan fibrosis pada paru dan pleura
yang menghambat ekspensi dan meningkatkan daya pegas pada ekspirasi.

26
Atelektasis bercak bearti adanya daeah kecil-kecil dari kolaps paru, sepeti
terjadi pada obstruksi bronkioli yang multiple karena sekresi atau eksudat
pada kedua sindrom gawat napas orang dewasa dan bayi. Pada sebagian
kecil kasus, atelektasis terjadi karena patogenesis tertentu yang menyertai
jelas pada dinding dada.
- Atelektasis didapat (acquired) dapat akut atau kronis. Biasanya timbul
karena sumbatan mucus yang relatif akut, yang menjadi manifest karena
mendadak timbul sesak napas. Memang peristiwa sesak napas akut dalam
48 jam setelah satu prosedur pembedahan, hampir selalu didiagnosis
sebagai atelektasis. Yang penting adalah atelektasis dapat didiagnosis dini
dan terjadi reekspensi yang tepat dari paru yang terkena, karena perenkim
yang kolaps amit peka terhadap infeksi yang menunggagi. Atelektasis
persisten segmen paru mungkin merupakan bagian penting untuk
terjadinya karsinoma bronkogenik yang diam-diam.

- B. Berdasarkan luasnya Atelektasis

1. Massive atelectase, mengenai satu paru


2. Satu lobus, percabangan main bronchus
- Gambaran khas yaitu inverted S sign tumor ganas bronkus dengan
atelectase lobus superior paru.

1. Satu segmen segmental atelectase


2. Platelike atelectase, berbentuk garis
- Misal : Fleischner line oleh tumor paru

- Bisa juga terjadi pada basal paru post operatif

- C. Berdasarkan lokasi Atelektasis

1. Atelektasis lobaris bawah: bila terjadi dilobaris bawah paru kiri, maka
akan tersembunyi dibelakang bayangan jantung dan pada foto thorak PA
hamya memperlihatkan diafragma letak tinggi.
2. Atelektasis lobaris tengah kanan (right middle lobe). Sering disebabkan
peradangan atau penekanan bronkus oleh kelenjar getah bening yang
membesar.
3. Atelektasis lobaris atas (upper lobe): memberikan bayangan densitas
tinggi dengan tanda penarikan fissure interlobaris ke atas dan trakea ke
arah atelektasis.

27
4. Atelektasis segmental: kadang-kadang sulit dikenal pada foto thoraj PA,
maka perlu pemotretan dengan posisi lain seperti lateral, miring (obligue),
yang memperlihatkan bagian uang terselubung dengan penarikan fissure
interlobularis.
5. Atelektasis lobularis (plate like/atelektasis local). Bila penyumbatan
terjadi pada bronkus kecil untuk sebagian segmen paru, maka akan terjadi
bayangan horizontal tipis, biasanya dilapangan paru bawah yang sering
sulit dibedakan dengan proses fibrosis. Karena hanya sebagian kecil paru
terkena, maka biasanya tidak ada keluhan.
- Atelektasis pada lobus atas paru kanan. Kolaps pada bagian ini meliputi
bagian anterior, superior dan medial. Pada foto thorak PA tergambarkan
dengan fisura minor bagian superior dan mendial yang mengalami
pergeseran. Pada foto lateral, fisura mayor bergerak ke depan, sedangkan
fisura minor dapat juga mengalamai pergeseran ke arah superior.

- Klasifikasi atelektasis berdasarkan penyebabnya menurut Elizabeth J.


Corwin, 2009, ialah :

1. Atelektasis Kompresi
- Atelektasis kompresi terjadi ketika sumber dari luar alveolus menimpa
kan gaya yang cukup besar pada alveolus sehingga alveolus kolaps. Hal
ini terjadi jika dinding dada tertusuk atau terbuka, karena tekanan atmosfir
lebih besar daripada tekanan yang menahan paru mengembang ( tekanan
pleura ) dan dengan pajanan tekanan atmosfir paru akan kolaps.
Atelekasis kompresi juga dapat terjadi jika terdapat tekanan yang bekerja
pada paru atau alveoli akibat pertumbuhan tumor. Distensi abdomen, atau
edema, dan pembengkakan ruang interstitial yang mengelilingi alveolus.

2. Atelektasis Absorpsi.
- Atelektasis absorpsi terjadi akibat tidak adanya udara didalam alveolus,
apabila aliran masuk udara ke dalam alveolus dihambat, udara yang
sedang berada di dalam alveolus akhirnya berdifusi keluar dan alveolus
akan kolaps. Penyumbatan aliran udara biasanya terjadi akibat
penimbunan mukus dan obstruksi aliran udara bronkus yang mengaliri
suatu kelompok alveolus tertentu, setiap keadaan menyebabkan akumulasi
mukus, seperti fibrosis kistik, pneumonia, atau bronkitis kronik,
meningkatkan resiko atelektasis absorbsi. Atelektasis juga absorpsi juga
dapat disebabkan oleh segala sesuatu yang menurunkan pembentukan

28
atau konsentrasi surfaktan tanpa surfaktan, tegangan permukaan alveolus
sangat tinggi. Meningkatkan kemungkinan kolapsnya alveolus.

- C. Etiologi
- Etiologi terbanyak dari atelektasis adalah terbagi dua yaitu
intrinsik dan ekstrinsik.
A. Etiologi intrinsik atelektasis adalah sebagai berikut :
Obstruktif :
- Sebab utama dari atelektasis adalah penyumbatan sebuah bronkus.
Penyumbatan juga bisa terjadi pada saluran pernafasan yang lebih kecil.
Penyumbatan bisa disebabkan oleh adanya gumpalan lendir, tumor atau
benda asing yang terhisap ke dalam bronkus. Atau bronkus bisa tersumbat
oleh sesuatu yang menekan dari luar, seperti tumor atau pembesaran
kelenjar getah bening. Jika saluran pernafasan tersumbat, udara di dalam
alveoli akan terserap ke dalam aliran darah sehingga alveoli akan menciut
dan memadat. Jaringan paru-paru yang mengkerut biasanya terisi dengan
sel darah, serum, lendir, dan kemudian akan mengalami infeksi.
Bronkus yang tersumbat, penyumbatan bias berasal di dalam bronkus
seperti tumor bronkus, benda asing, cairan sekresi yang massif. Dan
penyumbatan bronkus akibat panekanan dari luar bronkus seperti tumor
sekitar bronkus, kelenjar yang membesar.
Peradangan intraluminar airway menyebabkan penumpukan sekret yang
berupa mukus.
Tekanan ekstra pulmonary, biasanya diakibatkan oleh pneumothorah,
cairan pleura, peninggian diafragma, herniasi alat perut ke dalam rongga
thorak, tumor thorak seperti tumor mediastinum.
Paralisis atau paresis gerakan pernapasan, akan menyebabkan
perkembangan paru yang tidak sempurna, misalkan pada kasus
poliomyelitis dan kelainan neurologis lainnya. Gerak napas yang
terganggu akan mempengaruhi lelancaran pengeluaran sekret bronkus dan

29
ini akan menyebabkan penyumbatan bronkus yang berakhir dengan
memperberat keadaan atelektasis.
Hambatan gerak pernapasan oleh kelainan pleura atau trauma thorak yang
menahan rasa sakit, keadaan ini juga akan menghambat pengeluaran sekret
bronkus yang dapat memperberat terjadinya atelektasis
- B. Etiologi ekstrinsik atelektasis:

Pneumothoraks
Tumor
Pembesaran kelenjar getah bening.
Pembiusan (anestesia)/pembedahan
Tirah baring jangka panjang tanpa perubahan posisi
Pernafasan dangkal
Penyakit paru-paru
- D. Gejala klinis

- Atelektasis dapat terjadi secara perlahan dan hanya menyebabkan


sesak nafas yang ringan. Penderita sindroma lobus medialis mungkin
tidak mengalami gejala sama sekali, walaupun banyak yang menderita
batuk-batuk pendek.

- Gejalanya bisa berupa:

gangguan pernafasan
nyeri dada
batuk
- Jika disertai infeksi, bisa terjadi demam dan peningkatan denyut
jantung, kadang-kadang sampai terjadi syok (tekanan darah sangat
rendah). Gejala klinis sangat bervariasi, tergantung pada sebab dan
luasnya atelektasis. Pada umumnya atelektasis yang terjadi pada penyakit
tuberculosis, limfoma, neoplasma, asma dan penyakit yang disebabkan
infeksi misalnya bronchitis, bronkopmeumonia, dan pain-lain jarang
menimbulkan gejala klinis yang jelas, kecuali jika ada obstruksi pada
bronkus utama. Jika daerah atelektsis itu luas dan terjadi sangat cepat
akan terjadi dipsneu dengan pola pernapasan yang cepat dan dangkal,
takikardi dan sering sianosis, temperatur yang tinggi, dan jika berlanjut
akan menyebabkan penurunan kesadaran atau syok. Pada perkusi redup
dan mungkin pula normal bila terjadi emfisema kompensasi. Pada
atelektasis yang luas, atelektasis yang melibatkan lebih dari satu lobus,
bising nafas akan melemah atau sama sekali tidak terdengar, biasanya

30
didapatkan adanya perbedaan gerak dinding thorak, gerak sela iga dan
diafragma. Pada perkusi mungkin batas jantung dan mediastinum akan
bergeser, letak diafragma mungkin meninggi.

- E. Pemeriksaan Penunjang

- Pemeriksaan Radiologis
- Pemeriksaan rontgen thoraks adakalanya dapat memberikan petunjuk
untuk mendiagnosis atelektasis. Bentuk-bentuk kolaps pada atelektasis
secara klinis dan radiologi, sebagai berikut:

Kolaps paru menyeluruh


Opasifikasi hemithoraks
Pergeseran mediastinum ke sisi yang terkena
Diafragma terangkat
Kolaps lobus kanan atas
Fisura horizontal normal terletak pada anterior kanan iga ke empat
Pada kolaps yang parah, lobus menjadi datar berlawanan dengan
mediastinum posterior
Kolaps lobus tengah kanan
Sumbatan pada perbatasan jantung kanan sering tampak
Proyeksi Lordotik AP memperlihatkan pergeseran fisura.
Kolaps lobus bawah
Opasitas terlihat pada proyeksi frontal
Gambaran wedge-shaped shadows
Hilus tertekan dan terputar ke medial.
Kolaps lingula
Gambaran radiologi mirip dengan gambaran kolaps lobus tengah
kanan
Proyeksi frontal perbatasan jantung kiri menjadi kabur.
Kolaps lobus kiri atas
Terlihat jelas pada proyeksi frontal
Pergeseran anterior di seluruh celah obliq, hampir sejajar pada dinding
dada anterior
Opasitas kabur terlihat di bagian atas, tengah dan kadang-kadang pada
daerah bawah
Opasitas yang paling padat di dekat hilus
Elevasi hilus
Trakea sering menyimpang ke kiri
- b. Computed Tomography Scan (CT-SCAN)

31
Kolaps lobus bawah
- Adanya campuran densitas pada paru yang mengalami kolaps diakibatkan
bronkus berisi cair.

Kolaps lobus kiri atas


Opasitas kabur terlihat dibagian atas, tengah dan kadang-kadang pada
daerah bawah
Opasitas yang paling padat di dekat hilus
Kadang seperti nodus limfatik yang mengalami klasifika
Kolaps paru menyeluruh
Opasifikasi hemithoraks
Adanya herniasi di kedua paru retrosternal dan refleksi azygo-
esofagus. Esophagus berisi sedikit udara
-

1.
2.
3.
-

-
- BAB III

32
- DISKUSI

A. RESUME KLINIS
- Pasien laki-laki datang dengan keluhan sesak, sesak dialami sejak
satu bulan sebelum masuk rumah sakit. Sesak dirasakan setiap saat, terutama
saat berbaring. Keluhan ini disertai batuk yang sudah dialami sekitar dua
bulan sebelumnya. Batuk disertai dengan lendir warna putih tidak bercampur
dengan darah. Selain itu berat badan pasien turun kurang lebih 7 kg dalam
waktu 1 bulan tanpa aktivitas yang berat. Pasien juga mengalami demam,
sejak dua bulan yang lalu, demam naik tutun dan paling sering di malam hari,
disertai keringat malam. Tidak ada mual, tidak ada muntah. Pasien mengaku
nafsu makan menurun. BAK dan BAB lancar.
- Dari hasil pemeriksaan tanda vital ditemukan
takipneu, suhu badan meningkat. Pemeriksaan thorax ditemukan paru kanan
tertinggal, pelebaran sela iga (/-), fremitus raba kiri dan kanan menurun,
perkusi hipersonor di seluruh lapangan paru kanan dan auskultasi ditemukan
bunyi nafas dasar vesikuler, rhonki / pada kedua apeks paru.
- Pemeriksaan laboratorium menunjukan adanya
anemia, mikrobiologi BTA positif.
- Dari hasil radiologi menunjukan adanya gambaran
bercak berawan diserati garis fibrosis pada seluruh lapangan paru, hiperlusen
avasculer pada sisi lateral hemithorax dextra dengan gambaran pleural white
line. Kesan tuberkulosis paru lama aktif lesi luas dengan pneumotoraks
dextra.
-
B. RADIOLOGI
a. Foto thoraks AP normal
-
Foto thoraks adalah metode pemeriksaan sistem respirasi
bagian bawah dimana dilakukan pemotretan dengan menggunakan sinar-x
dan film roentgen. Foto thoraks adalah pemeriksaan radiologi yang paling
banyak dilakukan untuk sistem respirasi bagian bawah.10

33
-

- Gambar 2. Posisi foto thoraks AP. 10

- Adapun syarat-syarat foto thoraks yang baik adalah: 10


1. Posisi penderita harus dalam keadaan inspirasi yang cukup. Untuk
mengetahuinya kita dapat melihat letak dari diafragma kanan
minimal setinggi costa IX-X posterior atau costa VI anterior.
2. Foto harus simetris, ini dapat dilihat dengan membandingkan letak
dari kedua ujung medial clavicula terhadap processus spinosus
vertebra.
3. Kondisi foto harus baik. Kondisi sebuah foto thoraks dikatakan baik,
jika corpus vertebra thoracal hanya terlihat jelas sampai T 4-T5,
sebelum carina/trakea dipercabangkan menjadi bronkus pricipalis.
Vertebra thoracal VI (T6) kebawah hanya boleh terlihat samar-samar.
4. Lapangan foto harus mencakup seluruh lapangan pulmo, termasuk
kedua apex dan kedua sinus costofrenikus.
5. Scapula, logam-logam yang berada didalam kantong baju, dan
sebagainya, tidak boleh superposisi sehingga menganggu pembacaan
foto.
-

34
-

- Gambar

11.Foto thoraks AP normal. 10

- Adapun gambaran foto thoraks yang normal adalah sebagai


berikut: 10
1. Parenkim pulmo memberikan gambaran radiolusen, densitas kedua
parenkim pulmo haruslah relatif sama. Corakan brochovascular
hanya sampai 2/3 medial dari lapangan pulmo, dengan distribusi
pembuluh darah yang tapering.
2. Sinus costofrenikus sinistra dan dextra tampak lancip.
3. Diafragma kanan lebih tinggi atau sama dengan diafragma sinistra,
dengan perbedaan kurang dari 3 cm.
4. Hilus sinistra lebih tinggi dari hilus kanan dengan perbedaan kurang
dari 2,5 cm.
5. Pleura tidak tampak.
6. Jantung bentuknya seperti buah pear, dengan Cardiac thoracic Index
(CTI) kurang atau sama dengan 50%.
b. Foto thoraks pada kasus tuberculosis
- Secara umum, dari pemeriksaan foto tuberculosis dapat dibagi
menjadi dua yaitu : 11
1. Primary tuberculosis dimana bisa akitif atau inaktif. Pada foto yang
menunjukkan hasil inaktif dapat dilihat adanya jaringan parut dan

35
kalsifikasi. Gambaran konsolidasi, nodularitas fokus kecil,
limfadenopati dan efusi menunjukkan infeksi aktif1. TB primer
secara klasik menjadi penyakit masa kanak-kanak, namunn kejadian
penyakit primer kini memiliki insidens yang tinggi karena epidemi
HIV. Kebanyakan pasien dengan TB primer tidak menunjukkan
gejala dan tidak gambaran radiografi infeksi. Pada beberapa pasien
kompleks Ranke, yang terdiri dari fokus kalsifikasi parenkim (lesi
Ghon) dan kalsifikasi nodal bisa terlihat. Jika pasien mempunyai
gejala, sebuah pneumonitis fokus spesifik terjadi dan akan kelihatan
opasifikasi lobar atau segmental kecil dan tidak berbatas tegas.
Gambaran hilus unilateral atau pembesaran mediastinal lymph node
adalah umum, terutama pada anak-anak, dan ini merupakan salah
satu manifestasi radiografi infeksi. Hilus bilateral atau mediastinum
pembesaran kelenjar getah bening dapat dilihat, tapi ini jarang
terjadi.11
2. Post primary tuberculosis juga bisa jadi aktif dan inaktif. Pasien TB
Postprimary sering hadir dengan batuk dan gejala konstitusional,
termasuk menggigil, berkeringat di malam hari, dan penurunan berat
badan. Reaktivasi cenderung terjadi di segmen apikal dan posterior
lobus atas dan segmen superior lobus bawah . nodul dan bercak yang
tidak berbatas tegas sering di lihat gambaran kavitasi adalah
gambaranr radiografi penting dari infeksi postprimary dan biasanya
menunjukkan penyakit aktif dan menular. Fokus kavitas dapat
menyebabkan penyebaran transbronkial organisme dan
menghasilkan bronkopneumonia multifokal. Erosi fokus kavitas
kedalam cabang arteri pulmonalis dapat menghasilkan aneurisma
(Rasmussen aneurisma) dan menyebabkan hemoptisis. Dengan
pengobatan antimikroba yang tepat, penyakit ini biasanya
dikendalikan oleh respon granulomatosa. Penyembuhan parenkim
dikaitkan dengan fibrosis, bronkiektasis, dan kehilangan volume
( cicatrizing atelektasis ) di lobus atas. 11

36
-
Dari hasil foto toraks pada pasien, dikatakan pasien TB paru lama
aktif atas dasar terdapat bercak berawan pada kedua lapang pandang paru.
Gamabaran bercak berawan yang dilihat adalah hasil dari peradangan
granulomatosa parenkim yang terjadi pada pasien yang terinfeksi dengan
tuberkulosis. Pasien ini dinyatakan sebagai tuberculosis paru lama karna
terdapat jaringan fibrosis atau kalsifikasi yang dapat dilihat di foto. 11
-
Jaringan fibrosis dapat dilihat apabila granulomatosa parenkim
awal TB membesar dan menyebabkan daerah konsolidasi wilayah udara
menjalani penyembuhan dengan transformasi jaringan granulomatosa ke
jaringan fibrosa yang matang. Penyembuhan seperti ini sering disertai dengan
kalsifikasi dystrophic dari jaringan nekrotik.11
-

C. KESIMPULAN
- Pasien atas nama Tn. AS usia 31 tahun dirawat dengan keluhan
sesak, kemudian diusulkan melakukan pemeriksaan foto thorax AP yang
memberikan gambaran radiologis dimana terdapat atau tampak bercak
berawan diserati garis fibrosis pada seluruh lapangan paru, hiperlusen
avasculer pada sisi lateral hemithorax dextra dengan gambaran pleural white
line. Dengan ini memberi kesan adanya sesuai gambaran tuberkulosis paru
lama aktif lesi luas dengan pneumotoraks dextra.
-

- DAFTAR PUSTAKA

1. Bahar A, Amin Z. Tuberkulosis paru. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid 2. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 2007.
988-993

37
2. Aditama TY, et al. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru
Indonesia, 2006
3. Departemen Kesehatan RI. Buku Pedoman Program Penanggulangan
Tuberkulosis. [Access on Oktober 2016]. Available from URL:
http://www.tbcindonesia.or.id
4. Yunus F. Diagnosis Tuberkulosis. [Access on 22 Oktober 2009]. Available
from URL:http://www.kalbe.co.id/files/cdk
5. Permatasari A. Pemberantasan Penyakit TB Paru dan Strategi DOTS. [Access
on Oktober 2016]. Available from URL:
http://www.Adln.lib.unair.ac.id/go.php.id=jiptunair
6. Rabou A.A, Gaillard F. Radiopaedia: Tuberculosis Pulmonary Manifestations.
[access on September, 2016].Available from URL:
https://Radiopaedia.org/articles/tuberculosis-pulmonary-manifestations
7. University of Virginia. Chest Radiology Pathology Pneumonia. [access on
Sept 2016]. Available from URL: https://www.med-
ed.virginia.edu/courses/rad/cxr/pathology3chest.html. 2013
8. Amanullah Shakeel, dkk. Typical Bacterial Pneumonia Imaging. [Access on
September 2016] Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/article/360090-overview#a2. 2015
9. Misra R, Planner A, Uthappa. A-Z chest radiology. Cambridge university
press. New York. 2007.
10. Bhalla S A, Goyal A, Gupta K A. Chest tuberculosis : radiological review and
imaging and recomendation. Indian journal of radiology and imaging. New
Delhi. 2015.
11. Zarogoulidis Paul, dkk. Pneumothorax: from definition to diagnosis and
treatment in Journal of thoracic disease, Vol 6; October 2016
12. Luh Shi Ping, Review diagnosis and treatment of primary spontaneous
pneumothorax in journal of Zhejiang university, Ed 10; 2010

4
5

Anda mungkin juga menyukai